• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mengamati kisah hidup

Dalam dokumen Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti (Halaman 167-173)

Karya Pastoral GerejaKarya Pastoral Gereja

C. Gereja yang Menjadi Saksi Kristus (Martyria)

2. Mengamati kisah hidup

Peserta didik membaca/menyimak kisah berikut ini.

Menjadi Saksi Kristus

Suatu hari, saya akan mengikuti rapat Dewan Pleno Paroki Bomomani Papua. Akan tetapi, pagi hari sebelum rapat, John, anak asrama kami, datang dan mengatakan

“Romo, Marten ada pergi bawa pisau”.

“Oh ya, kenapa?” tanya saya. “Tidak tahu Romo. Katanya, dia dipukul. Dia ada balas dendam di Moanemani.”

“Oh ya, kapan dia pergi?” tanya saya lagi.

“Belum lama, Romo,” jawabnya singkat dan meyakinkan.

Segera saya pergi ke aula tempat rapat akan berlangsung. Saya meminta ketua dewan paroki awam dan tokoh yang bekerja di pemerintahan untuk menemani saya mencari anak asrama kami di Moanemani. Mereka pun khawatir karena bermasalah dengan pendatang di Moanemani bisa sangat mengerikan akibatnya. Keterbatasan bahasa menyulitkan anak kami untuk menjelaskan kepada aparat penegak hukum nantinya. Ada rumor yang sudah umum, bahwa setiap ada masalah antara pendatang dengan orang asli Papua, pasti yang dipersalahkan oleh aparat adalah orang Papua.

Rapat pun terpaksa ditunda sampai masalah ini selesai. Kami menggunakan dua sepeda motor. Saya ngebut. Beberapa orang di jalan bertanya mengapa saya pergi padahal akan ada rapat. Saya tidak sempat menjawabnya karena tergesa-gesa pergi ke Moanemani. Akan tetapi, baru sepuluh menit berjalan, di tikungan jalan, saya melihat Marten bersama teman-temannya sedang menggotong-gotong kayu bakar. Saya kaget dan seakan tidak percaya pada apa yang saya lihat. Spontan dalam hati, saya merasa jengkel.

“Marten, kau tidak pergi ke Moanemani?” tanya saya segera.

“Ah tidak, Romo. Saya cari kayu sama teman-teman.”

Saya bingung antara jengkel sekaligus senang. Jengkel karena sudah tergesa-gesa dan mengorbankan rapat, senang karena masalah itu ternyata tidak terjadi.

Saya kembali ke pastoran dan mencari John.

“John, apakah kamu melihat sendiri Marten membawa pisau?” tanya saya dengan suara agak berat.

“Tidak Romo, saya diberitahu Ableh, (anak asrama yang bernama asli Agus).

Ableh tidak berani bicara sama Romo karena takut salah menyampaikan.”

“Lalu yang benar yang mana? Marten tidak pergi ke Moanemani. Dia cari kayu?” kata saya mengoreksi informasi dari John.

“Ah saya tidak tahu, Romo. Tanya Ableh saja.”

Bertanya pada Ableh akan membuat kepala tambah pusing karena dia memiliki keterbatasan dalam bahasa Indonesia. Pernah suatu hari dia datang dan ingin bertanya kepada saya. Setelah saya tanya tentang apa yang dia mau, dia hanya senyum-senyum dan mengulang kata “saya… saya…” Setelah dia bingung, tanpa diduga-duga dia langsung lari meninggalkan saya sendiri.

Singkat cerita, memang benar Marten ingin membalas dendam. Namun, di tengah perjalanan, teman-temannya menasihati untuk tidak pergi ke sana.

Menjadi saksi tidaklah mudah. Ia harus kredibel dan sungguh-sungguh menyaksikan peristiwa yang terjadi. Ia juga harus punya dasar dan bukti atas kesaksiannya. Datanya tepat dan bukan hanya “kata orang” atau hoax. Menjadi saksi pun harus bisa menyampaikan dengan baik kesaksiannya sehingga tidak disalahartikan. Ketika seorang saksi tidak bisa menjelaskan apa yang dilihatnya tentang kapan, siapa, dan bagaimana peristiwa itu terjadi bahkan mengatakan tidak tahu – maka kesaksiannya diragukan. John dan Agus sulit menjadi saksi. John tidak melihat langsung dan Agus sulit menyampaikan kesaksian.

Bagaimana dengan menjadi saksi Kristus? Kita tidak pernah melihat Yesus.

Kita tidak melihat Yesus yang memberi makan kepada lima ribu orang. Kalau demikian, kita tidak bisa menjadi saksi Kristus. Akan tetapi dalam pengalaman saya, ketika ada doa penyembuhan yang dibawakan oleh seorang romo di Rumah Retret Samadi, saya melihat sendiri bahwa seorang romo yang stroke bisa berjalan tanpa bantuan tongkat. Ada seorang anak yang kesulitan bernapas sepanjang hari, lalu datang ke pastoran dan didoakan dalam nama Tuhan Yesus, langsung bernapas dengan lancar. Itulah pengalaman iman dan saya menjadi saksi atas karya Tuhan.

