• Tidak ada hasil yang ditemukan

JURNAL ILMU INFORMASI, PERPUSTAKAAN, DAN KEARSIPAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "JURNAL ILMU INFORMASI, PERPUSTAKAAN, DAN KEARSIPAN"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

KEARSIPAN

Diterbitkan oleh

DEPARTEMEN ILMU PERPUSTAKAAN DAN INFORMASI FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA

UNIVERSITAS INDONESIA

Penanggung Jawab

Ketua Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi

Editor Eksekutif

Fuad Gani, M.A

Staf Editor

Dr. Tamara Adriani Susetyo-Salim, M.A Y.Sumaryanto, Dip. Lib, M.Hum.

Indira Irawati, M. A. Purwanto Putra, M. Hum.

Kiki Fauziah, M.Hum.

Dewan Redaksi

Dr. Laksmi, M.A Dr. Zulfikar Zen, S.S, M.A.

Utami Budi Rahayu Hariyadi, M.Lib. M,Si. Taufik Asmiyanto, M.Si.

Nina Mayesti, M.Hum.

Sekretariat dan Administrasi

Faisal Hazami

Alamat Sekretariat

Gedung VII Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia Tel/Fax. (021)7872353

email: jurnaldipi2012@gmail.com

(3)
(4)

Puji syukur ke hadirat Allah SWT. Pada bulan yang penuh berkah, bulan suci Ramadhan, tentunya juga atas rahmat dan karunia-Nya di antara berbagai aktivitas, kami masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan penyusunan Jurnal Ilmu Informasi, Perpustakaan, dan Kearsipan Volume 16 Nomor 1 April Tahun 2015. Berbagai artikel yang dimuat dalam terbitan ini masih dilandasi dengan semangat menyebarkan update dan sarana komunikasiberbagai hasil penelitian atau kajian bidang Ilmu Informasi, Perpustakaan dan Kearsipan, dari berbagai kalangan akademisi dan praktisi.

Semoga dengan kembali terbitnya Jurnal Ilmu Informasi, Perpustakaan, dan Kearsipan ini, akan memberikan manfaat untuk memperluas wawasan berinformasi masyarakat penggiat dan pengguna Informasi. Jurnal volume 16 akan menyajikan 7 artikel yang memiliki berbagai variasi topik dan cakupan, tulisan pertama dari Madiareni Sulaiman, di bawah bimbingan Arie Nugraha. Tulisan tersebut membahas tentang Kepuasan Pengguna terhadap Fasilitas Auto-Borrowing Machine di Library and Knowledge Center (LKC) Binus University Kampus

Anggrek. Penelitian ini membahas kepuasan pengguna terhadap fasilitas auto-borrowing machine di Library and Knowledge Center (LKC). Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode survei dan observasi. Menggunakan indikator kuesioner untuk mengukur kepuasan pengguna didasarkan kepada lima dimensi kualitas layanan, yakni: bukti fisik (tangible), kehandalan (reliability), daya tanggap (responsiveness), jaminan (assurance), dan perhatian (empathy).

(5)

sosial dari para pengelola arsip dalam menentukan bagaimana bentuk layanan arsip. Penelitian yang menggunakan sudut pandang agen dalam mengarahkan struktur dan menampilkan berbagai keterhubungan antara agen dan struktur. Para agen melakukan pegelolalaan terhadap arsip agar informasinya dapat dilayankan kepada masyarakat luas. Kepercayaan masyarakat kepada lembaga ini bisa terlihat dari bagaimana layanan yang diberikan para petugas. Semakin menarik karena beberapa temuannya mengungkapkan bahwa para petugas juga menggunakan ini sebagai bentuk kompetisi untuk suatu ambisi dan mengambil keuntungan pribadi dan kelompok.

Tulisan keempat dari Moh. Safii yang berjudul Mengulas OPAC 2.0 Sebagai Next Generation Library Catalog.Dalam artikel ini akan menjabarkan fitur-fitur dari OPAC 2.0 yang dijadikan sebagai Next Generation Library Catalog, dengan mengutamakan kebutuhan pengguna (user centered) serta mengedepankan partisipasi pengguna (user participation). Selain itu, artikel ini juga akan menjabarkan contoh dari web yang sudah menerapkan OPAC 2.0, untuk memudahkan pembaca berfikir ulang dalam memanfaatkan OPAC 2.0.

Tulisan kelima dari Amalia Nurma Dewi, yang berjudul Kebutuhan Informasi Komunitas Pertuni Semarang. Tulisan ini berupaya untuk menjelaskan kebutuhan informasi sebuah komunitas tunanetra yang bernama Pertuni, dengan menggunakan metode pengumpulan data melalui observasi dan wawancara terhadap anggota komunitas Pertuni serta melakukan kajian terhadap berbagai literatur yang berkaitan dengan kebutuhan informasi. Berdasarkan dari pengumpulan dan analisis data yang telah dilakukan hasilnya menunjukan bahwa kebutuhan informasi utama anggota Komunitas Pertuni Semarang berkaitan dengan kebutuhan integrasi sosial, kebutuhan akan hiburan, serta kebutuhan integrasi personal.

(6)

Tulisan terakhir pada edisi ini berjudul Pemanfaatan Layanan Rujukan di Perpustakaan Universitas Mercu Buana, ditulis Muh. Arif Budiyanto, menjelaskan tentang pemanfaatan layanan rujukan di Universitas Mercu Buana Jakarta.Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi layanan rujukan di perpustakaan dan pemanfaatannya di perpustakaan UMB. Penelitian deskriptif dengan memaparkan berbagai fakta dan data yang ditemukan di lapangan. Beberapa temuan menunjukkan bahwa Perpustakaan UMB mempunyai 3 jenis layanan rujukan yaitu: (1) layanan informasi (information service), (2) pembelajaran (instructional), dan (3) bimbingan (guidance). Pemanfaatan layanan rujukan antara lain untuk: (1) menambah wawasan baru, (2) memperluas ilmu pengetahuan, (3) menyelesaikan berbagai tugas pekerjaan dan tugas kuliah, (4) melakukan kegiatan penelitian, (5) menyelesaikan tugas akhir (skripsi dan tesis), dan (6) mengetahui informasi terbaru dan mutakhir sesuai bidangnya.

