• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDASAN TEOR

C. Menerapkan Perilaku Religius dalam kehidupan

Beberapa banyak orang yang berubah jalan hidup dan keyakinannya dalam waktu yang sangat pendek, dari seorang penjahat besar tiba-tiba menjadi seorang yang baik, rajin dan tekun beribadah, seolah dia dalam waktu yang singkat dapat berubah menjadi orang lain dan bisa sebaliknya, orang yang patuh dan tunduk kepada agama dapat berubah menjadi orang yang lalai atau menentang agama. Hubungan antara moral dan agama sebenarnya sangat erat. Biasanya orang yang mengerti agama dan rajin melaksanakan ajaran agama dalam hidupnya, moralnya dapat dipertanggungjawabkan. Sebaliknya, orang yang akhlaqnya merosot,biasanya keyakinannya terhadap agama kurang atau tidak ada sama sekali. (Zakiyah Daradjat, 1970:2).

Menurut teori kepribadian, bahwa manusia adalah mahluk individual yang dimotivasikan oleh dorongan-dorongan social yang sudah dibawa sejak lahir. Adler menjadi pelopor dalam psikologi perkembangan yang mengemukakan teori bahwa kesadaran (consiusness) merupakan bagian yang penting dalam kepribadian (personality). Semua corak perilaku dan kebiasaan

33

individu yang terhimpun dalam diri dan digunakan untuk bereaksi serta menyesuaikan diri terhadap segala rangsangan baik dari luar maupun dari dalam. Corak perilaku dan kebiasaan ini merupakan kesatuan fungsional yang khas pada seseorang. Perkembangan kepribadian tersebut bersifat dinamis, artinya selama individu masih bertambah pengetahuannya dan mau belajar serta menambah pengalaman dan keterampilan, mereka akan semakin matang dan mantap kepribadiannya dan akan bermanfaat dalam kehidupannya. Kepribadian yang baik akan membentuk sebuah perilaku yang baik pula. Seorang yang beragama harus mempunyai kepribadian yang baik, karena manusia dengan agamanya tidak hanya berhubungan dengan Tuhan, tetapi hubungan dengan sesama manusia atau makhluk hidup lainnya juga harus baik dan beretika.

Agama merupakan kumpulan cara-cara mengabdi kepada Tuhan yang terkumpul dalam kitab suci yang harus dibaca, dipelajari dan diamalkan. Kemudian kata religare berarti mengikat. Agama bersifat mengikat antara manusia dengan Tuhan. Ikatan yang dimaksud berasal dari salah suatu kekuatan yang lebih tinggi dari manusia sebagai kekuatan ghaib yang tidak dapat ditangkap dengan pancaindera, namun mempunyai pengaruh yang besar sekali terhadap kehidupan manusia sehari-hari (Jalaluddin, 2000:12). Dunia ini hampir setiap individu membutuhkan ketenangan dalam hidup, membutuhkan kenyamanan dalam menaungi kehidupannya. Agama itulah yang menjadi salah suatu penenang hidup seseorang.

34

Agama merupakan kebutuhan asasi setiap manusia. Di dalamkehidupannya, manusia tak lepas dari masalah keagamaan. Untuk itu, masalah keagamaan dipandang sejajar dengan masalah-masalah kehidupan lainnya, seperti masalah sosial, ekonomi maupun politik. Masalah agama sekarang tidak lagi terbatas kepada masalah keimanan, keyakinan melainkan berkembang menjadi berbagai macam dimensi, seperti ritus, pranata sosial, maupun perilaku sosial masyarakatnya (Sugeharti, 2013:36).

Dalam beragama seseorang dapat menjadikan hidupnya lebih nyaman dan berharga di hadapan orang lain, dikarenakan mereka mempunyai identitas yang lebih jelas. Dengan keyakinannya maka tujuan arah hidupnya juga berdasarkan aturan agama yang dianutnya. Agama bukanlah sesuatu yang logis ataupun tidak logis sehingga perlu dicari sebuah alasan untuk mempercayainya. Namun, agama merupakan suatu keyakinan yang hakiki dan setiap individu bebas untuk memilih agama apa yang hendak diyakininya. Agama dalam kehidupan individu berfungsi sebagai suatu system nilai yang memuat norma-norma tertentu. Secara umum norma-norma tersebut menjadi kerangka acuan dalam bersikap dan bertingkah laku agar sejalan dengan keyakinan agama yang dianutnya (Jalaludin, 2000:226).

Firman Allah SWT (Q.S At-Taubah:108) sebagai berikut:

Artinya:Janganlah kamu bersembahyang dalam mesjid itu selama- lamanya. Sesungguhnya mesjid yang didirikan atas dasar takwa (mesjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu shalat di dalamnya.

35

Di dalamnya mesjid itu ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bersih.(At- Taubah:108) Departemen Agama RI

Ayat di atas menjelaskan bahwa kebenaran yang sesungguhnya telah datang, tinggal bagaimana manusia saja menyikapi keadaan yang ada, sehingga manusia tersebut mendapatkan petunjuk dari Allah SWT atau tidak. Orang yang mempunyai keberagamaan baik akan mempunyai sifat akhlak yang baik, sehingga dapat menimbulkan sifat yang agamis dalam kehidupan beragama. Dari beberapa konsep tentang pengertian agama tersebut maka muncul istilah religiusitas.

