• Tidak ada hasil yang ditemukan

profesi kependidikan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "profesi kependidikan"

Copied!
247
0
0

Teks penuh

(1)

2010

PROFESI PENDIDIKAN

portopolio

Dosen Pengampu:

Drs. Fachruddin Saudagar, M.Pd

editor:

Mister Candera

A1A108038

u n i v e r s i t a s j a m b i

(2)

PROFESI PENDIDIKAN

portopolio

Dosen Pengampu:

Drs. Fachruddin Saudagar, M.Pd

editor:

Mister Candera

A1A108038

UNIVERSITAS JAMBI

(3)

Hak cipta dilindungi:

Dilarang keras memperbanyak, memfotocopi sebagian atau seluruh Isi buku ini, serta memperjualbelikannya tanpa mendapat izin tertulis dari

Penulis/editor

©2010, penulis/editor, Jambi

Judul buku : Strategi Industrialisasi Indonesia Penulis : Tim kerja

Pendidikan Ekonomi

PIPS Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jambi

Editor : Mister Candera Telp. 0852 66993746

(4)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr wb

Pertama dan yang paling utama, penulis mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya dalam memudahkan penyusunan portopolio tentang profesi kependidikan ini.

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen pengampu mata kuliah profesi kependidikan yaitu Bapak Drs. Fachruddin Saudagar.M.Pd serta tim jajaran mahasiswa Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Program Studi Pendidikan Ekonomi Angkatan 2008 yang telah berpartisifasi dalam penyusunan portopolio ini.

Portopolio ini disusun dan disederhanakan oleh penulis agar para pembaca dapat lebih mudah mempelajari, memahami, serta mengaplikasikan pelajaran yang tersirat ataupun tersurat secara lebih profesional.

Akhirnya, sebagai manusia biasa yang pastinya tidak luput dari kesalahan serta kekhilafan baik itu tulisan, susunan kata-kata yang belum sempurna. Penulis mengharapkan kepada semua pembaca untuk dapat memberikan kritik ataupun saran yang membangun sebagai acuan dalam penyusunan selanjutnya.

Jambi, 2010 penulis

(5)

DAFTAR ISI 1. NILAI-NILAI PENDIDIKAN 2. LEMBAGA SEKOLAH 3. KESEJAHTERAAN GURU 4. PEMBELAJARAN 5. MODEL PEMBELAJARAN

6. PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL TERPADU 7. PEMBELAJARAN KOOPERATIF

8. METODE DISKUSI

9. DALAM PEMBELAJARAN 10. METODE DIKTE

11. METODE PEMBERIAN TUGAS

12. PENGEMBANGAN DAN PERENCANAAN KURIKULUM 13. KOMPETENSI PEDAGOGIK

14. BIMBINGAN KONSELING 15. PENGAJARAN REMEDIAL 16. PENILAINAN PORTOFOLIO

17. MEMBERDAYAKAN MASYARAKAT SEKITAR SEKOLAH 18. MANAJEMEN KEUANGAN SEKOLAH

19. MANAJEMEN STRATEGI DAN MUTU TERPADU 20. MANAJEMEN KONFLIK

(6)

PEMBAHASAN I NILAI-NILAI PENDIDIKAN

A. NILAI ESTETIKA PENDIDIKAN

Bahasa menunjukkan cerminan pribadi seseorang. Karakter, watak, atau pribadi seseorang dapat diidentifikasi dari perkataan yang ia ucapkan. Penggunaan bahasa yang lemah lembut, sopan, santun, sistematis, teratur, jelas, dan lugas mencerminkan pribadi penuturnya berbudi. Sebaliknya, melalui penggunaan bahasa yang sarkasme, menghujat, memaki, memfitnah, mendiskreditkan, memprovokasi, mengejek, atau melecehkan, akan mencitrakan pribadi yang tak berbudi.

Bahasa memang memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional. Begitu pentingnya bahasa dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sehingga perlu suatu kebijakan yang berimplikasi pada pembinaan dan pembelajaran di lembaga pendidikan. Salah satu bentuk pembinaan yang dianggap paling strategis adalah pembelajaran bahasa Indonesia, bahasa Sunda, bahasa Jawa, dan bahasa lainnya di sekolah. Dalam KTSP, bahasa Indonesia termasuk dalam kelompok mata pelajaran estetika. Kelompok ini juga merupakan salah satu penyangga dari kelompok agama dan akhlak mulia. Ruang lingkup akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti, atau moral.

Kelompok mata pelajaran estetika sendiri bertujuan untuk meningkatkan sensitivitas, kemampuan mengekspresikan dan mengapresiasi keindahan dan harmoni. Kemampuan itu mencakup apresiasi dan ekspresi, baik dalam kehidupan individual sehingga mampu menikmati dan mesyukuri hidup, maupun dalam kehidupan kemasyarakatan sehingga mampu menciptakan kebersamaan yang harmonis.

Tujuan rumpun estetika tersebut dijabarkan dalam pembelajaran yang bertujuan agar peserta didiknya memiliki kemampuan antara lain

• Berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis

• Menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta kematangan emosional dan sosial. Tujuan tersebut dilakukan dalam aspek mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis.

(7)

B. NILAI-NILAI MORAL PENDIDIKAN

Konflik batin dialami sejumlah siswa SMA beberapa menit setelah mendengarkan pelajaran tentang nilai-nilai moral. Dalam ruang kelas, guru memperkenalkan dan mengajarkan nilai saling menghargai, menghormati sesama, menghindari tindak kekerasan, hidup jujur, dan berlaku adil.

Di luar kelas, mereka menyaksikan peristiwa perendahan martabat manusia, tawuran antarrekan pelajar, pemuda mengejek pemudi yang sedang lewat, tindak kekerasan oleh preman, oknum penguasa, korupsi di depan umum (bdk. Seminar Perguruan MTB "Kecerdasan Emosional dan Penanaman Nilai-nilai Moral dalam Konteks Pembelajaran Siswa"di Pontianak, 17-18/10/ 2003).

Kontradiksi dan disintegrasi antara pendidikan nilai moral di ruang sekolah (kadang nilai ini tidak pernah ditanamkan!) dan keadaan dalam masyarakat muncul karena beberapa alasan.

Pertama, penanaman nilai moral dalam dunia pendidikan formal umumnya masih berupa seperangkat teori mentah, terlepas dari realitas hidup masyarakat. Kurang digali akar terjadinya diskoneksitas antara penanaman nilai moral dan praksis hidup moral dalam masyarakat.

Kedua, sebagai lembaga formal yang menyiapkan peserta didik untuk bertindak dan mentransformasi diri sesuai nilai-nilai moral, ternyata sekolah belum memiliki jaringan kerja sama yang erat dengan keluarga asal peserta didik, lembaga pemerintah, nonpemerintah, dan seluruh masyarakat.

Ketiga, adanya kesenjangan pandangan hidup antara mereka yang menjunjung tinggi dan melecehkan pesan moral dalam hidup sosial sehari-hari. Masih tumbuh subur kelompok sosial yang menghalalkan dan merestui segala cara dan jalan mencapai sasaran yang digariskan.

Nilai-nilai moral yang perlu disosialisasikan dan diterapkan di masyarakat kita dewasa ini umumnya mencakup:

Pertama, kebebasan dan otoritas:

kebebasan memiliki makna majemuk dalam proses pendidikan formal, nonformal, dan informal. Selama hayat dikandung badan, tak seorang pun memiliki kebebasan mutlak. Manusia perlu berani untuk hidup dan tampil berbeda dari yang lain tanpa melupakan prinsip hidup dalam kebersamaan. Kebebasan manusia pada hakikatnya bukan kebebasan liar, tetapi kebebasan terkontrol. Kebebasan tanpa tanggung jawab mengundang pemegang

(8)

roda pemerintahan dalam republik ini untuk menyelewengkan kuasa mereka demi kepentingan terselubung mereka. Kekuasaan yang seharusnya diterapkan adalah kekuasaan nutritif yang menyejahterakan hidup rakyat banyak;

Kedua, kedisiplinan merupakan salah satu masalah akbar dalam proses membangun negara ini.

Kedisiplinan rendah! Sampah bertebaran, para pemegang kuasa menunjukkan posisi mereka dengan menggunakan "jam karet", aturan lalu lintas tak pernah sungguh-sungguh ditaati, tidak sedikit polantas hanya duduk-duduk di bawah pondok di sudut dan mengintai pelanggar lalu lintas; kedisiplinan mengatur lalu lintas memprihatinkan; banyak oknum disiplin dalam tindak kejahatan, seperti korupsi; kedisiplinan dalam penegakan hukum positif terasa lemah sehingga kerusuhan sosial sering terulang di beberapa tempat.

Ketiga, nurani yang benar, baik, jujur, dan tak sesat berperan penting dalam proses sosialisasi nilai moral dalam negara kita.

Hati nurani perlu mendapat pembinaan terus-menerus supaya tak sesat, buta, dan bahkan mati. Para pemegang roda pemerintahan negara kita, para pendidik, peserta didik, dan seluruh anasir masyarakat seharusnya memiliki hati nurani yang terbina baik dan bukan hati nurani "liar" dan sesat. Keadaan sosial negara kita kini adalah cermin hati nurani anak-anak bangsa. Penggelapan dan permainan uang oleh pegawai-pegawai pajak, "pembobolan" uang di bank menunjukkan nurani manusia yang kian korup (bdk. John S Brubacher, Modern Philosophies of Education, New York: McGraw-Hill Book Company, 1978).

Ternyata bukan tanpa halangan untuk menjalankan pendidikan nilai-nilai moral di tengah kurikulum pendidikan formal yang terasa "mencekik". Bagaimanakah seorang pendidik bisa menanamkan nilai moral dalam sebuah kurikulum demikian? Ada beberapa kemungkinan. Pertama, terbuka peluang bagi pendidik untuk menggali dan menanamkan nilai-nilai moral di bidang pelajaran yang dipegang selama ini. Kedua, pendidik bisa menyisipkan ajaran tentang nilai moral melalui mitos-mitos rakyat. Ketiga, kejelian/kreativitas pendidik menggali identitas nilai moral.

