• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mengelola risiko – sebuah contoh dari Bangladesh

logframe dan manajemen berbasis hasil di negara-negara rawan bahaya

Kotak 4 Mengelola risiko – sebuah contoh dari Bangladesh

Risiko bencana yang besar tidak selalu menyebabkan proyek harus dihentikan, seperti diperlihatkan melalui

analisis risiko yang dilakukan untuk Program Penghidupan di Wilayah Gosong Sungai (Chars Livelihoods

Programme) oleh Departemen Pembangunan Internasional Inggris (DFID) di Bangladesh. Analisis ini mengidentifikasi tujuh risiko, yang pertama adalah bahwa “perubahan lingkungan atau bencana-bencana

alam dapat menghambat kemajuan program”.4 Namun, analisis ini kemudian menyatakan bahwa:

“…meskipun tingkat kemungkinan kejadian dari risiko ini tinggi, dampak terkaitnya [terhadap Program Penghidupan Wilayah Gosong Sungai oleh DFID tersebut] dipandang rendah karena pengalaman banjir sebelumnya telah menunjukkan bahwa pemerintah, LSM dan para mitra pembangunan relatif efektif dan 4 Istilah ‘bencana alam’ di sini berasal dari DFID. Keenam risiko lain berkaitan dengan lingkungan tata pemerintahan, kemampuan menjangkau kaum miskin, kesepakatan akan peran dan pola

C a t a t a n P a n d u a n 6 93 efisien dalam memobilisasi sumber daya untuk menangani krisis yang terjadi setelah banjir. Besar kemungkinan lembaga-lembaga yang terlibat dalam penanggulangan bencana adalah lembaga-lembaga yang juga menjadi mitra program, sesuatu yang juga akan mengurangi kemungkinan kegiatan program terganggu secara serius. Selain itu, program itu sendiri memiliki unsur kegiatan penting yang berkaitan dengan pengembangan kesiapsiagaan dan penanggulangan bencana… Rencananya unsur kegiatan ini akan dimulai sejak awal pelaksanaan program, dan kegiatan tersebut akan mengembangkan efisiensi serta efektivitas operasi-operasi penanggulangan bencana bila terjadi bencana.

Walaupun faktor-faktor di atas cukup membesarkan hati, bila terjadi suatu banjir besar dalam tiga tahun pertama pelaksanaan program, hal itu tetap saja akan menjadi kemunduran besar dalam kegiatan-kegiatan program. Sehingga, keseluruhan jadwal program perlu dipertimbangkan kembali.”

Sumber: DFID. Chars Livelihoods Programme – Annex 9: Risk Analysis. London: Department for International Development (UK), 2002. Dapat

diakses di: http://www.dfid.gov.uk/pubs/files/chars-livelihoods-prog.pdf

Langkah 8. Pelaksanaan proyek

Pantaulah kinerja komponen-komponen proyek pengurangan risiko bencana selama pelaksanaan proyek dengan menggunakan indikator-indikator kinerja dan risiko yang dipilih serta lakukan penyesuaian-penyesuaian yang perlu terhadap masukan-masukan, kegiatan-kegiatan, sasaran-sasaran dan tujuan-tujuan proyek.

Setelah terjadi suatu bencana, semua proyek yang dilaksanakan di daerah yang terkena dampak bencana harus dikaji dengan seksama. Tujuan-tujuan, sasaran serta asumsi-asumsinya harus direvisi seperlunya dengan turut memperhitungkan dampak langsung maupun tak langsung bencana pada proyek. Hal ini juga bertujuan untuk mencerminkan segala perubahan yang dirasakan maupun perubahan nyata pada bentuk dan sifat kerentanan terhadap kejadian-kejadian bahaya di masa yang akan datang. Perubahan-perubahan besar dalam hal kerentanan terhadap bahaya alam selama masa pelaksanaan proyek (misalnya, berkaitan dengan adanya penggundulan hutan) juga harus dipantau dengan seksama dan diadakan penyesuaian-penyesuaian yang perlu untuk memastikan agar hasil-hasil proyek tetap berkelanjutan, terutama di daerah-daerah yang sangat rawan bahaya. Dampak-dampak yang tidak disengaja dari proyek sendiri pada kerentanan terhadap bahaya alam juga harus diamati dengan cermat. Pendekatan-pendekatan partisipatif yang melibatkan para pemangku kepentingan dalam proses pemantauan akan sangat berharga terutama untuk melihat segala perubahan dalam hal kerentanan dan mengupayakan penyesuaian- penyesuaian yang perlu.

