• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian utama pada bagian ini adalah merumuskan skema kredit yang mandiri dan berkelanjutan dengan maksud untuk memperbaiki kelemahan model pengembangan yang selama ini telah dan sedang berjalan ditinjau dari efektifitas dan efisiensi pelaksanaan program dalam mencapai tujuannya. Diharapkan dengan penyempurnaan ini, KKPE lebih mudah diakses dan lebih mampu mendorong peningkatan produksi dan pendapatan usaha sapi di tingkat peternak sehingga peternak lebih mandiri artinya pembiayaan usaha tidak harus tergantung selamanya pada bantuan pemerintah dan sekaligus baik KKPE maupun usaha sapi tersebut berkembang secara berkelanjutan yang pada gilirannya dapat mendukung ketahanan pangan. Evaluasi dan penyempurnaan program perlu dilakukan mengingat kredit program memiliki posisi strategis dalam pembangunan ekonomi baik di tingkat makro maupun di tingkat usahatani atau rumahtangga. Disamping itu, pengadaan kredit program memiliki opportunity cost atas penggunaan dana pembangunan pemerintah. Oleh karena itu untuk merumuskan pengembangan kredit tersebut akan didahului dengan evaluasi terhadap model KKPE yang sedang berjalan yang terdiri dari sintesa terhadap hasil analisis aksesibilitas, penggunaan, dampak dan tingkat pengembalian kredit serta evaluasi terhadap sistem dan pelaksanaan KKPE tersebut. Evaluasi tersebut pada prinsipnya menggambarkan efektifitas dan efisiensi dari model atau sistem kredit program KKPE yang dimplementasikan selama ini di tingkat usahatani dan telah dianalisi pada bagian sebelumnya. Rumusan model pengembangan skema kredit juga mengacu pada model pengembangan kredit untuk usaha UMK yang dikembangkan di negara lain dan menunjukkan adanya keberhasilan.

Evaluasi model kredit KKPE Sintesa analisis kredit program KKPE

Sebagaimana sudah disampaikan bahwa mensintesa hasil analisis terhadap aksesibilitas, pemanfaatan, dampak dan tingkat pengembalian kredit program secara komprehensif adalah dalam upaya mengkaji efektifitas dan efisiensi program pengembangan kredit program KKPE dalam mencapai tujuannya, khususnya di tingkat usahatani. Diantara variabel-variabel tersebut mempunyai keterkaitan yang erat dalam mencapai efektifitas dan efisiensi pengembangan kredit program KKPE. Dengan demikian melalui kajian tersebut dapat diketahui indikasi keberlanjutan program dan sekaligus sebagai dasar untuk penyempurnaan pengembangan kredit program KKPE ke depan. Sintesa terhadap aksesibilitas, pemanfaatan, dampak dan tingkat pengembalian kredit secara garis besar ditampilkan pada Gambar 23.

Permasalahan studi ini dimulai dengan fakta dari data sekunder bahwa ketersediaan kredit KKPE relatif besar, dalam periode 2009-2013, secara nasional ketersedian KKPE adalah sekitar Rp 41.98 triliun, namun realisasi kredit tersebut hanya mencapai Rp 12.68 triliun atau hanya sekitar 30 persen. Padahal banyak hasil studi menunjukkan bahwa petani dan pengusaha kecil umumnya membutuhkan kredit. Hasil penelitian ini, menunjukkan bahwa berdasarkan data sekunder di tingkat provinsi, untuk tahun 2013 jumlah peternak yang menggunakan KKPE relatif sedikit hanya sekitar 1.3 persen dari total jumlah peternak (941,415 peternak) yang ada di Provinsi Jawa Tengah. Nilai

tersebut dihitung berdasarkan nilai kredit KKPE yang terealiasi di Jawa Tengah pada tahun tersebut dengan asumsi per peternak mengambil kredit Rp 50 juta.

