• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.5. Mengembangkan RTH Untuk Burung

Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam mengembangkan RTH untuk pelestarian burung:

1. Lokasi, Luas dan Bentuk Habitat

Burung merasa betah tinggal di suatu tempat apabila terpenuhi tuntutan hidupnya seperti habitat yang mendukung dan aman dari gangguan. Lokasi yang direncanakan menjadi habitat burung harus mempunyai hubungan dengan daerah sumber populasi satwa burung (Gambar 4). Hubungan ini didasari bahwa populasi burung penyebarannya bersifat mosaic pada berbagai tipe di suatu tempat.

Menurut Hails et al. (1990), tipe habitat yang diperlukan untuk membentuk habitat burung di perkotaan adalah:

- Daerah alami yang merupakan “sumber burung” bagi taman-taman kota atau daerah yang berfungsi sebagai penampung.

- Taman-taman atau area lain yang dapat dikembangkan sebagai area burung berkembang biak.

- Koridor tanaman untuk menghubungkan antara sumber burung dan daerah berkembang biak.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membentuk habitat burung perkotaan, yaitu:

- Keanekaragaman jenis tanaman - Penutup tanah dan tanaman rendah - Kompleksitas dan kerapatan pohon.

Konsep desain RTH sebagai habitat burung berupa : - Daerah perlindungan (refugee)

- Daerah transisi - Hamparan rumput - Koridor tanaman

Lokasi RTH yang direncanakan dianggap sebagai suatu ruang dengan populasi penampung (sink population). Populasi sumber (source population)

merupakan populasi yang menempati habitat yang sesuai untuk berkembang biak. Bila jumlah keturunan yang dihasilkan melebihi daya tampung habitat setempatnya maka akan terjadi penyebaran keluar populasi sumber tersebut. Kadang terjadi kondisi populasi penampung menempati tipe-tipe habitat yang tidak memadai sebagai tempat untuk berbiak dan hasil reproduksinya tidak cukup besar untuk mempertahankan tingkat populasi setempat. Dalam hal ini ukuran populasi penampung dipertahankan dengan perpindahan-perpindahan dari populasi sumber dan sebaliknya individu-individu dari populasi penampung dapat berpindah mengisi kekosongan-kekosongan yang terjadi pada habitat populasi sumber di dekatnya (Wiens dan Rotenberry, 1981).

Gambar 3. Skema hipotetik penyebaran populasi dengan struktur sumber dan penampung (sink-source) (Wiens dan Rotenberry, 1981)

Jarak dan bentuk ketebalan RTH koridor yang ideal terdapat pada Gambar 5 (Meurk, 2005). Bila total area adalah 6.25 hektar, maka jarak batas terluar dengan area inti adalah 50 meter. Perbandingan antara luas area inti dengan total luas area adalah 1 banding 5. Jarak antara jalanan dan area bermain adalah 10 meter.

Bentuk habitat yang baik untuk keberlangsungan hidup burung adalah habitat yang mampu melindungi dari gangguan maupun menyediakan kebutuhan hidupnya. Berdasarkan teori biogeografi pulau terdapat alternatif bentuk habitat satwa seperti pada Gambar 6 (Hernowo dan Prasetyo, 1989).

Penampung  Penampung Penampung  Sumber  Sumber  Sumber 

625 m

Core area = 0 ha Total area = 6.25 ha Jalanan dan Jalur Ketetanggaan

Area bermain Untuk Habitat Burung 10 m

Core area0.06 ha

Total area 1.56 ha Gambar 4. Ketebalan RTH optimal pada koridor burung (Meurk, 2005)

Gambar 5. Diagram skematis perbandingan bentuk-bentuk areal. Gambar sebelah kiri merupakan alternatif yang lebih baik dari gambar di sebelah kanan.

Menurut The University of Montana (2010), ada 3 jenis lokasi yang harus didirikan (Gambar 7):

1. Open and Cavity Nests

Luas sebesar 5 meter dan plot radius 11.3 meter berpusat pada sarang untuk semua sarang yang diketahui telah mengandung telur.