Langkah 9. Evaluasi

Berdasarkan pembahasan kita sebelumnya, gunakan logframe atau kerangka manajemen berbasis hasil untuk

menjajaki:

 apakah risiko-risiko bencana dan asumsi-asumsi yang terkait telah dikaji dengan seksama dalam perancangan

proyek;

 apakah risiko bencana telah ditangani dengan memadai dan efektif dari segi biaya oleh proyek;

 manfaat-manfaat dan pencapaian segala komponen yang terkait pengurangan risiko bencana;

 apakah indikator-indikator kinerja terkait risiko bencana dan indikator risiko yang dipilih sudah cukup relevan

dan informatif;

 bagaimana dampak langsung dan tidak langsung dari segala bencana yang terjadi selama pelaksanaan proyek

telah memengaruhi hasil-hasil dan pencapaian proyek;

 apakah dampak bencana-bencana tersebut telah ditangani dengan selayaknya dalam konteks proyek; dan

 apakah keberlanjutan pencapaian proyek potensial terancam oleh bahaya-bahaya di masa depan.

Pelajaran-pelajaran yang dapat dipetik dari evaluasi ini harus dipadukan ke dalam proyek-proyek di masa yang akan datang.

3. Faktor-faktor penentu keberhasilan

 Pemahaman tentang kerentanan dan peluang-peluang pengurangan risiko bencana. Di beberapa tempat bencana masih dipandang sebagai ‘hukuman Tuhan’. Dibutuhkan upaya-upaya untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman bahwa bencana pada dasarnya bukanlah kejadian yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya atau dihindari dan harus ditangani oleh para ahli kebencanaan. Sebaliknya, seandainya risiko bencana dapat dikenali sejak sangat dini dalam perancangan proyek, mungkin masih ada banyak peluang bagi kita untuk mengelola risiko bencana dan meningkatkan ketangguhan. Pemahaman yang lebih baik akan kerentanan terutama penting mengingat bahwa program-program pembangunan dapat dengan tanpa sengaja menciptakan kerentanan baru atau memperburuk kerentanan yang sudah ada, kadang-kadang dengan akibat-akibat yang tragis.

 Pengkajian tambahan tentang risiko. Analisis-analisis risiko bencana yang dilaksanakan sebagai bagian dari analisis logframe dan manajemen berbasis hasil biasanya terdiri dari penilaian kualitatif cepat untuk menggolongkan risiko ke dalam kategori rendah, menengah atau tinggi. Dalam kasus-kasus tertentu, kita mungkin membutuhkan

analisis lebih lanjut, mungkin dalam konteks perangkat-perangkat penilaian tertentu (misalnya, ekonomi [lihat

Catatan Panduan 8], lingkungan [lihat Catatan Panduan 7] atau teknik [lihat Catatan Panduan 12]). Implikasi risiko bencana pada risiko-risiko yang tingkatnya lebih tinggi, misalnya, risiko yang mengancam reputasi lembaga pembangunan (risiko reputasi) juga harus dijajaki.

 Perlakuan terhadap risiko-risiko yang mempunyai tingkat kemungkinan yang rendah namun berdampak tinggi. Bahaya-bahaya yang berkaitan dengan iklim kemungkinan besar dianggap sebagai risiko potensial karena bahaya-bahaya semacam ini dapat terulang dalam jangka waktu yang singkat dan memiliki peluang yang lebih besar untuk terjadi selama proyek berjalan. Kekeringan, khususnya, cenderung diidentifikasi sebagai faktor risiko bagi proyek-proyek yang tergantung pada pasokan air di daerah-daerah rawan kekeringan. Sebaliknya, risiko-risiko yang berasal dari bahaya gempa bumi dan kegiatan gunung berapi, yang jangka waktu berulangnya lebih panjang, mungkin menjadi kurang begitu dipertimbangkan. Walau bagaimanapun, sangat penting bagi kita untuk menjaga agar risiko-risiko gempa bumi dan gunung berapi tetap dipertimbangkan dengan memadai

dari segi keamanan, mengingat semua manusia memiliki hak atas keamanan dan perlindungan (lihat Catatan

Panduan 12).

 Prioritas lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan. Penekanan khusus terhadap analisis dengan menggunakan kerangka logis dan manajemen berbasis hasil antara lain akan mencerminkan kebijakan-kebijakan dan prioritas-prioritas sebuah lembaga pembangunan. Ketika petunjuk khusus untuk mempertimbangkan isu- isu kebencanaan tidak tersedia, hanya sedikit perhatian yang akan diberikan pada isu-isu kebencanaan, bahkan di daerah yang sangat rawan bahaya sekalipun.