Gambar 23 Sintesa analisis aksesibilitas, pemanfaatan, dampak dan tingkat pengembalian kredit program KKPE

Ketersediaan kredit program KKPE

Realisasi kredit program KKPE relatif kecil (30%) Akses rendah:

Dominan disebabkan tidak memiliki agunan dan informasi

Tingkat penggunaan kredit KKPE relatif kecil, sekitar 1.3 %

Pemanfaat kredit KKPE oleh Peternak sampel:

- Digunakan hanya untuk usaha ternak sapi: 86% peternak KKPE

- Digunakan untuk usaha ternak sapi dan usaha lainnya : 6% peternak KKPE

- Digunakan untuk usaha ternak sapi dan kegiatan non produkstif: 8% peternak KKPE

Dampak kredit program KKPE:

Curahan jam kerja:

Positif dan signifikan

Jumlah ternak:

Positif dan siginifikan

Pendapatan usaha ternak sapi: positif

Faktor penentu akses terhadap KKPE:

Kepemilikan agunan, keanggotaan dalam kelompok, pengalaman beternak

dan pendapatan usaha ternak

Faktor penentu pengembalian kredit:

- Biaya administrasi: (-)

- Suku bunga: (-)

- Gangguan usaha: (-)

- Kondisi kelompok peternak: (+) Tingkat pengembalian kredit relatif

rendah:

- NPL (data sekunder): cenderung meningkat dan 2013-2014: >10%

- Di Tingkat usahatani: jumlah peternak KKPE yang

pengembaliannya < 95% ada 10%

Lainnya: pendapatan ternak (+) dan jumlah ternak (+)

Lainnya: produksi susu (+), jumlah ternak (+), pendapatan non ternak (-), luas lahan milik (+) Lainnya: luas lahan (+),

luas kandang (+), keanggotaan di kelom- pok (+), pengalaman (+)

Hasil studi di lokasi survey, Kabupaten Semarang dan Kabupaten Boyolali menunjukkan bahwa petani tidak mengambil KKPE terutama karena tidak memiliki agunan dan informasi (63.4%) yang terdiri dari alasan agunan (46.7%) dan alasan tidak ada informasi (16.7%). Alasan lain karena masih mempunyai kredit lain di bank (3.3%), takut tidak dapat mengembalikan kredit (20%) dan tidak membutuhkan (13.3%). Berdasarkan alasan tersebut, mengindikasikan adanya potensi permintaan kredit sebesar 66.7 persen dan potensi terbesar adalah dari peternak yang tidak memiliki agunan.

Berbagai hasil penelitian sudah menunjukkan bahwa salah satu cara untuk mengentaskan kemiskinan adalah dengan memberi kemudahan kepada masyarakat untuk akses kepada kredit (Quach 2005). Keterbatasan asset yang dapat diagunkan selama ini menjadi faktor utama tidak aksesnya masyarakat miskin kepada kredit. Apabila hal seperti ini tidak diatasi, maka pengembangan permodalam petani relatif tetap jalan di tempat. Untuk itu harus ada terobosan yang berarti oleh pemerintah maupun pihak perbankan untuk mempermudah masyarakat mengakses dana.

