Tanggal 1 Maret 1912 terbitlah harian De Exprès
D. membangunkan semangat bangsa Indo supaja berontak, dan melepaskan dendam jang sekian lamanja
ditahan’ dalam hati. Tanggal 12 Desember 1911 ia telah membuka pidato dimuka suatu persidangan di Djakarta, jang diadakan oleh Indische Bond. Pokok uraian itu ia lah : „Gabungan kulit putih dengan Jkulit sawo” . Ia ber kata, bahwa djumlah bangsa Indo sangat sedikit, sehingga ia tak mungkin akan memperoleh keuntungan, djika ia hendak bertindak • seorang diri. Salah satu sjarat buat mendapat kemenangan didalam pertentangan dengan pen- djadjah bangsa Belanda itu, ialah menggabungkan din kepada bangsa Indonesia, dan berdjuang bersama-sama dengan mereka. Didalam perdjuangan itu, terutama se kali dikehendaki kerdja sama jang rapat. Tapi, oleh ka rena bangsa Indo agak terdahulu dari bangsa Indonesia,
deradjatnja memang ditinggikan, maka bangsa Indo itu lah jang harus ada pada barisan muka.
Dalam rapat itu antara lain D.D. ada pula berkata sebagai berikut :
„Setjara politik, sikap menerima sahadja segala se- suatunja dengan senang hati, adalah suatu perbuatan jang salah. Karena ia akan membawa kita kepada hidup diperbudak. Didalam perdjuangan politik hendaklah kita dengan gigih memegang teguh, apa jang telah kita per oleh, sambil mengulurkan tangan, untuk merebut segala hak kita, jang belum dimiliki”.
Perdjalanan propaganda seluruh tanah Djawa itu, di mulai pada tanggal 15 September 1912. Maksudnja hen dak membangkitkan semangat golongan „Indier” , agar mereka suka membentuk suatu partai politik jang baru. Jang dimaksud dengan kata „Indier” itu, ialah sekalian bangsa asing, jang dilahirkan di Indonesia (Hier-gebo- renen). D.D. lalu memanaskan hati dan menimbulkan nafsu golongan jang hendak dipersatukannja itu. Pim pinan dari kumpulan para Doktor (Bond van Genees- heren, didirikan oleh Doktor2 bangsa Eropah), telah menjediakan alat2 suntikan jang amat mandjur, sedang D.D. pandai pula menjuntikkannja dengan segala kebi- djaksanaan, sampai ia berhasil baik.
Dalam suatu Bulletin, jang dikeluarkan oleh Kumpulan para doktor itu pada bulan September tahun 1912, di- tjela maksud pemerintah, jang hendak mengadakan Se kolah Doktor jang kedua di Surabaja, terbuka untuk segala bangsa.
Didalam kritik itu diadakan pemandangan tentang lajak dan harganja bangsa peranakan Belanda, untuk melakukan pekerdjaan doktor, lalu dikatakan sebagai berikut :
„Bangsa Indo sangat bentji kepada segala pekerdjaan, jang semata-mata meminta pertanggungan djawab dan minat bekerdja jang bersungguh-sungguh. Lihatlah pada djawatan perguruan. Bukankah djarang sekali didapati guru2 bangsa Indo? Mereka enggan sekali, djika peker- djaannja hendak diperiksa, karena hasil pekerdjaannja itu memang tak tahan udji dan kritik. Djarang sekali didapati sifat kemauan jang teguh pada mereka, ketjuali kemauan didalam perkara melakukan segala kedjahatan.
Tak ada suatu kebaikan jang boleh diharapkan dari pihak mereka. Dan tak usahlah kita singgung2 orang2 jang memang tersebut buruk didalam kalangan mereka,'jaitu jang melakukan pengguguran baji sebagai tiang pentja- harian dan berzina untuk perintang-rintang waktu! Apa kah orang2 setampan itu hendak didjadikan doktor?”
