• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menggambar dengan Tux Paint untuk Mengarang

Dalam dokumen WAWASAN Antologi Esai Pengajaran Bahasa (Halaman 97-104)

Kegiatan Menggambar Ilustrasi: Sebuah Metode Alternatif dalam

2.3 Menggambar dengan Tux Paint untuk Mengarang

Kesulitan menggambar secara manual bukanlah sebuah masa- lah yang besar untuk saat ini. Bagi sekolah-sekolah tertentu yang memiliki laboratorium komputer dengan jumlah yang memadai

Muh. Tontowi

dapat mendesain pembelajaran mengarang dengan program tux

paint. Kegiatan menggambar ilustrasi dengan program tux paint

sangat membantu pada pelajaran mengarang. Program ini sangat mudah dioperasionalkan, sekalipun oleh anak kelas II SD. Selain

kaya warna dan ragam bentuk gambar, program tux paint juga

dilengkapi dengan fasilitas menempel gambar. Hal ini memberi- kan kemudahan bagi siswa yang tidak dapat menggambar men- jadi mampu mengambar dengan cara merangkai berbagai gambar dengan latar yang sudah tersedia. Latar yang disediakan dalam program ini juga sangat beraneka ragam, seperti latar dunia laut, kutub utara, antariksa, hutan belantara, dan sebagainya. Latar ini sangat membantu siswa untuk berimajinasi saat membuat gam- bar ilustrasi. Ragam karangan dengan tema apa pun dapat digali dengan program ini. Program ini juga sangat membantu siswa dalam memperkaya pokok-pokok pikiran. Kemudahan fasilitas yang dapat diunduh mampu mengayakan hasil gambaran siswa. Hasilnya, karangan siswa menjadi lebih informatif dan menarik untuk dibaca.

Dari tindakan kelas yang penulis lakukan seperti tersebut di atas, diperoleh hasil sebagai berikut (1) minat belajar menga- rang siswa kelas VI SD Muhammadiyah Sleman setelah meng-

gunakan metode kegiatan menggambar dengan tux paint, masuk

dalam kategori tinggi, yaitu 51 % atau 40 orang dari 78 siswa pada siklus I dan 55 % atau 43 orang pada siklus II, (2) hasil belajar menga-

rang siswa setelah menggunakan tux paint mengalami pening-

katan. Hal ini dapat dilihat dari penurunan jumlah siswa yang memperoleh nilai rendah (kurang dari 60) dan kenaikan jumlah siswa yang memperoleh nilai tinggi (75 sampai 100) dari dua siklus. Siswa dengan hasil belajar rendah yang tadinya adalah 17 anak atau 22 % menjadi 8 anak atau 10 % dan siswa yang hasil belajarnya tinggi mengalami kenaikan dari 26 siswa atau 33% menjadi 55 siswa atau 71%.

Kegiatan menggambar ilustrasi dengan cara manual dan tux paint sangat membantu siswa dalam memperkaya ide karangan.

Dengan program ini anak yang berkemampuan rendah dapat me- ningkatkan kemampuannya seiring dengan siswa yang mempu- nyai kemampuan tinggi. Metode mengarang melalui kegiatan menggambar ini diharapkan dapat memicu minat siswa terhadap pelajaran mengarang. Dengan meningkatnya minat anak terhadap pelajaran mengarang diharapkan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap kemampuan dan hasil belajar mengarang siswa.

3. Penutup 3.1 Simpulan

Kegiatan menggambar ilustrasi, baik secara sederhana mau- pun dengan program tux paint dapat digunakan sebagai alternatif untuk meningkatkan kemampuan mengarang pada siswa. Ada- nya unsur permainan dalam kegiatan menggambar menyebabkan kegiatan mengarang yang tadinya dirasa memberatkan siswa terasa lebih ringan dan mudah untuk dilakukan. Hal ini senada dengan yang disampaikan oleh Bobbi DePorter (2008) yang me- nyatakan bahwa minat dan kesiapan anak untuk melakukan sesuatu sangat di pengaruhi oleh “AMBAK”. AMBAK adalah singkatan dari “Apa Manfaatnya Buat Aku”. Jadi, ketika sebuah pembelajar- an didesain dengan memasukkan unsur permainan, maka siswa akan memeroleh kemanfaatan dari permainan tersebut. Imbasnya mereka merasa senang untuk melakukan kegiatan tersebut.