Kami menyadari benar bahwa masih ada berbagai kekurangan dalam jurnal ini, demi peningkatan kualitas Jurnal Ilmu Informasi, Perpustakaan, dan Kearsipan kedepannya, kami berharap akan ada kritik dan saran yang konstruktif dari pembaca agar selalu ada upaya perbaikan dan inovasi untuk jurnal ini. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada segenap jajaran tim penerbitan Jurnal Ilmu Informasi, Perpustakaan, dan Kearsipan atas dedikasi dan kerjasamanya dalam mewujudkan penerbitan edisi ini.

Salam

(7)

1

11

24

40

50

60

70

Kepuasan Pengguna Terhadap Fasilitas Auto-Borrowing Machine Di Library And Knowledge Center (Lkc) Binus University Kampus Anggrek

Madiareni Sulaiman, Arie Nugraha

Jaringan Komunikasi Organisasi Di Perpustakaan Indonesia Raya Dalam Rangka Memberikan Layanan Informasi

Fariz Miharja

Layanan Arsip Di Badan Perpustakaan Dan Arsip Provinsi Dki Jakarta

Hening Wahyuni

Mengulas Opac 2.0 Sebagai Next Generation Library Catalog

Moh. Safii

Kebutuhan Informasi Komunitas Pertuni Semarang

Amalia Nurma Dewi

Pemahaman Masyarakat Terhadap Informasi: Masyarakat Kritis Cerminan Masyarakat Informasi

Niko Grataridarga

Pemanfaatan Layanan Rujukan Di Perpustakaan Universitas Mercubuana

(8)

KEPUASAN PENGGUNA TERHADAP FASILITAS

AUTO-BORROWING MACHINE DI LIBRARY AND KNOWLEDGE CENTER

(LKC) BINUS UNIVERSITY KAMPUS ANGGREK

Madiareni Sulaiman1, Arie Nugraha2

1Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah LIPI, Jakarta Selatan 2Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi Universitas Indonesia, Depok

e-mail: punyarenie@gmail.com, dicarve@gmail.com

Abstrak

Penelitian ini membahas kepuasan pengguna terhadap fasilitas auto-borrowing machine di Library and Knowledge Center (LKC) Binus University Kampus Anggrek. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan metode survei dan observasi. Indikator kuesioner untuk mengukur kepuasan pengguna didasarkan kepada lima dimensi kualitas layanan, yakni: bukti fisik (tangible), kehandalan (reliability), daya tanggap (responsiveness), jaminan (assurance), dan perhatian (empathy). Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan perhitungan distribusi frekuensi ke dalam persentase dan important-performance analysis ke dalam diagram kartesius. Hasil penelitian menyatakan bahwa 30 reponden menilai tingkat kinerja layanan fasilitas auto-borrowing machine dikategorikan baik berdasarkan hasil perhitungan distribusi frekuensi ke dalam persentase. Sedangkan hasil penelitian dengan menggunakan important-performance analysis didapatkan bahwa sebagian besar indikator berada di kuadran A yang berarti masih perlu diperhatikan kembali kinerja/pelaksanaannya, khususnya dari dimensi daya tanggap (responsiveness) dan perhatian (empathy). Sehingga berdasarkan hasil penelitian tersebut, disarankan kepada pihak perpustakaan untuk meningkatkan perhatian mereka dalam kinerja kedua dimensi tersebut.

Kata Kunci:kepuasan pengguna; auto-borrowing machine; kualitas layanan; important-performance analysis

Abstract

This research describes about the user satisfaction on auto-borrowing machine facility at Library and Knowledge Centre (LKC) of Binus University Anggrek. The research uses quantitative approach with survey method and observation. The indicators of questionnaire measuring the user satisfaction, are based on five quality service dimensions, which are: tangible, reliability, responsiveness, assurance and empathy. Data analysis used in this research are frequency distribution calculation converted to percentage and important-performance analysis graphed to cartesius diagram. The result of this research showed that 30 respondents rate the service performance of auto-borrowing machine facility is good, based on percentage calculation. Whereas, the result of research based on important-performance analysis showed that most indicators and attributes are in quadrant A, that means they need more attention for their performance ability, especially on responsiveness and empathy dimension. So, based on those analysis, the librarian needs to improve their attention to both dimension either from the physical side or the human resources that have responsibility for the service.

(9)

Pendahuluan

Dalam beberapa tahun terakhir, layanan sirkulasi telah mengalami berbagai perkembangan baik dari segi teknologi maupun sistem terkait tercapainya keefektifan dan keefisienan layanan terhadap pengguna. Salah satu perkembangan teknologi dan informasi yang telah menjadi perhatian sejak lama adalah otomasi perpustakaan khususnya terhadap layanan yang terotomasi. Perangkat otomasi perpustakaan yang beberapa tahun terakhir mulai diterapkan di wilayah Indonesia adalah Radio Frequency Identification (selanjutnya disingkat RFID). Fungsi dari RFID ini tidak hanya mendeteksi hilangnya bahan pustaka, namun dapat juga mempercepat kinerja staf sehingga meningkatkan kualitas layanan khususnya layanan peminjaman dan pengembalian bahan pustaka bagi pengguna.

Perpustakaan Binus University Kampus Anggrek (Library and Knowledge Center

atau disingkat LKC) telah menggunakan sistem RFID ini sejak tahun 2008 ke dalam bentuk auto-borrowing melalui auto-borrowing machine. Sistem ini sudah mulai disosialisasikan sejak penerimaan mahasiswa baru, agar mahasiswa dapat menggunakan mesin perangkat RFID secara mandiri dengan baik dan lancar.

Penerapan layanan sirkulasi terotomasi di LKC Binus University Kampus Anggrek bagi mahasiswa tentu perlu dipantau karena sifatnya yang mandiri (self-borrowing). Keberhasilan pelayanan sirkulasi terotomasi dengan auto-borrowing machine

(selanjutnya disingkat ABM) ini dapat diukur melalui survei kuesioner untuk melihat seberapa besar tingkat kepuasan pengguna terhadap sistem ini.

