• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mengejar Ketinggalan dengan Taktis

Dalam dokumen Mediakom Edisi 31 Agustus 2011 - [MAJALAH] (Halaman 59-61)

Jika melihat masalah kesehatan di provinsi yang kaya dengan tambang dan perkebunan coklat ini masih melingkupi hampir semua indikator, rasanya perlu pemikiran yang lebih mendalam sebelum berindak. Barangkali ada beberapa aspek yang daya ungkitnya dahsyat untuk mempercepat peningkatan kinerja. atau mungkin ada potensi besar yang belum dikenali. singkatnya, tak cukup business as usual untuk mewujudkan kesehatan yang lebih baik. Perlu terobosan dan dukungan penuh berbagai pihak. Kementerian Kesehatan membentuk im pendampingan khusus dalam program yang disebut PDBK atau Penanggulangan Daerah Bermasalah Kesehatan. Pemerintah provinsi juga melakukan hal serupa kepada kabupaten/ kota.

Secara keseluruhan prevalensi gizi buruk dan kurang pada balita di sultra adalah 22,7%. angka ini masih di atas target nasional 2015 sebesar 20% dan MDgs 18,5%. tiga kabupaten di sultra, yaitu Buton, Konawe, dan Wakatobi mempunyai prevalensi balita pendek dan sangat pendek di atas 40%, menyumbang pada ingginya prevalensi balita pendek provinsi sebesar 40,5%.

Jika prevalensi balita pendek menunjukkan besarnya masalah status gizi kronis, maka prevalensi balita kurus menggambarkan status gizi yang sifatnya akut. sultra mempunyai angka prevalensi balita kurus dan sangat

RSUD Kendari lama (kiri) dan bangunan baru calon RSUD baru yang pembangunannya mangkrak (kanan). Di Kendari, bangunan setengah jadi semacam ini bukan satu dua. Sebut saja proyek Masjid Al' Alam di tengah-tengah Teluk Kendari dan Jembatan Teluk Kendari yang dimulai setidaknya tahun lalu, serta yang sudah lebih lama berdiri, alun-alun Masjid MTQ Kendari.

Drs Amin Yohannis, Apt, M.Kes Ka Dinkes Sulawesi Tenggara

lebih dari 5% merupakan indikasi masalah kesehatan masyarakat. Masalah dikategorikan serius jika prevalensi kekurusan 10,1% - 15%, dan dianggap kriis jika di atas 15%. seluruh kabupaten dan kota di sultra masuk kategori serius dan kriis kecuali Wakatobi (7,5%). Dengan demikian Wakatobi menjadi satu-satunya kabupaten yang memiliki masalah gizi kronis namun idak gizi akut.

Malaria ditemukan di semua kabupaten dan kota di sultra dengan prevalensi 2,1% (berdasarkan diagnosis dan gejala), demikian juga DBD dengan prevalensi 1%. Angka annual malaria insidence (aMI) pada 2010 adalah 12,23 per mil, paling rendah dalam lima tahun terakhir, namun masih membuat sultra masuk dalam kategori daerah endemik malaria. Pada tahun 2010 dilaporkan terjadi KLB malaria di Kabupaten Konawe selatan dengan jumlah 36 penderita, idak ada yang meninggal dunia.

Penyakit filariasis ditemukan di Kabupaten Muna, Konawe selatan, Bombana, dan Kota Kendari berdasarkan diagnosis dan gejala dengan prevalensi rata-rata 0,1 per mil.

atas, juga indikator sanitasi, perilaku, dan KIa yang sedikit demi sedikit mulai terang arahnya. Kesadaran tentang situasi yang dihadapi mesinya akan membawa ke arah penanganan yang lebih terarah. tak cukup membangun infrastruktur saja. tak cukup menyediakan petugas saja. Tak cukup mengobai saja. Tak cukup menyediakan biaya saja. Juga tak cukup berpoliik saja.

“Kita sudah maklumi bahwa sesudah otonomi daerah ini sangat berbeda dengan sebelum otonomi. sebagai kepala dinas saya harus membangun kepemimpinan kolekif. Arinya mengajak teman-teman kabupaten kota agar betul-betul mengubah cara pandang mereka. Walaupun dari segi kedudukan dan pengangkatan pejabat kepala dinas di kabupaten kota itu bukan ditetapkan dari gubernur, namun mereka itu adalah bagian dari sistem, jadi saya mengajak mereka berpikir secara sistem.” sekali lagi amin Johanis menepis keraguan. Bangunan kantor Dinas Kesehatan Provinsi Sultra yang dipimpinnya terasa begitu sederhana di tengah kota Kendari yang terus membangun. Ada yang lebih pening daripada bersolek.