3.2 Saran

Salah satu faktor yang memengaruhi peningkatan minat dan hasil belajar mengarang siswa adalah metode penyampain guru dalam proses belajar- mengajar. Maka disarankan kepada: (1) Para guru agar selalu berusaha melakukan inovasi pembe-

lajaran dalam aktivitas kesehariannya sebagai seorang guru yang profesional. Dalam hal ini kegiatan menggambar dalam PBM mengarang perlu dicoba sebagai salah satu variasi meto- de dalam menyampaikan materi pelajaran mengarang,

Muh. Tontowi

(2) Para pemegang kebijakan sekolah agar mengondisikan si- tuasi belajar- mengajar yang memberdayakan segenap warga sekolah sehingga tercipta kenyamanan dalam bekerja sama. Dengan begitu diharapkan produktivitas guru dalam meng- hasilkan berbagai inovasi pembelajaran juga meningkat.

Daftar Pustaka

As’ad, Moh. 1996. Psikologi Industri. Yogyakarta: Liberty.

DePorter, Bobbi et al. 2008. Quantum Teaching; Mempraktikkan Quantum Learning di Ruang-ruang Kelas. Diterjemahkan oleh Ary Nilandary dari Quantum Teaching: Orchestrating Student Succes. Cetakan ke-22. Bandung: Kaifa.

Gardner, Howard 2003. Multiple Intelegence. Bandung: Kaifa. Hernowo. 2004. Pendidikan Berbasis Buku. Bandung: Mizan Lear-

ning Centre.

—————. 2005. Mengubah Sekolah. Bandung: Mizan Learning

Centre.

Koendoro, Dwi, 2007. Yuk, Bikin Komik. Bandung: Mizan Learning Centre.

1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Mata pelajaran Bahasa Indonesia biasanya dianggap mudah dan ringan bagi siswa. Hal ini disebabkan oleh proses pembelajar- annya yang dari dahulu hingga sekarang hanya “begitu-begitu saja” sehingga terkesan tidak menarik dan membosankan bagi siswa. Pada saat ini salah satu penentuan kelulusan siswa SD yang di-UASBN-kan adalah mata pelajaran Bahasa Indonesia, selain Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Soal ujian Bahasa Indonesia berupa pilihan ganda sebanyak 50 soal, dengan lembar jawab komputer (LJK). Tidak ada lagi soal isian, uraian, ataupun mengarang. Siswa yang mendapatkan nilai memenuhi standar berarti dianggap lulus. Belum lagi, mulai semester genap tahun pe- lajaran 2008/2009, siswa dari kelas I sampai dengan kelas V, untuk tiga mata pelajaran yang di-UASBN-kan dan soal tes kendali mutu (TKM) juga menggunakan LJK. Jadi, otomatis soal yang diujikan juga dalam bentuk pilihan ganda. Lantas, berbanding luruskah hubungan antara nilai dengan kemampuan berbahasa dan ber- sastra Indonesia yang baik dan benar?

Dalam menjawab soal, siswa mungkin dapat memprediksi jawabannya, tetapi belum tentu mereka mengetahui jawaban yang benar. Atau mungkin, siswa menanyakan jawabannya kepada

Hubungan antara Nilai Hasil Pembelajaran

dengan Kemampuan Siswa Sekolah Dasar

dalam Berbahasa dan Bersastra Indonesia

yang Baik dan Benar

Endah Nuraini

teman. Padahal, kemampuan berbahasa dan bersastra Indonesia adalah kemampuan mendengar, berbicara, membaca, menulis, dan mengapresiasi sastra. Dapatkah kemampuan berbahasa dan bersastra siswa diukur hanya dengan menggunakan soal pilihan ganda?

Mata pelajaran Bahasa Indonesia mulai diajarkan kepada siswa pada jenjang SD, sejak di kelas I sampai dengan kelas VI. Dari belajar membaca, menulis yang benar sesuai EYD hingga menulis tegak bersambung. Setelah itu, belajar membuat kalimat dengan pola subjek, predikat, objek, dan keterangan (SPOK), dan belajar kesastraan (puisi dan pantun), serta mengarang berdasar- kan rangkaian gambar berstruktur ataupun mengarang bebas. Begitu juga halnya dengan soal-soal yang diteskan, dahulu meli- puti pertanyaan isian dari bacaan, pilihan ganda, dan menulis atau mengarang. Bentuk soal tersebut berlaku untuk kelas I—V. Akan tetapi, sekarang, soal tes Bahasa Indonesia hanya berupa tes pilih- an ganda, dan berlaku dari kelas I sampai dengan kelas VI.