Menurut Day (dalam Fandy, 2000), definisi kepuasan pengguna adalah respon pengguna pada evaluasi ketidaksesuaian yang dirasakan antara harapan sebelumnya dengan kinerja aktual produk yang dirasakan setelah penggunaan. Kotler (1997) memberikan definisi mengenai kepuasan pengguna sebagai kualitas jasa dimana tingkat kondisi yang dirasakan seseorang sebagai hasil perbandingan antara produksi atau jasa yang diterima dengan produk atau jasa yang diharapkan orang tersebut.

Dalam perpustakaan, kepuasan pengguna dapat dilihat melalui ragam layanan yang diberikan oleh perpustakaan. Salah satu layanan utama perpustakaan adalah peminjaman buku atau materi lainnya (sirkulasi) (Sulistyo-Basuki, 1993). Layanan sirkulasi berperan penting karena merupakan bagian dari kegiatan perpustakaan yang melibatkan pengguna secara langsung. Menurut Kotler (1997), adapun penilaian terhadap kualitas layanan didasarkan kepada lima komponen yang digunakan sebagai indikator pengukuran dan penilaian, yaitu:

a. Tangible (bukti fisik)

Penilaian kualitas layanan yang diukur melalui bukti fisik merupakan bentuk pelayanan yang diberikan perpustakaan dengan menonjolkan tampilan luar atau fisik dari layanan perpustakaan seperti penampilan fisik gedung perpustakaan dan sarana serta prasarana perpustakaan. Penilaian didasarkan atas

aspek ‘perpustakaan sebagai tempat’,

yaitu kenyamanan dan pengaturan ruangan.

(10)

Penilaian kehandalan suatu perpustakaan dilihat dari bagaimana praktik pelayanan yang diberikan itu sesuai dengan harapan pengguna. c. Responsiveness (daya tanggap)

Kemampuan perpustakaan diukur dengan pemberian pelayanan yang cepat dan tepat kepada pengguna, diikuti dengan informasi yang jelas. Daya tanggap yang baik dalam suatu layanan perpustakaan adalah menghindari pengguna untuk tidak menunggu dalam waktu yang lama. Hal ini dapat berdampak negatif bagi kualitas layanan perpustakaan.

d. Assurance (jaminan)

Jaminan yang dimaksud di sini adalah bentuk layanan yang diberikan pustakawan kepada pengguna harus didasarkan kepada profesionalitas dan etika layanan. Jaminan tersebut dapat berbentuk kemampuan pustakawan untuk melayani dan menguasai layanan. e. Empathy (perhatian)

Perhatian yang diberikan pustakawan kepada pengguna ditunjukkan melalui upaya dalam memenuhi kebutuhan pengguna. Upaya ini dapat dilihat dari pemahaman pustakawan terhadap kebutuhan pengguna secara spesifik.

Sejalan dengan perkembangan teknologi, layanan sirkulasi telah tersentuh oleh layanan terotomasi, dimana sesuai dengan fokus penelitian adalah layanan sirkulasi yang berbasis sistem RFID. Dari ragam komponen yang dimiliki oleh RFID, komponen Auto-Borrowing Machine

merupakan komponen yang paling sering berinteraksi langsung dengan pengguna.

Auto-borrowing machine memiliki berbagai istilah lain seperti self check-out station, self loan station, dan m-kios. Melalui auto-borrowing machine, pengguna perpustakaan

dapat melakukan peminjaman bahan pustaka secara mandiri dan juga dapat melakukan proses peminjaman dengan lima buah bahan pustaka sekaligus dalam sekali proses. Hal ini memudahkan petugas perpustakaan dalam kegiatan layanan sirkulasi, khususnya peminjaman sehingga petugas perpustakaan dapat memanfaatkan waktu mereka dengan melakukan pekerjaan lain dalam pengelolaan perpustakaan (Shahid S., 2005). Berikut ditampilkan fasilitas Auto-Borrowing Machine di bawah ini.

Gambar 1. Auto-Borrowing Machine

(www.rfid-library.com dan

www.library.binus.ac.id)

Metode Penelitian

(11)

otomasi layanan sirkulasi (auto-borrowing machine) secara mandiri di LKC Binus University Kampus Anggrek. Sedangkan subjek penelitian adalah mahasiswa Binus University dengan tahun masuk sebagai mahasiswa adalah pada tahun 2009 dan menggunakan fasilitas auto-borrowing machine sebagai alat peminjaman bahan pustaka secara mandiri. Sehingga berdasarkan hal tersebut, ditentukan populasi dalam penelitian dengan kriteria merupakan mahasiswa Binus University dengan tahun masuk 2009 dan pernah menggunakan fasilitas Auto-Borrowing Machine di LKC Binus University Kampus Anggrek.

Menurut Mantra dan Kasto (1989) dalam Masri Singarimbun (1995) dinyatakan bahwa jumlah minimal untuk perkiraan jumlah sampel adalah sebanyak 30 sampel. Sehingga diputuskan bagi penelitian ini untuk mengambil sampel dengan jumlah 30 sampel. Pengambilan sampel pada penelitian dilakukan dengan teknik non

-probability sampling yaituconvenience sampling, yang berarti responden yang menjadi sampel penelitian dipilih karena berada pada tempat dan waktu yang sama saat penelitian dilakukan (Istijanto, 2006).

