MODAL SOSIAL, MODAL FINANSIAL dan BENTUK MODAL SOSIAL KSM
KSM membuat
proposal Proposal di terima Bank BRI Pencairan dana pinjaman Pengelolaan - Simpanan - Bunga Pinjaman Pembagian SHU Pengembal ian dana ke BRI
Harmoni) masih menerima jumlah dana yang sama, dan satu KSM yaitu Maris Gama sudah ada peningkatan input pendanaan.
KSM Dermaga Biru hanya satu kali di tahun awal menerima modal bantuan kredit sebesar Rp. 15.000.000,-. Sedangkan KSM Ai Panan dan KSM Harmoni dua kali mendapatkan bantuan modal kredit dengan jumlah yang sama setiap tahunnya. Khusus KSM Maris Gama, bantuan modal kredit diperoleh tiga kali dan ada penambahan modal usaha di tahun kedua sebesar Rp. 23.000.000,- dan di tahun ketiga Rp. 27.000.000,-.
Perbedaan penerimaan input dana oleh KSM di tahun berikutnya disebabkan oleh adanya KSM yang tidak disiplin mengembalikan pinjaman ke BRI, sehingga tidak mendapatkan pinjaman lagi. Sedangkan perbedaan besaran dana yang diterima di tahun kedua oleh tiga KSM, disebabkan oleh adanya penilaian bank BRI terkait dengan keaktifan anggota KSM dalam pengembalian. Waktu pengembalian yang lebih cepat dan sistem pengaturan pengelolaan pinjaman yang lebih baik di internal KSM Maris Gama, membuat KSM ini mendapatkan kepercayaan BRI, sehingga mendapatkan tambahan dana di tahun kedua dan ketiga.
Ditegaskan oleh pendamping lapangan bahwa, penyebab gagalnya keberlanjutan kegiatan ketiga KSM tersebut karena:
4. Anggota KSM yang meminjam tidak disiplin dalam mengembalikan dana pinjaman, karena menganggap dana tersebut dana pemberian dari perusahaan; 5. Anggota KSM lain terpengaruh dengan adanya anggota di KSM lainnya yang
tidak melakukan pengembalian; dan
6. Adanya krisis kepercayaan antara anggota dengan pengurus KSM, disebabkan dana yang telah disetorkan oleh anggota ke pengurus, digunakan untuk kepentingan pribadi pengurus, sehingga tidak dapat digulirkan kembali.
Proses pendampingan dilakukan oleh seorang fasilitator lapangan yang berasal dari lembaga mitra perusahaan. Dalam proses pendampingan prinsip- prinsip pendampingan telah diupayakan diterapkan secara maksimal oleh pendamping lapangan untuk mengembangkan KSM. Untuk tahapan pendampingan, sudah sampai pada tahap perkembangan, dalam hal ini pelatihan peningkatan keterampilan. Tahapan perkembangan KSM belum sesuai yang direncanakan, disebabkan oleh beberapa kendala yang dihadapi fasilitator diantaranya; (1) waktu pertemuan kelompok yang tidak bisa rutin (pengurus sulit ditemui, anggota sibuk dengan kegiatan). Kondisi ini terjadi karena anggota belum memahami peran pendamping secara utuh dan tidak adanya perencanaan jadwal pendampingan yang disepakati bersama. (2) adanya krisis kepercayaan di internal anggota KSM, yang tidak diketahui secara jelas oleh pendamping apa penyebab konflik yang terjadi pada anggota. (3) adanya pergantian personel di perusahaan, sehingga komunikasi harus mulai dari awal, bahkan program sampai terhenti, sehingga membuat fasilitator mengalami hambatan dalam proses pendampingan.
Input pelatihan yang diberikan perusahaan tidak dapat ditindaklanjuti oleh KSM. Hal ini dikarenakan tidak adanya dukungan dana untuk mengembangkan hasil pelatihan. Bagi anggota KSM sendiri, hal ini sudah dapat diduga karena sudah sering pelatihan-pelatihan yang selama ini difasilitasi perusahaan tidak pernah ada tindaklanjutnya.