Religiusitas adalah penghayatan nilai-nilai agama seseorang yang diyakini dalam bentuk ketaatan dan pemahaman agama secara benar serta diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari (Widiana, 2013:32). Dari pengertian religiusitas, maka perilaku religius juga termasuk penghayatan dari setiap langkah berdasarkan ajaran agama yang dianut. Agama menyangkut kehidupan lahir dan batin manusia. Kesadaran beragama dan pengalaman agama seseorang akan memunculkan sikap religius yang ditampilkan dalam kehidupannya. Sikap keberagamaan merupakan suatu keadaan yang ada dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk bertingkah laku sesuai dengan kadar ketaatannya kepada agama. Orang yang mempunyai ketaatan yang baik, maka tingkah lakunya akan baik pula, begitu pula sebaliknya jika keberagamaannya setengah-setengah maka akhlak dalam kehidupannya biasanya kurang sempurna pula.

36

Sikap keberagamaan terbentuk oleh dua faktor, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern meliputi potensi beragama, maka manusia disebut homo religius. Potensi beragama ini termuat dalam aspek kejiwaan manusia seperti naluri, akal, perasaan, maupun kehendak dan sebagainya. Faktor ektern yaitu lingkungan. Manusia terdorong untuk beragama karena pengaruh luar dari dirinya, seperti rasa takut, rasa ketergantungan ataupun rasa bersalah (Jalaludin, 2000:186). Terkadang kita putus asa akan masalah-masalah dalam kehidupan kita, maka faktor keberagamaan dari diri sendiri atau faktor luar sangat mempengaruhinya. Menurut Glock dan R.Stark yang dikutip oleh Dadang Kahmad dalam buku yang ditulis Muhammad Fauzi (2007:65-68), menuturkan bahwa perilaku keberagamaan seseorang paling tidak dapat dilihat dari lima dimensi, yaitu ideologikal, ritual, mistikal, intelektual, dan pengalaman/akhlak.

Dimensi ideologis (ideological dimension) atau lebih dikenal sebagai keyakinan beragama (religious belief). Dimensi ini berkaitan dengan pengakuan dan penerimaan terhadap suatu zat yang sakral, yang Maha Besar, sebagai suatu kebenaran. Keyakinan beragama meliputi dua aspek, yaitu religious dan kosmologi. Nilai religius berkaitan dengan konsepsi tentang apa yang dipersepsikan sebagai suatu yang baik atau buruk. Sesuatu yang dianggap pantas atau tidak pantas, yang benar atau tidak benar, yang tepat atau tidak tepat dalam sebuah agama.Sedangkan kosmologi berkaitan dengan penerimaan atau pengakuan tentang penjelasan mengenai alam ghaib, termasuk kehidupan, kematian, surga, neraka dan lain-lain yang sifatnya dogmatik.

37

Dimensi ritual (ritual involvement) yang mengharuskan setiap pemeluk agama untuk menjalankan ritual agama yang dianjurkan sebagai bentuk ketaatan kepada agama yang diyakini. Perilaku ini bersifat aktif dan dapat diamati, misalnya sejauh mana orang mengerjakan kewajiban ritual dalam agama mereka. Misalnya, seorang Muslim harus melaksanakan ritual shalat,

melakukan ibadah puasa, membayar zakat, berdo’a, bersedekah, mengucapkan

ucapan-ucapan formal tertentu, membaca kitab suci, pergi ke masjid, atau umat Kristiani diharuskan pergi ke gereja, begitu pula yang agama Hindu atau Budha dan lain sebagainya. Hal ini menunjukkan bahwa orang tersebut hidup sebagai orang yang religius.

Dimensi mistikal atau keterlibatan pengalaman (experimental involvement) meliputi perasaan dan persepsi tentang proses kontaknya dengan

apa yang diyakininya sebagai “The Ultimate Reality”, serta penghayatan terhadap hal-hal yang religius. Misalnya ketika mendengar ayat-ayat Al-

Qur’an, suara adzan maka terjadi proses internalisasi sehingga membentuk

struktur psikis tertentu. Pengalaman keagamaan meliputi tiga aspek yaitu, kesadaran akan kehadiran Yang Maha Kuasa (cognition), keinginan untuk mencari maknahidup (concern), serta tawakal dan taqwa (trust and fear).Dimensi pengalaman berisikan juga tentang pengalaman seseorang yang unik dan spektakuler yang datang dari Tuhan. Misalnya, ketika seseorang pernah merasakan bahwa doanya dikabulkan Tuhan, ketika dia pernah mendapat rezeki yang tak terduga sebagai anugrah Tuhan untuknya, atau ketika

38

dia pernah merasakan bahwa jiwanya selamat dari bahaya karena pertolongan Tuhan, dan lain sebagainya.

Dimensi intelektual atau disebut juga keterlibatan intelektual (intelektual involvement) menunjukkan tingkat pemahaman seseorang terhadap doktrin dan dogma agama yang dipeluknya. Orang beragama memiliki pengetahuan tentang keyakinan kitab suci, dan tradisi yang berkaitan dengan agamanya. Apakah dia mengikuti pengajian, membaca buku untuk menambah wawasan dan pengetahuan agamanya.

Dimensi pengalaman atau akhlak menunjuk pada seberapa tingkat muslim berperilaku dimotivasi oleh ajaran-ajaran agamanya, yaitu bagaimana individu berelasi dengan dunianya, terutama dengan manusia lain. Sebagai contohnya perilaku suka menolong, bekerjasama, berderma, jujur, dan sebagainya.

D.Hubungan Aktivitas Ketakmiran Mahasiswa Institut Agama Islam Negeri

Dokumen terkait