Bentuk pertanyaan untuk kuesioner adalah bentuk pertanyaan tertutup. Sedangkan, untuk menjawab perumusan masalah mengenai sejauh mana tingkat kepuasan pengguna terhadap fasilitas auto-borrowing machine, digunakan importance-performance analysis (John A. Martila and John C. James, 1977 dalam J. Supranto, 2011) atau analisis tingkat kepentingan dan kinerja / kepuasan pelanggan. Dalam hal ini, digunakan 4 (empat) skala Likert yang terdiri atas sangat penting, penting, kurang

penting dan tidak penting yang menggambarkan user expectation atau harapan pengguna terhadap fasilitas tersebut. Kelima penilaian tersebut diberi bobot senilai:

1. Jawaban sangat penting berbobot 4 2. Jawaban penting berbobot 3

3. Jawaban kurang penting berbobot 2 4. Jawaban tidak penting berbobot 1

Sedangkan untuk kinerja/penampilan (service performance) diberikan penilaian dengan bobot sebagai berikut:

1. Jawaban sangat baik berbobot 4 2. Jawaban baik berbobot 3

3. Jawaban kurang baik berbobot 2 4. Jawaban tidak baik berbobot 1

Melalui hasil penilaian tingkat kepentingan (harapan) dan kinerja tersebut diperoleh perhitungan tingkat kesesuaian antara tingkat kepentingan (harapan) dengan pelaksanaannya (kinerja) oleh Library and Knowledge Center (LKC) Binus University Kampus Anggrek. Tingkat kesesuaian merupakan hasil perbandingan skor kinerja/pelaksanaan dan skor kepentingan (harapan). Tingkat kesesuaian ini yang menentukan prioritas peningkatan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pengguna (J. Supranto, 2011).

(12)

Prioritas

Gambar 2. Diagram kartesius (dalam J. Supranto, 2011)

Keterangan:

A. Menunjukkan faktor atau atribut yang dianggap mempengaruhi kepuasan pengguna, termasuk unsur-unsur jasa yang dianggap sangat penting, namun manajemen belum melaksanakannya sesuai keinginan pengguna. Sehingga mengecewakan atau tidak puas.

B. Menunjukkan unsur jasa pokok yang telah berhasil dilaksanakan perpustakaan, untuk itu wajib dipertahankan. Dianggap sangat penting dan sangat memuaskan.

C. Menunjukkan beberapa faktor yang kurang penting pengaruhnya bagi pelanggan, pelaksanaannya oleh perpustakaan biasa-biasa saja. Dianggap kurang penting dan kurang memuaskan.

D. Menunjukkan faktor yang

mempengaruhi pengguna kurang penting, akan tetapi pelaksanaannya berlebihan. Dianggap kurang penting tapi sangat memuaskan.

Adapun kelima indikator kuesioner beserta atributnya, dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Bukti Fisik (Tangible)

a. Jumlah perangkat ABM b. Kondisi fisik ABM

c. Lokasi ABM d. Luas ruang ABM

e. Kerapian dan kebersihan lingkungan fasilitas ABM

2. Kehandalan (Reliability)

a. Kejelasan petunjuk penggunaan fasilitas ABM

b. Kelancaran proses peminjaman yang menggunakan fasilitas ABM c. Durasi waktu peminjaman buku

dengan ABM

d. Ketepatan waktu jam operasional layanan perpustakaan untuk fasilitas ABM

e. Kemudahan menggunakan feature

perangkat ABM (seperti card scanner, tag reader, dll)

3. Daya Tanggap (Responsiveness)

a. Kecepatan respon saat melakukan proses peminjaman dengan ABM b. Ketanggapan petugas terhadap

keluhan dan saran untuk ABM c. Ketanggapan petugas melayani

pengguna saat terjadi gangguan pada perangkat ABM

4. Jaminan (Assurance)

a. Hasil dari rekaman/record

peminjaman buku

b. Kejelasan tampilan peringatan

error saat terjadi kesalahan dalam peminjaman

c. Kemampuan petugas menjawab pertanyaan pengguna mengenai ABM

d. Kemampuan petugas untuk berkomunikasi dengan pengguna 5. Perhatian (Empathy)

a. Interface/tampilan layar ABM b. Perhatian/kepedulian petugas

untuk membantu setiap pengguna yang kesulitan menggunakan ABM c. Petugas melayani setiap pengguna

dengan sopan dan ramah

(13)

Sesuai dengan indikator dan atribut kuesioner yang ditunjukkan di atas, pembuatan setiap atribut dari kuesioner didasarkan pada literatur-literatur berbentuk jurnal lain yang membahas mengenai praktik dimensi kualitas layanan pada objek yang diteliti pada jurnal tersebut. Pada dimensi bukti fisik (tangible), didapatkan bahwa pengukuran kualitas layanan dapat dilihat melalui jumlah, kondisi fisik, lokasi, luas dan kerapian serta kebersihan sesuai yang dijelaskan dalam jurnal yang berjudul

Improved Customer Service Using RFID Technology oleh Patrick Jaska et al. (2010).

Pada jurnal tersebut dinyatakan bahwa kualitas layanan internal yang terdiri atas pendesainan ruang kerja serta alat-alat yang digunakan untuk melayani pengguna perlu diperhatikan. Sedangkan atribut yang dimiliki oleh dimensi kehandalan (reliability) didasarkan pada jurnal yang berjudul Exploring User’s Perception

toward Automated Checkout Trolley in Developing Countries oleh Koh Peik See et al. Pada jurnal tersebut, ditampilkan butir-butir kuesioner yang digunakan untuk mengukur pendapat pengguna pada penggunaan fasilitas troli belanja terotomasi di supermarket, yang mana dijadikan rujukan kuesioner pada atribut kejelasan petunjuk, kelancaran proses, durasi waktu, dan kemudahan menggunakan fitur tersebut.

Pada jurnal yang sama dengan dimensi bukti fisik (tangible) dan kehandalan (reliability) juga menjadi rujukan pengambilan atribut kuesioner dari dimensi daya tanggap (responsiveness), jaminan (assurance), serta perhatian (empathy) karena membahas mengenai kinerja pegawai (employee performance) yang bertanggung jawab pada

fasilitas layanan serta efektifitas waktu pelayanan.

Analisis dan Interpretasi Data

Pendekatan analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif, yakni analisis yang memberikan informasi hanya mengenai data yang dimiliki dan tidak bermaksud menguji hipotesis dan kemudian menarik kesimpulan yang digeneralisasikan untuk data yang lebih besar atau populasi. Data yang telah terkumpul dan ditabulasi, pada akhirnya akan diinterpretasikan ke dalam narasi dan kemudian dihitung rata-rata persentase masing-masing terhadap penggunaan fasilitas auto-borrowing machine

berdasarkan pernyataan pendapat kepuasan responden.