Jelas, penanaman nilai-nilai moral dalam dunia pendidikan formal sama sekali tak bersifat otonom, tetapi selalu terkait dunia lain di luar lingkaran dunia pendidikan formal. Lingkungan keluarga, pengusaha, RT, lurah, camat, bupati, wali kota, gubernur, penagih pajak, imigrasi, polisi, tentara, jaksa, pengadilan (negeri, tinggi), Mahkamah Agung, kabinet, dan presiden seharusnya memiliki dan menghidupi perilaku yang benar-benar mendukung proses penanaman, penerapan, dan sosialisasi nilai-nilai moral yang digalakkan para pendidik. Pemerintah dan masyarakat diharapkan menjadi sekolah yang dapat mensosialisasikan (terutama dalam arti menghidupi) pendidikan nilai-nilai moral.

(9)

C. Nilai Sosial Pendidikan

Beranjak dari berbagai pemahaman mengenai paradigma pengajaran, hingga saat ini saya belum ingin mengatakan pengajaran itu sebagai pendidikan, Indonesia saat ini dalam kaitannya dengan proses transformasi nilai-nilai etika lingkungan, perlu kiranya kita menengok ke dalam diri kita, mengingat kembali pengalaman-pengalaman saat kita diajar. Sejauh ini, pola pengajaran pada lembaga-lembaga pengajaran di Indonesia cenderung mengarahkan peserta ajar untuk sekadar tahu dan hapal mengenai hal-hal yang berkenaan dengan lingkungan agar hasil ujiannya baik.

Pada sebuah diskusi mengenai adaptasi perubahan iklim melalui sektor pendidikan di Bogor beberapa waktu yang lalu, seorang peserta diskusi memaparkan pengalamannya belajar di sebuah institusi perguruan tinggi yang banyak mengajarkan tentang aspek-aspek lingkungan, namun dia merasa sistem pengajaran yang diterapkan di perguruan tinggi tersebut belum, bila tidak ingin dikatakan tidak, mampu menumbuhkan dan mengembangkan kepekaan dan kesadaran peserta ajar pada lingkungan walaupun ilmu-ilmu yang diajarkan adalah ilmu-ilmu-ilmu-ilmu yang berkaitan dengan lingkungan. Lalu apa dan atau siapa yang salah? Objektifikasi peserta ajar, ketidakmampuan pengajar dalam mentransformasi nilai-nilai etika lingkungan, sistem pengajaran, atau kurikulumnya yang salah?

Objektifikasi peserta ajar. Hal ini dimengerti bahwa selama ini, peserta ajar adalah objek atas transfer ilmu dari subjek yang bernama pengajar. Peserta ajar ,saat ini, jarang sekali dilibatkan dalam diskusi-diskusi atau diajak berdiskusi mengenai hal-hal yang mengarah pada pengembangan kreatifitas, kekritisan, dan kesadaran peserta ajar atas contoh- contoh kasus yang, harapannya, disampaikan oleh pengajar. Pengajar seperti melakukan teater monolog di mana peserta ajar duduk termangu menonton pengajarnya bermonolog.

Ketidakmampuan pengajar dalam mentransformasikan nilai-nilai etika lingkungan. Tingkat kepakaran pengajar pada suatu bidang kadang kala membuat sang pengajar enggan untuk mentransformasikan hal-hal di luar bidang yang dikuasainya, terlebih lagi hal itu dianggap bertentangan dengan bidang yang digelutinya selama ini. Selain itu, hal tersebut pun terjadi karena sang pengajar pun belum memperoleh pengetahuan, atau belum mengaktualisasikan, nilai-nilai etika lingkungan, sehingga tentunya ia tidak mampu untuk mentransformasikan nilai-nilai etika lingkungan kepada peserta ajar.

Sistem pengajaran. Sebagaimana telah dijelaskan pada pengantar tulisan ini, sistem pengajaran di Indonesia saat ini hanya mampu membentuk peserta ajar menjadi robot-robot

(10)

di mana orangtua sebagai pengendalinya dan pengajar sebagai benda yang memancarkan gelombang (kurikulum) untuk akhirnya ditangkap oleh sensor yang ada di otak peserta ajar. Akan baik kiranya bila orang tua mengarahkan anaknya untuk mengembangkan, kepekaan, kesadaran, wawasan dan kreatifitas anaknya terhadap nilai-nilai lingkungan dan didorong pula oleh pengajar dengan memberikan materi yang merangsang peserta ajarnya untuk kritis dan kreatif. Namun pada kenyataannya, saat ini hal itu masih sangatlah jarang ditemui, apalagi bila kita melihat di sekolah-sekolah maupun perguruan-perguruan tinggi negeri.

Kurikulumnya yang salah? Lancang memang bila saya memasuki wilayah yang notabene dikuasai oleh pemerintah dan lebih lancang lagi sepertinya bila saya menganggap kesalahan kurikulum ini adalah kesalahan pemerintah. Penandatanganan nota kesepahaman antara Menteri Lingkungan Hidup dengan Menteri Pendidikan Nasional tentang Pembinaan dan Pengembangan Pendidikan Lingkungan Hidup pada tanggal 3 Juni 2005 merupakan langkah awal yang baik dilakukan oleh pemerintah sebagai langkah awal terintegrasinya nilai-nilai etika lingkungan ke dalam kurikulum pendidikan nasional. Namun perlu kita ingat bahwa apapun kebijakan pemerintah yang dibuat, bila tidak diselaraskan dengan pencerabutan keadaan struktural sistem pendidikan Indonesia yang telah begitu mengakar dan sulit diubah, tidak akan mampu mengubah paradigma pendidikan Indonesia yang masih hanya mengedepankan transfer pengetahuan hingga saat ini.

D. Pergeseran Nilai Pendidikan

“Tidak semua yang dapat menghitung dapat dihitung, dan tidak semua yang dapat dihitung dapat menghitung.”(Einstein)

Apa sebenarnya tujuan utama siswa sekolah menempuh ujian? mendapat kelulusan? pasti. Mendapatkan nilai yang tinggi? Tentu.Di belahan dunia manapun ketika seorang siswa menempuh ujian, 2 hal diataslah yang mereka cari.

Tetapi adakah relevansi antara nilai dengan mutu pendidikan?Secara rasio jelas ada. Ketika seorang siswa mampu mendapatkan nilai bagus dalam ujian, dirinya akan dianggap berhasil.Setuju.Tetapi ketika seorang siswa tidak mampu mendapatkan nilai yang bagus dan kemudian serta merta di sebut gagal, tentu hal ini tidak bisa diterima begitu saja.

Ketika pendidikan hanya sebatas ukuran numerik, maka pendidikan sudah tidak ada arti lagi. Ilmu menjadi barang mati yang tiada guna. Karena sudah menjadi barang mati maka yang ada adalah kecurangan dan kecurangan.Siswa seperti diajak berjuang untuk mendapatkan sebuah benda yang tidak ada artinya, hingga dihalalkan segala cara untuk meraihnya dan setelah diraih dibuang begitu.

(11)

Pendidikan adalah jiwa, pendidikan adalah norma, pendidikan adalah batu asah yang mengkilapkan mutiara bakat yang bersembunyi di dalam diri siswa. Ilmu itu yang akan mengeksistensikan dirinya sebagai anggota keluarga, warga masyarakat, warga bangsa dan dunia. Bukan sekedar deretan angka-angka mati yang tercatat dalam sertifikat kelulusan. Jauh lebih dari sekedar itu. Tubuh boleh hancur oleh kematian tetapi ilmu tidak. Ilmu tidak akan mati selama ilmu itu masih terpakai di dunia.

Seorang Thomas Alva Edison bukanlah seorang yang bernilai tinggi di sekolahnya.Pada masa kecilnya di Amerika Serikat, Edison selalu mendapat nilai buruk. Oleh karena itu ibunya memberhentikannya dari sekolah dan mengajar sendiri di rumah. Atau Albert einstein, dia tergolong sebagai siswa yang lambat di sekolahnya. Tetapi lihat, apa yang sudah mereka hasilkan? mereka ‘gagal’ di sekolah dan menjadi orang yang sangat berjasa di dunia. Sampai sekarang penemuannya terus dipakai orang.

Pergeseran nilai. Saya sebut gejala seperti ini dengan pergeseran nilai. Pergeseran nilai pendidikan dari ilmu menjadi sekedar teori dan angka. Yang para siswa kejar sekarang ini adalah angka, bukan ilmu.

Gejala pergeseran nilai seperti ini bukan hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di negara-negara maju seperti Jepang, Eropa atau Amerika yang notabene sudah berpengalaman mencetak ilmuwan-ilmuwan bertaraf dunia. Pergeseran nilai ini mengakibatkan guncangan yang dahsyat dalam dunia pendidikan. Materialisme adalah contoh nyata dari dampak adanya goncangan ini yang selanjutnya disusul dengan perubahan mental anak didik, semula ia berangkat dari rumah untuk mengejar ilmu berubah niat menjadi pengejar nilai. Yang berbahaya lagi hal seperti ini tidak disadarinya, bahkan oleh orang tuanya sekalipun, mungkin karena tren jaman sudah seperti itu keadaannya. Kasus-kasus depresif pembantaian pelajar di sekolah yang dilakukan oleh seorang siswa yang biasanya kemudian disusul bunuh diri si pelaku atau kasus bunuh diri pelajar-pelajar Jepang yang kian mengkhawatirkan adalah juga dampak dari goncangan karena pergeseran nilai yang sedang terjadi.