 Penyesuaian ruang lingkup dan tujuan-tujuan proyek. Keluwesan yang terkandung dalam perangkat logframe dan manajemen berbasis hasil harus dimanfaatkan sepenuhnya, dengan memperlakukan kerangka-kerangka terkait sebagai suatu dokumen yang hidup dan secara terus-menerus meninjau kembali serta, bilamana perlu, memperbaikinya bila situasi proyek berubah.

 Indikator-indikator kinerja. Dibutuhkan kerja-kerja lebih lanjut untuk mendukung pengembangan indikator-

indikator pemantauan dan mengukur kinerja kegiatan-kegiatan pengurangan risiko bencana (lihat Catatan

Panduan 13).

Kotak 5

Peristilahan dalam bidang bahaya dan kebencanaan

Mereka yang telah lama bergerak dalam bidang kebencanaan umumnya mengakui bahwa penggunaan istilah dalam bidang bahaya dan kebencanaan seringkali tidak konsisten, sesuatu yang mencerminkan bahwa bidang ini melibatkan para praktisi dan peneliti yang berasal dari berbagai disiplin ilmu. Rangkaian Catatan Panduan ini menggunakan istilah-istilah kunci di bawah ini:

Kerentanan adalah potensi untuk tertimpa kerusakan atau kerugian, yang berkaitan dengan kapasitas untuk mengantisipasi suatu bahaya, mengatasi bahaya, mencegah bahaya dan memulihkan diri dari dampak

bahaya. Baik kerentanan maupun lawannya, ketangguhan, ditentukan oleh faktor-faktor fisik, lingkungan

sosial, politik, budaya dan kelembagaan.

Bencana adalah berlangsungnya suatu kejadian bahaya yang luar biasa yang menimbulkan dampak pada komunitas-komunitas rentan dan mengakibatkan kerusakan, gangguan dan korban yang besar, serta membuat

C a t a t a n P a n d u a n 6 95

kehidupan komunitas yang terkena dampak tidak dapat berjalan dengan normal tanpa bantuan dari pihak luar.

Risiko bencana adalah gabungan dari karakteristik dan frekuensi bahaya yang dialami di suatu tempat tertentu, sifat dari unsur-unsur yang menghadapi risiko, dan tingkat kerentanan atau ketangguhan yang dimiliki unsur-

unsur tersebut. 5

Mitigasi adalah segala bentuk langkah struktural (fisik) atau nonstruktural (misalnya, perencanaan penggunaan lahan, pendidikan publik) yang dilaksanakan untuk meminimalkan dampak merugikan dari kejadian-kejadian bahaya alam yang potensial timbul.

Kesiapsiagaan adalah kegiatan-kegiatan dan langkah-langkah yang dilakukan sebelum terjadinya bahaya- bahaya alam untuk meramalkan dan mengingatkan orang akan kemungkinan adanya kejadian bahaya tersebut, mengevakuasi orang dan harta benda jika mereka terancam dan untuk memastikan respons yang efektif (misalnya dengan menumpuk bahan pangan).

Bantuan kemanusiaan, rehabilitasi dan rekonstruksi adalah segala bentuk kegiatan yang dilaksanakan setelah terjadinya bencana untuk, secara berurut, menyelamatkan nyawa manusia dan memenuhi kebutuhan kemanusiaan yang mendesak, memulihkan kegiatan normal dan memulihkan infrastruktur fisik serta pelayanan masyarakat.

Perubahan iklim adalah suatu perubahan statistik yang signifikan pada pengukuran keadaan rata-rata atau ketidakkonsistenan iklim di suatu tempat atau daerah selama periode waktu yang panjang, yang diakibatkan baik secara langsung maupun tidak langsung oleh dampak kegiatan manusia pada komposisi atmosfer global atau oleh ketidakkonsistenan alam.

Bacaan lebih lanjut

ADB. Guidelines for Preparing a Design and Monitoring Framework. Manila: Asian Development Bank, 2006. Dapat diakses di: http://www.adb.org/Documents/Guidelines/guidelines-preparing-dmf/guidelines-preparing-dmf.pdf

AusAID. The Logical Framework Approach. AusGuideline 3.3. Australian Agency for International Development, 2005. Dapat diakses di: http://www.ausaid.gov.au/ausguide/pdf/ausguideline3.3.pdf

CIDA. Results-based Management in CIDA: An Introductory Guide to the Concepts and Principles. Ottawa: Canadian International Development Agency, 1999. Dapat diakses di: http://www.acdi-cida.gc.ca/CIDAWEB/acdicida.nsf/En/EMA-218132656-PPK CIDA. RBM Handbook on Developing Results Chains: The Basics of RBM as Applied to 100 Project Examples. Ottawa: Canadian International Development Agency, Results-Based Management Division, 2000. Dapat diakses di: http://www.acdicida.gc.ca/ INET/IMAGES.NSF/vLUImages/Performancereview6/$file/Full_report.pdf

