• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENGULAS OPAC 2.0 SEBAGAI NEXT GENERATION LIBRARY CATALOG

Moh. Safii

UPT Perpustakaan Universitas Negeri Malang – Jawa Timur

e-mail: moh.safii@um.ac.id

Abstrak

Gelombang perubahan teknologi dalam dunia perpustakaan tidak dapat dielakkan lagi.Ketika Michael Casey mencetuskan konsep Library 2.0 pada tahun 2005, sejak itu perpustakaan berduyun-duyun untuk mengadopsi konsep tersebut.Penelitian di luar negeri tentang konsep Library 2.0 sudah berkembang pesat berbeda dengan di Indonesia yang masih berkutat pada ranah persepsi. Penelitian Library 2.0 yang bersifat teknis akan memberikan warna yang berbeda bagi pustakawan setidaknya dari segi manfaat akan cepat untuk diterapkan. Penelitian ini akan menjabarkan fitur-fitur dari OPAC 2.0 yang dijadikan sebagai Next Generation Library Catalog, dengan mengutamakan kebutuhan pengguna (user centered) serta mengedepankan partisipasi pengguna (user participation). Contoh dari web yang sudah menerapkan OPAC 2.0 akan dijabarkan pada tulisan ini sehingga pembaca dengan mudah untuk berfikir ulang sudahkah kita memiliki OPAC 2.0.

Kata Kunci: OPAC 2.0, Library 2.0

Abstract

Wave of technological changing in library world is not inevitable. When Michael Casey sperked the concept, the library flock to adopt the concept. Research in abroad about the concept of library 2.0 has been growing rapidly, unlike in Indonesia that still struggling in the realm of perception. Library 2.0 research of technical nature will give a different color to librarian at least in terms of the benefits will be quick to apply. This research will describe the features of OPAC 2.0 is used as the Next Generation Library Catalog, by prioritizing the needs of the user (user centered) and promoting participation of users (user participation). The examples of web which already apply OPAC 2.0 will be elaborated in this article so that the readers easily to think again about have we had OPAC 2.0

Pendahuluan

Hukum ke 4 (empat) dari 5 (lima) hukum ilmu perpustakaan SR Ranganathan yaitu

save the time of the reader, menjelaskan bahwa perpustakaan harus memberikan kemudahan akses bagi pengguna untuk mencari koleksi yang dikehendaki (Ranganathan, 1931). Kemudahan akses ini tentu akan berdampak pada efesiensi waktu.

Mempermudah pengguna untuk

mendapatkan buku yang dikehendaki ialah salah satu prinsip perpustakaan.Sehingga di kala itu, penggunaan kartu katalog sebagai alat untuk penelusuran sangat membantu.Jika dibandingkan pengguna harus menelusur ke rak.Gorman (1998) kemudian menerjemahkan lebih lanjut sesuai dengan kondisi saat ini, memaknai hukum keempat SR Ranganathan bahwa semua aspek apapun yang ada termasuk kebijakan, aturan, prosedur, sistem kesemuanya itu haruslah mudah tidak perlu dipersulit contohnya ketika layanan jasa referensi agar memuaskan maka haruslah menggunakan alat komunikasi misalnya seperti teleponatau untuk saat ini menggunakan internet melalui chat, email dsb.

Teknologi yang masuk ke perpustakaan sudah menjadi alat untuk menyelesaikan kegiatan sehari-hari pustakawan. Istilah otomasi dikenal sebagai proses untuk mengubah manual ke bentuk otomatis. Ketika seorang pustakawan yang semula menulis data bibliografi di kartu katalog,

maka itu tergantikan dengan

memasukkannya ke dalam database yang tersimpan di komputer.Database tersebut kemudian bisa diakses dari manapun dan dapat dimanfaatkan dengan cepat.Ketika terjadi kesalahan dalam pengentrian, maka data tersebut masih bisa di edit walau oleh orang yang berbeda sekalipun.Inilah salah

satu contoh kongkrit dari otomasi.Hubungan dengan hukum keempat SR Ranganathan diatas ialah dengan otomasi akan mempermudah dan mempersingkat waktu pengguna untuk mencari koleksi yang dikehendaki. Pengguna dapat mencari bahan koleksi dari komputer, atau dari telepon genggam, baik dari jaringan di perpustakaan atau dari rumah.Kecanggihan ini yang menjadikan perpustakaan dalam menentukan kebijakan selalu berpijak pada kemudahan akses.Misalnya perpustakaan yang melanggan jurnal tercetak, lama kelamaan dengan adanya teknologi, maka tidak perlu melanggan lagi jurnal tercetak, tetapi melanggan jurnal online.Pergeseran tersebut tentu terjadi karena adaptasi perpustakaan terhadap teknologi.