(14)

Gambar 3. Tingkat kepuasan dalam diagram kartesius (per atribut)

Keterangan:

Bukti Fisik (Tangible)

1. Q1 (Jumlah perangkat auto-borrowing machine)

2. Q2 (Kondisi fisik auto-borrowing machine)

3. Q3 (Lokasi auto-borrowing machine) 4. Q4 (Luas ruangan auto-borrowing

machine)

5. Q5 (Kerapian dan kebersihan lingkungan fasilitas autoborrowing machine)

Kehandalan (Reliability)

6. Q6 (Kejelasan petunjuk penggunaan fasilitas auto-borrowing machine) 7. Q7 (Kelancaran proses peminjaman

yang menggunakan fasilitas auto-borrowing machine)

8. Q8 (Durasi waktu peminjaman buku dengan auto-borrowing machine) 9. Q9 (Ketepatan waktu jam operasional

layanan perpustakaan untuk fasilitas auto-borrowing machine)

10. Q10 (Kemudahan menggunakan feature perangkat autoborrowing machine seperti card scanner, tag reader, touch screen,dll)

Daya Tanggap (Responsiveness)

11. Q11 (Kecepatan respon saat melakukan proses peminjaman dengan auto-borrowing machine)

12. Q12 (Ketanggapan petugas terhadap keluhan dan saran untuk auto-borrowing machine)

13. Q13 (Ketanggapan petugas melayani pengguna saat terjadi gangguan pada perangkat auto-borrowing machine) Jaminan (Assurance)

14. Q14 (Hasil dari rekaman / record peminjaman buku)

15. Q15 (Kejelasan tampilan peringatan error saat terjadi kesalahan dalam peminjaman)

16. Q16 (Kemampuan petugas menjawab pertanyaan pengguna mengenai auto-borrowing machine)

17. Q17 (Kemampuan petugas untuk berkomunikasi dengan pengguna) Perhatian (Empathy)

18. Q18 (Interface / tampilan layar auto-borrowing machine)

19. Q19 (Perhatian.kepedulian petugas untuk membantu setiap pengguna yang kesulitan menggunakan auto-borrowing machine)

20. Q20 (Petugas melayani setiap pengguna dengan sopan dan ramah)

Keterangan:

Gambar 4. Tingkat kepuasan dalam diagram kartesius (per indikator)

1. Bukti Fisik (Tangible) 2. Kehandalan (Reliability)

3. Daya Tanggap (Responsiveness)

A B

(15)

4. Jaminan (Assurance) 5. Perhatian(Empathy)

Sesuai dengan gambar 3 dan 4 di atas, diperlihatkan penempatan atribut pada kuadran yang dimiliki oleh kelima dimensi kualitas layanan fasilitas auto-borrowing machine. Hal ini menggambarkan tingkat kepuasan pengguna sesuai dengan perbandingan antara harapan dengan kinerja dari fasilitas auto-borrowing machine.

Hasil penilaian akan kinerja layanan dan harapan pengguna memungkinkan pihak perpustakaan untuk dapat memfokuskan usaha-usaha perbaikan berdasarkan atribut-atribut yang dinilai oleh pengguna (responden) sebagai hal yang penting. Usaha-usaha ini dilakukan untuk meningkatkan kepuasan pengguna dalam melakukan peminjaman mandiri melalui fasilitas auto-borrowing machine. Untuk memperoleh titik-titik dalam diagram kartesius, diperlukan penghitungan bobot terlebih dahulu, untuk mendapatkan nilai rata-rata (mean) dari masing-masing atribut. Seperti yang ditunjukkan oleh gambar 3 dan 4 di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat unsur-unsur yang menjadi faktor dalam mempengaruhi kepuasan pengguna terhadap layanan mandiri LKC Binus University Kampus Anggrek yang terbagi menjadi empat bagian kuadran A, B, C dan D.

Kesimpulan

Berdasarkan uraian dan analisis yang telah dikemukakan sebelumnya, maka hasil penelitian ini dapat disimpulkan pada empat bagian besar. Pertama, dimensi kualitas layanan yang terdiri dari lima dimensi yakni bukti fisik (tangible), kehandalan (reliability), daya tanggap (responsiveness),

jaminan (assurance), dan perhatian (empathy) secara keseluruhan dinyatakan ke dalam kategori baik oleh 30 responden. Hal ini membuktikan bahwa tingkat kinerja layanan fasilitas auto-borrowing machine di LKC Binus University Kampus Anggrek digolongkan ke dalam pernyataan baik oleh responden. Sesuai dengan kebermanfaatan penerapan sistem RFID di kegiatan perpustakaan, keunggulan utama masing-masing komponen sistem RFID adalah adanya peningkatan kualitas pelayanan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pengguna.

Kedua, berdasarkan important-performance analysis, dari keseluruhan atribut yang menjadi indikator kualitas layanan, umumnya atribut yang paling dominan terdapat di kuadran A yang berarti perlu

diperhatikan kembali

kinerja/pelaksanaannya oleh pihak perpustakaan guna mencapai kepuasan pengguna sesuai yang diharapkan.

Ketiga, terdapat pula dua indikator yang berada di kuadran A, yaitu indikator daya tanggap (responsiveness) dan indikator perhatian (empathy). Sesuai dengan kriteria kuadran A, indikator tersebut juga perlu diperhatikan kembali kinerja oleh pihak perpustakaan.

Keempat, untuk masing-masing tingkat kesesuaian yang dimiliki oleh atribut, dapat menggambarkan tingkat kepuasan pengguna terhadap fasilitas auto-borrowing machine. Tingkat kesesuaian terbesar berada di atribut (Q14) yakni hasil dari rekaman / record

(16)

fasilitas auto-borrowing machine sebesar 81,3%.

Dari uraian di atas didapatkan hasil dari penelitian bahwa telah tercapainya kepuasan pengguna terhadap fasilitas layanan auto-borrowing machine di LKC Binus University Kampus Anggrek dalam tingkat tidak memuaskan sesuai definisi kuadran A dengan beberapa catatan bagi pihak perpustakaan untuk meningkatkan serta mempertahankan beberapa dimensi kualitas layanan yang ditampilkan dalam hasil penelitian ini untuk diperhatikan lebih lanjut tingkat kinerja/pelaksanaannya.