Bukannya mau menafikan peranan pendidikan sebagai unsur pencetak ilmu pengetahuan, namun ketika pergeseran-pergeseran nilai seperti ini terjadi kita wajib merasa khawatir akan dunia pendidikan kedepan. Melihat pada sisi lain dari sekolah sebagai sarana pendidikan adalah hal yang sudah saatnya harus kita lakukan sekarang saya rasa. Jangan sampai pendidikan justru menjadi tempat awal tumbuhnya nilai-nilai asusila dan kecurangan dalam diri anak. Kebesaran hati dan penanaman kepahaman yang mendalam dan kontinyu tentang ilmu kepada anak adalah suatu tindakan yang mestinya harus dilakukan orang tua terhadap anak saat ini. Jangan sampai ilmu kehilangan esensi hakikat

(12)

dalam diri anak didik. Pengajar, pemerintah dan orang tua mempunyai tanggung jawab yang besar akan ini.

Daftar refrensi

http://23veranita.blogspot.com/2008/07/nilai-nilai-pendidikan.html http://umum.kompasiana.com/2009/04/22/pergeseran-nilai-pendidikan/

(13)

PEMBAHASAN 2 LEMBAGA SEKOLAH

A. Pengertian Sekolah

Sekolah adalah sebuah lembaga yang dirancang untuk pengajaran siswa (atau "murid") di bawah pengawasan guru. Sebagian besar negara memiliki sistem pendidikan formal, yang umumnya wajib. Dalam sistem ini, siswa kemajuan melalui serangkaian sekolah. Nama-nama untuk sekolah-sekolah ini bervariasi menurut negara (dibahas pada bagian Daerah di bawah), tetapi umumnya termasuk sekolah dasar untuk anak-anak muda dan sekolah menengah untuk remaja yang telah menyelesaikan pendidikan dasar.

Sekolah merupakan sarana yang sengaja dirancang untuk melaksanakan pendidikan , seperti yang sudah dikemukakan bahwa karena kemajuan zaman keluarga tidak mungkin lagi memenuhi seluruh kebutuhan dan aspirasi generasi muda terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi. Semakin maju masyarakat , semakin penting peranan sekolah dalam mempersiapkan generasi muda sebelum masuk kedalam proses pembangunan masyarakat itu. Oleh karena itu sekolah sebagai pusat pendidikan mampu melaksanakan fungsi pendidikan secara optimal yaitu mengembangkan kemampuan meningkatkan mutu kehidupan dan martabat bangsa Indonesia.

Sekolah adalah lembaga tempat menghasilkan sumber daya manusia atau disebut pula dengan peserta didik atau murid. Tidak mungkin seorang pintar, pandai dan terampil jika tidak dididik, diajar dan dilatih oleh pendidik. Oleh karena itu, sekolah sebagai tempat mendidik di mana peserta didik tidak tahu menjadi tahu, tidak mengerti menjadi mengerti, tidak terampil menjadi terampil.

Melalui sumber daya sekolah, masyarakat dapat melatih diri untuk menjadi warga sosial dan warga masyarakat yang terus-menerus meningkatkan ilmu pengetahuan, sikap baru, dan keterampilannya untuk mencapai taraf hidup yang lebih baik. Di sanalah, nilai-nilai kehidupan pribadi dan masyarakat, peluang-peluang pengembangan diri, dan peningkatan produktivitas dapat digali dan dikembangkan.

Oleh karena itu, keberadaan sekolah hendaknya dapat dimaknai sebagai salah satu center of excellence terbentuknya manusia-manusia yang lebih kritis dan memiliki keterampilan untuk lebih berkembang. Dalam hal ini, sekolah dapat memberikan nilai tambah bagi semua pihak, baik orang tua peserta didik maupun masyarakat yang tinggal di sekitar sekolah. Mengingat fakta peran sekolah terbatas sebagai tempat pembelajaran dan pertemuan guru dan murid dalam ilmu-ilmu khusus semata, maka kita memerlukan revitalisasi makna strategis sekolah.

(14)

Oleh sebab itu, sekolah harus dimaknai secara luas, sehingga memberikan kesan, bahwa melalui sekolah memiliki misi untuk menjadi peserta didik, untuk dapat menjadi insan kamil. Sekolah sebagai wadah membentuk karakter pribadi, yang cerdas, pintar, kreatif, inovatif, berbudi pekerti, mandiri, penuh tanggungjawab. Jadi, kita mesti melakukan revitalisasi terhadap sekolah, sehingga sekolah benar-benar menjadi lembaga otonom, yang tentunya menjadi tugas dan tanggungjawab komponen-komponen di dalamnya. Komponen-komponen yang ikut bertanggungjawab terhadap keberlangsungan dan kemajuan sekolah adalah kepala sekolah, guru, karyawan, peserta didik. Tentunya peran orang tua, masyarakat serta pemerintah akan menjadi faktor penentu di dalam keberlangsungan dan kemajuan sekolah.

Selain sekolah-sekolah inti, siswa di negara tertentu juga mungkin memiliki akses dan mengikuti sekolah-sekolah baik sebelum dan sesudah pendidikan dasar dan menengah. TK atau pra-sekolah menyediakan sekolah beberapa anak-anak yang sangat muda (biasanya umur 3-5 tahun). Universitas, sekolah kejuruan, perguruan tinggi atau seminari mungkin tersedia setelah sekolah menengah. Sebuah sekolah mungkin juga didedikasikan untuk satu bidang tertentu, seperti sekolah ekonomi atau sekolah tari. Alternatif sekolah dapat menyediakan kurikulum dan metode non-tradisional.

Ada juga sekolah non-pemerintah, yang disebut sekolah swasta. Sekolah swasta mungkin untuk anak-anak dengan kebutuhan khusus ketika pemerintah tidak bisa memberi sekolah khusus bagi mereka; keagamaan, seperti sekolah Islam, sekolah Kristen, hawzas, yeshivas dan lain-lain, atau sekolah yang memiliki standar pendidikan yang lebih tinggi atau berusaha untuk mengembangkan prestasi pribadi lainnya. Sekolah untuk orang dewasa meliputi lembaga-lembaga pelatihan perusahaan dan pendidikan dan pelatihan militer.

Dalam homeschooling dan sekolah online, pengajaran dan pembelajaran berlangsung di luar gedung sekolah tradisional.

B. Sarana Prasarana Sekolah

Ukuran dan jenis sekolah bervariasi tergantung dari sumber daya dan tujuan penyelenggara pendidikan. Sebuah sekolah mungkin sangat sederhana dimana sebuah lokasi tempat bertemu seorang pengajar dan beberapa peserta didik, atau mungkin, sebuah kompleks bangunan besar dengan ratusan ruang dengan puluhan ribu tenaga kependidikan dan peserta didiknya. Berikut ini adalah sarana prasarana yang sering ditemui pada institusi yang ada di Indonesia, berdasarkan kegunaannya:

(15)

Ruang belajar adalah suatu ruangan tempat kegiatan belajar mengajar dilangsungkan. Ruang belajar terdiri dari beberapa jenis sesuai fungsinya yaitu:

1) Ruang kelas atau ruang Tatap Muka, ruang ini berfungsi sebagai ruangan tempat siswa menerima pelajaran melalui proses interaktif antara peserta didik dengan pendidik, ruang belajar terdiri dari berbagai ukuran, dan fungsi.

2) Ruang Praktik/Laboratorium ruang yang berfungsi sebagai ruang tempat peserta didik menggali ilmu pengetahuan dan meningkatkan keahlian melalui praktik, latihan, penelitian, percobaan. Ruang ini mempunyai kekhususan dan diberi nama sesuai kekhususannya tersebut, diantaranya:

3) Laboratorium Fisika/Kimia/Biologi, 4) Laboratorium bahasa,

5) Laboratorium komputer, 6) Ruang keterampilan, dll

Kantor

Ruang kantor adalah suatu tempat dimana tenaga kependidikan melakukan proses administrasi sekolah tersebut, pada institusi yang lebih besar ruang kantor merupakan sebuah gedung terpisah.

Perpustakaan

Sebagai satu institusi yang bergerak dalam bidang keilmuan, maka keberadaan perpustakaan sangat penting.Untuk meminjam buku, murid terlebih dahulu harus mempunyai kartu peminjaman agar dapat meminjam sebuah buku.

Halaman/Lapangan

Merupakan area umum yang mempunyai berbagai fungsi diantaranya: 1) tempat upacara

2) tempat olahraga

3) tempat kegiatan luar ruangan 4) tempat latihan

5) tempat bermain/beristirahat

Ruang lain

(16)

2) Ruang organisasi peserta didik (OSIS, Pramuka, Senat Mahasiswa, dll) 3) Ruang Komite

4) Ruang keamanan

5) Ruang produksi, penyiaran dll.

Sekolah menurut status

Menurut status sekolah terbagi dari:

1) Sekolah negeri, yaitu sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah, mulai dari sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas, dan perguruan tinggi.

2) Sekolah swasta, yaitu sekolah yang diselenggarakan oleh non-pemerintah/swasta, penyelenggara berupa badan berupa yayasan pendidikan yang sampai saat ini badan hukum penyelenggara pendidikan masih berupa rancangan peraturan pemerintah.

C. Fungsi dan Peranan Sekolah

1. Fungsi Lembaga Sekolah

1) Mengembangkan kecerdasan pikiran dan memberikan pengetahuan anak didik 2) Spesialisasi dalam bidang pendidikan dan pengajaran

3) Efisiensi. Pendidikan dilakukan dalam program yang tertentu dan sistematis, juga jumlah anak didik dalam jumlah besar akan memberikan efisiensi bagi pendidikan anak dan juga bagi orang tua.

4) Sosialisasi, yaitu proses perkembangan individu menjadi makhluk sosial yang mampu beradaptasi dengan masyarakat.

5) Konservasi dan transmisi kultural, yaitu pemeliharaan warisan budaya. Dapat dilakukan dengan pencarian dan penyampaian budaya pada anak didik selaku generasi muda.