Kita bisa menjadi saksi Kristus ketika kita menemukan pengalaman-pengalaman iman dalam kehidupan kita.

Sumber: kerahimanilahi.org (2019)

Catatan:

Guru dapat menggunakan cerita lain yang sesuai dengan tema pokok bahasan ini.

Misalnya, kesaksian iman Katolik Kobe Bryant, seorang pemain basket terkenal dunia (Sumber: ikatolik.com).

3. Pendalaman

Peserta didik diajak berdialog untuk mendalami kisah renungan di atas dengan pertanyaan-pertanyaan berikut.

a. Apa yang dikisahkan dalam cerita itu?

b. Apa syarat menjadi seorang saksi?

c. Bagaimana menjadi saksi Kristus menurut cerita itu?

d. Apa saja pengalaman kalian menjadi saksi dalam hidup sebagai orang Katolik atau pengikut Yesus?

4. Penjelasan

Setelah berdialog dengan peserta didik, guru memberikan penjelasan sebagai peneguhan. Misalnya penjelasan di bawah ini.

- Menjadi saksi tidaklah mudah. Ia harus kredibel dan sungguh-sungguh menyaksikan peristiwa yang terjadi. Ia juga harus punya dasar dan bukti atas kesaksiannya. Datanya tepat dan bukan hanya “kata orang” atau hoax.

- Kita tidak pernah melihat langsung Yesus dan tidak melihat langsung karya Yesus sebagaimana dikisahkan dalam Kitab Suci namun dalam pengalaman ketika ada doa penyembuhan yang dibawakan oleh seorang romo seperti dalam kisah tadi dimana ia melihat sendiri seorang romo yang stroke bisa berjalan tanpa bantuan tongkat. Ada seorang anak yang kesulitan bernapas sepanjang hari, lalu datang ke pastoran dan didoakan dalam nama Tuhan Yesus, langsung bernapas dengan lancar. Itulah pengalaman iman sang pencerita yang menjadi saksi atas karya Tuhan. Kita bisa menjadi saksi Kristus ketika kita menemukan pengalaman-pengalaman iman dalam kehidupan kita.

- Kita sendiri juga mempunyai pengalaman masing-masing menjadi saksi Kristus dalam hidup sehari-hari dalam bentuk kata-kata dan perbuatan yang mencerminkan diri kita sebagai pengikut Yesus. Apakah kita berani menunjukkan identitas kita sebagai orang Katolik, misalnya dengan membuat tanda salib ketika memulai dan mengakhiri suatu kegiatan. Itu sekadar salah contoh sederhana yang menjadi ciri orang Katolik

Langkah kedua: mendalami pesan Kitab Suci 1. Membaca dan menyimak teks Kitab Suci

Peserta didik membaca dan menyimak Kis. 7:51–60, 8:1a.

51Hai orang-orang yang keras kepala dan yang tidak bersunat hati dan telinga, kamu selalu menentang Roh Kudus, sama seperti nenek moyangmu, demikian juga kamu.

52Siapakah dari nabi-nabi yang tidak dianiaya oleh nenek moyangmu? Bahkan mereka membunuh orang-orang yang lebih dahulu memberitakan tentang kedatangan orang benar, yang sekarang telah kamu khianati dan kamu bunuh.

53Kamu telah menerima hukum Taurat yang disampaikan oleh malaikat-malaikat, akan tetapi kamu tidak menurutinya."

54Ketika anggota-anggota Mahkamah Agama itu mendengar semuanya itu, sangat tertusuk hati mereka. Maka mereka menyambutnya dengan gertakan gigi.

55Tetapi Stefanus, yang penuh dengan Roh Kudus, menatap ke langit, lalu melihat kemuliaan Allah dan Yesus berdiri di sebelah kanan Allah.

56Lalu katanya: "Sungguh, aku melihat langit terbuka dan Anak Manusia berdiri di sebelah kanan Allah."

57Maka berteriak-teriaklah mereka dan sambil menutup telinga serentak menyerbu dia.

58Mereka menyeret dia ke luar kota, lalu melemparinya. Dan saksi-saksi meletakkan jubah mereka di depan kaki seorang muda yang bernama Saulus.

59Sedang mereka melemparinya Stefanus berdoa, katanya: "Ya Tuhan Yesus, terimalah rohku."

60Sambil berlutut ia berseru dengan suara nyaring: "Tuhan, janganlah tanggungkan dosa ini kepada mereka!" Dan dengan perkataan itu meninggallah ia.

(8)1a – Saulus juga setuju, bahwa Stefanus mati dibunuh

2. Pendalaman

Setelah membaca teks Kitab Suci, guru mengajak peserta didik untuk berdiskusi dengan beberapa pertanyaan berikut ini.

a. Siapakah Stefanus?

b. Apa yang Stefanus katakan yang membuat para pemimpin agama sangat marah?

c. Ketika orang-orang menyeret Stefanus ke luar kota, apa yang mereka lakukan kepadanya?

d. Sebelum meninggal, Stefanus berdoa meminta apa kepada Allah?

e. Seperti Stefanus, apa yang harus kalian lakukan sewaktu seseorang berbuat jahat kepada kalian?

f. Apa makna menjadi saksi Yesus?

