• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mengelola Perubahan di Sekolah

Dalam dokumen profesi kependidikan (Halaman 189-193)

MEMBERDAYAKAN MASYARAKAT SEKITAR SEKOLAH

E. Mengelola Perubahan di Sekolah

Keliru kalau ada ungkapan mengatakan “ Di dunia ini tidak ada yang abadi”, karena perubahan merupakan sesuatu yang abadi dalam kehidupan. Perubahan terjadi sepanjang hidup. Sekkolah berkembang, artinya berubah menjadi lebih baik misalnya sekolah berubah dari kurang disiplin menjadi memiliki disiplin tinggi. Perubahan di sekolah selalu melibatkan banyak pihak, tenaga kependidikan, peserta didikl, orang tua dan masyarakat sekitar. Tugas kepala sekolah adalah menjadi agen perubahan (change agent) yang medorong dan mengelola agar semua pihak termotivasi dan berperan aktif dalam perubahan tersebut.

Havelock (1996) mengungkap proses lahirnya inovasi, dan mengemukakan bahwa pemecahan masalah itu bias berlangsung secara sederhana tetapi bisa juga secara rasional dan rinci. Selanjutnya ia mengemukakan empat fungsi agen perubahan dalam proses inovasi yang saling melengkapi, yakni sebagai “ catalyst, solution giver, process helper, dan resources linker”.

Catalyst berperan meyakinkan orang lain tentang perlunya perubahan menuju

kondisi yang lebih baik. Misalnya kepala sekolah meyakinkan masyarakat untuk berpartisipasi dalam membina kepribadian peserta didik.

Solution givers berperan mengingatkan terhadap tujuan akhir dari perubahan.

Metode dan strategi boleh berubah, tetapi tujuan akhir harus tetap dipertahankan.

Process helpers berperan membantu kelancaran proses perubahan, khususnya

menyelesaikan masalah, dan membina hubungan antara pihak-pihak terkait. Misalnya mendorong partisipasi masyarakat dan orang tua dalam melakukan penilaian terhadap keberhasilan pendidikan di sekolah.

Resource linkers, berperan menghubungkkan orang dengan sumber dana yang

diperlukan. Misalnya menghubungkan sekolah dengan dunia usaha (usahawan) yang ada di sekitarnya.

Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya terutama dalam rangka memberdayakan masyarakat dan lingkungan sekitar, kepala sekolah di tuntut untuk mampu berperan ganda, baik sebagai catalyst, solution giver, process helper, maupun resource linker.

Selanjutnya Havelock menjelaskan secara rinci mengenai “ agen perubahan sebagai process helper”, yang dilukiskan dalam enam tahap sebagai berikut.

Tahap 1

Membangun Hubungan

Keberhasilan seorang agen perubahan sangat ditentukan oleh kemampuannya dalam membangun hubungan baik dengan system klien. Peran agen perubahan yang menciptakan rasa aman merupakan suatu wadah yang kondusif untuk memulai suatu hubbungan. Beberapa orang tertentu mungkin menerima situasi seperti ini sebagaimana adanya kaarena mereka sudah memiliki jalinan hubungan yang baik dengan klien, sementara yang lainnya masih mencari informasi mengenai hal itu.

Contoh:

Sam seorang kepala sekolah yang baru diangkat di suatu daerah. Pada awal masa jabatannya, ia belajar di sekolah sebagai notaris untuk pergantian guru, kemudian ia menetapkan bekerja di sekolah itu sebagai awal pekerjaannya. Ia beberapa kali mengikuti pertemuan dan penilaian di sekolah, ia ngobrol dengan kelompok-kelompok guru dan mulai sadar akan kebutuhan dan minatnya. Kemudian ia mencoba menjalin hubbungan untuk megembangkan kepercayaan dan membantu tenaga kependidikan (guru) di sekolah tersebut.

Tahap 2

Mendiagnosis Masalah

Jika hubungan dengan sistem klien telah terjalin dengan baik, selanjutnya agen perubahan melakukan diagnosis masalah. Dalam tahap ini, ia harus menganalisis kebutuhan klien dan memahaminya, agar meraka sadar akan kebutuhannya, dan jika klien memiliki

kemampuan untuk menunjukkan kebutuhannya, mereka akan mengajukan beberapa pertannyaan.

Contoh:

Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara terhadap teknik mengajar yang digunakan oleh pada guru di kelas, Sam curiga bahwa metode belajar beregu tidak dapat di terapkan secara efektif di sekolah tersebut. Ia menemukan keterangan tentang kurangnya kerja sama diantara para guru dalam regu-regu mengajar. Karena sejumlah guru tersebut sebelumnya sudah di kelas, mereka sulit mengatur waktu untuk menyesuaikan metode baru ini dan akibatnya timbul kecemasan dan kecurigaan di antara para guru.

Tahap 3

Mendapatkan Sumber-sumber yang Relevan

Setelah melakukan diagnosis masalah dan sudah dibatasi dengan baik, system klien harus sanggup mengidentifikasi dan mendapatkan sumber-sumber yang relevan untuk pemecahan masalah.

Contoh:

Sam perlu maendapatkan sumber-dumber yang relevan agar dapt membantu para guru. Ia menemukan bahwa guru-guru belajar lebih banyak tentang penyesuaian diri ketika mengajar di kelas. Kemudian ia maengalihkan perhatiannya kepada temannya yang memiliki pengalaman mengajar lebih lama. Teman ini memberitahukan sejumlah artikel yang mungkin bermanfaat dan mengusulkan suatu badan yang bisa dimintai bantuan dalam pelatihan guru untuk kepentingan interaksi kelompok.