Saran

Berdasarkan hasil dari penelitian ini terdapat saran yang terbagi menjadi dua bagian besar, yakni bagian fisik layanan fasilitas

auto-borrowing machine dan bagian sumber daya manusia yang bertanggung jawab dalam pelayanan fasilitas auto-borrowing machine.

Pertama, perpustakaan perlu menambah jumlah perangkat auto-borrowing machine

agar pengguna yang menggunakan fasilitas tersebut dapat terlayani dalam waktu yang bersamaan serta memperhatikan kondisi fisik dari auto-borrowing machine agar pengguna dapat dengan nyaman menggunakan fasilitas tersebut. Kejelasan petunjuk penggunaan fasilitas auto-borrowing machine juga perlu menjadi perhatian utama agar pengguna yang kurang mengerti akan tata cara penggunaan fasilitas ini bisa menggunakannya dengan baik dan lancar sesuai petunjuk yang diberikan.

Kedua, pihak perpustakaan perlu memperhatikan kelancaran proses peminjaman yang menggunakan fasilitas

auto-borrowing machine agar pengguna

dapat dengan lancar melakukan kegiatan peminjaman secara mandiri tanpa dibantu oleh petugas perpustakaan serta pihak perpustakaan perlu memperhatikan durasi waktu yang dibutuhkan untuk melakukan peminjaman buku dengan auto-borrowing machine agar gangguan durasi seperti tidak terbacanya bahan pustaka oleh RFID reader

dan gangguan lain tidak akan memperlambat proses peminjaman oleh pengguna. Disamping itu, pihak perpustakaan perlu meningkatkan perhatian/kepedulian petugas untuk membantu setiap pengguna yang kesulitan menggunakan auto-borrowing machine agar pengguna yang saat melakukan peminjaman mengalami masalah saat kegiatan berlangsung, dapat dengan mudah menemukan petugas yang sigap membantu mengatasi hal tersebut.

Secara keseluruhan, pihak perpustakaan perlu meningkatkan kualitas layanan berdasarkan dimensi daya tanggap (responsiveness) dan perhatian (empathy) agar pengguna dapat terpenuhi kebutuhannya sehingga mencapai kepuasan sesuai yang diharapkan oleh pengguna atas dasar tingkat kepentingannya.

Daftar Acuan

Tjiptono, Fandy. (2000). Manajemen jasa. Yogyakarta: Andi Offset

Istijanto. (2006). Riset sumber daya manusia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Supranto, J. (2011). Pengukuran tingkat kepuasan pelanggan: untuk menaikkan pangsa pasar. Jakarta: Rineka Cipta Jasca, Patrick. (2010). Improved customer

(17)

Kotler, Philip. (1997). Manajemen pemasaran jasa jilid I. Jakarta: PT. Prenhallindo

Koh, Peik See. Exploring User’s Perception

toward Automated Checkout Trolley in Developing Countries. Proceedings of European Computing Conference. Singarimbun, Masri & Effendi, Soffian.

(1995). Metodologi penelitian survey. Jakarta: LP3ES

Shahid, S. (2005). Use of RFID technology in libraries: a new approach to circulation, tracking, inventorying, and security of library materials. Library Philosophy and Practice. 8 (1)

Sulistyo-Basuki. (1993). Pengantar ilmu perpustakaan. Jakarta: Gramedia Website LKC Binus University. 1

November 2012.

www.library.binus.ac.id

Website LibBest-Library RFID

(18)

JARINGAN KOMUNIKASI ORGANISASI DI PERPUSTAKAAN

INDONESIA RAYA DALAM RANGKA MEMBERIKAN LAYANAN

INFORMASI

Fariz Miharja

Ilmu Perpustakaan, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia

e-mail: fariz.miharja@ui.ac.id

Abstrak

Penelitian ini membahas mengenai jaringan komunikasi organisasi yang terdapat di Perpustakaan Indonesia Raya dalam rangka memberikan layanan informasi. Jaringan komunikasi organisasi tersebut terbentuk karena adanya pertukaran pesan antar peran atau posisi pegawai. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara, observasi, dan analisis dokumen. Perpustakaan Indonesia Raya, yang merupakan perpustakaan di bawah lembaga pemerintah dikelola oleh Sekretariat Jenderal Indonesia Raya. Temuan penelitian menunjukkan bahwa jaringan komunikasi muncul dalam bentuk tugas pembuatan kliping koran, rapat rabuan, dan kunjungan bawahan ke ruang atasan. Melalui proses sosial, jaringan komunikasi organisasi di Perpustakaan tersebut dibangun oleh nilai keterbukaan dan ketulusan. Nilai tersebut muncul berdasarkan kepentingan atasan yang ingin dihormati oleh bawahannya, dan bawahan yang memiliki kepentingan ingin dihargai oleh atasannya berdasarkan peran atau posisinya. Jaringan komunikasi organisasi di perpustakaan tersebut dalam rangka memberikan layanan informasi ditentukan oleh peran Susan sebagai pemimpin pendapat. Peran tersebut menyatukan simpul-simpul jaringan. Kesimpulannya adalah jaringan komunikasi organisasi di Perpustakaan Indonesia Raya dibangun oleh nilai keterbukaan dan ketulusan melalui komunikasi di antara atasan dan bawahan. Adapun saran yang diajukan adalah adanya peningkatan interaksi di antara atasan maupun bawahan, peningkatan ketegasan atasan terhadap bawahan, dan atasan membuat peninjauan ulang terhadap struktur organisasi perpustakaan.

Kata Kunci:Jaringan Komunikasi Organisasi; Kepentingan; Nilai Keterbukaan dan Ketulusan; Proses Sosial.