Katalog ialah yang pertama menjadi sorotan

ketika teknologi masuk ke

perpustakaan.Diyakini penggunaan model kartu katalog sangat tidak efisien.Oleh karena itu teknologi digunakan untuk mengatasi katalog perpustakaan sehingga efektif dan efisien. Tetapi perkembangan OPAC ternyata tidak hanya mengotomasi apa yang ada di kartu katalog saja, tetapi harus lebih dari itu, bagaimana pengguna diberikan pilihan lebih banyak lagi untuk dapat mencari apa yang dikehendaki. Melihat perkembangan tersebut tahun 1985 muncullah wacana OPAC merupakan

Information Retrieval System atau umum dikenal sistem temu kembali informasi (Chu, 2003).Semenjak itu banyak penelitian yang mengembangkan OPAC sedemikian rupa dapat bekerja efektif dan efisien daripada penggunaan model kartu katalog.

Pertanyaan kemudian muncul, ketika teknologi berkembang baik dari sisi hardware maupun software, apakah OPAC akan berkembang mengikuti ?. IFLA telah

membuat panduan tentang OPAC pada tahun 1999 (Yee,1999). Panduan tersebut tentu sesuai dengan perkembangan teknologi kala itu. Pertanyaanya lagi, apakah itu sudah sesuai dengan adaptasi saat ini ?.Pertanyaan ini akan selalu muncul karena pada penelitian selanjutnya, pola pencarian informasi pengguna berbeda apalagi dengan berkembangnya teknologi. Perbedaan ini sangat kentara ketika Michael Casey mencetuskan ide tentang Library 2.0, yang sejak itu merubah paradigma perpustakaan tentang teknologi.Library 2.0 membuka cara pandang baru bagi perpustakaan. Teknologi dianggap sebagai alat untuk membantu perpustakaan dalam menjalankan fungsinya dan menjangkau penggunanya lebih luas. Masuknya konsep Library 2.0 ini akan merubah bagaimana OPAC selanjutnya. Oleh karena itu muncullah konsep OPAC 2.0 atau juga disebut sebagai OPAC Next Generation.

Dengan pemikiran tersebut, tulisan ini akan menjabarkan tentang OPAC 2.0 sebagai konsep baru penelusuran yang fokus pada kepentingan pengguna (user centered).Dari hasil penelitian ini penulis berharap dapat membuka wacana baru pengembangan OPAC yang lebih baik.Tulisan ini juga sangat bermanfaat tentu bagi pustakawan atau khususnya staf perpustakaan bagian teknologi informasi (system librarian).

Metode Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode studi literaturdengan meneliti hasil- hasil penelitian sebelumnya tentang OPAC 2.0.Penulis akan menjabarkan fitur-fitur OPAC 2.0 yang menjadi jawaban penelusuran informasi di era Library 2.0 serta mengambil contoh dari Web yang sudah memenuhi kriteria OPAC 2.0 milik

OCLC (Online Computer Library Center)yaitu Worldcat.

Fitur OPAC 2.0 Next Generation Library Catalog

Perpustakaan sebagai growing

organismakan terus berkembang sesuai dengan lingkungan sekitar. Perubahan perpustakaan tersebut merupakan bagian dari adaptasi secara organisasi agar tidak ditinggalkan oleh penggunannya.Karenanya peran perpustakaan harus ditingkatkan lebih lagi dengan menjadi jembatan informasi (Barner, 2011).Tetapi faktanya sekarang, pengguna lebih menyukai untuk mencari bahan koleksi melalui mesin pencari seperti Google dsb.Mesin pencari perpustakaan yaitu OPAC tidak menyuguhkan hasil pencarian yang sesuai dengan keinginan pengguna.OPAC sendiri merupakan salah satu jenis dari Information Retrieval System (Sistem Temu Kembali Informasi).

Kowalski (2010) menyatakan Sistem Temu Kembali Informasi ialah sistem yang memiliki kemampuan untuk menyimpan, menemukan kembali dan melakukan

maintenance terhadap informasi.Informasi dalam tema STKI ini bisa berupa text dan objek multimedia lainnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa dalam konsep STKI terdapat sebuah perangkat lunak dan pangkalan data sama halnya dengan OPAC di perpustakaan.