6) Transisi dari rumah ke masyarakat. Sekolah menjadi tempat anak untuk melatih berdiri sendiri dan tanggung jawab anak sebagai persiapan untuk terjun ke masyarakat. Adapun fungsi sekolah sebagai lembaga pendidikan antara lain :

(17)

Sekolah mempersiapkan anak untuk suatu pekerjaan , dan diharapkan anak yang telah menyelesaikan sekolahnya dapat melakukan sesuatu pekerjaan atau paling tidak sebagai dasar dalam mencari pekerjaan.

1) Sekolah memberikan ketrampilan dasar

2) Sekolah membuka kesempatan memperbaiki nasib 3) Sekolah menyediakan tenaga pembangunan 4) Sekolah membentuk manusia sosial

Peranan Lembaga Sekolah

1) Tempat anak didik belajar bergaul, baik sesamanya, dengan guru dan dengan karyawan.

2) Tempat anak didik belajar mentaati peraturan sekolah.

3) Mempersiapkan anak didik untuk menjadi anggota masyarakat yang berguna bagi agama, bangsa dan agama.

2. Tanggung Jawab Sekolah

1) Tanggung jawab formal kelembagaan sesuai dengan fungsi dan tujuan yang ditetapkan menurut ketentuan yang berlaku.

2) Tanggung jawab keilmuan berdasarkan bentuk, isi, tujuan dan tingkat pendidikan. 3) Tanggung jawab fungsional adalah tanggung jawab profesional pengelola dan pelaksana pendidikan yang menerima ketetapan ini berdasarkan ketentuan jabatannya.

Peran Lembaga Sekolah Dalam Mensukseskan Program Pendidikan 9 Tahun

Lembaga sekolah sebagai transformasi tempat penyelenggaraan proses mengajar yang didalamnya sudah dilengkapi dengan kurikulum, guru, sumber, sarana dan prasarana dituntut berperan lebih besar dalam upaya menyukseskan wajib belajar sembilan tahun tersebut. Tetapi harus ditemukan dahulu hambatan-hambatan terhadap lajunya program tersebut, selanjutnya setelah ditemukan hambatan-hambatan dalam program wajib belajar sembilan tahun, maka perlu adanya tindakan-tindakan untuk mencari jalan keluar yang tepat guna dan berhasil guna.

Dibawah ini ada beberapa pendekatan yang dapat ditempuh oleh lembaga-lembaga sekolah terutama guru-guru yang mungkin dapat membantu menyukseskan program tersebut, diantaranya :

(18)

1) Memperkenalkan program wajib belajar sembilan tahun kepada murid dan orang tua dengan jelas sehingga mereka mengerti maksud dan tujuannya.

2) Memperkenalkan jalur pendidikan formal sejak TK sampai perguruan tinggi, termasuk perbedaan dan penggolongan sekolah dasar, sekolah menengah, sekolah menengah umum dan kejuruan, perbedaan akademi, institute, dan universitas.

3) Memperkenalkan tujuan tiap-tiap jenjang pendidikan dengan sederhana tapi jelas. 4) Memperkenalkan pendidikan seumur hidup ( long life education ) kepada murid-murid dengan maksud dan tujuannya.

5) Perlu adanya kekompakan dan persamaan persepsi antara semua personal sekolah dalam memberikan arahan kepada murid dan dilakukan secara terus menerus.

6) Mengusahakan agar semua murid bergairah dalam belajar dengan jalan mengajar yang tepat yang disajikan dengan segar sehingga terhindar dari anak-anak yang mendapat kesulitan dalam belajar, lebih-lebih anak-anak yang membenci pelajaran dan gurunya.

7) Memberikan perhatian khusus kepada anak-anak yang kemungkinan besar tidak melanjutkan sekolah dengan jalan memberikan rangsangan ( stimulus ) dan semangat ( motivasi ) serta mengadakan pendekatan kepada orang tuanya.

8) Memberikan jalan keluar kepada anak-anak yang setelah melalui berbagai macam cara tidak dapat melanjutkan pendidikannya ke sekolah formal. Mereka dapat diarahkan ke pesantren-pesantren , mengikuti kursus-kursus keterampilan dan lain sebagainya. 9) Tidak terlalu membebankan pembiyayaan kepada anak-anak yang perekonomian orang tuanya di bawah standar, terutama dalam pembayaran sumbangan pembiyayan pendidikan ( SPP ) apalagi sekarang sudah disumbang oleh pemerintah yang disebut dana BOS ( bantuan operasi Sekolah ).

Daftar refrensi http://id.wikipedia.org/wiki/Sekolah http://www.balinter.net/news_226_Peranan_sekolah_di_dalam_Pendidikan.html http://meetabied.wordpress.com/2009/10/30/fungsi-dan-peranan-lembaga-pendidikan/ http://lalansupiani.wordpress.com/2008/09/13/peranan-guru-sebagai-direktur-belajar/ http://www.riaumandiri.net/rm/index.php? option=com_content&view=article&id=61:peran-strategis-sekolah&catid=64:cakap-lepas 2010

(19)

PEMBAHASAN 3

TEORI-TEORI DALAM PSIKOLOGI KEPRIBADIAN

PENGERTIAN KEPRIBADIAN

1. Pengertian kepribadian secara umum

Kepribadian (personality) bukan sebagai bakat kodrati, melainkan terbentuk oleh proses sosialisasi. Kepribadian merupakan kecenderungan psikologis seseorang untuk melakukan tingkah laku social tertentu, baik berupa perasaan, berpikir, bersikap, dan berkehendak maupun perbuatan. Definisi kepribadian menurut beberapa ahli antara lain sebagai berikut

2. Pengertian kepribadian menurut pengertian sehari-hari

Lambat laun kata persona (personality) berubah istilah yang mengacu pada gambaran sosial tertentu yang diterima individu dari kelompok atau masyarakat. Sehingga kemudian individu diharapkan akan berperilaku sesuai dengan peran atau gambaran sosial yang diterimanya. Pengertian ini biasanya muncul dengan ungkapan seperti: “Didi berkepribadian pahlawan.” Atau “Dewi berkepribadian kartini sejati.” Disamping itu kepribadian sering diartikan dengan ciri-ciri yang menonjol pada diri individu, seperti kepada orang yang pemalu dikenakan atribut “berkepribadian pemalu”. Kepada orang supel diberikan atribut “berkepribadian supel” dan kepada orang yang plin-plan, pengecut, dan semacamnya diberikan atribut “tidak punya kepribadian”.

3. Pengertian kepribadian menurut para ahli

a. Menurut Horton (1982)

Kepribadian adalah keseluruhan sikap, perasaan, ekspresi dan temparmen seseorang. Sikap perasaan ekspresi dan tempramen itu akan terwujud dalam tindakan seseorang jika di hadapkan pada situasi tertentu. Setiap orang mempunyai kecenderungan prilaku yang baku, atau pola dan konsisten, sehingga menjadi ciri khas pribadinya.

b. Menurut Schever Dan Lamm (1998)

Mendevinisikan kepribadian sebagai keseluruhan pola sikap, kebutuhan, ciri-ciri kas dan prilaku seseorang. Pola berarti sesuatu yang sudah menjadi standar atau baku,

(20)

sehingga kalau di katakan pola sikap, maka sikap itu sudah baku berlaku terus menerus secara konsisten dalam menghadapai situasi yang di hadapi.

c. Yinger

Kepribadian adalah keseluruhan perilaku dari seorang individu dengan system kecenderungan tertentu yang berinteraksi dengan serangkaian instruksi.

d. M.A.W Bouwer

Kepribadian adalah corak tingkah laku social yang meliputi corak kekuatan, dorongan, keinginan, opini dan sikap-sikap seseorang.

e. Cuber

Kepribadian adalah gabungan keseluruhan dari sifat-sifat yang tampak dan dapat dilihat oleh seseorang.

f. Theodore R. Newcombe

Kepribadian adalah organisasi sikap-sikap yang dimiliki seseorang sebagai latar belakang terhadap perilaku.

Zaman ini, pada umumnya orang tidak dapat melakukan segala sesuatu dengan kepribadianya sendiri tetapi kepribadian itu sangat di pengaruhi oleh kebudayaan.

Salah satu contoh yang membuktikan bahwa kepribadian di pengaruhi oleh kebudayaan adalah, dulu masyarakat Indonesia pada umumnya tidak pernah mengenakan pakayan seksi, sangat sopan santun ketika bertemu atau akan melewati depan orang yang lebih tua dan sangat menjaga perasaan orang lain Hal ini di laksanakan tampa ada peraturang namun dengan kesadaran daripada pribadi seseorang. Tetapi yang kita temukan sekarang adalah, banyaka sekali perilaku yang terjadi dan itu sangat bertentangan dengan kepribadian seseorang pada zaman dulu, ini semua terjadi karena pemanasan global dan perkembangan budaya atau pertukaran budaya antar suatu kelompok suku, bangsa, bahasa, dan benua dapat mempengaruhi kepribadian seseorang.

KEPRIBADIAN ANAK

Kepribadian adalah kumpulan karakter yang ada dalam diri setiap orang yang membedakan satu orang dengan lainnya. Kepribadian ini akan berpengaruh pada cara seseorang berpkir,bersikap dan bertindak. Kepribadian diyakini telah ada dalam dirisejak lahir dan kemudian berkembang dalam interaksi dengan lingkungan. Pembentukan gaya pribadi merupakan hasil pengaruh dari percampuran dua factor,yakni genetic dan

(21)

lingkungan. Karenanya,hal tersebut bisa diamati sejak bayi. Selanjutnya perkembangan karakteristik itu sangat bergantung pada respons lingkungan. Bila memberikan respons positif, tentu saja gaya pribadi ini akan dipertahankan. Sebaliknya bila negative,si individu cenderung akan menggunakan gaya pribadi dari pasangan sebaliknya.