Meskipun peternak sampel penerima kredit menilai bahwa persyaratan dan prosedur KKPE belum sepenuhnya sesuai harapan peternak, namun secara umum peternak tersebut menilai bahwa model kredit KKPE merupakan model yang terbaik dari kredit program pemerintah selama ini. Kebaikannya antara lain suku bunga yang dikenakan bank dianggap ringan, masa pinjam kredit yang fleksibel (2 - 5 tahun), demikian juga dengan cicilan pokok dan bunga tidak harus per bulan, namun bisa sekali enam bu lan (per semester) bahkan cicilan pokok bisa dilakukan per tahun. Sementara untuk persyaratan agunan, sebagian besar peternak sampel penerima KKPE juga menilai bahwa persyaratan agunan tersebut sebenarnya memberatkan karena sebagian besar petani tidak memiliki agunan dan waktu pencairan KKPE dipandang lama dan cukup lama, bisa mencapai bulanan dan bahkan ada yang lebih dari satu tahun hingga peternak tersebut merasa putus asa. Sebagian peternak sampel penerima KKPE menganggap prosedur KKPE tidak rumit dan sebaliknya dengan sebagian peternak sampel. Khusus untuk plafon kredit yang dapat diajukan, hanya sebagian kecil peternak sampel penerima KKPE yang menilai relatif kecil. Oleh karena itu, sebagian besar petani sampel penerima KKPE mengambil nilai KKPE kurang dari nilai plafon KKPE (Rp 50 juta). Hal ini terjadi karena terbatasnya sumberdaya manusia untuk memelihara ternak dalam skala yang lebih besar, keterbatasan lahan penghasil pakan hijauan dan umumnya mereka memiliki pola nafkah ganda atau usaha selain usaha ternak

Sejauhmana penggunaan KKPE memberikan manfaat bagi pengembangan usaha ternak peternak sampel, salah satunya sangat ditentukan oleh penggunaan KKPE itu sendiri. Apakah KKPE tersebut digunakan untuk usaha ternak yang direncanakan dibiayai atau tidak. Hasil survey menunjukkan bahwa sebagian besar peternak sampel menggunakan KKPE sepenuhnya untuk pengembangan usaha ternak dan hanya sebagian kecil (14%) peternak yang menggunakan KKPE tidak hanya untuk usaha ternak, tetapi juga digunakan untuk usaha lain atau kegiatan non produktif. Secara umum, sebagian besar KKPE oleh masing-masing peternak sampel digunakan untuk membeli sapi dan sisanya untuk membeli pakan. sementara penggunaan KKPE untuk membangun kandang sapi, walaupun diperbolehkan, hanya terjadi pada sebagian kecil peternak sampel khususnya peternak pemula mengingat umumnya peternak sampel sudah memiliki kandang sapi yang masih memadai dengan penambahan sapi dari KKPE. Namun demikian, meskipun sebagian besar peternak

menggunakan KKPE sepenuhnya untuk kegiatan usaha ternak sapi, namun alkasi pemanfaatannya tidak sampai pada adopsi teknologi baru karena hampir semua teknologi yang ada untuk usaha kecil sudah diamanfaatkan oleh petani sperti teknologi inseminasi buatan (IB), varietas sapi dan lainnya (Gambar 21).

Karena itu hasil survey juga menunjukkan bahwa KKPE memberikan dampak yang positif terhadap jumlah ternak yang dipelihara, pendapatan usaha ternak dan curahan jam kerja peternak. Pengaruh KKPE tersebut signifikan terhadap seluruh variabel dependen tersebut kecuali pengaruhnya terhadap pendapatan usaha ternak. Pengaruh terhadap jumlah ternak dan curahan jam kerja peternak signifikan karena semua peternak sampel menggunakan KKPE untuk membeli sapi, jadi jumlah sapinya pasti mengalami peningkatan dengan kisaran 1 hingga 7 ekor, tapi sebagian besar kurang dari 4 ekor sehingga sebagian besar peternak total pemilikan sapinya kurang dari 5 ekor. Jadi sebagian besar peternak sampel dengan adanya KKPE masih termasuk dalam skala usaha kecil. Dengan skala usaha tersebut, penambahan sapi KKPE tidak sampai menyebabkan penambahan jumlah tenaga kerja dimana satu tenaga kerja dapat mengelola 15-20 sapi potong atau sekitar 10 ekor sapi perah, melainkan hanya meningkatkan curahan jam kerja peternak. Terhadap pendapatan usaha ternah, kredit tidak berpengaruh signifikan disebabkan beberapa faktor diantaranya adalah sebagian petani sampel menggunakan KKPE tidak sepenuhnya untuk kegiatan usaha ternak, beberapa petani sampel belum mempunyai pengalaman dalam beternak sapi, flutuasi harga yang sangat tajam saat membeli sapi KKPE dan saat menjual sapi KKPE sehingga usaha ternak kurang menguntungkan serta beberapa peternak sampel KKPE nya sudah lunas. Peternak sampel yang kreditnya sudah lunas, umumnya pemilikan sapinya kembali ke semula, di satu pihak karena sapinya dijual untuk membayar cicilan kredit dan di pihak lain karena sifat usaha ternak dalam rumahtangga merupakan substitusi usaha non ternak dalam hal penggunaan tenaga kerja.

