• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hal-hal Yang Menghambat Upaya Pemberdayaan Masyarakat Dalam Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaaan (P2KP) di Desa

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

D. Hal-hal Yang Menghambat Upaya Pemberdayaan Masyarakat Dalam Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaaan (P2KP) di Desa

Doplang

Dari hasil penelitian, walaupun tidak banyak permasalahan yang dihadapi namun penulis menemukan beberapa hambatan yang bisa menganggu upaya pemberdayaan masyarakat dalam proyek P2KP di Desa Doplang, meskipun hal itu sedapat mungkin telah diminimalisir dan diupayakan pemecahannya. Hal-hal yang menghambat tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

1.Masih adanya persepsi yang keliru dari sebagian kecil warga masyarakat mengenai P2KP.

Kekeliruan persepsi ini dapat ditemui dalam pemahaman dari sebagian warga yang menganggap P2KP sama dengan program-program pemerintah yang lain, seperti program Jaring Pengaman Sosial (JPS), sehingga muncul anggapan bahwa dana bantuan kredit P2KP berasal dari uang negara yang

sekali habis dan tidak perlu dikembalikan. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Bapak Yuwono (Faskel P2KP Desa Doplang) berikut ini :

“ Kendala yang dihadapi, karena P2KP memerlukan proses yang lama, dan materinya baru, maka perlu mengubah image masyarakat bahwa program ini adalah program yang terus berkelanjutan dan tidak sekali habis, sehingga pinjaman kredit modal usaha tersebut harus dikembalikan untuk keberlanjutan program. Ini salah satu kendala kami”. (Wawancara, 10 Maret 2008).

Selain dari yang dikemukakan di atas, faktor rongrongan dari oknum yang memberikan informasi yang tidak benar tentang P2KP, yaitu informasi bahwa P2KP tidak lain halnya seperti Program Jaring Pengaman Sosial (JPS) lainnya yang karena sesuatu dan lain hal banyak mengalami kegagalan. Banyak anggota KSM yang pada awalnya memperoleh informasi bahwa bantuan kredit P2KP tidak perlu dikembalikan, karena dana itu memang untuk orang miskin jadi tidak perlu dikembalikan. Sehingga pihak pengurus BKM pada mulanya agak kerepotan menghadapi rongrongan dari para “provokator” agar masyarakat yang menerima bantuan kredit kembali percaya bahwa dana P2KP ini memang milik dan diperuntukkan bagi seluruh warga masyarakat Desa Doplang, sehingga program tersebut harus berkelanjutan dan bantuan kredit tersebut harus dikembalikan demi keberlanjutan program.

Sejurus dengan hal tersebut, Bapak Sarno (Ketua KSM Cempaka) mengemukakan bahwa :

“Kalau saya secara pribadi sih sudah tau Mbak program P2KP itu seperti apa, beda dengan program-program JPS sebelumnya….Tapi ada sebagian anggota KSM sini yang salah persepsi karena pada awalnya mereka memperoleh informasi yang keliru tentang P2KP, yaitu bahwa P2KP ini sama seperti program JPS sebelumnya yang bantuan kreditnya tidak perlu dikembalikan, jadi ada sebagian dari anggota KSM yang tidak mau

mengembalikan….ya gara-gara ‘diprovokatori’ itu Mbak…tapi pihak BKM sudah pernah berusaha untuk meluruskan hal tersebut”. (Wawancara, 7 Maret 2008)

2.Terjadinya pergantian kepengurusan BKM

Hal ini disebabkan karena yang bersangkutan mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dan menghasilkan, dan rata-rata pekerjaan tersebut berada di luar kota. Krena pekerjaan sebagai pengurus BKM adalah pekerjaan yang mengandung amanah dan bersifat sukarela sehingga banyak yang memilih pekerjaan lain. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Bapak Nurzaeni selaku Koordinator BKM Adil Makmur Desa Doplang berikut ini :

“Permasalahan lain yang ada, walaupun tidak banyak ditemukan adalah karena ada pengurus BKM yang keluar karena mendapatkan perkerjaan yang lebih baik di luar kota, sehingga ia lebih memilih pekerjaan barunya. Hal ini walaupun tidak menganggu secara signifikan pelaksanaan kegiatan, akan tetapi kami harus mempersiapkan kader berikutnya, dan hal itu dapat kami tanggulangi dengan menunjuk serta mensepakati peserta magang pada peringkat berikutnya.” (14 Maret 2008).