Kelebihan dari soal pilihan ganda yaitu kecepatan dan kemu- dahan dalam pemeriksaan hingga penentuan nilai yang cepat yang dapat dilakukan dengan komputer. Guru tidak perlu menghabis- kan waktu untuk mengoreksi. Kelemahannya yaitu tidak dapat menunjukkan kemampuan siswa dalam berbahasa dan bersastra Indonesia dengan baik dan benar. Selain itu, kecurangan juga tidak dapat diminimalkan.

1.2 Permasalahan

Dari latar belakang tersebut, ada dua permasalahan pokok yang perlu dipecahkan, yaitu

(1) mengapa pembelajaran Bahasa Indonesia terkesan monoton dan diremehkan?

(2) apakah soal ujian dalam bentuk pilihan ganda dapat meng- ukur kemampuan siswa dalam berbahasa dan bersastra Indo- nesia dengan baik dan benar?

Buku paket maupun lembar kerja siswa (LKS) masih mendo- minasi dalam proses belajar-mengajar Bahasa Indonesia. Dengan demikian, baik guru maupun siswa hanya akan mengejar tersele- saikannya materi dalam buku paket maupun LKS. Pada akhirnya, dalam proses pembelajaran kurang pelatihan menulis yang benar sesuai dengan EYD, kurang pelatihan membaca sesuai dengan into- nasi yang benar, dan kurang pelatihan memahami bacaan. Penge- nalan sastra beserta tatacara penulisannya juga terabaikan. Apa- lagi kini, didukung dengan soal tes dan ujian yang bentuknya hanya berupa pilihan ganda, seakan-akan sia-sialah pembelajaran sela- ma ini.

Pembelajaran yang monoton, terkesan sama dari tahun ke tahun, dari jenjang kelas satu ke jenjang kelas yang lebih tinggi telah menyebabkan siswa merasa jenuh dan bosan. Kreativitas siswa tidak dibiarkan bebas tergali. Metode pembelajaran yang digunakan juga hampir sama, yaitu ceramah dan mengerjakan LKS. Dengan demikian, siswa akan lebih tertarik dengan mata pelajaran lainnya, dan akan lebih mengutamakan mata pelajaran tersebut, misalnya Matematika dan IPA. Matematika merupakan mata pela- jaran yang mengasyikkan dengan hitungan dan demonstrasinya. Begitu juga dengan IPA, sangat asyik percobaannya. Sementara mata pelajaran Bahasa Indonesia dianggap ringan, mudah, dan diremehkan.

Padahal, Bahasa Indonesia merupakan bahasa nasional, baha- sa pemersatu aneka ragam suku yang ada di Indonesia, dan bahasa yang lahir dan dikukuhkan dalam peristiwa Sumpah Pemuda serta diperingati setiap tahunnya. Terlebih pada saat ini, banyak warga negara asing yang justru tertarik mempelajari Bahasa Indo- nesia, baik dilakukan di Indonesia maupun di negara mereka. Hal tersebut sangat ironis jika dibandingkan dengan para siswa, seba- gai generasi penerus bangsa, yang kurang tertarik dengan bahasa nasionalnya sendiri. Akan dibawa ke manakah negara kita kelak, jika warga negara asing malah lebih menguasai Bahasa Indonesia dibandingkan dengan generasi penerus bangsa kita?

Endah Nuraini

Menurut Aribowo (2009), faktor yang menjadi penyebab ke- gagalan pengajaran Bahasa Indonesia, antara lain, adalah sebagai berikut.

(1) Pengajar kurang paham teori bahasa, teori pembelajaran, tujuan pengajaran, silabus, tipe-tipe kegiatan yang akan di- gunakan, peranan pengajar maupun siswa, dan peranan ma- teri yang diajarkan;

(2) Situasi yang tidak mendukung terciptanya kegiatan belajar- mengajar (KBM), yaitu perbedaan kultur sosial dan komuni- kasi lisan yang kurang lancar;

(3) Metode pembelajaran tidak sesuai dan alat bantu pengajar yang kurang memadai.

2. Hubungan Nilai Hasil Pembelajaran dengan

Dalam dokumen WAWASAN Antologi Esai Pengajaran Bahasa (Halaman 97-104)

Dokumen terkait