Abstract

This thesis discusses the organization's communications network contained in the library of Indonesia Raya in order to provide information services. That organizational communication network is formed by the exchange of messages between role and position of employee. This study used a qualitative approach with case study method. Data collection methods that used in this study were interviews, observations, and document analysis. Library of Indonesia Raya, which is a library under a government institution, is administered by the Secretariat General of Indonesia Raya. The research findings indicate that the communication network emerged in the form of newspaper

clippings task, Wednesday’s meetings, and visits of subordinates to the superior. Through the social process, organizational communication networks in the library was built by the values of transparency and sincerity. Values are emerging based on the interests of superior who want to be respected by his subordinates, and subordinates who have interest to be appreciated by their superior based on the role or position. Organizational communication networks in the library in order to provide the information specified by Susan's role as an opinion leader. That role brings together the network nodes. The conclusion is an organizational communication network in the library of Indonesia Raya was built by the value of transparency and sincerity through communication between superior and subordinates. The suggestions that can be given are to enhance interaction between superior and subordinates, the assertiveness increased of superior to subordinates, and making a review of the organizational structure of the library.

(19)

Pendahuluan Latar Belakang

Jaringan komunikasi organisasi merupakan salah satu kegiatan yang berperan penting dalam memberikan layanan informasi di perpustakaan khusus. Menurut Petter R Monge yang dikutip oleh Morrisan bahwa jaringan komunikasi organisasi adalah struktur sosial yang diciptakan melalui komunikasi di antara sejumlah individu dan kelompok. Artinya, ketika seseorang berkomunikasi dengan orang lain, maka terciptalah suatu hubungan (link) yang merupakan garis-garis komunikasi dalam organisasi. Kenyataannya adalah kegiatan pertukaran pesan yang terjadi di dalamnya menciptakan suatu proses sosial dan kepentingan yang belum berjalan sesuai dengan harapan sehingga terjadi kekacauan pada jaringan komunikasi organisasi tersebut.

Mengacu pada pengertian mengenai jaringan komunikasi organisasi, maka usaha penelitian ini bertujuan untuk mengubah tingkah laku lama pegawai Perpustakaan Indonesia Raya (bukan nama sebenarnya) dalam memberikan layanan informasi. Sesuai dengan hakikat perpustakaan yang memiliki kegiatan pengadaan, pengolahan, dan pelayanan. Namun, ketiga kegiatan perpustakaan belum berjalan semestinya dan tidak sebanding dengan jumlah pegawai yang ada. Adapun Perpustakaan Indonesia Raya merupakan lembaga pemerintah yang berada di bawah naungan Sekretariat Jenderal Indonesia Raya. Perpustakaan ini dipilih sebagai lokasi penelitian karena merupakan perpustakaan milik pemerintah yang memiliki jaringan komunikasi organisasi kompleks yang dibentuk oleh peran atau posisi pegawai di dalamnya untuk mendukung tugas menyediakan layanan informasi.

Tinjauan Literatur

Konsep Jaringan Komunikasi Organisasi

Sebagaimana telah diketahui bahwa pertukaran pesan yang terjadi diantara sejumlah individu dan kelompok terjadi ketika adanya komunikasi sehingga menimbulkan suatu keteraturan “siapa berbicara dengan siapa”. Menurut

Danowski (1976) yang dikutip oleh R Wayne Pace (2006: 176) bahwa terdapat tujuh peranan jaringan komunikasi organisasi, yaitu :

1. Klik (Clique)

Klik adalah sebuah kelompok individu yang paling sedikit separuh dari kontaknya merupakan hubungan dengan anggota-anggota lainnya. 2. Jembatan (Bridge)

Jembatan adalah seorang anggota klik yang memiliki sejumlah kontak yang menonjol dalam kontak antar kelompok, juga menjalin kontak dengan anggota klik lain.

3. Penghubung (Liaison)

Penghubung merupakan seseorang di dalam klik yang berperan sebagai penghubung antara dua klik atau lebih tetapi ia bukan anggota salah satu kelompok tersebut.

4. Penjaga gawang (Gate keepers)

Di dalam sebuah anggota klik terdapat seseorang yang secara strategis ditempatkan di dalam jaringan agar dapat melakukan pengendalian atas pesan apa yang akan disebarkan melalui sistem tersebut.

(20)

memiliki pengaruh yang kuat dalam pembuatan keputusan.

6. Kosmopolit (Cosmopolit)

Di dalam sebuah anggota klik, terdapat seseorang yang bertugas melakukan kontak dengan dunia luar yaitu dengan individu-individu di luar organisasi. 7. Penyendiri (Isolate)

Penyendiri adalah mereka yang hanya melakukan sedikit atau sama sekali tidak mengadakan kontak dengan anggota kelompok lainnya.

Ketujuh peranan jaringan komunikasi tersebut saling mengisi satu sama lain membentuk suatu struktur hubungan antara satu individu dengan individu lain di dalam organisasi. Adapun gambaran yang menunjukkan ketujuh peranan jaringan komunikasi tersebut adalah sebagai berikut:

Dari gambar tersebut, terlihat terdapat lingkaran dan arah panah ke kiri dan ke kanan yang menunjukkan kepentingan-kepentingan yang menunjukkan keteraturan siapa berbicara dengan siapa. Sedangkan lingkaran menunjukkan seseorang yang menempati peran atau posisi tertentu dalam jaringan komunikasi organisasi. Selain membentuk tujuh peranan, terdapat lima nilai yang terbentuk akibat arah komunikasi

yang terbentuk. Menurut W Charles Redding (1972) yang dikutip dari Andre Harjana (2007: 202) bahwa terdapat lima faktor penting nilai yang membangun jaringan komunikasi organisasi, yaitu :

1. Keterbukaan dan ketulusan (Openness and candor)

Nilai ini terjadi di antara atasan, bawahan, maupun sesama hirarki yang dapat menjadi kunci dalam pembuatan keputusan. Kurangnya sifat ini akan menyebabkan pembokan dalam penyampaian pesan.

2. Kepercayaan, keyakinan, dan kredibilitas (Trust, confidence, and creadibility)

Nilai ini mengacu pada alat yang

digunakan pegawai dalam

berkomunikasi. Adapun alat berkomunikasi tersebut adalah tatap muka.

3. Partisipasi dalam pembuatan keputusan (Participative decision making)

Nilai ini terlihat apabila pegawai bertemu untuk membicarakan suatu keputusan yang menyangkut organisasi, misalnya adalah melalui rapat.

