• Tidak ada hasil yang ditemukan

Memberikan penghargaan Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu

Dalam dokumen Abdul Munir 10A09014 (Halaman 110-123)

TINJAUAN PUSTAKA

F. Model Teams Games Tournaments dan Jigsaw

6. Memberikan penghargaan Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu

dan kelompok.

Model pembelajaran kooperatif Teams Games Tournaments, atau pertandingan permainan tim dikembangkan secara asli oleh David De Vries dan Edward (dalam Asri, 2011). Pada Teams Games Tournaments siswa memainkan permainan dengan anggota-anggota tim lain untuk memperoleh tambahan poin

untuk skor tim. Teams Games Tournaments dapat digunakan dalam berbagai macam mata pelajaran termasuk mata pelajaran bahasa Indonesia.

Model pembelajaran Teams Games Tournaments, siswa dibagi dalam tim belajar yang terdiri atas, empat orang yang memiliki tingkat kemampuan yang berbeda, jenis kelamin, latar belakang etnis. Guru menyajikan mata pelajaran, kemudian siswa bekerja pada tim untuk memastikan bahwa semua anggota tim telah menguasai pelajaran, melalui kuis dengan turnamen mingguan (Slavin dalam Asri, 2011).

Siswa memainkan game akademik dengan anggota tim ini adalah mereka yang memiliki rekor nilai terakhir yang memiliki prosedur permainan yang adil.Sintaks model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournaments adalah, pertama dengan komponen utama sebagai berikut: (1) presentasi guru, (2) kelompok belajar, (3) pengenalan kelompok, dan (4) tournament, (5) siswa dibagi menjadi beberapa kelompok (tiap kelompok beranggotakan 4-5 orang), (6) guru mengarahkan aturan permainannya berdasarkan tingkat prestasi, suku, jenis kelamin, dan guru menyiapkan mata pelajaran.

Kemudian siswa bekerja dalam tim, guna memastikan bahwa seluruh anggota tim sudah menguasai pelajaran. Selanjutnya semua siswa diberi kuis, dan pada waktu mengerjakan materi siswa tidak saling membantu.

Kedua adalah (1) kelompok pembaca, bertugas ambil kartu bernomor dan mencari pertanyaan pada lembar permainan, (2) membaca pertanyaan dengan cermat, dan (3) member jawaban. Ketiga, adalah kelompok penantang I, kelompok penantang II, dan seterusnya. Kelompok penantang kesatu bertugas,

menyetujui pembaca atau memberi jawaban yang berbeda. Sedangkan kelompok penantang kedua; (1) menyetuji pembaca atau memberi jawaban yang berbeda, (2) mengecek lembar jawaban, kegiatan ini dilakukan secara bergiliran (games ruler). Ketiga adalah sistem perhitungan poin turnamen; skor siswa dibandingkan dengan rata-rata skor yang lalu, dan poin diberikan atas dasar seberapa jauh siswa menyamai atau melampaui prestasi yang telah dilaluinya. Poin untuk setiap anggota tim dijumlahkan untuk mendapatkan skor tim, dan tim yang memperoleh kriteria maksimal dapat diberikan sertifikat.

Sintaks yang memerlukan perhatian pada model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournaments, adalah sebagai berikut; pertama, pembuatan kelompok, membuat kelompok-kelompok kecil yang terdiri atas 4-5 siswa, kelompok, kelompok yang terbentuk sifatnya heterogen ditijau dari sisi kemampuan akademik, jenis kelamin, dan tiap-tiap kemampuan akademik diberikan kode A, B, C, D dan seterusnya sebelum penyajian bahan pelajaran kepada siswa, guru menjelaskan bahwa prinsip kerja sama dalam kelompok selama beberapa pekan memainkan permainan akademik guna menambah poin pada nilai kelompok masing-masing, dan kelompok yang mendapat nilai tinggi akan diberikan penghargaan. Kedua, pemberian bahan ajar, mula-mula disajikan melalui presentasi kelas, pengajaran langsung atau diskusi tentang bahan ajar yang dilakukan oleh guru, atau dengan menggunakan audiovisual.