Berdasarkan data sekunder, secara umum tingkat pengembalian kredit di Jawa Tengah dan lokasi studi relatif rendah diukur dengan nilai NPL. Per Desember 2014, nilai NPL bank penyalur kredit terbesar di Jawa Tengah lebih dari 5 persen. Sementara di Kabupaten Semaranglokasi studi untuk dua bank penyalur tersebut, nilai NPL dalam kurun waktu 2011-2014 cenderung meningkat dan 3 tahun terakhir nlai NPL tersebut jauh lebih besar dari 5 persen, bahkan di atas 10 persen. Di tingkat usahatani peternak sampel, terdapat 10 persen peternak yang tingkat pengembalian kreditnya kurang dari 95 persen.

Meskipun pendapatan usaha ternak sapi tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat pengembalian kredit, namun pengaruhnya positif, artinya pendapatan yang lebih kecil dapat menurunkan tingkat pengembalian kredit dan sebaliknya. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengembalian kredit secara nyata adalah keberadaan agunan, kondisi kelompok peternak, gangguan usaha, suku bunga dan biaya administrasi. Keberadaan agunan dan kondisi kelompok tani berhubungan positif dengan tingkat pengembalian kredit dan sebaliknya dengan ketiga variabel lainnya. Hal ini mengindikasikan bahwa, tingkat keamanan pengembalian kredit yang baik tidak cukup hanya mengandalkan keberaaan pemilikan agunan, tet api juga peternak penerima KKPE harus tergabung dalam kelompok peternak yang aktif,

mempunyai pengalaman usaha agar usahanya tidak sensitif terhadap gangguan usaha, serta biaya kredit (suku bunga dan administrasi) yang tidak memberatkan.

Secara umum, adanya penyimpangan dalam penggunaan KKPE oleh peternak sampel dan target sasaran KKPE menjadi salah satu penyebab tingkat pengembalian kredit kurang lancar atau tidak lancar. Gangguan usaha umumnya terjadi pada peternak sampel yang tidak memiliki pengalaman usaha atau peternak pemula yang sebetulnya tidak menjadi target atau sasaran KKPE. Namun dalam studi ini ditemukan beberapa peternak sampel yang sebelumnya tidak pernah beternak sapi. Kondisi ini menyebabkan usaha ternaknya tidak berkembang dengan baik, sapi yang dibiayai KKPE terkena penyakit bahkan ada yang hingga mati. Suku bunga mengalami kenaikan beberpa kali karena memang setiap enam bulan sekali pihak perbankan mengevaluasi suku bunga yang kadang berakhir dengan peningkatan suku bunga. Tingkat suku bunga tersebut kini sudah mencapai 7 persen per tahun dari awalnya hanya sebesar 4 persen per tahun. Biaya administrasi yang relatif besar biasanya untuk membayar notaris terkait agunan yang dapat mencapai Rp 900 ribu hingga Rp 5 juta per kelompok tergantung jumlah agunan dan nilai agunan. Kedua biaya kredit tersebut mempengaruhi pengembalian kredit terutama bagi peternak sampel yang tidak menggunakan KKPE sepenuhnya untuk usaha sapi dan juga bagi peternak sampel yang mengalami gangguan usaha. Peternak sampel yang tergabung dalam kelompok tani yang aktif tingkat pengembalian kreditnya lebih baik karena kelompok yang aktif dapat menjadi “social control” atau “social guarantie” bagi efektifitas program maupun efisiensi kredit program KKPE. Hal ini terbukti dari munculnya “rent seeker” dari dalam kelompok yang tidak aktif dan didukung oleh sistem administrasi pengembalian kredit yang memungkinkan timbulnya rent seeker tersebut. Nilai kredit yang terlalu besar, juga cenderung menimbulkan tingkat pengembali an yang rendah walaupun dalam studi ini, variabel tersebut tidak masuk dalam model. Fakta di lapangan menunjukkan, bahwa beberapa peternak menerima kredit yang lebih besar dari pagu KKPE. Hal ini dimungkinkan karena ada dorongan dari petugas lapang bank untuk memanfaatkan kredit sesuai pagu untuk masing-masing anggota kelompok yang mengajukan. Pada prakteknya, sebagian besar peternak tidak bersedia untuk mengambil KKPE sesuai pagu, sehingga terdapat peternak yang akhirnya mengambil kredit yang relatif besar (lebih besar daripada pagu kredit yang tersedia) karena selain mengambil jatahnya sesuai pagu, juga ditambah dari sisa pagu KKPE peternak lainnya dalam kelompok yang sama.