Tujuan dari Information Retrieval ialah untuk meminimalisir segala kendala ketika

pengguna ingin mencari

informasi.Kekurangan tersebut wujudnya bisa berupa waktu yang dibutuhkan tidak efisien, atau informasi yang disajikan ternyata tidak akurat.Semua informasi yang tersimpan dalam pangkalan data hendaknya lebih mudah untuk ditelusur.Menurut Chu

(2003) ada 5 (lima) fitur OPAC yang harus dijadikan prinsip pengembangan OPAC lebih lanjut yaitu :

a) OPAC berisi informasi bibliografi b) OPAC harus mendukung format

MARC

c) OPAC mendukung pencarian

berdasarkan pengarang, judul, kata kunci bebas, Boolean

d) OPAC mendukung protocol Z39.50 sebuah standar untuk temu kembali informasi dengan berbagai bentuk informasi dan bebeda platform, sehingga pengguna dapat mencari informasi dari perpustakaan yang berbeda.

e) OPAC menyediakan layanan untuk pengguna dapat melihat data bibliografi berdasarkan titik akses. Misal

disediakan halaman untuk

menampilkan data pengarang, dan pengguna dapat melihat tulisan dari masing-masing pengarang. Atau juga disediakan halaman tersendiri untuk mengakses koleksi berdasarkan call number. Bagi pengguna yang mungkin belum mengetahui secara spesifik apa yang dicari, bisa menggunakan layanan ini untuk menelusur lebih jauh.

Setidaknya perpustakaan di Indonesia harus berfikir apakah OPAC yang dimiliki saat ini sudah sesuai dengan kelimat fitur dasar diatas.Belum lagi pada ketika Michael Casey yang mencetuskan ide Library 2.0 pada tahun 2005.Sejak itulah paradigm tentang perpustakaan berubah.Dunia perpustakaan lebih terbuka dengan menggunakan teknologi sebagai alat untuk menyebarkan informasi, memberikan kemudahan kepada pengguna. Karena Library 2.0 inilah maka muncullah konsep OPAC 2.0 yang memang meniru dari cara pandang pengembangan OPAC lebih lanjut

dengan konsep Library 2.0. Kunci yang dipegang dengan adanya OPAC 2.0 ialah teknologi digunakan untuk melayani pengguna dan menjadi media bagi pengguna untuk berpartisipasi. OPAC yang semula hanya merupakan otomasi dari sistem katalog, sekarang sudah lebih canggih lagi sebagai jembatan informasi dari apa yang ada di benak pengguna dan segala sumberdaya yang dimiliki oleh perpustakaan.

Menurut Chalon, P. X., Di Pretoro, E., & Kohn, L.(2008) OPAC 2.0 memiliki fungsi- fungsi seperti dibawah ini :

a) Commenting. Pengguna dapat memberikan komentar atau review terhadap suatu koleksi bahan pustaka. Komentar ini memang disediakan oleh sistem, baik secara anonymous atau login terlebih dahulu. Penyediaan fasilitas komentar berguna untuk menjalin ikatan secara virtual dengan perpustakaan. Pengguna dapat berinteraksi dengan perpustakaan melalui katalog buku yang sedang dibacanya. Selain membentuk ikatan, komentar dari pengguna juga penting untuk membantu pengguna lain dalam menelusur bahan koleksi.

b) Rating. Pengguna diberikan fasilitas untuk melakukan penilaian biasanya antara angka 1 sampai 5 menunjukkan seberapa bagus buku tersebut. Terkadang ketika pengguna sedang mencari suatu tema buku, maka selain dengan membaca komentar atau review, rating juga berguna untuk memastikan seberapa bagus buku tersebut menurut orang lain yang sudah pernah membacanya.

c) Tagging. Pengguna diberikan fasilitas untuk memberikan tag atau kata kunci yang mendeskripsikan suatu koleksi.