A B C D E F 100 m 50 m Zona Pembatas 10 m 125 m 125 m 25 m 25 m

2. Systematic Description Of Vegetation on Plots

Serangkaian poin dalam sistem grid harus dibentuk untuk vegetasi sampel di tingkat plot. Untuk situs yang melakukan penghitungan titik burung, plot poin vegetasi harus berpusat pada titik-titik survei. Empat pasang 5 - dan plot m 11,3 vegetasi harus dilakukan pada setiap titik vegetasi plot.

3. Vegetation on Nests Without Eggs

Biasanya menggunakan minimal jenis vegetasi ( misalnya jenis 30 tanaman).

Gambar 6. Penataan spasial lokasi ideal habitat burung

2. Komposisi dan Struktur Vegetasi

Komposisi dan struktur vegetasi mempengaruhi jenis dan jumlah burung yang terdapat di suatu habitat. Hal ini disebabkan karena tiap jenis burung mempunyai relung yang berbeda. Menurut Hails, Kavanagh, Kumari dan Arifin (1990) bahwa keanekaragaman struktur vegetasi dan penutupan vegetasi merupakan faktor penting yang mempengaruhi keanekaragaman dan populasi burung di daerah perkotaan.

Struktur vegetasi suatu habitat merupakan penentu kuat bagi keanekaragaman jenis satwa ( Meents, Rice, Anderson dan Ohmart, 1983). Hasil penelitian mereka menunjukan bahwa keanekaragaman jenis satwa mempunyai korelasi dengan distribusi dedaunan atau ketinggian tajuk. Keragaman tinggi tajuk

merupakan fungsi dari lapisan vegetasi serta distribusi dedaunan/tajuk di antara lapisan-lapisan tadi dan keragaman jenis akan semakin meningkat sesuai dengan meningkatnya keragaman tajuk. Hal ini disebabkan banyak faktor-faktor lain yang turut menentukan keragaman jenis satwa pada suatu habitat. Sebagai contoh adalah keterbukaan atau kerapatan kanopi termasuk faktor yang menentukan. Habitat yang kanopinya relatif terbuka mempunyai lebih banyak jenis burung dibandingkan dengan habitat yang rapat dan tertutup.

Tabel 4. Cara Membedakan Jenis Vegetasi secara Spasial

Tekstur Bentuk Bayangan

Pohon Kasar Bulat Panjang, Warna gelap

Semak Sedang Bergerombol Sedang, Warna

Abu-abu Penutup Tanah Halus Kotak, Persegi panjang,

Tak Beraturan

Sedikit, Warna redup

Hails et al. (1990) mengelompokan tata letak tanaman menjadi dua daerah, yaitu: - Tanaman daerah dalam (interior species) yaitu species yang hanya dapat

hidup di tengah atau pedalaman hutan. Dibuat begitu rapat untuk menghindari datangnya gangguan.

- Tanaman daerah tepi (edge species) yaitu tanaman yang hidup di tepi-tepi habitat tertentu dimana habitat tersebut masih dapat dinikmati untuk rekreasi.

Menurut Leedy (1978), ada beberapa tipe tanaman yang harus ada merencanakan suatu kawasan di perkotaan menjadi perlindungan habitat liar yaitu tanaman konifer, semak berbunga sepanjang tahun, rerumputan, gabungan tanaman, kolam, tanaman tepi air dan tanaman peneduh (Gambar 8).

Jenis tanaman yang ideal sebagai elemen RTH kota untuk habitat burung adalah jenis tanaman yang mempunyai fungsi bermacam-macam bagi satwa burung. Fungsi tanaman tersebut adalah sebagai tempat berlindung, bertengger dan beristirahat, tempat mencari makan dan tempat berkembang biak.