1. Ekstrover (E): Si Banyak Bicara

Bila anda lebih memilih memerhatikan dunia luar seperti orang-orang,kegiatan dan benda-benda,anda termasuk si ekstrover. Karena itu,para ekstrover mendapatkan energi dari kebersamaan dengan orang lain dan ikut terlibat dalam kegiatan. Semakin sering dilakukan,si ekstrover semakin bersemangat,energinya pun semakin besar. Hal sebaliknya akan terjadi bila si ekstrover harus berada dalam situasi sendiri. Mereka yang ekstrover terlihat dari cirri-cirinya yang ramah dan mudah bergaul,antusias,menikmati interaksi,memahami dunia dengan mengalami,suka bicara dan diskusi,bahkan kerap menuturkan pemikirannya lewat bicara,karenanya dikenal sebagai si banyak bicara.

2. Introver(I): Si Perenung

Sebaliknya bila focus perhatian anda adalah dunia di dalam diri berupa konsep-konsep dan ide,anda termasuk si introver.Orang-orang introvert mendapatkan energinya bila mereka diizinkan untuk sendiri dan melakukan hal-hal yang terkait dengan perenungan atau pemikiran sendiri.Interaksi dengan banyak orang sekaligus akan membuat si introvert merasa kehabisan energi.Karena itu sikap-sikap yang tampak dari si introvert adalah lebih suka melakukan segala sesuatunya sendiri,banyak berpikirsebelum bertindak atau berbicara,lebih suka menuangkan pikiran dan perasaannya tanpa bicara,dan menikmati kegiatan merenung,maka ia dikenal sebagai si perenung. Meski saling berlawanan,pasangan dimensi ini saling membutuhkan. Ekstrover membutuhkan introvert untuk melihat hal yang lebih mendalam dari suatu konsep dan memikirkan segala kemungkinan sebelum bertindak. Sementara introvert membutuhkan ekstrover untuk dapat lebih cepat bertindak dan melakukan banyak hal sekaligus.

A. STRUKTUR KEPRIBADIAN

Menurut Freud, kehidupan jiwa memiliki tiga tingkat kesadaran, yakni sadar

(Conscious), pra sadar (Preconscious), dan tidak sadar (Unconscious). Alam sadar

adalah apa yang anda sadari pada saat tertentu, penginderaan langsung, ingatan, persepsi, pemikiran, fantasy, perasaan yang anda miliki. Terkait erat dengan alam sadar ini adalah apa yang dinamakan Freud dengan alam pra sadar, yaitu apa yang kita sebut dengan saat ini dengan ‘kenangan yang sudah tersedia’ (available memory), yaitu segala sesuatu yang dengan mudah dapat di panggil ke alam sadar, kenangan-kenangan yang walakupun tidak

(22)

anda ingat waktu berpikir, tapi dapat mudah dengan mudah dipanggil lagi. Adapun bagian terbesar adalah alam bawah sadar (Unconscious mind). Bagian ini mencakup segala sesuatu yang sangat sulit dibawa ke alam bawah sadar, seperti nafsu dan insting kita serta segala sesuatu yang masuk ke situ karena kita tidak mampu menjangkaunya, seperti kenangan atau emosi-emosi yang terkait dengan trauma.

Id (Is [Latin], atau es [Jerman]) Id adalah kepribadian yang dibawa sejak lahir. Dari Id ini akan muncul ego dan super-ego. Saat dilahirkan, Id berisi semua aspek psikologis yang diturunkan, seperti insting, impuls dan drive. Id berada dan beroperasi dalam daerah unconscious, mewakili subyektifitas yang tidak pernah disadari sepanjang usia. Id berhubungan erat dengan proses fisik untuk mendapatkan enerji psikis yang digunakan untuk mengoperasikan sistem dari struktur kepribadian lainnya. Id beroperasi berdasarkan prinsip kenikmatan (pleasure principle), yaitu : berusaha memperoleh kenikmatan dan menghindari rasa sakit. Bagi Id, kenikmatan adalah keadaan yang relatif inaktif atau tingkat energi yang rendah, dan rasa sakit adalah tegangan atau peningkatan energi yang mendambakan kepuasan. pleasure principle diproses dengan du acara, tindak refleks (refllex actions) dan proses primer (primary process). Tindak refleks adalah reaksi otomatis yang dibawa sejak lahir seperti mengejabkan mata-dipakai untuk menangani kepuasan rangsang sederhana dan biasanya dapat segera dilakukan. Proses primer adalah reaksi membayangkan/ mengkhayal sesuatu yang dapat mengurangi atau menghilangkan tegangan-dipakai untuk menangani stimulus kompleks, seperti bayi yang lapar membayangkan makanan atau punting ibunya.

Id hanya mampu membayangkan sesuatu, tanpa mampu membedakan khayalan itu dengan kenyataan yang benar-benar memuaskan kebutuhan. Id tidak mampu membedakan yang benar dan yang salah, tidak tahu moral. Jadi harus dikembangkan jalan memperoleh khayalan itu secara nyata, yang memberikan kepuasan tanpa menimbulkan ketegangan baru khususnya masalah moral. Alasan ini lah yang kemudian membuat Id memunculkan ego.

The Ego (Das Ich [Jerman]), ego berkembang dari Id agar orang mampu menangani realitas; sehingga ego beroperasi mengikuti prinsip realita (reality principle); usaha memperoleh kepuasan yang dituntut Id dengan mencegah terjadinya tegangan baru atau menunda kenikmatan sampai ditemukan obyek yang nyata-nyata dapat memuaskan kebutuhan. Ego adalah eksekutif (pelaksana) dari kepribadian, yang memiliki dua tugas utama; pertama, memilih stimulasi mana yang hendak direspon dan atau insting mana yang akan dipuaskan sesuai dengan prioritas kebutuhan. Kedua, menentukan kapan dan bagaimana kebutuhan itu dipuaskan sesuai dengan tersedianya peluang yang resikonya minimal. Dengan kata lain, ego sebagai eksekutif kepribadian berusaha memenuhi kebutuhan Id sekaligus juga memenuhi kebutuhan moral dan kebutuhan

(23)

perkembangan-mencapai-kesempurnaan dari superego. Ego sesungguhnya bekerja untuk memuaskan Id, karena itu ego yang tidak memiliki enerji sendiri untuk akan memperoleh enerji dari Id.

The Superego (Das Ueber Ich[Jerman]), adalah kekuatan moral dan etik dari kepribadian, yang beroperasi memakai prinsip idealistic (idealistic principle) sebagai lawan dari prinsip kepuasan Id dan prinsip realistik dari ego. Superego berkembang dari ego, dan seperti ego dia tidak mempunyai enerji sendiri. Sama dengan ego, superego beroperasi di tiga daerah kesadaran. Namun berbeda dengan ego, dia tidak mempunyai kontak dengan dunia luar (sama dengan Id) sehingga kebutuhan kesempurnaan yang dijangkaunya tidak realistik (Id tidak realistik dalam memperjuangkan kenikmatan).

Prinsip idealistic mempunyai dua subprinsip, yakni conscience dan ego-ideal. Superego pada hakekatnya merupakan elemen yang mewakili nilai-nilai orang tua atau interpretasi orang tua menangani standart sosial, yang diajarkan kepada anak melalui berbagai larangan dan perintah. Apapun tingkah laku yang dilarang, dianggap salah, dan dihukum oleh orang tua, akan diterima menjadi suara hati (conscience), yang berisi apa saja yang tidak boleh dilakukan. Apapun yang disetujui, dihadiahi dan dipuji orang tua akan diterima menjadi standar kesempurnaan atau ego idea, yang berisi apa saja yang seharusnya dilakukan. Proses pengembangan konsensia dan ego ideal, yang berarti menerima standar salah dan benar itu disebut introyeksi (introjection). Sesudah menjadi introyeksi, kontrol pribadi akan mengganti kontrol orang tua.

Superego bersifat nonrasional dalam menuntut kesempurnaan, menghukum dengan kesalahan ego, baik yang telah dilakukan maupun baru dalam fikiran. Paling tidak ada 3 fungsi dari superego; (1) mendorong ego menggantikan tujuan-tujuan realistik dengan tujuan-tujuan moralistic, (2) memerintah impuls Id, terutama impuls seksual dan agresif yang bertentangan dengan standart nilai masyarakat, dan (3) mengejar kesempurnaan.

B. PENGERTIAN PSIKOLOGI KEPRIBADIAN

Kata personality dalam bahasa Inggris berasal dari bahasa Yunani kuno prosopon atau persona, yang artinya ‘topeng’ yang biasa dipakai artis dalam theater. Para artis itu bertingkah laku sesuai dengan ekspresi topeng yang dipakainya, seolah-olah topeng itu mewakili ciri kepribadian tertentu. Jadi konsep awal pengertian personality (pada masyarakat awam) adalah tingkah laku yang ditampakkan ke lingkungan social atau kesan mengenai diri yang diinginkan agar dapat ditangkap oleh lingkungan sosial.

(24)

Ada beberapa kata atau istilah yang oleh masyarakat diperlakukan sebagai sinonim kata personality, namun ketika istilah-istilah itu dipakai di dalam teori kepribadian diberi makna berbeda-beda. Istilah yang berdekatan maknanya antara lain :

• Personality (kepribadian); penggambaran perilaku secara deskriptif tanpa memberi nilai (devaluative)

• Character (karakter); penggambaran tingkah laku dengan menonjolkan nilai (benar-salah, baik-buruk) baik secara ekspilit maupun implisit.

• Disposition (watak); karakter yang telah dimiliki dan sampai sekarang belum berubah.

• Temperament (temperament); kepribadian yang berkaitan erat dengan determinan biologic atau fisiologik, disposisi hereditas.

• Traits (sifat); respons yang senada (sama) terhadap kelompok stimuli yang mirip, berlangsung dalam kurun waktu yang (relatif) lama.

• Type-Attribute (ciri): mirip dengan sifat, namun dalam kelompok stimulasi yang lebih terbatas.

• Habit (kebiasaan): respon yang sama cenderung berulang untuk stimulus yang sama pula.