Pemberian tag atau kata kunci tersebut, bebas tidak ada aturan tertentu sehingga pengguna merasa tidak terbebani pada satu standar pemberian tag. Semua tag yang diberikan user masuk ke dalam

folksonomy. Sebuah taksonomi yang dibuat oleh non professional dan tidak terkontrol. Penggunaan tag ini akan mempermudah pengguna lainnya apabila subjek yang dimasukkan pustakawan terbatas. Dengan tagging

pengguna bebas untuk memasukkan kata kunci yang mewakili koleksi tersebut, tentu yang tidak tertera pada subjek.

d) Book suggestion based on loan.OPAC juga dapat memberikan masukan kepada pengguna secara otomatis melalui data-data peminjaman sebelumnya, misal ketika pengguna sedang mencari suatu judul buku, maka dengan mempelajari data-data pinjaman sebelumnya, yang subjeknya sama ikut ditampilkan dengan tujuan agar dapat memberikan informasi yang lebih komprehensif. Atau buku yang juga dipinjam berbarengan dengan buku yang akan dipinjam saat itu. Dalam istilah komputer, ini dikenal dengan

data mining.

e) Mendukung Application Programming Interface. Menyediakan akses ke OPAC untuk melakukan serangkaian request

baik melalui platform yang sama atau berbeda. Sehingga akan memberikan variasi aplikasi dengan mengakses pangkalan data yang sama. Misal perpustakaan mengembangkan aplikasi untuk android, dari segi keamanan tentu beresiko jika aplikasi android langsung mengakses database perpustakaan. Oleh karenanya OPAC perlu dibuatkan ‘pintu’ akses yang aman. Sehingga aplikasi android dapat berfungsi seperti

OPAC yang ada di perpustakaan. ‘Pintu’ tersebut mudahnya dikenal sebagai API.

f) Selected Dissemination Information. Memberi fasilitas pengguna untuk menerima update sesuai yang dikehendaki, baik melalui email atau RSS (Rich Site Summary).OPAC menyediakan fitur bagi pengguna jika ada koleksi baru yang sesuai dengan tema atau subjek yang dikehendaki. Nantinya setiap ada koleksi dimasukkan ke dalam database, pengguna akan dikirimi notifikasi melalui email, atau juga bisa melalui sindikasi (RSS).

g) Faceted Search. Penataan hasil pencarian dikelompokkan berdasarkan kriteria/aspek tertentu.

h) Spelling Suggestion. Memperbaiki ejaan atau menyempurnakan dari kata atau huruf yang sedang diketikkan. i) Book Suggestion. Menampilkan

rekomendasi buku berdasarkan pengarang yang sama atau subjek yang sama.

Yang, S. Q., & Hofmann, M. A. (2013) memberikan pandangan yang berbeda

tentang OPAC yang dinamainya “Next

Generation Library Catalogs”. Ada 10 fitur

yang ada pada OPAC yang masuk dalam kriteria OPAC 2.0 Next Generation Library Catalog, yaitu:

a) Satu pintu untuk mengakses informasi perpustakaan. Jika perpustakaan memiliki bentuk informasi yang beragam, entah itu buku, jurnal tercetak, atau elektronik atau kepingan VCD, maka OPAC haruslah memiliki satu akses untuk menuju ke berbagai media. Pengguna tidak direpotkan dengan banyaknya aplikasi yang

berbeda dan tampilan yang berbeda pula.

b) Tampilan OPAC yang menarik bagi pengguna. Menarik bagi pengguna bisa diukur dengan menggunakan tema- tema yang mirip seperti Google, Amazon dan web popular lainnya. c) Konten yang diperkaya. Maksud

diperkaya ialah menambahkan foto cover buku pada katalog, daftar isi, ringkasan, review, foto dan objek lainnya yang memudahkan pengguna. Memperkaya konten selain tanggung jawab pustakawan juga dapat mengandalkan kontribusi dari pengguna.

d) Navigasi hasil pencarian yang terorganisir. Pada halaman hasil pencarian, hendaknya hasil pencarian dikelompokkan berdasarkan aspek- aspek atau kriteria tertentu(facet). Untuk memudahkan pengguna dalam menelusur lebih lanjut lagi.

e) Penyederhanaan kotak pencarian agar tidak membingungkan pengguna. Misalnya seperti kotak pencarian Google

f) Relevancy. OPAC harus bisa memberikan tingkat relevansi antara kata kunci dengan hasil pencarian.

g) “Did you mean….?”. Kalimat ini tentu

sering dijumpai pada mesin pencari seperti Google atau Yahoo. Pengguna perlu diberi tahu apakah kata kunci yang diketikkan sudah tepat sesuai

ejaan atau bahkan sistem

merekomendasikan kata apa yang seharusnya diketikkan.