Gambar 7. Tipe tanaman yang harus ada merencanakan suatu kawasan di perkotaan menjadi perlindungan habitat liar (Leedy, 1978)

Karakter jenis tanaman yang disukai burung berkaitan dengan strata ketinggian tanaman, diameter tajuk, sistem percabangan, struktur tanaman dan kelebatan tajuk dan jenis makanan yang dihasilkan (Pakpahan, 1993). Tabel 5 adalah daftar jenis pohon yang disukai burung.

Tabel 5. Jenis Pohon Yang Disukai Burung (www.kutilang.or.id)

Nama Lokal Nama Latin Nama local Nama Latin

Aren Arengga pinnata Kersen/Talok Muntingia calabura

Bambu Bambusa Langsat Lansium domesticum

Harendong nagri Miconia speciosa Lobi-lobi Flacourtia inermis

Dadap ayam Erythrina variegate Menteng/bencoy Baccaurea lanceolata

Dadap srep Erythrina indica Namnam Cynometra cauliflora

Kaliandra Caliandra callothyrsus Nangka Artocarpus communis

Kantil Michelia campaka Pala Myristica fragrans

Trembelekan Lantana camara Rambutan Nephelium lappaceum

Kenanga Cananga odorata Rukem Flacourtia rukam

Murbei Morus alba Salam Eugenia polyanthum

Nusa indah Mussaenda frundosa Srikaya Annonona squamosa

Palem Livistona rotundifolia Sawo kecik Manilkara kauki

Palem merah Cyrtostachys lacca Asem kranji Pithecellobium dulce

Pinang sirih Areca catechu Bodi Ficus religiosa

Pohon

Kupu-kupu Bauhinia variegate Beringin Ficus benjamina Si anak nakal Duranta repens Cemara laut Casuarina equisetiolia

Soka Ixora spp Flamboyan Delonix regia Pisang hias Heliconia spp Jarak pagar Jatropha curcas Arbei Rubus rosaefolium Keben Baringtonia asiatica

Tanaman konifer Semak berbunga sepanjang tahun

Rumput Gabungan tanaman Kolam Tanaman tepi air

Tanaman peneduh

p d s j p a m y t a R Buni Duku conde Durian Gowok Jomblang Jambu air Jambu biji Jambu bol Kelapa Kemang Kepel Hails penghasil m dan serangg sedang untu jenis rumpu pterocarpum acuminate, b Siste merupakan p yang disuka terbuka. M arsitekturnya Roux, Rauh Gamb Antid et Lans Duri Euge polyc Euge Euge Psidi Euge Coco Mang Stele burah s et al. (199 makanan ada ga, menghas k burung pe ut-rumputan. m, berbuah bersifat men em percaba percabangan ai burung ad enurut Hall a bagi habit dan Altim ( bar 8. Tipe-ti desma bunius sium domestik o zibethinus enia hephalum enia cumini enia jambos ium guajava enia malaccae os nucifera givera caesia echocarpus hol 90) menyatak alah yang m silkan bung emakan biji-b Pohon yan seperti Ficu ngundang ser angan poho n yang kontin dalah tajuk t le (dalam tat burung d Gambar 9). ipe arsitektur s Kap kum Kare Lo Lab Min Preh Ran ensis Sem Seng a Tanj Turi kan bahwa j enghasilkan a, baik tana bijian maka ng bertekstu us benjamin rangga. on yang d nyu (Mukhta tertutup nam Rusilawati, dibagi menja r pohon (Ha puk et kebo an ndi h ndu alas mpur gon jung i enis tanama buah, dapa aman tahun sumber biji ur daun halu a dan berbu disukai buru ar dan Elviza mun adapula 2002), poh adi empat tip

alle, dalam R Ceiba pe Ficus ela Ficus glo Vitex pub Melia az Ficus str Gossamp Dillenia Albizzia f Mimusop Sesbania an yang dipi at mengunda nan maupun i-bijian didap us sperti Pe unga sepert ung pada ar, 1986). Be a yang meny hon berdas pe yaitu tip Rusilawati, 2 etandra astica omerata bercens zedarach ricta pinus heptaph pubescens falcataria pos elengi a grandiflora lih sebagai ang burung musiman, patkan dari eltophorum i Bauhinia umumnya entuk tajuk yukai tajuk arkan tipe e Nezeran, 002) hylla

