• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembelajaran Keterampilan Berbicara

Dalam dokumen Abdul Munir 10A09014 (Halaman 126-130)

TINJAUAN PUSTAKA

G. Aspek Reseptif dan Produktif

2. Pembelajaran Keterampilan Berbicara

Keterampilan berbicara adalah keterampilan yang diarahkan pada kesanggupan untuk mengekspresikan gagasan sedemikian rupa sehingga orang lain mendengarkan dan memahami gagasan tersebut. Keterampilan berbicara pada hakikatnya adalah keterampilan mereproduksi arus sistem bunyi artikulasi untuk menyampaikan kehendak, kebutuhan, perasaan, dan keinginan kepada orang lain Sannang (1985). Keterampilan berbicara lebih mudah diajarkan apabila pembelajar memperoleh kesempatan untuk mengomunikasikan sesuatu secara alami kepada orang lain, dalam kesempatan yang bersifat informal. Selama kegiatan belajar di sekolah, guru menciptakan berbagai lapangan pengalaman yang memungkinkan siswa mengujicobakan keterampilan berbicara dengan menyajikan informasi, berpartisipasi dalam diskusi, dan bentuk-bentuk percakapan untuk menghibur atau menyajikan pertunjukan (Ross dan Roe dalam

Rofi’uddin dan Darmiyati, 1988/1999). Program keterampilan berbicara harus dapat memberikan kesempatan pada setiap siswa untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan. Menurut Sannang (1985) mengemukakan empat hal yang penting diperhatikan dalam proses belajar-mengajar keterampilan berbicara adalah sebagai berikut:

a. Mudah dan lancar (fasih). Hal ini berarti bahwa setiap siswa harus mendapat kesempatan yang besar untuk berlatih berbicara sampai siswa mampu mengembangkan keterampilan berbicara secara wajar, lancar, dan menyenangkan, baik di dalam kelompok kecil maupun dihadapan umum. Para siswa diharapkan mengembangkan kepercayaan diri untuk tumbuh melalui latihan berbicara.

b. Kejelasan. Hal ini berarti bahwa agar siswa dapat berbicara dengan tepat dan jelas, baik artikulasi, diksi, maupun struktur kalimatnya, gagasan yang disampaikannya, tersusun secara runtut. Untuk melatih kejelasan itu sedapatnya melalui latihan memahami aneka jenis iklan, cerita, puisi, dan novel.

c. Bertanggung jawab. Hal ini berarti bahwa melalui latihan berbicara, siswa dibina dan ditumbuhkan sikap bertanggung jawab, dalam artian apa yang hendak diucapkan atau dibicarakan harus dipikirkan dengan sungguh-sungguh. Latihan yang demikian akan menghindarkan siswa dari kebiasaan berbicara yang tidak bertanggung jawab atau kesukaan bersilat lidah dengan memanifulasi kebenaran.

d. Membentuk pendengaran yang kritis. Hal ini berarti bahwa latihan berbicara yang baik sekaligus mengembangkan keterampilan menyimak secara tepat dan kritis. Pada bagian ini, siswa perlu belajar untuk dapat mengevaluasi kata-kata, tujuan pembicaraan dan secara implisit mengajukan pertanyaan, siapakah yang berkata itu?, mengapa ia berkata demikian?, apakah tujuannya?, apakah kewenangannya ia berkata begitu?, dan sebagainya.

Ada sejumlah anggapan yang mendasari pembelajaran keterampilan berbicara, yaitu (1) keterampilan berbicara sangat penting dalam berkomunikasi, (2) keterampilan berbicara adalah suatu prosesn yang kreatif, (3) keterampilan berbicara adalah hasil proses belajar (belajar dalam arti memperoleh dan belajar secara formal), (4) keterampilan berbicara sebagai media untuk memperluas wawasan, dan (5) keterampilan berbicara dapat dikembangkan dengan berbagai topik (Tarigan, 2008: 9).