h) Rekomendasi terhadap bahan koleksi yang berkaitan. Pengguna yang akan meminjam bahan koleksi perlu diberi tahu juga, buku apa saja yang dipinjam pengguna lain yang memiliki ketertarikan yang sama dengan

pengguna. Caranya ialah dengan mengolah data sirkulasi, sistem akan merekomendasikan buku-buku apa saja yang mungkin pengguna tertarik untuk meminjam. Cara ini sebenarnya ditiru dari web jual beli seperti Amazon. Di bagian bawah amazon akan muncul kalimat “Customers who bought this item also bought…” cara ini

bisa ditiru dengan menerapkannya pada

OPAC “Patrons who borrowed this

book also borrowed the following books.. .

i) User Contribution - pemberian rating, review, tag dan komentar

j) RSS Feed. Menyediakan sindikasi untuk menampilkan entrian data baru. Pengguna hanya melihat pada aplikasi pembaca RSS, untuk mengetahui hal baru apa yang ada di perpustakaan.

Selain fitur-fitur OPAC 2.0 seperti dijabarkan diatas, ada hal penting yang harus diketahui bahwa OPAC 2.0 seharusnya sudah menerapkan konsep Functional Requirements for Bibliographic Records (FRBR). Menurut Smiraglia, R. P., Riva, P., & Žumer, M. (2013) keuntungan menerapkan FRBR :

a) Menghemat waktu dalam proses kataloging karena ketika katalog sudah dibuat, maka dengan konsep FRBR jika ada penambahan koleksi baru, dilakukan pengecekan pada ‘work’. Apakah ‘work’ sudah dimasukkan atau belum, kemudian dilakukan cara yang sama pada ‘expression’, ‘manifestation’ dan terakhir ‘item’. Selama OPAC tersusun tidak dengan FRBR dengan ciri, satu entrian satu katalog, maka itu belum masuk dalam konsep FRBR. b) Meningkatkan kemudahan akses

terstruktur dan saling ber-relasi satu sama lain.

Dari semua penelitian tentang OPAC ternyata jika ditarik satu kesimpulan ialah kesederhanaan tampilan seperti mesin pencari Google dan web jual beli seperti

Amazon, menjadi model untuk

pengembangan OPAC lebih lanjut.Para peneliti melihat interaksi memang sengaja disediakan bukan untuk melemahkan suatu produk tetapi untuk menguatkan testimony pengguna jasa situs tersebut.Misalkan pada web jual beli, testimony tersebut seputar produk tersebut kelebihan dan kekurangannya. Jika diimplikasikan dalam dunia perpustakaan maka sebuah katalog yang penuh dengan coretan-coretan komentar misalnya, akan membantu pengguna lain untuk memutuskan meminjam buku tersebut atau tidak.

Interaksi yang sengaja disediakan ini akan membentuk ikatan kuat antara pengguna dengan perpustakaan. Tentu trend seperti ini akan terus berubah sesuai dengan perkembangan jaman. Fitur-fitur OPAC dalam tulisan ini suatu saat beberapa tahun mendatang malah dianggap using karena teknologi sudah berubah. Namun dari tulisan ini penulis ingin menunjukkan bahwa keberadaan OPAC sangat penting ibarat sebuah web jual beli, semakin dikemas menarik, pengunjung akan tertarik untuk membeli produk.

OCLC Worldcat

Penulis menggunakan OCLC Worldcat sebagai contoh web yang sudah menggunakan OPAC 2.0.Bagian ini penulis akan menunjukkan fitur-fitur OPAC 2.0 melalui analisa tampilan pada website Worldcat. OCLC (Online Computer Library Center) ialah lembaga non profit yang

memberikan akses informasi seluas-luasnya kepada dunia. Contoh produk dari OCLC ialah Worldcat, katalog perpustakaan terbesar didunia yang mengumpulkan database dari berbagai perpustakaan dari seluruh dunia.Database worldcat terhubung dengan 72.000 perpustakaan di seluruh dunia dengan total koleksi berjumlah 2 Milyar data. Worldcat dapat diakses di

http://www.wordlcat.org. Sebagai pustakawan, kita juga dapat memasukkan koleksi perpustakaan tempat bekerja ke worldcat dengan membaca petunjuk yang disediakan oleh worldcat.

Gambar 1.Halaman depan worldcat http://www.worldcat.org

Pada halaman depan gambar 1 diatas, kotak pencarian dibuat sederhana. Pengguna dibuat nyaman dengan memasukkan kata

kunci pada 1 (satu) kotak

pencarian.Kalaupun pengguna ingin memilih format koleksi yang berbeda, tinggal memilih tab sebelahnya tanpa perlu berpindah halaman.