Sampai sekarang, masih belum ada batasan formal personality yang mendapat pengakuan atau kesepakatan luas dilingkungan ahli kepribadian.

Masing-masing pakar kepribadian membuat definisi sendiri-sendiri sesuai dengan paradigma yang mereka yakini dan fokus analisis dari teori yang mereka kembangkan. Berikut adalah beberapa contoh definisi kepribadian:

MEMBENTUK KEPRIBADIAN DIRI

Kepribadian dalam diri individu, baik ataupun buruk, dibentuk oleh beberapa factor. Menurut Roucek dan Warren, sosiolog Amerika, ada tiga faktor manpengaruhi pembentukankepribadian seorang individu, yaitu faktor biologis/fisik, psikologi/kejiwa an, dan sosiologi/lingkungan.

Faktor biologis/fisik adalah suatu faktor yang timbul secara lahiriah di dalam diri seorang individu. Contoh, seseorang yang dilahirkan dengan cacat fisik atau penampilannya kurang ideal, pasti ia akan rendah diri, pemalu, sukar bergaul, dan sifat minder lainnya. Ataupun sebaliknya.

Warisan biologis adalah semua hal yang di terima seseorang sebagai manusia melalui gen kedua orang tuanya atau sifat turunan dari kedua orang tua . Contohnya : ayah

(25)

Darwin adalah seseorang yang tidak suka banyak berbicara dan suka berdiam diri, maka sifat itu tampa di sadari di miliki juga oleh anaknya Samuel. Contoh lainya adalah ayah otis adalah seorang yang bentuk tubuhnya sangat tinggi dan lebar otomatis otispun akan bertumbuh ke hal yang sama.

Menurut sosiolog itu, faktor psikologi/kejiwaan, adalah suatu factor yang membentuk suatu kepribadian yang ditunjang dari berbagai watak, seperti, pemarah, pemalu, agresif, dan lain-lain. Contoh, temperamen pemarah jika dipaksa atau didesak untuk melakukan sasuatu yang tidak ia sukai, maka akan memuncak amarahnya.

Faktor sosiologi/lingkungan, adalah suatu faktor yang membentuk kepribadian seorang individu sesuai dengan kenyataan yang nampak pada kehidupan kelompok atau lingkungan masyarakat sekitarnya tempat ia berpijak. Contoh, seseorang yang lahir di lingkungan yang penuh solidaritas, pasti orang tersebut akan mempunyai kepribadian solider atau sikap pengertian terhadap sesama.

Pengaruh lingkungan atau fisik terhadap kepribadian manusia paling sedikit di bandingkan factor- factor lainya. Lingkungan fisik tidak mendorong terjadinya kepribadian khusus seseorang.

Ada pepatah mengatakan, “Jika kita hidup di kehidupan yang nyata dan jika menyelaminya pasti akan terbawa arus”. Jadi, jika seseorang hidup dalam beberapa factor pendukung pembentukan kepribadian tersebut, baik faktor tersebut memenuhi syarat maupun tidak, pasti sangat berdampak pada terbentuknya kepribadian individu tersebut.

Lingkungan Pertama Utama

Dalam keadaan normal, lingkungan pertama yang berhubungan dengan anak adalah orang tua, saudara-saudara, serta mungkin kerabat dekat yang tinggal serumah. Melalui lingkungan pertama, anak mengenal dunia sekitar dan pola pergaulan sehari-hari.

Agar proses sosialisasi dan pembentukan kepribadian anak menjadi baik, lingkungan pertama, khususnya orang tua, harus mengusahakan agar anak-anaknya selalu dekat dengan orang tua; memberikan pengawasan dan pengendalian yang wajar, sehingga jiwa anak tidak merasa tertekan; mendorong anak agar dapat membedakan yang benar dan salah, yang baik dan buruk, yang pantas dan tidak pantas; memperlakukan anak dengan baik; dan menasihati anak-anak jika melakukan kesalahan atau kekeliruan

Berhati-hatilah dalam membimbing anak. Sebab, apabila terjadi sesuatu yang berbeda dengan hal-hal itu, anak-anak akan mengalami kekecewaan. Sebuah kekecewaan yang bisa jadi begitu mendalam. Rasa kecewa ini bisa terjadi lantaran orang tua kurang memperhatikan anak-anaknya, karena terlalu sibuk; orang tua terlalu memaksakan

(26)

kehendak dan gagasannya kepada anak dengan ancaman sanksi, sehingga akan dirasakan oleh anak cukup berat, dan akhirnya anak akan menjadi tertekan jiwanya

Teman Bermain

Dalam lingkungan bermain, seorang anak belajar berinteraksi dengan orangorang yang sebaya. Pada tahap ini anak mempelajari aturan-aturan yang mengatur orang-orang yang kedudukannya sederajat. Dalam kelompok teman bermain ini anak mulai mempelajari nilai-nilai keadilan. Pada usia remaja, kelompok sepermainan itu berkembang menjadi persahabatan yang luas. Perkembangan itu, antara lain, disebabkan oleh remaja yang bertambah luas ruang lingkup pergaulannya, baik di sekolah maupun di luar sekolah.

Peranan positif dari kelompok persahabatan bagi perkembangan kepribadian remaja adalah mereka merasa aman dan merasa dianggap penting dalam kelompok persahabatan; dapat tumbuh dengan baik dalam kelompok persahabatan; mendapat tempat yang baik bagi penyaluran rasa kecewa, takut, khawatir, tertekan, gembira, dsb, yang mungkin tidak didapatkan di rumah.

Selain itu, mereka dapat mengembangkan keterampilan-keterampilan sosial yang berguna bagi kehidupan kelak; dan dapat bersikap dewasa karena pada umumnya kelompok ini mempunyai pola perilaku dan kaidah-kaidah tertentu.

Disamping peranan positif, ada pula kemungkinan timbulnya peranan negatif. Misal, melalui kelompok persahabatan yang dinamakan geng. Geng adalah kelompok sosial yang mempunyai kegemaran berkelahi atau membuat keributan. Bahkan tak jarang mereka terbuai oleh minuman keras dan obat terlarang. Kemungkinan terjadinya peran negatf senantasa harus ducegah, baik dari orang tua, guru dan siapa saja yang merasa bertanggung jawab atas masa depan yang baik dan benar bagi para remaja.

Sosialisasi Sekolah

Sekolah adalah tempat anak mempelajari hal-hal yang baru dan mulai membentuk suatu kepribadian pada diri mereka.

Di sekolah, seorang siswa akan mendapatkan pengajaran dan keterampilan yang bersifat positif. Tetapi, lingkungan sekolah yang kurang baik justru akan dapat mempersubur proses pengembangan kepribadian anak yang bersifat negatif.

Tidak semua sekolah memiliki kemampuan untuk melaksanakan proses pembekalan dalam anak didiknya dengan baik. Karenanya, selain guru, dalam proses pendidikan peran orang tua sangat besar. Mereka dapat mempengaruhi dan membentuk kepribadian anak

(27)

terbentuk oleh pengarahan lingkungan terhadap perilaku anak dari waktu ke waktu secara terus-menerus, termasuk sekolah sebagai lingkungan kedua tempat anak berinteraksi dan mengembangkan kemampuannya.

PROSES PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN

Proses pembentukan watak, karakter, perilaku dan sifat seseorang sebenarnya telah terawali ketika masih didalam kandungan.Ketika ibu mengandung bayi, saat itulah kontak batin dan lahiriah antara sang ibu dengan sang bayi sedang berlangsung.Ketika sang ibu berkata-kata kotor, suka memfitnah maka kontak batin itu telah tersalurkan kedalam diri sang bayi.

Ketika sang bayi telah terlahir, mulailah ia berinteraksi dengan lingkungan di mana ia berada. Pada saat ini pula, peran orang tua masih dominan terhadap perkembangan anaknya itu. Anak yang selalu dibimbing dengan akidah, akhlak yang baik tentunya akan memiliki perilaku yang berbeda dengan anak yang dibiarkan begitu saja mengikuti apa yang ada disekitarnya.

Ketika sang anak sudah menemukan teman sepermainan ( masa kanak-kanak), disinilah pengaruh yang diberikan oleh teman sepermainan akan mulai ikut mewarnai perkembangan kepribadian sang anak tersebut. Bila ia berinteraksi dengan anak-anak yang jauh dari nilai-nilai agama maka ia akan dengan mudah meyerap perilaku tersebut. Pada masa kanak-kanak ini proses imitasi dan identifikasi sangat menonjol dalam respon yang dilakukan oleh sang anak tersebut. Pada masa ini proses untuk menilai, mengontrol, memfilter belum dimiliki oleh sang anak tersebut. Maka pandai-pandailah orang tua dalam mengarahkan dan membimbing anaknya secara selektif untuk mencari teman sepermainannya. Bila proses imitasi dan identifikasi yang negative lebih dominan maka akan terbentuk karakter anak yang negative pula.

Ketika memasuki masa remaja, peran orang tua mulai “tergantikan” oleh peran sosialisasi yang lain. Ketika masa kanak-kanak telah terbentuk karakter yang negative maka pada masa remaja ini karakter negative tersebut akan tumbuh subur ketika ia menemukan teman bermain yang “setipe”karakternya.Pada diri anak akan mulai muncul konsep dalam pikirannya bahwa dirinya telah tumbuh lebih dewasa dan berhak untuk bertindak sesuai dengan kehendak hatinya.

Pada tahap ini , walaupun peran orang tua mulai berkurang, namun sikap bijak dari orang tua masih sangat dibutuhkan untuk mengarahkan perilaku anaknya. Orang tua masih memiliki kewenangan untuk memberikan action kepada anaknya untuk dapat berperilaku

(28)

yang baik.Jangan sampai orang tua lepas tanggung jawab terhadap pembentukan kepribadian kepada anaknya dan hanya menyerahkan kepada pihak sekolah.