Materi pengajaran Teams Games Tournaments dirancang secara khusus guna menunjang pelaksanaan turnamen. Materi ini dapat dibuat sendiri dengan jalan mempersiapkan lembaran kerja siswa. Ketiga, tiap-tiap kelompok belajar

melalui pemberian tugas mengerjakan LKS yang telah disediakan. Fungsi utama kelompok itu ialah memastikan bahwa semua anggota kelompok dapat mengerjakan soal-soal latihan yang akan dievaluasi melalui turnamen. Sesudah guru memberikan materi I, kelompok bertemu guna mempelajari lembar kerja dan materi yang lainnya. Pembelajaran kelompok siswa diminta, mendiskusikan permasalahan secara bersama-sama, membandingkan jawabannya, mengoreksi miskonsepsi jika kawan satu kelompok membuat kesalahan. Keempat, turnamen dapat dijalankan setiap bulan perpokok bahasan. Turnamen itu merupakan pertandingan antar kelompok. Pertandingan atau turnamen antar kelompok dilakukan dalam sebuah pembelajaran sebagai proses belajar-mengajar dengan penerapan prinsip-prinsip Teams Games Tournaments.

Gambar 2.4 Pola Turnamen Kelompok I

I a I b I c I d

pandai sedang sedang rendah

II a II b II c II d III a III b III c III d Pandai sedang sedang Rendah Pandai sedang sedang rendah

Kelompok II Kelompok III

Sumber: Adaptasi dari Slavin dalam Asri, (2011)

Meja turnamenA Meja turnamen B Meja turnamen C Meja turnamen D

Turnamen akademik itu, dikuti oleh tiga kelompok, tiap-tiap kelompok beranggotakan empat orang siswa yang memiliki kemampuan akademik yang bervariasi atau heterogen: (a) pandai, (b) sedang, (c) sedang, dan (d) rendah. Tiap-tiap kelompok posisi meja saling berhadapan. Ditengah-tengah ditempatkan empat meja turnamen. Meja satu untuk siswa yang pandai, meja dua untuk siswa yang sedang, meja ketiga untuk siswa sedang, dan meja keempat untuk siswa yang tingkat akademiknya rendah.

Siswa yang pandai mengambil kuis dimeja pertama (meja untuk murid pandai), siswa yang memiliki tingkat akademik sedang mengambil kuis pada meja kedua dan meja ketiga, sedangkan siswa yang tingkat akademiknya rendah mengambil kuis pada meja keempat. Masing-masing membaca kuis dan menjawab secara bergantian. Skor individu adalah skor yang diperoleh tiap-tiap anggota pada tes akhir, dan skor kelompok diperoleh dari rata-rata nilai perkembangan anggota kelompok.

Perkembangan perolehan nilai oleh masing-masing siswa dengan cara membandingkan skor yang diperoleh melalui tes awal dengan skor yang diperoleh pada tes akhir. Pemberian penghargaan dilakukan setelah pertandingan selesai. Untuk selanjutnya guru menyiapkan sertipikat kelompok untuk menghargai kelompok yang mendapat nilai tinggi, dan keberhasilan kelompok dibagi ke dalam tiga kategori penghargaan.

Permainan dalam Teams Games Tournaments dapat berupa pertanyaan-pertanyaan yang ditulis pada kartu-kartu yang diberi angka. Tiap siswa, akan

mengambil sebuah kartu yang diberi angka tadi dan berusaha menjawab pertanyaan

sesuai dengan angka tersebut.

Tabel 2.7 Perhitungan Peningkatan dalam Kategori

Skor tes akhir Nilai peningkatan

Lebih dari 20 poin di bawah skor awal 20 hingga 1 poin di bawah skor awal Skor awal hingga 20 poin di atas skor awal

Lebih dari 20 poin di atas skor awal Nilai sempurna 5 10 20 30 30

Sumber : Adaptasi dari Slavin (dalam Asri, 2011).