Selanjutnya, hasil analisis menunjukkan bahwa kredit program KKPE memberi dampak yang positif kepada kinerja usaha ternak, yaitu berpengaruh positif dan signifikan terhadap jumlah ternak, berpengaruh positif dan signifikan terhadap curahan jam kerja serta berpengaruh positif terhadap pendapatan dari usaha ternak. Karena umumnya usaha ternak masih skala kecil dan dianggap sebagai usaha sambilan, maka penggunaan tenaga kerja umumnya masih dari dalam keluarga. Disamping variabel jumlah kredit, maka jumlah ternak, luas kandang dan luas lahan termasuk variabel yang penting dalam aspek dampak. Variabel-variabel tersebut berpengaruh positif dan signifikan terhadap serapan tenaga kerja dan pendapatan (Tabel 36).

Tabel 33 Variabel-variabel yang berpengaruh nyata pada antar analisis No Variabel Analisis Akses Analisis Pengem- balian Analisis Dampak Jumlah ternak Penggunaan TK Pendapatan 1. Luas lahan - - V - V 2. Luas kandang V - V - - 3. Jumlah ternak - - - V V 4. Pengalaman V - V - - 5. Kelompok tani V V V - - 6. Agunan V V - - -

7. Pendapatan dari ternak V - - V -

8. Pendapatan non ternak - - - - V

9. Jumlah kredit - - V V -

10. Suku bunga V V - - -

11. Biaya administrasi - V - - -

12. Gangguan usaha - V - - -

Sumber: Data Olahan

Apabila dikaitkan dampak KKPE dengan tingkat pengembalian, maka peternak yang banyak mengalami gangguan dalam pengembalian terutama peternak skala kecil. Sebagian besar peternak kecil ini masih pemula dan belum pengalaman dalam meminjam ke bank. Untuk itu rekomendasi kredit KKPE ke depan antara lain peternak skala kecil dibatasi pagu kreditnya sampai Rp.50 juta saja, sementara peternak skala besar boleh sampai Rp.100 juta. Terlalu berisiko memberi kredit dalam jumlah besar kepada debitur yang usahanya sambilan dan pengalaman yang terbatas dalam mengelola dana yang besar. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa kredit program (yang umumnya kecil) diperuntukkan bagi petani/peternak kecil, dan apabila pagunya besar maka dikhawatirkan tingkat kemacetannya akan tinggi.