Dan seterusnja Bulletin itu berkata pula :
„Perkara rasa dan pendapat tentang arti sopan santun tidak kami perlcatakan. Semua orang tahu akan keadaan- nja, dan mengetahui pula, bahwa pendapat mereka de ngan pendapat kita ada berbeda, bagaikan bumi dengan langit. Dan ketangan Doktor2 tampan itulah penduduk pulau Djawa kelak harus menjerahkan nasib anak dan bininja, ditempat-tempat jang berdjauhan dengan thabib2 bangsa Eropah!”
Bulletin itu memang sangat kotor bunjinja. Ia keluar dari tangan segolongan thabib, jang amat pitjik pengeta huan, dan takut akan mendapat saingan. Sedangkan orang2 Eropah jang tidak dilahirkan dinegeri ini, telah membatjanja dengan masjgul. Seluruh persurat kabaran serentak mentjelanja pula.
Tapi bagi Douwes Dekker segala tjertja dan nista itu diterima dengan gembira, lalu dipergunakan ’ mendjadi alat perdjuangan jang setadjam-tadjamnja. Tiap2 dibatja- kannja Bulletin itu dimuka rapat umum, maka gemu ruhlah suara2 bantahan dan antjaman, jang tak dapat dipadam-padamkan. Douwes Dekker mendapat djalan un tuk mengirimkan seputjuk „surat terbuka” kepada Gu bernur Djenderal, jang sangat tadjam isinja. Didalam surat itu antara lain ada dikatakan sebagai berikut:
„Tapi — Excellentie! Saja berkata, sekiranja tindju kami sampai menggenggam sendjata — mudah-mudahan djanganlah hendaknja sampai kesana! — maka kpni ti dak dapat akan dipersalahkan! Maka tuan sendiri, Wali Negara Hindia Belanda, tuan dengan kawan2 seperdju- angan tuan, akan menginsjafkan, bahwa bentjana ini akan ditambahkan kedalam rekening hutang tuan, jang terdjadi atas angan2 hati tuan jang salah!”
Tjertjaan jang sehebat dan selantjang itu, terhadap diri G. G. Idenburg, jang telah masjhur tentang kedju- djuran hati, dan kesutjian namanja, menimbulkan ban tahan didalam berbagai-bagai golongan, dan ada pula jang membawa orang tertawa. Apalagi karena dising
gung-singgung pula kebatinan Idenburg, seorang bang sawan hati, jang memang bebas dari pada segala angan2 hati jang djahat.
Dr. Tjipto Mangoenkoesoemo telah diangkat mendjadi anggota redaksi surat kabar De Exprès dalam bulan No- pember 1912. Iapun telah mentjela laku D.D. jang ber propaganda setjara itu. Didalam sebuah „surat terbuka” diperingatkannja kepada bangsa Indonesia, supaja me reka djangan sampai menimbulkan nafsu2 orang banjak, dan menghindarkan segala kata2 jang kasar, jang achir- nja hanja akan menumpulkan sahadja. Kata Dr. Tjipto : „Itulah pekerdjaan tuan D.D. jang tidak berkenan pada hati saja” . Dan : „Aksi jang dilakukan dengan bidjak- sana, pastilah akan berbahagia untuk partai”.
Dr. Tjipto Mangoenkoesoemo ialah seorang pemimpin jang sangat djudjur, jang masjhur karena tak pernah berdusta. Tjintanja kepada tanah air dan bangsanja, ti daklah berhingga, sedang keuntungan untuk diri sendiri didalam segala tindakannja sebagai pemimpin, adalah asing baginja. Ketika didaerah Malang, pada pertengahan tahun 1911, timbul penjakit sampar, jang menggempar kan seluruh penduduk, maka Dr. Tjiptolah thabib jang paling dahulu datang mendaftarkan diri untuk dikirim kan kesana, memerangi penjakit itu. Berhubung dengan itu, dalam bulan Djanuari 1912, Pemerintah telah meng- angkatnja mendjadi Ridder in de Orde van Oranje Nas sau.