3. Melaporkan hasil diskusi

Peserta didik melaporkan hasil diskusi kelompoknya, dan peserta lain dapat menanggapinya.

4. Penjelasan

Setelah mendengar jawaban peserta didik dalam diskusi, guru memberi penjelasan misalnya sebagai berikut:

- Menjadi saksi Kristus akan menuai banyak risiko seperti yang dialami Stefanus, martir pertama, dan para martir atau saksi Kristus lainnya di sepanjang segala abad.

- Menjadi saksi Kristus berarti menyampaikan atau menunjukkan apa yang dialami dan diketahuinya tentang Yesus Kristus kepada orang lain.

Penyampaian penghayatan dan pengalaman akan Yesus itu dapat dilaksanakan melalui kata-kata, sikap, dan perbuatan nyata.

- Menjadi saksi Kristus ternyata dapat menuai banyak risiko. Yesus telah berkata: “Kamu akan dikucilkan, bahkan akan datang saatnya bahwa setiap orang yang membunuh kamu akan menyangka bahwa ia berbuat bakti bagi Allah (Yoh. 16:2). Yesus sendiri telah menjadi martir. Ia menderita dan wafat di salib demi kerajaan Allah.

- Dalam sejarah, kita juga tahu bahwa banyak orang telah bersedia menumpahkan darahnya demi imannya akan Kristus dan ajaran-Nya. Mereka mati demi imannya kepada Kristus. Banyak yang bersedia mati daripada harus mengkhianati imannya akan Kristus. Ada pula martir yang mati karena memperjuangkan keadilan dan kesejahteraan bagi orang-orang yang tertindas.

Langkah ketiga:

menghayati kesaksian (martyria) dalam hidup sehari-hari 1. Refleksi

Peserta didik menuliskan sebuah refleksi tentang menjadi saksi Yesus dalam hidup saya sehari-hari.

2. Aksi

Peserta didik menuliskan rencana aksi untuk mewujudkan tugas Gereja sebagai saksi Yesus dengan bersikap jujur, adil, bergaul dengan siapa saja tanpa sikap diskriminatif.

Doa Penutup

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.

Tuhan Yesus Kristus, kami berterima kasih atas sabda-Mu yang menyelamatkan.

Ajaran-Mu kepada kami untuk setia pada iman kami membuat kami berani dan mampu menjadi saksi yang nyata bagi sesama.

Bersama-Mu kami menjadi saksi Kristus, saksi yang membawa persaudaraan, cinta, kegembiraan, kedamaian, dan saksi yang setia melakukan kebaikan

bagi sesama dan Gereja-Mu.

Buatlah kami untuk tidak takut pada tantangan yang menggoda iman kami, jadikanlah kami saksi dan martir yang hidup menyebarkan ajaran pewartaan-Mu.

Amin.

Dalam nama Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Amin.

Rangkuman

- Kita mempunyai pengalaman masing-masing menjadi saksi Kristus dalam hidup sehari-hari dalam bentuk kata-kata dan perbuatan yang mencerminkan diri kita sebagai pengikut Yesus. Apakah kita berani menunjukkan identitas kita sebagai orang Katolik, misalnya dengan membuat tanda salib ketika memulai dan mengakhiri suatu kegiatan. Itu sekadar salah contoh sederhana yang menjadi ciri orang Katolik.

- Menjadi saksi Kristus akan menuai banyak risiko seperti yang dialami Stefanus, martir pertama, dan para martir atau saksi Kristus lainnya di sepanjang segala abad.

- Menjadi saksi Kristus berarti menyampaikan atau menunjukkan apa yang dialami dan diketahuinya tentang Yesus Kristus kepada orang lain.

Penyampaian penghayatan dan pengalaman akan Yesus itu dapat dilak-sanakan melalui kata-kata, sikap, dan perbuatan nyata.

- Menjadi saksi Kristus ternyata dapat menuai banyak risiko. Yesus telah berkata: “Kamu akan dikucilkan, bahkan akan datang saatnya bahwa setiap orang yang membunuh kamu akan menyangka bahwa ia berbuat bakti bagi Allah (Yoh. 16:2). Yesus sendiri telah menjadi martir. Ia menderita dan wafat di salib demi kerajaan Allah.

- Dalam sejarah, kita juga tahu bahwa banyak orang telah bersedia menumpahkan darahnya demi imannya akan Kristus dan ajaran-Nya. Mereka mati demi imannya kepada Kristus. Banyak yang bersedia mati daripada harus mengkhianati imannya akan Kristus. Ada pula martir yang mati karena memperjuangkan keadilan dan kesejahteraan bagi banyak orang.

Dalam dokumen Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti (Halaman 167-173)