Berdasarkan pemaparan diatas, secara umum KSM yang ada di Desa Benete dapat dikatakan belum sesuai dengan namanya dan prinsip pemberdayaan. Hal ini didasarkan pada proses kelahiran kelompok memang berasal dari kesadaran masyarakat sendiri, yaitu gagasan kelompok muncul dari masyarakat. Namun hanya sampai pada gagasan saja, sedangkan perencanaan dilakukan oleh pendamping dan perusahaan. Sumberdaya yang dikelola KSM, dalam hal ini sumberdaya finansial bersumber dari perusahaan, sehingga ada ketergantungan kelompok terhadap perusahaan.
Sebagai wadah bagi pemberdayaan anggota-anggotanya, KSM belum memenuhi beberapa prinsip yang perlu menjadi pedoman sebuah kelompok swadaya masyarakat. Beberapa prinsip tersebut, pertama, karakter saling mempercayai dan saling mendukung. Karakter untuk, bisa mendorong para anggota untuk mengekspresikan gagasan, perasaan dan kekhawatirannya dengan nyaman hanya terjadi pada KSM Maris Gama, sedangkan di tiga KSM lain belum terjadi. Dengan demikian, setiap anggota di tiga KSM belum memiliki keleluasaan mengungkapkan pemikiran dan pendapat, serta mampu mengajukan usul dan saran yang perlu dijadikan pembahasan dalam rapat kelompok tanpa adanya rasa segan atau adanya hambatan psikologis lainnya.
Kedua, mandiri dalam membuat keputusan. Kebersamaan kelompok hanya trerjadi pada KSM Maris Gama, sedangkan di tiga kelompok belum terjadi. Hal ini terjadi karena, proses pengambilan keputusan melalui kesepakatan yang diambil oleh kelompok itu sendiri belum terjadi. Keputusan kelompok lazimnya merupakan hasil dari permusyawaratan bersama dan tidak diperkenankan adanya dominasi dari perorangan atau beberapa orang yang bersifat pemaksaan kehendak atau intervensi dari pihak manapun. Namun yang terjadi, dominasi dari pengurus sangat dominan dalam mengambil keputusan.
Ketiga, mandiri dalam menetapkan kebutuhan. Penetapan kebutuhan kelompok, khususnya dalam kegiatan simpan dan pinjam hanya terjadi pada KSM Maris Gama. Hal ini diketahui dari besaran nilai pinjaman kelompok yang diajukan dan disetujui pihak BRI. Selain itu, besaran pinjaman yang diberikan ke anggota, disesuaikan dengan kebutuhan anggota. Melalui basis kelompok, dimungkinkan terjadinya proses belajar bersama yang lebih efisien dan efektif. Sedangkan di tiga KSM lain belum terjadi penetapan kebutuhan dana sesuai kebutuhan, misalnya dalam hal pinjaman dana, dana yang diperoleh kelompok langsung dibagi rata oleh KSM.
Keempat, Partisipasi yang nyata. Peluang setiap anggota untuk memberikan kontribusi kepada anggota kelompok yang lainnya, sebagai wujud komitmen kebersamaan berjalan pada KSM Maris Gama. Hal ini diketahui dari dana pinjaman yang ada, yaitu anggota hanya meminjam sesuai kebutuhan, jika tidak butuh maka anggota memberikan peluang bagi anggota lain untuk mendapatkan pinjaman lebih besar sesuai kebutuhan. Dengan kondisi ini, potensi untuk menumbuhkan keswadayaan KSM Maris Gama dalam wujud partisipasi nyata terbuka luas. Sedangkan di tiga KSM lain belum terjadi partisipasi yang nyata, misalnya dalam rapat-rapa kelompok jarang dilakukan, sehingga kehadiran anggota, ketika rapat sedikit.