Memasuki pada masa dewasa maka seseorang telah memilih/memiliki bentuk dari watak,sifat , karakter dan perilakunya. Pembentukan karakter ketika dewasa ini sebenarnya telah terawali dari semenjak didalam kandungan,masa kanak-kanak, masa remaja dan akhirnya mengkristal pada diri individu pada usia dewasa. Pada masa ini bila telah terbentuk watak yang negative maka sulit sekali untuk melakukan perubahan karena watak tersebut telah terinternalisasi ke dalam diri pribadi seseorang. Pada tahap ini seseorang telah dengan sadar memiliki karakter yang dipilihnya/dimilikinya dengan berbagai konsekuensi /akibat dari sifatnya yang bermuara pada tindakan sosialnya. Misalnya seseorang telah memilih karakter sebagai seorang pencuri, maka ia telah menyadari bahwa tindakan mencuri akan memiliki konsekuensi yang akan ditanggungnya, misalnya dikucilkan masyarakat, masuk penjara bahkan dihakimi masa sampai meninggal. Pada masa dewasa ini, seorang individu memiliki hak sepenuhnya terhadap diri pribadinya untuk di bawa kemana. Pada diri seseorang akan terjadi pergulatan antara sifat yang baik dan sifat yang buruk. Bila bekal menuju dewasa lebih dominan yang buruk maka pertarungan antara yang baik dan buruh akan dimenangkan yang buruk ( % lebih besar ) dan sebaliknya, ketika bekal menuju dewasa lebih dominan yang baik maka pergulatan dalam diri pribadi akan dimenangkan oleh sifar/karakter yang baik. Oleh karena itu peran aktif dari orang tua untuk membentuk karakter anaknya.Hendaknya orang tua dapat memberikan contoh /tauladan dan perilaku yang baik sehingga anak akan teridentifikasi berperilaku baik karena mencontoh perilaku orang tuanya.Disamping itu peran individu, dan lingkungan sosial lebih luas sangat-sangat mempengaruhi pembentukan watak/kepribadian seseorang. Apalagi bagi remaja ( SMP dan SMA ) tantangan kehidupan sekarang ini semakit berat.Sekarang begitu mudahnya seorang remaja untuk mengakses berbagai informasi.Manfaatkan kemajuan iptek secara arif dan bijaksana. Bila proses sosialisasinya terhadap informasi yang negative maka ujung-ujungnya sudah dapat ditebak ( misalnya, kasus miras, narkoba, free sex dan pemerkosaan, pornoaksi dan pornografi banyak dilakukan oleh kalangan remaja ).Pandai-pandailah remaja untuk mensikapi perkembangan iptek yang semakin “maju”.Jangan sampai salah melangkah yang tentunya akan berakibat buruk dikemudian hari.

Sifat yang menunjang pembentukan kepribadian dan peranan guru dalam rangka menumbuhkembangkan kepribadian

Berikut ini beberapa sifat yang menunjang pembentukan kepribadian menyenangkan dan peran guru di sekolah dalam rangka menumbuhkembangkannya:

1. Ambisi, dalam pengertian positif adalah kadar kemauan anak untuk mencapai sesuatu yang diinginkannya. Guru harus membantu anak didik menentukan sasaran

(29)

keberhasilan sesuai dengan kemampuannya agar anak didik berprestasi tanpa risiko frustrasi.

2. Asertif, ketegasan atau kemampuan untuk memutuskan atau memilih secara mendiri. Guru harus memberikan kesempatan kepada anak didik untuk mengekpresikan dirinya dan membuat keputusan. Seperti mengekpresikan hobinya dan memilih ekstrakulikuler yang disenanginya.

3. Antusias, kepribadian yang selalu bersemangat dalam menuntaskan/menyelesaikan hal-hal yang menjadi keinginannya. Guru harus selalu mengajak anak didik untuk mengamati keberhasilan dan menyoroti semangat juang orang-orang atau teman-temannya yang telah berhasil. Guru juga harus mengusahakan anak didiknya berada di lingkungan yang penuh semangat.

4. Percaya diri, kepribadian yang mengutamakan kepercayaan terhadap kemampuan diri dan membentuk kemandirian. Guru harus memberikan kesempatan kepada anak didik untuk melakukan sesuatu dengan kemampuannya sendiri dan selalu memberikan pujian atas keberhasilan atau kemajuan terhadap prestasi yang diraihnya.

5. Mau bekerja sama. Kepribadian yang mengarah kepada keinginan untuk membangun kerja sama dengan teman-temannya. Guru harus memberikan kesempatan kepada anak didiknya untuk mengerjakan tugas-tugas di sekolah secara berkelompok atau bersama-sama dan tunjukkan penghargaan terhadap hasil kerjanya.

6. Berbesar hati, kemampuan untuk mengakui kelemahan/kekurangan diri dan bisa memaafkam kesalahan orang lain. Guru harus memberikan contoh dan pengarahan kepada anak didik tentang cara-cara menerima kekalahan/kelemahan diri dan bagaimana cara mengekspresikan kemenangan tanpa merendahkan orang lain.

7. Kontrol diri. Kemampuan untuk mengontrol diri terhadap situasi atau kondisi yang dialaminya. Guru harus membantu anak didik untuk mengindentifikasi penyebab permasalahan yang dialami anak didik. Memberi contoh dan membimbing anak tersebut untuk mengontrol emosinya.

8. Tidak mudah putus asa. Pribadi yang gigih dalam berjuang dan berusaha, baik dalam belajar maupun dalam melaksanakan kegiatannya sehari-hari. Menghadapi kesulitan sebagai hal yang harus diselesaikan bukan suatu hal yang harus dihindari. Guru harus mengenalkan cara-cara menghadapi kesulitan walaupun tidak selalu membantu secara total semua kesulitan anak didiknya.

9. Gembira. Kemampuan untuk selalu menciptakan suasana gembira dalam setiap hal. Guru harus mampu menciptakan dan mengembangkan suasana kegembiraan kepada anak didik dalam kegiatan belajar-mengajar.

10. Humoris. Mampu menciptakan suasana ceria dalam setiap pertemuan dan mampu menyikapi suatu hal dari sisi positifnya. Guru harus selalu mencoba menciptakan suasana ceria dalam setiap pertemuan

(30)

11. Menunjukkan simpati. Memupuk kebiasaan untuk merasakan hal-hal yang dirasakan orang lain, mengasah kemampuan melakukan empati terhadap permasalahan sehingga menjadi pribadi yang penuh perhatian terhadap lingkungan dan teman-temannya. Guru harus sering-sering mengajak anak didik berkomunikasi tentang perasaan kita, perasaannya, dan perasaan orang lain. Beri anak didik kesempatan untuk melatih daya imajinasinya dengan demikian anak didik akan mampu membayangkan bagaimana bila mereka berada dalam kondisi orang lain yang kurang beruntung dalam hidupnya sehingga dapat melatih empatinya.

Ciri-Ciri Kepribadian yang Sehat dan Tidak Sehat

Hingga saat ini, para ahli tampaknya masih sangat beragam dalam memberikan rumusan tentang kepribadian. Dalam suatu penelitian kepustakaan yang dilakukan oleh Gordon W. Allport (Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey, 2005) menemukan hampir 50 definisi tentang kepribadian yang berbeda-beda. Berangkat dari studi yang dilakukannya, akhirnya dia menemukan satu rumusan tentang kepribadian yang dianggap lebih lengkap. Menurut pendapat dia bahwa kepribadian adalah organisasi dinamis dalam diri individu sebagai sistem psiko-fisik yang menentukan caranya yang unik dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Kata kunci dari pengertian kepribadian adalah penyesuaian diri. Scheneider (1964) mengartikan penyesuaian diri sebagai “suatu proses respons individu baik yang bersifat behavioral maupun mental dalam upaya mengatasi kebutuhan-kebutuhan dari dalam diri, ketegangan emosional, frustrasi dan konflik, serta memelihara keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan tersebut dengan tuntutan (norma) lingkungan.

Sedangkan yang dimaksud dengan unik bahwa kualitas perilaku itu khas sehingga dapat dibedakan antara individu satu dengan individu lainnya. Keunikannya itu didukung oleh keadaan struktur psiko-fisiknya, misalnya konstitusi dan kondisi fisik, tampang, hormon, segi kognitif dan afektifnya yang saling berhubungan dan berpengaruh, sehingga menentukan kualitas tindakan atau perilaku individu yang bersangkutan dalam berinteraksi dengan lingkungannya.

Untuk menjelaskan tentang kepribadian individu, terdapat beberapa teori kepribadian yang sudah banyak dikenal, diantaranya : teori Psikoanalisa dari Sigmund Freud, teori Analitik dari Carl Gustav Jung, teori Sosial Psikologis dari Adler, Fromm, Horney dan Sullivan, teori Personologi dari Murray, teori Medan dari Kurt Lewin, teori Psikologi Individual dari Allport, teori Stimulus-Respons dari Throndike, Hull, Watson, teori The Self dari Carl Rogers dan sebagainya. Sementara itu, Abin Syamsuddin (2003) mengemukakan tentang aspek-aspek kepribadian, yang di dalamnya mencakup :

(31)

1. Karakter; yaitu konsekuen tidaknya dalam mematuhi etika perilaku, konsiten tidaknya dalam memegang pendirian atau pendapat.

2. Temperamen; yaitu disposisi reaktif seorang, atau cepat lambatnya mereaksi terhadap rangsangan-rangsangan yang datang dari lingkungan.

3. Sikap; sambutan terhadap objek yang bersifat positif, negatif atau ambivalen

4. Stabilitas emosi; yaitu kadar kestabilan reaksi emosional terhadap rangsangan dari lingkungan. Seperti mudah tidaknya tersinggung, marah, sedih, atau putus asa

5. Responsibilitas (tanggung jawab), kesiapan untuk menerima resiko dari tindakan atau perbuatan yang dilakukan. Seperti mau menerima resiko secara wajar, cuci tangan, atau melarikan diri dari resiko yang dihadapi.