Amat senang hati D.D. dapat menerima Dr. Tjipto jang sangat terpandang itu, mendjadi anggota sidang pengarang surat kabarnja, dan membawanja pula serta didalam partai, jang hendak didirikan. Sementara itu D.D. beruntung pula dapat membawa serta seorang pemuda Indonesia berpangkat guru, R. M. Soewardi' Soerjaningrat, jang dikemudian hari memakai nama Ki Hadjar Dewan- toro. Pada ketika itu Soewardi adalah mendjadi Ketua Sarekat Islam tjabang Bandung.
Dengan masuknja Soewardi itupun D.D. mendapat ke untungan besar. Kawan itu ialah orang jang berotak tadjam, teguh pada pendirian dan kejakinannja. Selain dari pada itu, ia keluarga dari astana Paku Alam, jang memberi kedudukan baginja sebagai orang terpandang pula didalam pergaulan hidup orang Indonesia.
Dalam gelanggang perdjuangan, menghadapi peme rintahan Belanda, ketiga pemimpin itu bekerdja baliu membahu.
Perdjalanan propaganda ditanah Djawa membawa ba hagia untuk partai. Tiga puluh tjabang dapat didirikan, dengan anggota sedjumlah 7300 orang, kebanjakan bang sa Belanda peranakan. Djumlah anggota bangsa Indonesia hanjalah 1500 orang.
Setelah kembali ke Bandung, D.D. mengirimkan sepu- tjuk surat kawat kepada Seri Baginda Radja. Isinja ka wat itu pada lahir memang ditudjukan kepada Radja Belanda, tapi pada batin seolah-olah mendjadi alat pro paganda untuk kedalam. Kata D.D. :
„Utusan Indische Partij, jang baharu dibentuk, jang bermaksud hendak memberi hak penuh kepada rakjat koloni jang diperintah oleh Seri Baginda, jaitu atas se gala sesuatunja jang mendjadi hak mutlaknja, menurut kehendak beribu bangsa Indier, bersama ini mengirimkan rentjana perdjalanannja diseluruh tanah Djawa. Utusan telah bermusjawarat dimuka rapat umum di Bandung, Djokja, Surabaja, Madiun, Pekalongan, Tegal dan Tji- rebon, dimana ada hadlir utusan2 dari perkumpulan In- sulinde, Sarekat Islam, Budi Utomo, jang membawa suara dari sedjumlah 80.000 orang anggota, Kartini Club, Ma- ngun Hardjo dan Tiong Hoa Hwee Kwan. Utusan mem peringatkan kepada laku menahan-nahan hak orang, memperkosa kemadjuan kanak2 dengan djalan mengha lang-halangi tambahan tempat2 perguruan. Pengharapan dimasa datang pastilah akan mengetjewakan hati, sebab rakjat hanja tunduk karena takut, atas setianja tak ada harapan. Sangat perlu tambahan dan pembukaan sekolah2 rendah, menengah dan tinggi. Persaudaraan karib timbul antara peranakan Eropah disini dengan Bumiputera. Utusan mengetahui, banjak golongan jang tidak bersenang hati atas laku menurun-nurunkan kedudukan bangsa peranakan, jang dilakukan berulang-ulang. Memohonkan kepada Seri Baginda dengan sangat, agar diperguna.kan pengaruh jang besar, buat mentjegah djangan tjita- bangsa Belanda jang telah dimasjhurkan mulia, kelak mungkin mengetjewakan, karena keradjaan sangat teguh bergantung kepada pendirian, jang memang tidak foidjak- sana dan bersifat mementingkan keperluan diri sendiri .
Setjara bunji surat kawat itu, njatalah bahwa ia lebih banjak mengandung antjaman dari pada permohonan. Selain dari reklame untuk partai baru guna beberapa golongan jang tertentu, tidaklah akan dapat diharapkan, bahwa sesuatu permohonan, jang disampaikan dengan tindakan setjara itu, akan diperkenankan. Tapi D.D. sen diri memang tidak mengharapkannja. Baginja lebih di utamakan aksi dan gertak, jang akan mendjadi reklame kedalam. Siasat perdjuangan jang serupa itu memang kurang tepat dan menggelikan hati. Sudah tentu tin dakan jang serupa itu tidak akan memberi hasil jang bersifat pembangunan.
Tanggal 25 Desember 1912 diadakanlah rapat umum,