Pembangunan Modal Sosial KSM
Francis Fukuyama dalam dalam Sarosa & Amri (2008), seorang ahli sosial- ekonomi, menjelaskan modal sosial sebagai nilai atau norma yang diakui bersama oleh anggota-anggota suatu kelompok atau masyarakat, yang memungkinkan terjadinya kesepahaman dan kerjasama diantara mereka. Menurut Bank Dunia, modal sosial merujuk pada berbagai norma dan jejaring (network) yang memungkinkan terjadinya tindakan bersama. Modal sosial terdiri dari berbagai institusi, hubungan, dan kebiasaan yang menentukan kualitas dan kuantitas dari interaksi sosial dalam sebuah masyarakat.
Desa Benete memiliki empat dusun yaitu Dusun Singa, Nangkalanung, Jereweh dan Tatar, yang lokasi asal masyarakat masing-masing dusun sebelum dipindahkan ke wilayah Benete berbeda. Karakter yang berbeda, misalnya bahasa, mata pencaharian yang berbeda, menyebabkan pada umumnya memiliki stok modal sosial yang rendah pada tingkat desa, tetapi memiliki stok modal sosial yang tinggi pada masing-masing dusun. Stok modal sosial tinggi yang dicirikan oleh adanya rasa percaya, kerjasama, ikatan masyarakat, pertukaran informasi yang kuat serta norma yang mengikat terhadap seluruh anggotanya untuk mewujudkan harapan bersama dan menghindari sifat oportunistik individu terjadi pada tingkat dusun. Selain itu, adanya stok modal sosial juga akan terlihat dari tingginya tata perilaku masyarakat terhadap setiap kegiatan yang bertujuan untuk kebaikan bersama.
Realisasi program CSR melalui KSM, secara tidak langsung memberikan sumbangan terhadap modal sosial masyarakat di masing-masing dusun. Dalam hal ini, apabila program CSR dapat secara riel meningkatkan kualitas stok modal sosial, maka dapat diartikan pula bahwa telah terjadi perbaikan kondisi perekonomian masyarakat. Namun Kondisi tersebut tidak terjadi pada program kelompok swadaya masyarakat yang ada pada KSM di masing-masing dusun.
Dalam kajian ini, peneliti memfokuskan modal sosial dalam tiga unsur yaitu norma, kepercayaan (trust), dan jejaring (network) yang memungkinkan KSM lebih terkoordinasi, anggota bisa berpartisipasi, bekerjasama dalam mencapai tujuan. Modal sosial lebih ditekankan pada hubungan sosial dan pola-pola organisasi sosial yang diciptakan untuk memperoleh kekuatan yang potensial untuk perkembangan ekonomi.
Norma
Sistim nilai dan norma dalam kelompok
KSM di Desa Benete berbentuk organisasi sosial non formal, dimana dibentuk tanpa perumusan tertulis atau adanya aturan yang ada. Struktur organisasi kepengurusan yang terdiri dari ketua, sekretaris dan bendahara belum terumuskan dengan baik, yang menerangkan hubungan otoritas dan tanggungjawab masing-masing pihak. Tugas masing-masing pihak belum terspesifikasikan. Bentuk komunikasi antar pengurus dengan pengurus, antar pengurus dengan anggota juga belum ada.
Ada kegiatan simpanan pokok, simpanan wajib, kegiatan pinjaman dan pembagian keuntungan dalam bentuk SHU. Pembukuan KSM masih terbilang sederhana, dalam arti buku administrasi yang tersedia hanya buku simpanan dan
buku pinjaman. Aturan yang mengatur proses kegiatan simpan, pinjam dan pembagian SHU belum tersedia secara tertulis pada KSM. Aturan terkait proses pengisian pembukuan juga belum tersedia. Sehingga secara kelembagaan, dapat dikatakan bahwa KSM berjalan berdasarkan kondisi yang ada.