Tabel 2.8 Tingkat penghargaan Kelompok

Nilai rata-rata kelompok Penghargaan 5 – 14 15 – 24 25 – 30 Baik Hebat Super

Sumber : Adaptasi dari Slavin (dalam Asri, 2011)

Berdasarkan pendapat Slavin (dalam Asri, 2011) dikemukakan bahwa pembelajaran kooperatif dapat memberikan beberapa keuntungan, yaitu: a) siswa dapat bekerja sama dalam mencapai tujuan dengan menjunjung tinggi norma-norma kelompok, b) siswa aktif membantu dan mendorong semangat belajar untuk sama-sama berhasil, c) siswa aktif berperan sebagai tutor sebaya demi

peningkatan keberhasilan kelompok, d) interaksi antar siswa dapat meningkatkan perkembangan kognitif yang tidak konservatif menjadi konservatif.

Model Jigsaw atau biasa disebut Jigsaw meruapakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang mendorong siswa aktif dan saling membantu dalam menguasai bahan ajar. Menurut Slavin (2008:246) Jigsaw adalah salah satu model kooperatif yang paling fleksibel, ialah karena masing-masing diberi materi, dibagikan dan didiskusikan dalam kelompok asal. Kelompok asal mebagikan materi atau bahan pada anggota kelompoknya yang akan menjadi kelompok ahli. Masing-masing anggota kelompok ahli, kembali ke kelompok asal dan akan bertugas sebagai fasilitator. Wakil kelompok asal akan terbagi kepada kelas untuk melakukan presentasi, materi presentasi tiap-tiap kelompok asal akan disusun menjadi bentuk asli sebelum dipotong. Siswa saling tergantung dengan yang lain dan harus bekerja sama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang diberikan kepadanya. Arends (dalam Asri,2011) memberikan gambaran hubungan antarkelompok kooperatif Jigsaw, bahwa anggota kelompok secara individu yang ditunjuk mewakili kelompok asal, bertemu dalam kelompok asli untuk berdiskusi dan membahas bahan ajar tertentu yang telah dirugaskan untuk dipelajari. Sesudah pembahasan selesai, setiap siswa kembali pada kelompok asal untuk berusaha mengajarkan pada teman kelompoknya, mengenai materi yang dibahas pada kelompok asli, Jigsaw diperlukan untuk menciptakan ketergantungan, satu sama lain. Tiap siswa dalam kelompok ahli kemudian bertanggungjawab untuk mengerjakan bahan yang telah dipelajari pada kelompok ahli kepada siswa yang lain di dalam kelompok asal.

Seiring dengan pendapat tersebut di atas, Slavin (1995) berpendapat bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, anggota kelompok masing-masing bertugas; (1) setiap anggota kelompok mempelajari salah satu bagian informasi yang berada dengan anggota kelompok lainnya, (2) setiap anggota kelompok yang lainnya harus memahami materi secara utuh, (3) setiap anggota kelompok berbagi informasi dengan anggota kelompok lainnya dalam rangka mendapatkan keutuhan informasi, (4) setiap anggota menjadi pemilik ahli sebahagian informasi, sehingga setiap anggota kelompok termotivasi untuk mempelajari materi dan belajar sebaik-baiknya di dalam kelompok ahli agar nantinya dapat membantu semua anggota kelompoknya untuk berprestasi dalam asesmen. Sesudah siswa selesai saling memberi penjelasan dalam kelompok awal, maka dilakukan kuis yang mencakup seluruh individual dan menentukan nilai peningkatan kelompok. Tahap berikutnya adalah pemberian penghargaan kepada kelompok terbaik dengan nilai tertinggi. Setiap siswa terhadap anggota kelompok yang memberikan informasi yang diperlukan dengan tujuan agar dapat mengerjakan tes dengan baik.

Menurut pendapat Lie (2002:75) keterampilan yang diharapkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw secara implisit adalah: (1) terjadi proses saling ketergantungan atau interdependensi setiap siswa terhadap anggota kelompoknya dengan memberikan informasi yang diperlukan, dengan tujuan agar dapat mengerjakan tes dengan baik, (2) terjadi kerja sama dengan orang lain melalui komunikasi dalam kelompok ahli maupun kelompok asal. Murid belajar dalam kelompok ahli untuk menjadi ahli bagian tertentu materi pelajaran,

sedangkan siswa yang lain bertanggungjawab menguasai masalah bahan bagian lainnya, (3) terjadi optimalisasi partisipasi siswa, baik pada kelompok ahli maupun pada kelompok asal, (4) terjadi peluang yang lebih banyak pada setiap siswa untuk menunjukkan partisipasi mereka kepada orang lain. Agar dapat memahami seluruh bahan secara utuh dan siswa termotivasi dalam mempelajari bahan ajar, dan belajar secara maksimal dalam kelompok ahli agar nantinya dapat membantu semua anggota kelompok untuk berpartisipasi dalam asesmen (Slavin, 1995).