Anggapan diatas menjadi dasar tujuan dalam pembelajaran keterampilan berbicara. Tujuan pembelajaran keterampilan berbicara yang dimaksud yaitu agar siswa mampu (1) memilih dan menata gagasan dengan penalaran yang logis dan sistematis, (2) mengungkapkan ide ke dalam bentuk-bentuk tuturan sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang berlaku, (3) mengungkapkan gagasan dengan jelas dan lancar, dan (4) memilih ragam bahasa Indonesia dengan konteks penggunaanya (Syafi’ie dan Subana, 1993: 36).

Pencapaian kemampuan siswa dalam pembelajaran berbicara dapat tercapai apabila guru dan siswa benar-benar menghayati prinsip-prinsip pembelajaran berbicara, yaitu (1) siswa diberikan waktu yang

sebanyak-banyaknya untuk latihan berbicara, (2) latihan berbicara harus merupakan bagian yang integral dari program pembelajaran bahasa Indonesia secara kontekstual, dan (3) kepercayaan diri siswa untuk berbicara harus ditumbuhkan melalui beberapa usaha. Usaha yang dilakukan oleh guru yaitu (1) didorong untuk menguasai materi yang akan dibicarakan, (2) masalah yang dibicarakan ditata agar menarik bagi lawan bicara sehingga terjadi interaksi yang dinamis, (3) meyakinkan bahwa apa yang diaktakan itu adalah hal yang benar, (4) menanamkan dalam diri siswa bahwa ketika berbicara pikiran harus jernih, santa, dan memandang pendengar sebagai lawan bicara yang perlu mngetahui informasi yang disampaikan. Salah satu aktivitas berbicara yang diprogram oleh guru bahasa Indonesia pada tingkat sekolah dasar yaitu percakapan, berdiskusi, berpidato, wawancara, dan berdialog. Berdasarkan pengamatan, bentuk berbicara yang paling umum dipilih guru yaitu diskusi. Diskusi diartikan sebagai suatu bentuk kegiatan berbicara dalam kelompok yang membahas suatu masalah untuk memperoleh alternatif pemecahan masalah. Diskusi juga dapat berupa kegiatan berbicara untuk bertukar pikiran tentang suatu hal dalam mencari persamaan persepsi terhadap hal yang didiskusikan. Di samping itu, diskusi merupakan kegiatan berbahasa yang sangat bermanfaat untuk menumbuhkan kemampuan berpikir kritis, logis dan bernalar secara sistematis. Potensi berbicara yang dimiliki siswa merupakan salah satu bagian dari life skill di masa yang akan datang.

Ada dua macam diskusi yang perlu dikembangkan dalam pembelajaran keterampilan berbicara, yaitu (1) diskusi informal dan (2) diskusi formal. Diskusi informal adalah kegiatan berbicara yang dilaksanakan oleh seluruh siswa dalam

membahas suatu masalah dengan bertukar pikiran, menerima pendapat secara bebas di bawah bimbingan guru (Syafi’ie dan Subana, 1993: 39). Langkah yang ditempuh dalam melaksanakan diskusi informal yaitu (1) siswa bersama dengan guru menentukan topik diskusi yang berkaitan dengan pencapaian KD dalam kegiatan belajar-mengajar, (2) siswa dan guru mengidentifikasi masalah yang relevan dengan topik pelajaran, (3) setiap kelompok diskusi diberi hak untuk membatasi masalah yang akan didiskusikan, sesuai dengan kebutuhan, (4) bentuk diskusi berupa Tanya jawab, sumbang saran, dan ramu pendapat, (5) setiap kelompok merumuskan hasil diskusi masing-masing.

Diskusi formal dilaksanakan dengan mengacu kepada format yang telah ditentukan dengan agenda tertentu, diskusi formal yang umum dikenal dan mendapat perhatian yaitu diskusi kelompok, diskusi panel, dan seminar. Pelaksanaan diskusi formal perlu diterapkan kepada siswa dalam kegiatan belajar-mengajar. Hal ini sesuai dengan tuntutan penerapan pendekatan CBSA, komonikatif, keterampilan proses, dan keterpaduan. Penerapan pendekatan ini sesuai dengan kurikulum yang diberlakukan dewasaini.

Dalam dokumen Abdul Munir 10A09014 (Halaman 126-130)