Kegiatan simpan dan pinjam terbatasi oleh jumlah dana yang tesedia di KSM, jika dana ada maka proses pinjaman dapat berjalan, jika tidak ada dana maka kegiatan di KSM tidak ada. Untuk besaran simapanan, ada kesepakatan anggota terkait besaran nilainya, yaitu simpanan pokok Rp. 10.000,- per anggota dan Rp. 5.000,- per anggota untuk simpanan wajib. Sedangkan, besaran pinjaman dilakukan dengan membagi rata dana yang tersedia, belum berdasarkan kebutuhan. Kondisi ini terjadi, karena belum ada kesepakatan yang jelas terkait aturan besaran pinjaman dari yang tersedia. Kesepakatan besaran pinjaman, masih sebatas kesepakatan lisan. Kesepakatan lisan ini membuat anggota mengalami kesulitan memahami kesepakatan tersebut, karena bentuknya tidak tertulis dan pada akhirnya tidak ada yang menjadi acuan untuk ditaati.
Monitoring dan evaluasi (monev) program KSM dilakukan secara partisipatif di akhir tahun, yang melibatkan anggota, pendamping dan perwakilan perusahaan. Hasil monev didokumentasikan oleh pendamping dan diserahkan kepada perusahaan. Dokumentasi hasil monev tidak diberikan kepada kelompok, sehingga kelompok tidak memiliki dokumen yang menjadi dasar untuk melakukan perbaikan.
Tata perilaku dalam kelompok
Proses musyawarah mufakat anggota dan pengurus pada dasarnya terjadi pada tingkat kelompok, misalnya pada proses pemilihan pengurus dan menentukan besaran nilai simpanan pokok dan wajib. Namun pada beberapa proses lain yang juga menentukan keberlanjutan kelompok tidak terjadi, misalnya musyawarah untuk membuat aturan terkait jumlah pinjaman, masa jabatan pengurus dan pembagian SHU.
Pada awal program, keaktifan anggota dalam menghadiri rapat kelompok baik, misalnya dalam memilih pengurus. Namun setelah program berjalan, keaktifan anggota berkurang, karena pertemuan rapat-rapat kelompok jarang dilakukan oleh pengurus. Keaktifan pengurus untuk mengadakan rapat rendah, sehingga hal ini mempengaruhi pula keaktifan anggota untuk menghadiri rapat jika diadakan.
Leadership dari pengurus KSM berbeda-beda, ada yang memimpin secara otoriter dan ada yang cukup demokratis. Kepemimpinan otoriter, terlihat dari cara pengelolaan dana, dimana semua kegiatan simpan, pinjam dan SHU ditentukan sendiri oleh pengurus dalam hal ini ketua. Sedangkan kepemimpinan yang demokratis, pengurus terlibat aktif bersama anggota menentukan besaran pinjaman dan pembagian SHU. Posisi ketua bisa dikatakan sebagai fasilitator dan pada akhirnya memutuskan apa yang disepakati oleh anggota.
Kedisiplinan anggota dan pengurus dalam mengembalikan dana pinjaman, hanya terjadi pada KSM Maris Gama, sedangkan tiga KSM lain tidak terjadi. Kondisi ini sangat dipengaruhi oleh kepercayaan antar anggota dan pengurus lemah.
Kepercayaan
Hubungan interaksi antar anggota KSM diawal program baik. Kondisi ini dipengaruhi oleh, anggota berasal dari dusun yang sama dan ketika pemilihan anggota dalam satu KSM, anggota memilih sendiri siapa yang dirasa nyaman untuk diajak berkelompok. Selain itu kondisi interaksi anggota dengan pendamping dan perwakilan perusahaan juga baik. Hal ini diketahui dari, pendamping lapangan yang memfasilitasi pembentukan KSM dan pemilihan pengurus kelompok disaksikan perwakilan perusahaan.
Setelah KSM terbentuk dan pengurus terpilih, interaksi kelompok dengan pihak perbankan dalam hal ini BRI mulai terbangun. Interaksi terjadi, karena adanya dana dukungan program dari perusahaan yang penyalurannya melalui BRI. Atas dasar itu, kelompok berhubungan dengan BRI.