Tipe arsitektur pohon Nezeran mempunyai tipe percabangan kontinyu pada batang utama dengan tajuk terbuka. Tipe pohon Roux mempunyai tipe percabangan yang sama dengan Nezeran tetapi dengan tajuk tertutup. Tipe arsitektur pohon Rauh mempunyai tipe percabangan kontinyu pada cabang samping (cabang sekunder) dan bentuk tajuk tertutup. Tipe arsitektur pohon Attim mempunyai percabangan kontinyu pada cabang tersier dan bentuk tajuknya tertutup.

Hails et al. (1990) membedakan tata letak penanaman vegetasi pada ruang terbuka hijau kota sebagai habitat burung berdasarkan fungsi daerahnya, yaitu vegetasi pada daerah perlindungan (refuges), vegetasi pada daerah transisi, vegetasi koridor dan vegetasi padang rumput. Tata letak tanaman pada RTH sebagai habitat burung (Gambar 10) dibedakan sebagai berikut:

- Tanaman pada daerah perlindungan (refugee), terdiri dari komponen pepohonan yang ditanam rapat satu sama lain dan kelompok perdu tahan naungan yang ditanam di antara pepohonan tersebut.

- Tanaman pada daerah transisi, merupakan daerah yang berada di luar daerah perlindungan dan mengelilingi daerah perlindungan. Tanaman di daerah transisi berupa semak dan rumput.

- Tanaman koridor adalah tanaman penghubung antara daerah perlindungan, dimana burung-burung dapat melintas mudah dari suatu tempat ke tempat lainnya untuk mencari makan, mencari pasangan maupun tempat bersarang. Koridor dapat berupa jalur pepohonan, semak atau berupa sungai kecil untuk burung air dan rawa.

- Tanaman padang rumput merupakan daerah terluar setelah transisi atau dapat berdiri sendiri, terpisah dari daerah yang lebih rapat. Tanamannya berupa hamparan atau lapangan.

Ruang dimana burung-burung dapat ditemukan untuk mencari makan, beristirahat dan berkembang biak oleh Handayani (1995) dikelompokan dalam beberapa strata yaitu strata 1 (0 - 0,6 m), strata 2 (0,6 - 1,8 m), strata 3 ( 1,8 – 4,5 m), strata 4 (4,5 – 15 m) dan strata 5 ( >15 m). Jenis burung yang menggunakan strata 1 dan 2 adalah prenjak, kutilang dan burung gereja. Strata 3 dan 4 lebih

banyak digunakan sebagai tempat untuk beristirahat dan bersarang bagi burung-burung karena menyediakan lebih banyak tempat untuk sembunyi. Selain itu, strata 3 dan 4 juga menyediakan makanan, baik berupa buah-buahan maupun serangga. Hampir semua jenis burung menggunakan ruang ini. Sedang strata 5 banyak digunakan oleh jenis burung yang menyukai tajuk pohon, baik mencari makan, bersarang maupun beristirahat. Burung yang sering terlihat pada strata ini adalah kepodang dan kutilang.

Gambar 9. Tata vegetasi pada daerah perlindungan, transisi, koridor dan lapangan rumput bagi satwa burung (Hails et al., 1990)

3. Sumberdaya Pakan Untuk Burung

Rantai makanan adalah peristiwa memakan dan dimakan dengan urutan tertentu. Contoh : Makanan --> Ulat --> burung prenjak --> burung rajawali --> bakteri. Tumbuhan dimakan ulat, ulat dimakan burung prenjak, burung prenjak di makan burung rajawali.