Gambar 2.Fitur OPAC 2.0 pada Worldcat menurut penelitian

Sumber

www.worldcat.org/title/library/oclc/310463 02&referer=brief_results

Dari gambar 2 diatas, worldcat memenuhi untuk fitur-fitur OPAC 2.0 diantaranya commenting/review, tagging, Selected Dissemination Information (SDI), rating,katalog yang mendukung FRBR dan Book Suggestion.Tentu untuk beberapa fitur seperti pemanfaatan SDI, API pengguna harus login terlebih dahulu.Selain itu menu

Cite/Export berguna bagi peneliti untuk mengutip buku tersebut sesuai dengan format kutipan yang dikehendaki.Fitur lain seperti Spelling Suggestion pada worldcat, meniru dari mesin pencari seperti Google. Karena dari berbagai penelitian, pengguna mungkin saja mengetikkan ejaan yang salah, dan sistem harus bisa mendeteksi bagaimana kata itu seharusnya.

Gambar 3.Spelling Suggestion

Pada kotak pencarian, setiap huruf yang diketikkan akan dicek keberadaannya dengan data yang tersimpan dalam database. Bisa berupa judul, pengarang atau subjek koleksi.Contoh diatas, penulis ingin mencari koleksi dengan judul ‘research met…’ selanjutnya sistem memberikan pilihan sejumlah kata kunci yang memang ada hasilnya di dalam database.Spelling Suggestion ini bermanfaat untuk mengendalikan kosa kata dan mengarahkan pengguna untuk menggunakan kata kunci

yang tepat. Dengan kata kunci yang tepat akan memberikan hasil yang akurat.Bila pengguna memaksakan untuk mengetikkan kata yang salah atau tidak tertera dalam database, maka sistem akan memberikan rekomendasi melalui kata yang mirip. Misalnya diketikkan kata ‘obamah’, maka jika tidak ada hasil pencariannya, maka sistem akan merekomendasikan kata

‘obama’. Rekomendasi ini yang dikenal

dengan fitur ‘Did you mean….’, pada mesin pencari seperti Google.

Faceted Search pada worldcat, tersusun berdasarkan format media, pengarang, bahasa, isi, audien dan topic.

Gambar 4.Faceted Search

Hasil pencarian seperti gambar 4 diatas, pada sebelah kiri ialah contoh dari faceted search.Hasil pencarian tersebut dikelompokkan berdasarkan kategori/aspek tertentu yang diambil dari hasil pencarian yang sedang ditemukan.Dari model seperti itu, pengguna akan dimudahkan untuk menganalisa koleksi mana yang dikehendaki dengan mengerucutkan pilihan pada contoh diatas.

Memperkaya katalog dengan memberikan sampul buku, daftar isi atau cantuman lain, yang pada intinya akan mempermudah pengguna sangat penting untuk era Library 2.0. Pola pikir pengguna internet lebih

menyukai segala sesuatunya jelas, terdeskripsi dengan gambar. Dalam OPAC 2.0 salah satu fiturnya ialah penyediaan sampul koleksi, daftar isi dll.Rata-rata buku yang tertera pada worldcat sudah memiliki sampul buku dan beberapa memiliki daftar isi. Misalnya pada buku berikut ini :

Gambar 5. OPAC dengan sampul buku

Untuk pengembangan OPAC sendiri, gambar sampul buku bisa diambil dari Google Book API.

Gambar 6.Katalog yang diperkaya dengan daftar isi

Memang akan membutuhkan waktu jika ingin memasukkan daftar isi buku ke OPAC. Tetapi manfaat itu akan besar dirasakan pengguna ketika pencarian berdasarkan judul, pengarang dan subjek hanyalah titik awal sebelum pengguna memutuskan untuk meminjam buku.Karena diakui atau tidak, subjek buku tidak bisa mewakili isi semua buku kecuali, pengguna disodorkan pada daftar isi.

Kesimpulan

OPAC sebagai jembatan informasi bagi perpustakaan, sudah seharusnya merubah dirinya sebagai satu-satunya mesin pencari koleksi apapun yang ada di perpustakaan. Pengembangan OPAC 2.0 semata-mata untuk memudahkan pengguna. Berbagai macam fitur ditambahkan dalam OPAC tidak lain untuk memberikan kenyamanan pengguna dalam menelusur dan memberikan tanggung jawab pada perpustakaan untuk memberikan pelayanan sebaik-baiknya melalui OPAC.

Dunia perpustakaan serasa iri dengan