Namun pada saat program mulai berjalan khususnya pengembalian pinjaman, kondisi hubungan interaksi anggota mulai bermasalah. Kondisi interaksi yang terputus pertama terjadi pada KSM Dermaga Biru. Interaksi antar anggota tidak terjadi lagi pasca dana pinjaman digulirkan. Interaksi kelompok dengan pendamping juga mengalami kesulitan karena pengurus dan anggota sulit ditemui. Interaksi dengan BRI dan perusahaan juga tidak terjadi, sehingga pada akhirnya anggota kelompok tidak ada yang mengembalikan pinjaman. Pada tahap berikutnya, dua KSM (Ai Panan dan Harmoni) mengalami hal yang tidak jauh berbeda dengan KSM Dermaga Biru. Anggota kedua KSM terpengaruh dengan anggota KSM di Dermaga Biru, yaitu anggota tidak mengembalikan pinjaman tidak ada sangsi apapun, baik dari BRI, perusahaan maupun pendamping. Selain itu, ada beberapa kasus anggota tidak mengembalikan karena tidak percaya dengan pengurus. Dana yang dikembalikan anggota dimanfaakan oleh pengurus untuk kepentingan pribadi. Kondisi ini akhirnya ikut memberikan kontribusi KSM tidak aktif lagi.
Menurut beberapa anggota kelompok KSM Dermaga Biru, yang tidak mengembalikan dana;
“dana tersebut dana pemberian dari perusahaan, jadi tidak perlu dikembalikan karena program-program sebelumnya dari perusahaan yang penyalurannya melalui lembaga perusahaan tidak ada pengembalian”
Beberapa anggota kelompok Harmoni dan Ai Panan, menyatakan:
“Krisis kepercayaan yang terjadi di kelompok disebabkan karena pengurus tidak transparan dalam kelola dana, sehingga anggota merasa tidak perlu mengembalikan. Jika dikembalikan, akan diambil oleh pengurus. Selain itu, mereka melihat bahwa tidak ada sangsi
apapun di kelompok yang tidak mengembalikan”
Interaksi antar anggota dan pengurus, pendamping, perwakilan perusahaan dan pihak BRI cukup baik. Kondisi ini secara tidak langsung memberi kontribusi pada KSM Maris Gama, sehingga masih bisa bertahan hingga saat ini. Sebagaimana ditegaskan ketua kelompok:
“Ada empat hal yang menyebabkan KSM Maris Gama tetap terjaga, yaitu:(1) kepercayaan anggota kepada pengurus cukup tinggi, hal ini
ditunjukkan dengan tiga tahun lebih KSM terbentuk pengurus masih tetap dipertahankan; (2) ada komitmen anggota untuk mengembalikan pinjaman, dengan harapan KSM mereka dapat terus berkembang menjadi Koperasi; (3) ada kepercayaan dari jaringan dalam hal ini pihak BRI, hal ini dibuktikan dengan meningkatnya jumlah pinjaman yang diberikan kepada kelompok; dan (4) karakter masyarakat Dusun Tatar yang dapat diaktegorikan cukup kompak dan intelektual, dimana kekuatan ekonomi berada di dusun Tatar, misalnya pimpinan desa dan pengusaha.
Kondisi interaksi antar anggota dan juga pengurus, secara langsung mempengaruhi norma dan jejaring yang ada pada kelompok.
Jejaring
Hubungan antar KSM di desa Benete belum terbangun. Hal ini dikarenakan KSM masih terfokus pada satu unit usaha simpan dan pinjam dengan mengelola dana yang terbatas, sehingga tidak memungkinkan ada terjadi kerjasama. Faktor lain yang juga mempengaruhi adalah karakter sosial masyarakat yang berbeda. Perbedaan karakter ini, dikarenakan kelompok yang ada di masing-masing dusun bermukiml di lokasi yang berbeda sebelum dipindahkan ke Desa Benete. Dalam hal ini terdapat pengertian adanya hubungan sosial yang belum terikaat sehingga belum membuat adanya kepercayaan.