Keterkaitan antar dimensi kredit program KKPE

Pembahasan kredit program ini tidak lepas dari beberapa aspek atau dimensi, yaitu mulai dari ketersediaan, pemanfaatan, dampak, serta pengembalian. Apabila ditinjau ke lima dimensi kredit program di atas, berdasarkan analisis yang dilakukan tampak bahwa ada beberapa faktor atau variabel yang selalu muncul dengan pengaruh signifikan di setiap analisis, yaitu faktor agunan, kelompok tani dan suku bunga. Ketiga faktor atau variabel ini perlu menjadi perhatian karena merupakan determinan utama dalam menggerakkan siklus lima dimensi ini menjadi siklus kebajikan (virtuous circle) (Gambar 24).

Perkembangan lingkaran kebajikan kredit program ini untuk selanjutnya bisa menuju kepada dua arah yang kontras, yaitu berkembang atau menyusut. Lingkaran ini berkembang seperti bola salju (snowball) bila kredit ini berjalan sesuai rencana, memberi dampak yang positif dan tingkat pengembalian yang tinggi, sehingga ketersediaan kredit meningkat dan programnya berkelanjutan atau yang terjadi sebaliknya.

Gambar 24 Lima dimensi lingkaran kebajikan kredit program

Evaluasi Skema KKPE dan Implementasinya Skema Kredit Program KKPE

Kredit program KKPE merupakan kredit komersial dengan bantuan subsidi bunga oleh pemerintah. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 198/PMK.05/2010 yang menyebutkan bahwa pemerintah memberikan subsidi bunga kredit KKPE. Namun demikian karena merupakan kredit program, skema (persyaratan, prosedur serta ketentuan mengenai kredit lainnya) dari kredit program ini akan berbeda dengan kredit komersial pada umumnya dan tidak jauh berbeda dengan kredit program lainnya. Pemberian subsidi bunga diharapkan dapat menjadi salah satu insentif bagi petani untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing usahanya. Selanjutnya tujuan dari pemberian KKPE ini adalah untuk membantu memenuhi permodalan petani/peternak dengan suku bunga yang disubsidi oleh Pemerintah agar petani/peternak dapat menerapkan teknologi rekomendasi budidaya yang dianjurkan.

Kredit program KKPE merupakan penyempurnaan dari kredit program KKP. Berdasarkan buku panduan teknis, menunjukkan bahwa perbaikan-perbaikan yang dilakukan pemerintah terhadap KKPE dibanding kredit program sebelumnya, seperti KKP adalah jenis komoditas yang didanai lebih banyak, batas kredit yang lebih besar dan terus meningkat (mulai Rp.15 juta/pengusul menjadi Rp.25 juta/pengusul dan saat ini mencapai Rp.100 juta/pengusul), batas luas lahan yang boleh didanai meningkat dari 2 hektar menjadi 4 hektar, batas waktu pinjaman dari 3 tahun menjadi 5 tahun, plafon kredit yang disediakan pemerintah meningkat dari Rp.2 triliun menjadi Rp.10.8 triliun per tahun.

Meskipun KKPE memiliki banyak kelebihan dibandingkan dengan kredit program lainnya, namun tidak serta merta akses petani atau peternak khususnya terhadap KKPE tersebut menjadi mudah. Sebagaimana sudah disampaikan bahwa di Jawa Tengah, baru sekitar 1.3 persen peternak yang menggunakan KKPE. Sementera dari sisi efektifitas dan efisiensi penyaluran KKPE, penyaluran KKPE memberikan dampak positif terhadap usaha sapi di tingkat petani baik dari aspek jumlah ternak yang diusahakan, pendapatan dan jam kerja, namun pengaruh tersebut belum signifikan terutama terhadap pendapatan. Disamping itu, tingkat kemacetan KKPE termasuk relatif tinggi.

