• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penutup 1 Simpulan

Dalam dokumen WAWASAN Antologi Esai Pengajaran Bahasa (Halaman 59-63)

Tuntutan Pembelajaran Sastra Indonesia di Sekolah Dasar

3. Penutup 1 Simpulan

Berbagai inovasi pembelajaran sastra dapat dilakukan guru agar tercapai kompetensi yang diharapkan, yaitu

Pertama,proses pembelajaran dilakukan tidak hanya bersifat memindah ilmu atau materi pelajaran. Dalam pembelajaran sastra, siswa tidak hanya dijejali bermacam-macam pengertian. Yang perlu dilakukan guru adalah memberikan pemahaman semua jenis karya sastra, penerapannya, dan kemanfaatannya. Siswa juga ditingkatkan kemampuannya dalam menganalisis hasil karya sastra.

Kedua,saat proses pembelajaran sastra, siswa SD diperkenal- kan dan diajak menikmati secara langsung berbagai contoh karya sastra, seperti puisi, prosa, cerpen, dan dongeng.

Ketiga,kreativitas siswa dapat dimulai dari meniru. Meniru merupakan tindakan kreatif yang sederhana. Oleh karena itu, ketika siswa diberi tugas membuat puisi atau karangan prosa, siswa jangan segera disalahkan jika mereka meniru karya orang lain. Dengan demikian, guru harus bijaksana.

Keempat,pembelajaran sastra di SD jangan hanya difokuskan pada kemampuan siswa untuk menjawab soal-soal yang ber- kaitan dengan sastra. Siswa diarahkan untuk mengapresiasi sas- tra, dibantu menemukan potensinya hingga dapat mengembang- kan dan mengekspresikannya ke dalam dunia sastra.

Kelima,proses pembelajaran sastra hendaknya dilakukan dalam suasana yang menyenangkan dan disertai contoh dan peragaan sesuai dengan perkembangan siswa SD yang masih menuntut pemikiran secara konkret.

3.2 Saran

Ada dua saran yang penulis ajukan. Pertama,guru dalam pem- belajaran sastra agar selalu membuat inovasi terus-menerus untuk

kemajuan pendidikan siswa. Kedua, penyelenggara pendidikan

Muhammad Arifin Zuhri

bahan pembelajaran dan pengayaan siswa sehingga siswa tidak tercerabut dari akar kebudayaannya.

Daftar Pustaka

Ahmad, Djauzak dkk. 1997. Pedoman Pelaksanaan Proses Belajar-

Mengajar di Sekolah Dasar. Jakarta: Depdikbud.

Depdiknas. 2007. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Tingkat SD/MI kelas IV. Jakarta: BSNP.

Subiyanto, Paul. 2004. Mendidik dengan Hati. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

1. Pendahuluan

Pada awal abad ke-20 Frans Boas menyatakan bahwa “bahasa

merupakan manifestasi terpenting dari kehidupan mental penuturnya”. Bahasa mendasari pengklasifikasian pengalaman secara berbeda- beda yang terkadang tidak disadari oleh penuturnya. Keberagam- an penggunaan bahasa itulah yang menjadikan keistimewaaanya. Berdasarkan pendapat tersebut, sudah selayaknya kita mem- pertahankan dan mengembangkan bahasa sebagai kekayaan dan representasi kebudayaan di negara kita. Salah satu cara yang paling tepat dilakukan dalam mempertahankan bahasa adalah melalui pemerintahan, politik, budaya, dan pendidikan. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional harus mampu menjadi alat komunikasi yang mencerminkan budaya masyarakatnya. Akan tetapi, dalam fenomena sekarang ini seseorang lebih percaya diri dan bangga berbahasa asing daripada berbahasa Indonesia. Oleh karena itu, sudah waktunya pemerintah dan masyarakat mengembalikan ruh bahasa Indonesia sebagai representasi bangsa Indonesia.