Hubungan dengan pihak lain, secara langsung telah terbangun dengan pendamping lapangan, pihak BRI dan prusahaan. Pada dasarnya jaringan sosial terbentuk karena adanya hubungan saling membantu dalam melaksanakan program. Hubungan kelompok dengan pendamping, didasarkan pada adanya program KSM, yaitu kelompok dibantu dalam hal manajemen pengelolaan dan berhubungan dengan perbankan oleh pendampingan. Hubungan pendamping sendiri, selain membantu memfasilitasi kegiatan kelompok, juga sebagai kontraktor perusahaan dalam mensukseskan visi comdev perusahaan.
Hubungan kelompok dengan BRI, pada dasarnya terkait akses dana yang disalurkan oleh perusahaan, untuk kemudian dikelola oleh kelompok. Sedangkan hubungan BRI dengan KSM tidak saja didasarkan pada kepentingan BRI sebagai membantu menyalurkan pinjaman perusahaan, tetapi juga mendapatkan profit dari kegitan. Hal ini dapat dilihat dari, dana yang disalurkan perusahaan melalui BRI sebesar Rp. 15.000.000,- tetapi yang diterima per kelompok sebesar Rp. 13.500.000,-. Selisih besaran dana tersebut merupakan keuntungan BRI.
Hubungan perusahaan dengan BRI, diprakarsai oleh perusahaan dengan maksud agar kelompok memiliki tanggung jawab terhadap dana yang dipinjam di BRI. Dengan keterlibatan bank, optimisme pengembalian pinjaman dana bisa berjalan dengan baik dan program bisa berkelanjutan. Kerjasama ini, dilatarbelakangi juga oleh kegagalan perusahaan dalam program bantuan finansial kepada masyarakat dan kelompok-kelompok yang disalurkan oleh lembaga- lembaga perusahaan.
Jaringan yang terbentuk lebih berasal dari hubungan antar kelompok dengan institusi. Hubungan atau jaringan kerjasama dengan pemerintah daerah belum terjadi sama sekali, baik itu dalam pembinaan, konsultasi maupun dukungan materi kepada
kelompok KSM. Kondisi jaringan yang belum maksimal, dipengaruhi oleh kondisi norma dan rasa saling kurang percaya di KSM.
Modal Finansial
Ronald S. Burt dalam Ibrahim (2002) menuliskan modal sosial sebagai; “...natural qualities – charm, healt, intellegence and looks – combined with the skills you have acquired in formal education and job experience give you abilities to excel at certain task”
Kemudian Burt membedakannya dengan modal keuangan (financial capital) sebagai uang tunai yang dimiliki, simpanan di bank, investasi, fasilitas kredit. Batasan modal keuangan lebih jelas, tetapi ada yang memasukkan modal keuangan sebagai bagian dari modal fisik secara material. Modal fisik dikaitkan dengan benda, alat, mesin, gedung, infrastruktur fisik, jaringan transportasi, buatan manusia atau bentuk material lain, yang memfasilitasi kegiatan manusia.
Bentuk modal finansial yang diberikan perusahaan terhadap KSM, berupa pendanaan yang penyalurannya melalui BRI. Modal finansial ini diberikan kepada kelompok melalui pihak BRI. Proses mendapatkan akses modal tersebut, melalui kelompok dengan membuat proposal. Modal finansial selanjutnya dikelola oleh kelompok melalui kegiatan pengelolaan simpanan, pinjaman dan pembagian sisa hasil usaha. Input modal finansial yang diberikan ke masing-masing KSM ditampilkan dalam Tabel 7.