6. Sosiabilitas ; yaitu disposisi pribadi yang berkaitan dengan hubungan interpersonal. Seperti : sifat pribadi yang terbuka atau tertutup dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain.

Setiap individu memiliki ciri-ciri kepribadian tersendiri, mulai dari yang menunjukkan kepribadian yang sehat atau justru yang tidak sehat. Dalam hal ini, Elizabeth (Syamsu Yusuf, 2003) mengemukakan ciri-ciri kepribadian yang sehat dan tidak sehat, sebagai berikut :

Kepribadian yang sehat :

1. Mampu menilai diri sendiri secara realisitik; mampu menilai diri apa adanya tentang kelebihan dan kekurangannya, secara fisik, pengetahuan, keterampilan dan sebagainya. 2. Mampu menilai situasi secara realistik; dapat menghadapi situasi atau kondisi kehidupan yang dialaminya secara realistik dan mau menerima secara wajar, tidak mengharapkan kondisi kehidupan itu sebagai sesuatu yang sempurna.

3. Mampu menilai prestasi yang diperoleh secara realistik; dapat menilai keberhasilan yang diperolehnya dan meraksinya secara rasional, tidak menjadi sombong, angkuh atau mengalami superiority complex, apabila memperoleh prestasi yang tinggi atau kesuksesan hidup. Jika mengalami kegagalan, dia tidak mereaksinya dengan frustrasi, tetapi dengan sikap optimistik.

4. Menerima tanggung jawab; dia mempunyai keyakinan terhadap kemampuannya untuk mengatasi masalah-masalah kehidupan yang dihadapinya.

5. Kemandirian; memiliki sifat mandiri dalam cara berfikir, dan bertindak, mampu mengambil keputusan, mengarahkan dan mengembangkan diri serta menyesuaikan diri dengan norma yang berlaku di lingkungannya.

6. Dapat mengontrol emosi; merasa nyaman dengan emosinya, dapat menghadapi situasi frustrasi, depresi, atau stress secara positif atau konstruktif , tidak destruktif (merusak)

(32)

7. Berorientasi tujuan; dapat merumuskan tujuan-tujuan dalam setiap aktivitas dan kehidupannya berdasarkan pertimbangan secara matang (rasional), tidak atas dasar paksaan dari luar, dan berupaya mencapai tujuan dengan cara mengembangkan kepribadian (wawasan), pengetahuan dan keterampilan.

8. Berorientasi keluar (ekstrovert); bersifat respek, empati terhadap orang lain, memiliki kepedulian terhadap situasi atau masalah-masalah lingkungannya dan bersifat fleksibel dalam berfikir, menghargai dan menilai orang lain seperti dirinya, merasa nyaman dan terbuka terhadap orang lain, tidak membiarkan dirinya dimanfaatkan untuk menjadi korban orang lain dan mengorbankan orang lain, karena kekecewaan dirinya. 9. Penerimaan sosial; mau berpartsipasi aktif dalam kegiatan sosial dan memiliki sikap bersahabat dalam berhubungan dengan orang lain.

10. Memiliki filsafat hidup; mengarahkan hidupnya berdasarkan filsafat hidup yang berakar dari keyakinan agama yang dianutnya.

11.Berbahagia; situasi kehidupannya diwarnai kebahagiaan, yang didukung oleh faktor-faktor achievement (prestasi) acceptance (penerimaan), dan affection (kasih sayang)

Kepribadian yang tidak sehat :

1. Mudah marah (tersinggung)

2. Menunjukkan kekhawatiran dan kecemasan 3. Sering merasa tertekan (stress atau depresi)

4. Bersikap kejam atau senang mengganggu orang lain yang usianya lebih muda atau terhadap binatang

5. Ketidakmampuan untuk menghindar dari perilaku menyimpang meskipun sudah diperingati atau dihukum

6. Kebiasaan berbohong 7. Hiperaktif

8. Bersikap memusuhi semua bentuk otoritas 9. Senang mengkritik/ mencemooh orang lain 10. Sulit tidur

11. Kurang memiliki rasa tanggung jawab

12. Sering mengalami pusing kepala (meskipun penyebabnya bukan faktor yang bersifat organis)

13.Kurang memiliki kesadaran untuk mentaati ajaran agama 14. Pesimis dalam menghadapi kehidupan

(33)

Tips meningkatkan kepribadian

• Tetaplah tersenyum.

Usahakan tetap tersenyum betapa pun anda memiliki hari-hari yang tidak menyenangkan. Hal ini mungkin terasa seperti terpaksa saat itu tapi anda kemudian akan terheran-heran begitu besar senyum dapat meningkatkan spirit anda.

• Pandai mengontrol diri.

Ekspresi wajah merupakan salah satu tanda yang menggambarkan perasaan anda yang paling mudah dikenali. Upayakan ekspresi mimic muka anda netral sekalipun ketika anda tengah marah atau stress dan jangan biarkan dahi berkerut karena kerutan itu perlahan-lahan akan membuat anda tampak lebih tua.

• Tetap berkomunikasi

Menutup dan menolak berkomunikasi secara emosi hanya bakal membuat masalah lebih runyam jika hari-hari anda tetap penuh dengan kegelisahan dan ketegangan. Tidak masalah apapun situasinya, cobalah membuat segala sesuatu mudah dan teratur dengan membiarkan berkomunikasi kepada teman atau rekan kerja anda.

• Rasakan perasaan orang

Pikirkan bagaimana anda ingin diperlukan orang lain sebelum Anda memuntahkan perasaan kesal kepada orang lain. Tak ada seorang pun di sekitar anda yang ingin menjadi objek cemberut anda. Jika anda tidak ingin diperlukan seperti itu, jangan memberlakukan orang lain seperti itu.

• Miliki rasa humor

Seberapa pun beratnya hari-hari anda, cobalah untuk tidak menghilangkan perasaan humor. Tertawa itu baik bagi jiwa dan membantu membuat orang di sekitar anda merasa lebih baik dan tujukan Anda memiliki kepribadian baik.

Daftar referensi http://harismasterpsikology.ngeblogs.com/2009/10/21/teori-teori-dalam-psikologi-kepribadian/ http://budakbangka.blogspot.com/2010/01/pengertian-kepribadian.ht ... http://id.shvoong.com/social-sciences/sociology/1943463-pengertian-kepribadian-dan-menurut-para/ http://putra-tatiratu.blogspot.com/2008/06/pengertian-kepribadian-secara-umum.html

(34)

http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20100129060909AAqYiBR http://id.shvoong.com/social-sciences/education/1937855-kepribadian-anak/

PEMBAHASAN 4 KESEJAHTERAAN GURU

A. Pengertian Kesejahteraan

Kesejahteraan atau sejahtera dapat memiliki empat arti.

• Dalam istilah umum, sejahtera menunjuk ke keadaan yang baik, kondisi manusia di mana orang-orangnya dalam keadaan makmur, dalam keadaan sehat dan damai.

• Dalam ekonomi, sejahtera dihubungkan dengan keuntungan benda. Sejahtera memliki arti khusus resmi atau teknikal (lihat ekonomi kesejahteraan), seperti dalam istilah fungsi kesejahteraan sosial.

• Dalam kebijakan sosial, kesejahteraan sosial menunjuk ke jangkauan pelayanan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Ini adalah istilah yang digunakan dalam ide negara sejahtera.

• Di Amerika Serikat, sejahtera menunjuk ke uang yang dibayarkan oleh pemerintah kepada orang yang membutuhkan bantuan finansial, tetapi tidak dapat bekerja, atau yang keadaannya pendapatan yang diterima untuk memenuhi kebutuhan dasar tidak berkecukupan.

B. Tingkat Kesejahteraan Guru

Guru merupakan salah satu faktor penentu tinggi rendahnya mutu hasil pendidikan. Keberhasilan penyelenggaraan pendidikan sangat ditentukan oleh sejauh mana kesiapan guru dalam mempersiapkan peserta didiknya melalui kegiatan belajar-mengajar. Namun demikian, posisi strategis guru untuk meningkatkan mutu hasil pendidikan sangat dipengaruhi oleh kemampuan profesional mengajar dan tingkat kesejahteraannya.

Ukuran kesejahteraan memang relatif dan sulit diukur hanya dengan kecukupan materi belaka. Oleh sebab itu, Isjoni (2000) mengemukakan bahwa tingkat kesejahteraan seorang guru dapat dilihat melalui indikator-indikator sebagai berikut.

Referensi

Dokumen terkait

bentuk gaya bahasa asonansi dalam satu baris yang sama ditemukan dalam catatan harian Catatan Najwa karya Najwa Shihab yaitu dengan bunyi vokal /a/, /i/, dan /u/

Berdasarkan penelitian di atas, maka dibuatlah sistem pendukung keputusan yang diharapkan berfungsi untuk membantu pihak JSC (Jakarta Smart City) untuk melakukan

perubahan keempat ini adalah Undang-Undang dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945 dan diberlakukan kembali dengan Dekrit Presiden

International Business & Marketing Management – Victoria University of Wellington. Marketing Management

Indeks DAI dengan kom- ponen normal/maloklusi ringan dan tidak perlu pe- rawatan paling banyak dimiliki oleh anak normal, sebaliknya pada anak autis banyak memiliki

penelitian dapat digunakan untuk mengukur variabel penelitian ini dan juga dinyatakan valid dan nilai Cronbach's Alpha sebesar 0,864 sehingga dapat disimpulkan bahwa

Pembelajaran kooperatif Jigsaw menjadikan siswa termotivasi untuk belajar karena skor-skor yang dikontribusikan para siswa kepada tim didasarkan pada sistem skor

Ku tak bisa sembunyi Gaya bahasa repetisi yang terdapat pada contoh epistrofa adalah perulangan kata atau frasa pada akhir baris atau kalimat berurutan seperti yang dituliskan