Model Jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif yang dapat mendorong siswa aktif dalam menguasai materi, dan mencapai prestasi yang maksimal. Siswa dikelompokkan dalam anggota, harus heterogen, ditinjau dari segi kemampuan, karakteristik, dan ditentukan oleh guru, agar supaya dalam pemilihan anggota kelompok benar-benar heterogen. Pada model pembelajaran ini terdapat tahap-tahap dalam penyelenggaraan pembelajaran di kelas.

Tahap pertama, siswa dikelompokkan dalam bentuk kecil, pembentukan kelompok-kelompok murid tersebut dapat dilakuka dapat menyelesaikan guru berdasarkan pertimbangan tertentu. Kelompok yang dinyatakan sangat efektif dalam Jigsaw terdiri atas 4-6 murid dapat menyelesaikan tugas dengan baik dibandingkan dengan anggota kelompok 2-4 orang. Dalam Jigsaw setiap anggota kelompok

ditugaskan untuk mempelajari materi tertentu.

Tahap kedua, tiap-tiap individu atau siswa dari kelompok yang mewakili untuk mempelajari materi yang akan dipresentasikan dalam kelompok yang

tergabung dari masing-masing kelompok lain, dan kembali mempertanggung jawabkan pada kelompok semula. Selanjutnya bahan ajar itu didiskusikan untuk mempelajari dan memahami serta menguasai materi itu.

Tahap ketiga, tiap-tiap perwakilan kembali kekelompok asal masing-masing, selanjutnya tiap-tiap anggota saling menjelaskn materi yang dikuasainya pada teman sekelompoknya. Pada tahap ini siswa akan banyak menemui permasalahan yang tahap kesukarannya bervariasi, ini tantangan terhadap perkembangan mental anak. Menurut Piaget (dalam Asri, 2011: 37) menyatakan bahwa jika kita menginginkan perkembangan mental, maka lebih cepat berterima pada tahap yang lebih tinggi, maksunya supaya anak lebih diperkaya pengalamannya.

Tahap keempat, siswa diberi tes/kuis dilakukan guna mengetahui apakah siswa telah dapat memahami suatu materi. Secara umum model belajar Jigsaw, anak terlibat langsung secara aktif dalam memahami suatu persoalan dan menyelesaikannya dengan kelompok. Dalam hal ini guru berperan sebagai fasilitator yang mengarahkan dan memotivasi siswa untuk belajar mandiri serta menumbuhkan rasa tanggungjawab siswa, mereka merasa senang berdiskusi, karena siswa menjadi pusat kegiatan di kelas. Motivasi teman sebaya di kelas dapat meningkatkan pembelajaran kognitif siswa dan pertumbuhan efektif siswa. Tantangan yang harus dihadapi guru adalah memotivasi siswa untuk fokus pada prestasi siswa.

Berdasarkan pendapat Slavin (dalam Asri, 2011) kelompok dibagi menjadi kelompok kecil yang heterogen yang diberi nama Jigsaw. Materinya dibagi menurut jumlah kelompok anggota timnya.

Tiap-tiap tim diberikan satu sel materi yang lengkap bagi masing-masing individu dengan masing-masing topik. Kemudian masing-masing anggota dipisahkan dari kelompok asalnya dan akan bertemu dengan kelompok baru yang berasal dari kelompok lain yang disebut kelompok ahli, yang bertugas membawakan materi sesuai dengan materi yang ditugaskan kepadanya.

Kemudian mereka kembali kekelompok asli atau ketim semula, untuk mempresentasikan materi yang telah didapatkan di dalam kelas. Sesuai dengan pernyataan di atas bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw sangat efektif digunakan untuk memotivasi siswa untuk lebih konsentrasi belajar dan memiliki tanggungjawab baik pada kelompok maupun pada diri sendiri, semangat mendapatkan skor yang lebih baik.