Aksesibilitas peternak terhadap KKPE dan pengaruh KKPE tersebut terhadap usaha ternak di tingkat petani salah satunya ditentukan oleh skema KKPE itu sendiri dan implementasinya. Oleh karena itu menjadi penting untuk mengkaji skema KKPE terkait dengan keragaan KKPE ditinjau dari aspek-aspek tersebut. Disamping itu juga perlu dikaji bagaimana implementasi dari skema KKPE yang telah ditetapkan pemerintah. Skema kredit yang baik belum tentu implementasinya sesuai dengan apa yang sudah ditetapkan karena beberapa hal dan sebaliknya. Implementasi tersebut akan sangat menentukan bagaimana akhirnya aksesibilitas peternak terhadap KKPE serta bagaimana dampak atau pengaruh KKPE terhadap kinerja usaha ternak di tingkat petani.

Skema kredit program KKPE menurut pedoman teknis yang dikeluarkan oleh Kementerian Pertanian (2014) diperlihatkan pada Tabel 37. Pelaku usaha yang bisa memanfaatkan skim kredit dari program KKPE adalah petani/peternak, kelompok tani serta koperasi. Dari sisi persyaratan untuk mendapatkan atau mengajukan KKPE, kecuali keberadaan agunan, persyaratan lainnya tidak sulit untuk dipenuhi oleh peternak. Dengan bantuan atau bimbingan petugas pertanian atau PPL (Penyuluh Pertanian Lapang), persyaratan mengenai status kelompok, RDKK, NPWP dapat dengan mudah dipenuhi. Tabel 37 Skema Kredit Program KKPE

Uraian Kredit Program KKPE

1. Syarat mendapatkan kredit - Individu atau kelompok, diutamakan kelompok - Identitas diri

- Proposal dilengkapi Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) yang diketahui dan ditandatangani anggota serta petugas pertanian dan disahkan oleh Dinas Teknis terkait - Memiliki NPWP untuk kredit > Rp 50 juta

- Usia ≥ 21 tahun atau sudah menikah

- Bersedia mengikuti petunjuk teknis penyuluhan pertanian dan ketentuan sebagai peserta KKPE

- Kelompok tani terdaftar pada Dinas Teknis terkait; mempunyai anggota yang melakukan usaha terkait, pengurus yang aktif dan aturan kelompok yang disepakati anggota

- Memanfaatkan KKPE sesuai anjuran teknologi budidaya dari Dinas Teknis terkait

- Tersedia agunan 2. Ketentuan kredit

a. Suku bunga 4% sampai 7 % per tahun

b. Biaya kredit lainnya Biaya akta notaris agunan (Rp 500 ribu – Rp 5 juta per sertifikat)

c. Pagu/plafon kredit Rp 20 -100juta

d. Jangka waktu pinjaman 2-5 tahun tergantung kesepakatan dengan cicilan pokok per 6 bulan atau per tahun

e. Waktu pencairan kredit 1 bulan – 2 tahun 3. Mekanisme penyaluran dan

pengembalian kredit

Melalui kelompok dan atas nama kelompok 4. Peran lembaga kredit Executing

Meskipun dari keseluruhan persyaratan pengajuan KKPE tersebut hanya agunan yang sulit dipenuhi, namun keberadaan agunan tersebut menjadi penghambat utama akses peternak terhadap KKPE mengingat sebagian besar peternak tidak memiliki agunan. Sebetulnya, melalui kelompok, agunan yang diserahkan kepada pihak bank penyalur tidak harus milik semua peternak calon penerima KKPE, bisa milik salah satu peternak atau lebih yang penting nilai agunan tersebut dapat menutupi seluruh pinjaman kelompok atau sekitar 130 persen dari total nilai kredit yang diajukan. Namun demikian, pada umumnya pihak kelompok tetap mengharuskan semua anggota calon penerima KKPE menyerahkan agunan dan kemudian agunan yang tidak diserahkan ke pihak bank akan ditahan oleh kelompok dan baru akan dikembalikan ke anggota setelah pembayaran KKPE kelompok lunas. Hal ini dilakukan kelompok untuk menjaga kemungkinan kredit mengalami kemacetan dan anggota kurang bertanggungjawab. Pada umumnya peternak memiliki aset lahan, namun belum dapat dijadikan agunan karena belum disertifikasi mengingat biaya