Keterangan :

1. Tumbuhan bertindak sebagai produsen 2. Ulat bertindak sebagai konsumen tingkat I

3. Burung prenjak bertindak sebagai konsumen tingkat II

5. Bakteri bertindak sebagai decomposer / pengurai

Jaring-jaring makanan adalah kumpulan beberapa rantai makanan yang saling berhubungan. Gambar 10 merupakan gambaran jaring-jaring makanan.

Gambar 10. Jaring-jaring makanan

Menurut Boer (1994), ritme dan sedikit perubahan-perubahan stokastik dalam penawaran sumberdaya makanan dan kelimpahannya, menentukan pola dan cara pemanfaatan habitat oleh banyak jenis burung. Komponen makanan adalah penting, yaitu : (a) jenis makanan, (b) banyaknya sumberdaya makanan dan (c) distribusi makanan berdasarkan waktu. Jenis-jenis burung tersebut dapat diklasifikasikan dalam kelas-kelas makanannya, sebagai berikut :

a. Frugivore

Frugivore adalah jenis burung pemakan buah. Frugivore terbagi kedalam dua kelompok yaitu burung-burung yang memakan buah-buah ukuran besar dan burung-burung yang memakan buah-buah ukuran kecil (Karr dalam Boer, 1994).

b. Insectivore

Insectivore adalah jenis burung pemakan serangga. Fauna serangga ataupun kepadatan kehadiran Arthropoda berkorelasi erat dengan derajat penutupan tanah hutan (Numelin dalam Boer, 1994). Oleh karena itu, perubahan iklim mikro akibat penutupan tajuk merupakan hal yang penting.

c. Generalist

Secara teoritis, kelompok burung tidak begitu terspesialisasi dalam makanan yaitu insectivore-frugivore, insectivore, nectarivore-insectivore-frugivore atau nectarivore-frugivore (Boer, 1994).

4. Faktor Pendukung RTH Ekologis

Berdasarkan penelitian Deppe dan Rottenberry (2008), migrasi burung bergantung pada distribusi spesies baik luas area maupun tipe vegetasi dan hubungan migran dengan arsitektur atribut antara skala spasial dan ekologis. Komposisi dari tanaman dan arsitektur vegetasi menjadi salah satu yang berpengaruh untuk migrasi burung pada skala yang luas termasuk jenis vegetasi pantai. Hubungan migran dengan arsitektur atribut antara skala spasial dan ekologis membuktikan bahwa burung mempertimbangkan bentuk arsitektural dan sisi ekologis untuk bermigrasi pada suatu tempat. Burung-burung di alam mempunyai perilaku mendekati air bersih yang tergenang. Oleh karena itu, ketersediaan air bersih untuk mandi dan minum merupakan hal yang penting.

Pergerakan satwa antar patch melintasi gap tersebut yang kemudian ditanggapi oleh satwa secara berbeda pada skala spasial yang sangat spesifik. Pergerakan satwa antar patch melintasi gap akan bervariasi pada tiap spesies tergantung pada tipe patch dan faktor lain, seperti cuaca, musim, rute alternatif, serta resiko yang mungkin dihadapi (predator, jarak) (Wiens dan Rotenberry, 1981). Beberapa sistem klasifikasi iklim yang sampai sekarang masih digunakan dan pernah digunakan di Indonesia antara lain adalah (mbojo.wordpress.com):

a.Sistem Klasifikasi Koppen

Koppen membuat klasifikasi iklim berdasarkan perbedaan temperatur dan curah hujan. Koppen memperkenalkan lima kelompok utama iklim di muka bumi yang didasarkan kepada lima prinsip kelompok nabati (vegetasi). Kelima kelompok iklim ini dilambangkan dengan lima huruf besar dimana tipe iklim A adalah tipe iklim hujan tropik (tropical rainy climates), iklim B adalah tipe iklim kering (dry climates), iklim C adalah tipe iklim hujan suhu sedang (warm temperate rainy climates),

iklim D adalah tipe iklim hutan bersalju dingin (cold snowy forest climates) dan iklim E adalah tipe iklim kutub (polar climates).