Hari itu, 9 Mei, sekitar 180 tahun lalu seorang berkebangsaan Belanda, Vosmaer, mendirikan istana raja suku Tolaki, salah satu suku terbesar di Kendari. Sejak itu hingga sebelum proklamasi kemerdekaan, Teluk Kendari ini dikenal sebagai Volmaer's Baai (Teluk Volmaer), dan kini 9 Mei diperingati sebagi hari jadi Kota Kendari, meski baru pada 1995 Kendari ditetapkan sebagai kotamadya dari semula kota administratif.

KOLOM

S

eorang humas merasa bangga, rilis hasil karyanya terpampang pada media cetak nasional. Media hanya mengedit sebagian kecil saja. hampir delapan puluh persen persis rilis yang diberikan pada media saat jumpa pers. “wah ini baru publikasi nih” sambil menunjukkan koran kepada seorang rekannya.

Pemuatan rilis oleh media, akan menyebarkan pesan secara luas kepada khalayak. Publik mengetahui pesan, gagasan, harapan dan problemaika yang dihadapi atau solusi yang sedang dilakukan. Berikutnya, publik menjadi paham terhadap pesan yang disampaikan.

Dengan demikian, publik akan membantu mewujudkan cita-cita bersama yang akan dicapai. Itu idealnya.

Bagaimana kalau yang terjadi sebaliknya, media justru mempublikasi berita negaif yang merusak citra?

Disinilah peran humas dibutuhkan. Mereka harus mampu menyediakan informasi yang posiif untuk mengimbangi berita negaif yang telah terpublikasi.

Disinilah letak peningnya publikasi. Sebab citra posiif dan negaif sangat dipengaruhi opini publik yang diberitakan media. Bagaimana agar publikasi media sesuai dengan harapan? Berikut beberapa pendekatan yang dapat dilakukan.

Menjalin hubungan baik dengan media antar individu atau lembaga. Hubungan individu seperi perhaian kepada para wartawan yang selama ini sebagai mitra. Sedangkan hubungan antar lembaga seperi kunjungan pejabat atau humas ke kantor redaksi media, menyampaikan program kerja Kementerian sekaligus sosialisasi. Kunjungan media ini sebaiknya dilakukan secara periodik. Selain itu, secara ruin menyelenggarakan konfrensi pers, pers brieing, pers tour dan kegiatan media relaion lainnya.

Berikutnya, mengemas pesan tepat dan akurat untuk media. Tepat waktu dari sisi kejadian, perisiwa baru (News) dan tepat waktu dengan jadwal tayang atau penerbitan. Selain itu akurat dari sisi data dan informasinya. Apalagi juga mempunyai nilai berita yang inggi.

Khusus publikasi dalam bentuk iklan, harus jeli memilih media yang cocok. Cocok dengan pesan yang akan dipublikasi dan besaran biaya yang tersedia. untuk pilihan media, banyak alternaif media cetak, media elektronik atau media on line. Pemilihan juga harus memperimbangkan siapa sasaran pembacanya. Apa masyarakat kota, desa, kelas menengah ke atas atau menengah ke bawah. Semua media mempunyai segmen pemirsa sendiri-sendiri.

Media on line saat ini lebih cepat menyajikan informasi, tetapi isi beritanya kurang mendalam. Media elektronik / tV lebih menyampaikan pada ekpresi kejadian sesaat melalui visual gambar, sehingga penonton melihat sekilas pun akan mendapat kesan yang mendalam. Sedangkan media cetak, dapat menyajikan berita lebih mendalam dan lebih akurat.

Jadi, sepening apapun publikasi, sebaik apapun kemasan pesan tak dapat opimal tanpa dukungan media. oleh sebab itu, agar publikasi dapat sampai pada sasaran, perlu mendapat dukungan media yang tepat. untuk itu memerlukan SDM humas profesional yang mempunyai pengetahuan dan keterampilan tentang menyusun pesan yang baik dan memilih media yang tepat.

Begitu peningnya publikasi, banyak pihak menyiapkan program besar untuk publikasi di berbagai media. Bahkan ada yang menempatkan program publikasi pada seluruh jenis media. Mereka berharap semua segmen pemirsa mendapat informasi yang lengkap. Walaupun harus rogoh kantong lebih dalam.§

Dalam dokumen Mediakom Edisi 31 Agustus 2011 - [MAJALAH] (Halaman 59-61)

Dokumen terkait