Selain itu kepengurusan yang duduk dalam BKM rata-rata sudah memiliki pekerjaan sehingga dalam mengimplementasikan proyek hanya merupakan pekerjaan sambilan (sehingga tidak maksimal).

3. Rentannya anggota KSM dalam mempertahankan kondisi usahanya. Hal ini sebagai akibat dari minimnya modal yang dimiliki termasuk yang berasal dari pinjaman P2KP. Untuk mempertahankan keberlangsungan usahanya, suatu anggota KSM merasakan sangat berat, sebab minimnya jumlah pinjaman modal yang diberikan. Hal ini yang dialami oleh KSM

Aneka Konveksi yang bergerak dalam bidang jahit menjahit. Selain karena minimnya jumlah modal yang dipinjamkan juga terkait dengan persoalan kurangnya lahan pemasaran. Selain itu juga terkait dengan hambatan yang berasal dari intern anggota KSM, yaitu bahwa dari kelima anggota KSM Aneka Konveksi tersebut tak ada satupun yang memiliki mesin jahit. Berikut ini petikan wawancara dengan Ibu Sutini (salah satu anggota KSM Aneka Konveksi) :

“Saya merasa senang mbak dengan adanya bantuan modal usaha dari P2KP tersebut, cuman yaaa itu mbak…bantuan pinjemannya cuma dikit, ngga cukup untuk beli mesin jahit, sedangkan 1 KSM saya ini kan ngga ada yang punya mesin jahit mbak….itu yang bikin kerjaan jadi terhambat” (Wawancara, 7 Maret 2009).

Hal senada juga diungkapkan oleh Ibu Mulatsih (angoota KSM Aneka Konveksi) bahwa :

“Senang sekali mbak dengan adanya bantuan modal usaha ini jadi bisa buka usaha bersama terima jahitan, tapi sayangnya bantuannya kurang mencukupi untuk beli mesin jahit sendiri mbak…Awalnya kan kita makai mesin jahit punyanya keponakannnya salah satu anggota KSM kami mbak…tp kan akhirnya juga kami kembalikan…tp sayangnya bantuan itu baru bisa untuk beli bahan-bahan aja mbak…Pengennya sih dikasih mesin jahit gitu mbak, seperti di daerah lain itu dapat bantuan mesin jahit dari pemerintah kabupaten, tapi katanya waktu itu di KSM kita telat ngajuinnya jadi ya ngga dapet….” (Wawancara, 6 Maret 2008).

Dari petikan wawancara di atas dapat kita simpulkan bahwa terdapat beberapa faktor yang menyebabkan rentannya anggota KSM dalam mempertahankan kondisi usahanya, hal ini merupakan salah satu hambatan dalam upaya pemberdayaan masyarakat melalui P2KP.

BAB IV PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan sebelumnya, pada Bab Keempat ini dapat disimpulkan secara garis besar bahwa Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) yang dilaksanakan di Desa Doplang, Kecamatan Teras, Kabupaten Boyolali dapat dinyatakan berhasil dan berjalan sesuai rencana. Persepsi dan partisipasi masyarakat dalam proyek P2KP tersebut dapat dinyatakan cukup baik.

Strategi pemberdayaan masyarakat yang diterapkan dalam Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) mengindikasikan munculnya paradigma pembangunan yang bersifat partisipatoris. Indikasi tersebut ada dua perspektif yaitu, yang pertama, pelibatan masyarakat setempat dalam pemilihan, perencanaan, sosialisasi, pelaksanaan, dan pelestarian program atau proyek yang akan mewarnai hidup mereka, sehingga dengan demikian dapatlah dijamin bahwa persepsi masyarakat setempat, pola sikap dan pola berfikir serta nilai-nilai dan pengetahuannya ikut dipertimbangkan secara penuh. Yang kedua adalah membuat umpan balik (feedback) yang pada hakekatnya merupakan bagian yang tak terlepaskan dari kegiatan pembangunan. Mengenai persepsi dan partisipasi masyarakat dalam Proyek Penaggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) yang berbasis pada

pemberdayaan, yang dilaksanakan di Desa Doplang Kecamatan Teras Kabupaten Boyolali, dapat dijelaskannya kesimpulannya sebagai berikut :