DFID. ‘Logical Frameworks’. In Tools for Development. London: Department for International Development (UK), 2002. Dapat diakses di: http://www.dfid.gov.uk/pubs/files/toolsfordevelopment.pdf

OECD-DAC. Managing for Development Results – Principles in Action: Sourcebook on Emerging Good Practices. Paris: Organisation for Economic Co-operation and Development, Development Assistance Committee, 2006. Dapat diakses di: http://www.mfdr. org/sourcebook/MfDRSourcebook-Feb-16-2006.pdf

Sida. The Logical Framework Approach: A Summary of the Theory Behind the Method. Stockholm: Swedish International Development Cooperation Agency, 2004. Dapat diakses di: http://www.sida.se/shared/jsp/download.jsp?f=SIDA1489en_web.pdf&a=2379 UNDP. Knowing the What and the How – RBM in UNDP: Technical Note. New York: United Nations Development Programme, undated. Dapat diakses di: http://www.undp.org/eo/documents/methodology/rbm/RBM-technical-note.doc

USAID. Performance Monitoring and Evaluation TIPS: Building a Results Framework. No 13. Washington, DC: United States Agency for International Development, 2000. Dapat diakses di: http://pdf.dec.org/pdf_docs/pnaca947.pdf

5 Rangkaian catatan panduan ini menggunakan istilah ‘risiko bencana’ sebagai pengganti istilah ‘risiko bahaya’ yang sebenarnya lebih tepat karena istilah ‘risiko bencana’ adalah istilah yang lebih umum digunakan oleh pihak-pihak yang berkecimpung dalam bidang pengurangan risiko.

ProVention Consortium Secretariat

PO Box 372, 1211 Geneva 19, Switzerland E-mail: provention@ifrc.org

Website: www.proventionconsortium.org

Hak Cipta © 2007 pada Federasi Masyarakat Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional/Konsorsium ProVention. Pandangan-pandangan yang terkandung di dalam catatan

Catatan panduan ini ditulis oleh Charlotte Benson. Pengarang menyampaikan terima kasih kepada Andrea Iffland (ADB), Sergio Mora (IDB), dan Edith Paredes (IDB), Tim Penasihat Proyek dan Sekretariat Konsorsium ProVention atas nasihat dan dukungan mereka yang amat berharga dalam penyusunan rangkaian ini. Terima kasih juga dihaturkan atas dukungan pendanaan dari Badan Pembangunan Internasional Kanada (CIDA), Departemen Pembangunan Internasional Inggris (DFID), Kementerian Luar Negeri Kerajaan Norwegia dan Badan Kerja Sama Pembangunan Internasional Swedia (Sida). Pengarang bertanggung jawab sepenuhnya atas semua pandangan yang disajikan di dalam buku ini dan pandangan-pandangan tersebut tidak dengan sendirinya mencerminkan pandangan Sekretariat ProVention, Tim Penasihat Proyek, para penilai buku atau badan-badan yang mendanai proyek.

Perangkat untuk Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana adalah rangkaian 14 catatan panduan yang diterbitkan oleh Konsorsium ProVention bagi lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan untuk menyesuaikan alat-alat penilaian dan evaluasi proyek agar dapat mengarusutamakan pengurangan risiko bencana ke dalam program-program pembangunan mereka di negara-negara yang rawan bahaya. Rangkaian ini mengulas topik-topik berikut: (1) Pengantar buku panduan; (2) Mengumpulkan dan menggunakan informasi tentang bahaya alam; (3) Strategi Penanggulangan Kemiskinan; (4) Penyusunan program di tingkat negara; (5) Manajemen siklus proyek; (6) Kerangka logis dan kerangka berbasis hasil; (7) Pengkajian lingkungan; (8) Analisis ekonomi; (9) Analisis kerentanan dan kapasitas; (10) Pendekatan penghidupan yang berkelanjutan; (11) Pengkajian dampak sosial; (12) Perancangan konstruksi, standar bangunan dan pemilihan lokasi; (13) Mengevaluasi program pengurangan risiko bencana; dan (14) Dukungan anggaran. Rangkaian catatan panduan dalam versi utuh, berikut studi pencakupan yang dilaksanakan oleh Charlotte Benson dan John Twigg, Measuring Mitigation: Methodologies for assessing natural hazard risks and the net benefits of mitigation, dapat diakses di http:// www.proventionconsortium.org/mainstreaming_tools

C a t a t a n P a n d u a n 7 97 C a t a t a n P a n d u a n 7

P E R A N G K AT U N T U K M E N G A R U S U TA M A K A N P E N G U R A N G A N R I S I KO B E N C A N A