Ilustrasi pengelompokan tipe Jigsaw dapat dilukiskan pada gambar berikut ini. Tipe pengelompokan Jigsaw ini diberi nama kelompok asal dan kelompok ahli yang masing-masing kelompok terdiri atas lima orang siswa dengan keragaman kemampuan, etnis, dan jenis kelamin.

Expert Teams x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x X X X X X

(setiap expert team memiliki satu anggota dari tiap-tiap tim asal)

Gambar 2.5 Ilustrasi Pengelompokan Jigsaw, adaptasi dari Arends (dalam Asri. 2007).

Keterangan:

Terdiri atas lima kelompok besar

Tiap-tiap kelompok anggotanya lima orang

Semua anggota bertanggungjawab dengan materi masing-masing Tiap-tiap anggota kelompok sebagai Jigsaw mengadakan diskusi

Tiap-tiap Jigsaw kembali ke kelompok untuk memberi ceramah atau presentasi sesuai dengan materi masing-masing siswa mengerjakan kuis. Konsep orientasi model pembelajaran kooperatif Jigsaw, penekanannya pada aspek-aspek pebelajar dan kondisi belajar yang mencakup, antara lain: 1. Sintaks, model pembelajaran dalam bentuk tindakan, jenis-jenis tindakan yang

digunakan dalam pelaksanaan pembelajaran sebagai berikut: Tabel 2.9 Sintaks Model Pembelajaran Jigsaw

Fase Kegiatan Guru Kegiatan Siswa

I Guru memberi apersepsi dan menjelaskan secara umum serta membagi bahan ajar pada tiap kelompok.

Siswa membaca secara cermat bahan ajar yang akan menjadi tanggungjawab.

II Guru membagi kelompok secara heterogen

Siswa berdiskusi dengan sesame kelompok.

III Guru mengarahkan siswa agar kembali ke kelompok expert.

Siswa dari kelompok ahli kembali ke kelompok asal (expert).

IV Guru membagikan kuis. Siswa mengerjakan kuis-kuis individual yang mencakup semua topik.

V Rekognisi tim skor dihitung rata-rata kemudian memberi penghargaan kepada siswa yang berprestasi.

Siswa yang berprestasi diberikan penghargaan.

2. Prinsip-prinsip reaksi, model pembelajaran kreatif dipergunakan sebagai pedoman dalam memberikan rekasi terhadap perilaku pebelajar, guru memberi penguatan dan bersikap netral.

3. Sistem sosial, guru dan pebelajar, hubungan hirarkis, dan jenis-jenis norma sebgai penguatan.

4. Sistem dukungan, buku, alat-alat yang diperlukan dalam pembelajaran. Ini merupakan persyartan tambahan di luar keterampilan dan fasilitas teknis (Joyce, B & Weil, M., 2010).

Berdasarkan teori tersebut di atas dapat dipahami bahwa dalam pembelajaran keterampilan berbahasa Indonesia dengan aplikasi model pembelajaran Teams Games Tournaments dan Jigsaw sangat baik digunakan oleh guru sekolah dasar, yang disesuaikan dengan karakteristik pembelajaran keterampilan berbahasa.

Pembelajaran keterampilan berbahasa Indonesia dengan menerapakan model pembelajaran kooperatif, setiap unit yang dipelajari oleh siswa disesuaikan dengan model pembelajaran kreatif jenis apa yang dipilih oleh guru sebagai sintaks pembelajaran. Pada model pembelajaran kooperatif penekanannya pada pembelajaran kelompok. Pembelajaran keterampilan berbahasa Indonesia yang meliputi aspek mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis sangat cocok diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif. Hal ini dibuktikan dengan alasan bahwa keterampilan berbahasa dapat diperoleh melalui kegiatan mandiri oleh siswa, maupun kegiatan belajar secara berkelompok melalui

aplikasi tutor sebaya. Pembelajaran keterampilan berbahasa Indonesia ada yang bersifat reseptif dan ada yang bersifat produktif. Reseptif adalah kegiatan mendengarkan dan membaca sedangkan yang bersifat produktif adalah berbicara dan menulis.

Dalam dokumen Abdul Munir 10A09014 (Halaman 110-123)