Tahap 4

Memilih Solusi yang Tepat

Dengan masalah yang sudah dibatasi dan sejumlah informasi yang sesuai telah dikumpulkan, kini klien perlu menarik implikasi, menghasilkan seperangkat alternative, dan menentukan suatu solusi. Solusi yang baik perlu disesuaikan dengan karakteristik khusus yang dimiliki klien.

Contoh:

Sam berasumsi bahwa usaha yang tidak berhasil dalam pembelajaran beregu sering merupakan akibat dari salah konsep tentang perlunya kerja sama. Ia membangun team guru untuk membicarakan temuan-temuan penelitian dan mendiagnosisinya. Secara bersama-sama mereka memutuskan bahwa guru-guru memerlukan suatu program pendidikan dalam

metode-metode, tujuan-tujuan, nilai-nilai yang terlibat dalam pembelajaran beregu. Setelah mempertimbangkan cara-cara yang berbeda, inovasi sebagai program pendidikan yang diusulkan dapat dikenalkan kepada guru-guru lain. Sam dan komite sekolah memutuskan untuk melakukan suatu lokakarya yang lebih efisien. Selanjutnya dibuat suatu perencanaan yang dirancang dengan sedikit mengganggu waktu belajar, tetapi hasilnya cukup memuaskan.

Tahap 5

Memperoleh Penerimaan

Setelah mengembangkan dan mengandopsi suatu inovasi, maka hal tersebut paerlu disebarkan penerimaan dan pengadopsiannya ke dalam system klien. Dengan mendeskripsikan, mendiskusikan, dan mendemonstrasikan, tim perubahan membantu klien memperoleh pemahaman, mengembangkan minat, menilai, menguji, dan mengadopsi inovasi. Agar pelaksanaannya lancer, mereka membuka saluran informasi sebanyak-banyaknya dan memanfaatkan tokoh-tokh masyarakat secara nmaksimum, serta menggunakan komunikasi informal.

Contoh:

Sam dan kelompoknya memiliki suatu solusi yang telah dikonsep dengan baik, namun mereka masih perlu meminta guru-guru dan administrator sekolah lain meneruskan. Mereka mendekati beberapa kepala sekolah dan mengutarakan apa yang mereka pikirkan, dan menelusuri proses yang mereka simpulkan. Kepala sekolah kemudian mengadakan pertemuan dengan stafnya dan membicarakan rencana itu. Sejumlah guru mengajukan keberatannya dengan alasan keeterbatasan waktu, dan mengungkapkan kekhawatirannya bahwa pengembangan program yang ada masih relevan. Sam mendengarkan dan menyusun program guru pengganti untuk mengurangi beban guru yang sedang mengikuti lokakarya.

Tahap 6

Menstabilkan dan Memperbaharui Diri

Pada tahap ini klien mengembangkan suatu kemampuan awal untuk mempertahankan dan memanfaatkannya hasil inovasi secara wajar tanpa bantuan luar. Agen perubahan mendorong anggota system klien menjadi agen-agen perubahan untuk dirinya sendiri dan mulai mengerjakan masalah lain dengan cara yang sama. Jika kemampuan memperbaiki diri mualai tumbuh, memungkinkan terciptanya hubungan timbal balik, dan agen perubahan dapat pindah ke masalah dan klien lainnya.

Contoh:

Dengan memanfaatkan pengalamannya itu sebagai model, Sam menunjukkan kepada guru-guru bagaimana mereka menjadi agen perubahan sendiri dengan membangun suatu kekuatan internal untuk kepentingan diagnosis, penyimpanan informasi dan pemecahan masalah. Guru-guru percaya pada dirinya sendiri untuk mencoba pendekatan ini pada masalah lain. Sam membiarkan mereka menyelesaikannya, dan menjadi konsultan ketika mereka ada masalah.

Berdasarkan uraian dan contoh di atas, dapat diidentifikasikan bahwa tahap yang diperlukan dalam mengelola perubahan di sekolah adalah sebagai berikut.

1. Menemukan. Misalnya kepala sekolah menemukan adanya tenaga kependidikan yang kurang disiplin dalam melaksanakan tugasnya.

2. Mengkomunikasikan. Temuan tersebut dikomunikasikan dengan pihak terkait (wakil kepala sekolah) untuk mendapatkan konfirmasi apakah hal tersebut benar-benar terjadi.

3. Mengkaji dan menganalisis. Masalah tersebut dikaji untuk ditemukan factor penyebabnya melalui berbagai data yang relevan, kemudian dianalisis secara cermat.

4. Mencari dukungan. Untuk meyakinkan bahwa masalah benar-benar terjadi. Kepala sekolah mencari sumber, baik orang maupunsarana yang menguatkan adanya masalah dan mencari jalan untuk melakukan perubahan.

5. Mencoba. Dalam tahap ini ditentukan langkah-langkah perubahan yang akan ditempuh ditempuh, termasuk para pelaksanaanya.

6. Menerima perubahan. Pada tahap ini perubahan dimulai, sebagai problem solving untuk memecahkan masalah.

Dalam paradigma baru manjemen pendidikan, perubahan akan terjadi dan berjalan dengan baik, jika kepala sekolah mampu berperan sebagai pemimpin yang visioner, yang memiliki gambaran tentang sekolah yang dicita-citakan, serta mampu membimbing, mendorong dan mengorganisasikan tenaga kependidikan, masyarakat, dan lingkungan sekitar dengan baik.

Dalam dokumen profesi kependidikan (Halaman 189-193)