Tabel 7. Input modal finansial untuk 4 KSM dalam tahun
KSM Tahun 2010 (Rp) 2011 (Rp) 2012 (Rp) Dermaga Biru 15.000.000,- 0,- 0,- Ai Panan 15.000.000,- 15.000.000,- 0,- Harmoni 15.000.000,- 15.000.000,- 0,- Maris Gama 15.000.000,- 23.000.000,- 27.000.000,- Sumber: Diolah dari hasil wawancara dan FGD
Tabel 7 menunjukkan modal fisik yang dikelola oleh empat KSM yang ada di Desa Benete. KSM Dermaga Biru hanya satu tahun (2010) di tahun awal menerima modal, setelah itu tidak mendapatkan bantuan modal pinjaman karena gagal melakukan pengembalian. Sedangkan KSM Ai Panan dan KSM Harmoni dua tahun (2010-2011) mendapatkan bantuan modal kredit dengan jumlah yang sama setiap tahunnya. Namun pada tahun berikutnya tidak mendapatkan lagi karena gagal melakukan pengembalian. Khusus KSM Maris Gama, bantuan modal diperoleh tiga tahun dan ada penambahan modal usaha di tahun kedua dan tahun ketiga.
KSM Maris Gama telah berhasil untuk memperjuangkan aspirasi dan kebutuhan anggota agar benar-benar terlibat secara aktif dalam proses pengambilan keputusan, khususnya yang berhubungan dengan persoalan pengelolaan dana pinjaman.
Pemimpin kolektif yang mempunyai kriteria sifat-sifat baik, memunculkan keputusan yang adil dan transparan, sehingga menumbuhkan kepercayaan anggota kepada lembaga dan para pengurusnya. Kepercayaan merupakan modal yang sangat berharga penting bagi KSM Maris Gama. Dengan adanya kepercayaan, dan keterlibatan anggota menumbuhkan kepercayaan pihak luar dalam hal ini perusahaan dan BRI, untuk bermitra dan berjaringan dengan KSM Maris Gama. Hal ini ditunjukkan meningkatnya jumlah modal finansial yang diterima kelompok.
Kepengurusan yang dipilih secara langsung oleh anggota, juga menunjukan adanya kepercayaan penuh dari anggotata. Kepercayaan tersebut ditunjukan dengan tidak adanya prasangka buruk anggota terhadap program yang dilaksanakan pengurus, tidak adanya pergantian pengurus sejak awal, dan adanya keaktifan anggota dalam setiap program yang akan, sedang, atau telah dilaksanakan
Modal finansial kelompok, selain pinjaman juga dikelola melalui kegiatan simpanan dan pembagian SHU. Kegiatan simpanan di kelompok dilakukan dalam tiga bentuk, yaitu simpanan pokok, simpanan wajib dan simpanan sukarela. Simpanan pokok dan wajib, terlaksana sesuai dengan kesepakatan, sedangkan simpanan sukarela tidak pernah dilakukan oleh anggota. Kegiatan modal finansial Program Simpan Pinjam KSM dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8.Kinerja program simpan pinjam KSM
Kegiatan simpan pinjam
Kelompok Swadaya Masyarakat
Maris Gama Ai Panan Harmoni Dermaga Biru
Simpanan pokok Rp.10.000,- Rp.10.000,- Rp.10.000,- Rp.10.000,- Simpanan wajib Rp.5000,/bln Rp.5000,/bln Rp.5000,/bln Rp.5000,/bln Jumlah Kredit Disesuaikan dengan kebutuhan dan jumlah anggaran yang ada Dibagi rata jumlah anggaran yang ada Dibagi rata jumlah anggaran yang ada Dibagi rata jumlah anggaran yang ada SHU
SHU dan simpanan wajib dibagikan Dibagi dalam rapat. - SHU dibagikan 2 kali - Ditentukan oleh pengurus - SHU dibagikan 2 kali - SHU ditentukan oleh pengurus
- SHU tidak ada yang
dibagikan
Sumber: Diolah dari hasil wawancara dan FGD
Perguliran kredit ke anggota dilakukan dengan menyesuaikan dengan