b.Sistem Klasifikasi Mohr

Klasifikasi Mohr didasarkan pada hubungan antara penguapan dan besarnya curah hujan, dari hubungan ini didapatkan tiga jenis pembagian bulan dalam kurun waktu satu tahun dimana keadaan yang disebut bulan basah apabila curah hujan >100 mm per bulan, bulan lembab bila curah hujan bulan berkisar antara 100 – 60 mm dan bulan kering bila curah hujan < 60 mm per bulan.

c.Sistem Klasifikasi Schmidt-Ferguson

Sistem iklim ini sangat terkenal di Indonesia. Menurut Irianto, dkk (2000) penyusunan peta iklim menurut klasifikasi Schmidt-Ferguson lebih banyak digunakan untuk iklim hutan. Pengklasifikasian iklim menurut Schmidt-Ferguson ini didasarkan pada nisbah bulan basah dan bulan kering seperti kriteria bulan basah dan bulan kering klasifikasi iklim Mohr. Schmidt-Fergoson membagi tipe-tipe iklim dan jenis vegetasi yang tumbuh di tipe iklim tersebut adalah sebagai berikut; tipe iklim A (sangat basah) jenis vegetasinya adalah hutan hujan tropis, tipe iklim B (basah) jenis vegetasinya adalah hutan hujan tropis, tipe iklim C (agak basah) jenis vegetasinya adalah hutan dengan jenis tanaman yang mampu menggugurkan daunnya dimusim kemarau, tipe iklim D (sedang) jenis vegetasi adalah hutan musim, tipe iklim E (agak kering) jenis vegetasinya hutan savana, tipe iklim F (kering) jenis vegetasinya hutan savana, tipe iklim G (sangat kering) jenis vegetasinya padang ilalang dan tipe iklim H (ekstrim kering) jenis vegetasinya adalah padang ilalang.

Berdasarkan Van Hoeve (1989), burung memiliki suhu yang naik turun, namun waktu burung keluar dari sarang adalah saat bulan kering. Suhu udara untuk burung di daerah tropis bertahan berkisar 25 – 30º C.

Menurut Thomas (1979), penyediaan RTH merupakan salah satu usaha pengelolaan habitat satwa di perkotaan. Dalam membentuk RTH kota yang dapat digunakan sebagai habitat burung, maka dilakukan pendekatan yang bertujuan:

1. Untuk memperoleh keanekaragaman spesies yang tinggi. Dalam hal ini, semua spesies dianggap penting dan diharapkan populasi semua spesies cukup memadai.

2. Untuk meningkatkan populasi spesies tertentu. Dalam hal ini hanya spesies tertentu yang diutamakan.

Menurut Bennett (1999), berdasarkan asalnya koridor dapat dibedakan atas: - Koridor alami, seperti sungai dengan tanaman pinggiran sungai (riparian),

termasuk kontur lingkungan yang merupakan hasil dari proses lingkungan. - Koridor remnant, seperti strip hutan yang tidak ditebang dalam suatu

pembukaan lahan, pepohonan di sisi jalan, atau habitat alami yang dipertahankan sebagai penyambung antar kawasan lindung,yang terpecah karena adanya pembukaan lahan atau gangguan lingkungan.

- Koridor regenerasi, merupakan hasil dari pertumbuhan kembali suatu strip tanaman yang dulu telah mengalami pembukaan atau gangguan.

- Koridor buatan seperti tanaman pertanian, windbreaks atau shelterbelts, umumnya merupakan tanaman introduksi (non-indigenous atau eksotik). - Koridor gangguan, seperti jalan kereta, jalan raya, atau fitur lainnya yang

merupakan hasil dari gangguan yang bersifat tetap dan berbentuk strip panjang.

Dokumen terkait