Untuk mengembalikan ruh pembelajaran bahasa Indonesia dapat dilakukan dengan penyadaran akan pentingnya penguasa- an berbahasa. Bahasa (lisan ataupun tulis) dapat membuat kehi- dupan menjadi lebih baik? Kita tahu, sekarang sedang tumbuh masyarakat berpengetahuan. Dalam masyarakat berpengetahuan

Membangkitkan Ruh Pembelajaran Bahasa

Indonesia Melalui Tradisi Baca-Tulis

Ari Wahyuni

segala kegiatan kehidupan serba berbasis pengetahuan, misalnya kegiatan ekonomi berbasis pengetahuan, politik berbasis penge- tahuan, dan pendidikan berbasis pengetahuan, sehingga menun- tut setiap manusia untuk menguasai pengetahuan yang memadai dan baik. Oleh karena itu, untuk menguasai pengetahuan tersebut dapat dilakukan dengan metode baca-tulis dalam kehidupan ma- syarakat.

Menurut Mc Neil (dalam Hernowo, 2003:111), semakin banyak seseorang membaca, semakin baik pula tulisannya. Gaya penulis- an tidak didapat dari menulis, tetapi dari membaca. Menulis dapat membantu menyelesaikan masalah dan memperluas wawasan ilmu pengetahuan. Pengetahuan akan mudah atau dapat dikuasai dengan baik oleh setiap manusia bila yang bersangkutan me- nguasai bahasa. Dikatakan demikian karena berbahasa merupa- kan kemampuan berpikir kritis-kreatif yang ditopang kemampu- an membaca dan menulis. Kemampuan membaca dan menulis akan menjadi sarana manjur meraih pengetahuan yang pada masa sekarang terekam dalam wujud tulisan atau bacaan. Tulisan atau bacaan mengubah kesadaran manusia dari kesadaran pasif men- jadi kesadaran kritis. Kesadaran kritis yang dimungkinkan oleh tulisan/bacaan inilah yang menjadikan kemampuan berpikir kritis- kreatif. Tanpa adanya tulisan, pikiran dari orang-orang yang me- nguasai bahasa tidak akan mampu berpikir, tidak hanya ketika dia menulis, tetapi juga ketika dia menyusun pikirannya dalam bentuk lisan. Hasil tulisan atau bacaan merupakan ciptaan sese- orang yang paling besar pengaruhnya bagi kesadaran manusia. Jadi, kegiatan intelektual berkembang berkat kemampuan mem- baca dan menulis yang memungkinkan hadir dan berfungsinya tulisan atau bacaan.

Dalam dunia pendidikan, tradisi membaca-menulis (calis) me- rupakan kegiatan yang sangat baik, tetapi belum dibudayakan. Kegiatan membaca dan menulis dapat berhasil jika ditumbuh- kembangkan secara terus-menerus dalam pembelajaran. Untuk mem- budayakannya, para guru harus menugasi subjek didik untuk mem-

baca buku tertentu dan menulis topik tertentu dalam proses pem- belajaran. Perpustakaan pun menyediakan pustaka-pustaka yang diperlukan subjek didik sehingga kebiasaan membaca dan menu- lis terpupuk dengan baik. Hal ini menunjukkan bahwa pendidik- an menjadi instrumen efektif untuk membentuk dan memperkuat tradisi membaca-menulis di Indonesia secara berkelanjutan.

Untuk mencapai tujuan pembelajaran bahasa Indonesia se- cara aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAKEM) perlu di- ketahui beberapa hal penting sebagai faktor penunjangnya. Me- nurut Parera, fungsi pembelajaran bahasa adalah sebagai pem- binaan kesatuan dan persatuan bangsa, sarana peningkatan kete- rampilan dan pengetahuan meraih ilmu dan teknologi, pening- katan kemampuan, pelestarian, pengembangan budaya, sarana pengembangan penalaran, dan penyebarluasan pemakaian baha- sa. Tujuan dan manfaat pembelajaran itu tidak secara bersamaan dapat dicapai, tetapi satu per satu mana yang menjadi prioritas dan tujuan yang ingin dicapai. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, penulis ingin melakukan upaya perbaikan pembelajaran mem- baca dan menulis sebagai sarana pengembangan penalaran dan pengetahuan. Untuk mengembangkan penalaran, siswa dituntut mampu memahami teks bacaan dan memahami informasi pen- ting di dalamnya.

Dalam dokumen WAWASAN Antologi Esai Pengajaran Bahasa (Halaman 59-63)

Dokumen terkait