4. Dukungan (Supportiveness)

Nilai ini sejalan dengan nilai partisipasi yang telah dibahas sebelumnya. Nilai ini diberikan oleh sesama pegawai dalam menjalankan tugas.

5. Tujuan kinerja tinggi (High performance goals)

Nilai ini memperlihatkan kinerja pegawai di dalam suatu organisasi yang erat dengan komunikasi atasan kepada bawahannya.

Setelah mengetahui jenis nilai yang terdapat di dalam jaringan komunikasi organisasi, maka setiap individu yang berperan di

(21)

dalam organisasi tersebut diharapkan dapat mengetahui cara berkomunikasi yang baik pada kelompok tugas organsiasi dalam rangka memberikan layanan informasi untuk meningkatkan produktifitas organisasi.

Jika dikaitkan dengan penelitian mengenai jaringan komunikasi organisasi yang telah dilakukan, terdapat penelitian sebelumnya yang mendukung penelitian ini yakni mengenai jaringan komunikasi organisasi berjudul “Audit Jaringan Komunikasi Internal : Audit Mini Komunikasi Terhadap Karyawan Radio One Jakarta” yang merupakan karya ilmiah saudari Ainur Rafikah yang merupakan seorang alumni Sarjana Ilmu Komunikasi Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia. Penelitian sebelumnya lebih memfokuskan kepada dinamika kerja karyawan yang berlangsung ketika pendistribusian informasi kepada audience. Sedangkan, dalam penelitian ini jaringan komunikasi organisasi akan dipersempit menjadi jaringan komunikasi organisasi yang dibahas dalam ruang lingkup pegawai Perpustakaan Indonesia Raya terkait dengan adanya proses sosial dan kepentingan di dalamnya beserta nilai yang membangun jaringan komunikasi dalam rangka memberikan layanan informasi.

Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang telah dijelaskan, maka pertanyaan penelitian yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana peran atau posisi pegawai dalam organisasi Perpustakaan Indonesia Raya membangun jaringan komunikasi dalam rangka memberikan layanan informasi seperti yang diinginkan?

2. Nilai apakah yang membangun jaringan komunikasi dalam rangka memberikan layanan informasi seperti yang diinginkan?

komunikasi pegawai dalam

membangun jaringan komunikasi pegawai Perpustakaan Indonesia Raya sehingga dapat memberikan layanan informasi seperti yang diinginkan. 2. Untuk mengidentifikasi nilai yang

membangun jaringan komunikasi organisasi dalam pemberian layanan informasi tersebut.

Manfaat Penelitian

Sehubungan dengan tujuan penelitian yang dibahas sebelumnya, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat, antara lain :

1. Manfaat Akademik

Dalam manfaat akademik, diharapkan dapat memberikan kontribusi pada pengembangan ilmu perpustakaan dan informasi terutama dalam hal jaringan komunikasi organisasi pada

perpustakaan khusus untuk

menciptakan efektifitas dan efisiensi kerja pegawai dalam memberikan layanan informasi.

2. Manfaat Praktis

(22)

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode studi kasus. Mengacu pada metode penelitian yang telah dijelaskan sebelumnya, jika dikaitkan dengan informan yang digunakan, maka dalam penelitian ini digunakan suatu cara pemilihan sampel bertujuan (purposive sampling). Kriteria pemilihan informan ditentukan berdasarkan lamanya pegawai menjabat dan kapabilitas pekerjaan yang diterima. Berikut merupakan informan yang identitasnya disamarkan.

Nama

Metode pengumpulan data. Pada tahap ini peneliti melakukan tiga tahap di dalam pengumpulan data terkait dengan penelitian yang dilakukan, diantaranya adalah :

1. Wawancara

Pada tahap ini peneliti melakukan wawancara mendalam dengan tujuan menggali informasi yang tersimpan pada informan terkait. Tentunya, pertanyaan wawancara yang dilakukan

berhubungan dengan penelitian mengenai jaringan komunikasi organisasi.

2. Observasi

Selain melakukan wawancara, peneliti melakukan observasi partisipan dengan melihat interaksi sesama pegawai guna

memperkaya informasi yang

tersembunyi dan tidak terungkap selama wawancara.

3. Analisis dokumen

Setelah data diperoleh melalui wawancara mendalam dan observasi partisipan, peneliti melakukan pengecekan terhadap dokumen primer dan sekunder terkait dengan penelitian yang dilakukan.

Metode analisis data

Setelah mengumpulkan data yang berhubungan dengan penelitian jaringan komunikasi organisasi, peneliti menganalisis data melalui tiga tahap, yaitu :

1. Catatan lapangan (fieldnotes)

Pada tahap ini peneliti menulis dan mencatat semua hal yang dilihat ketika berada di lapangan.

2. Koding

Setelah membuat catatan lapangan,

peneliti menganalisis dan

mengkategorikan data-data yang diperoleh di lapangan.

3. Interpretasi

(23)

Peranan Jaringan Komunikasi Organisasi di Perpustakaan Indonesia Raya Dalam Rangka Memberikan Layanan Informasi.

Berdasarkan tinjauan literatur yang telah dibahas sebelumnya bahwa pertkaran pesan yang terjadi di antara individu atau kelompok menimbulkan suatu keteraturan “siapa berbicara dengan siapa”. Terkait dengan hal tersebut, maka setiap individu di Perpustakaan Indonesia Raya menempati peranan masing-masing di dalam sistem jaringan komunikasi organisasi. Adapun peranan yang dimaksud adalah sebagai berikut:

1. Klik (Clique)

Menurut hasil penelitian di lapangan, pegawai Perpustakaan Indonesia Raya yang berperan sebagai klik dapat melakukan suatu hubungan sosial. Di dalam proses sosial jika dilihat dari proses sosial dan kepentingan yang mereka miliki, mereka mampu melakukan kontak sosial dan komunikasi dengan cara tatap muka secara terbiasa dan melembaga dibandingkan melalui media. Dengan cara tersebut, mereka dapat menciptakan suatu keakraban satu sama lain.

Menurut hasil penelitian di lapangan pula, terdapat enam klik yang terbentuk. Klik tersebut adalah klik satu yang terdiri dari Susan dan Nabila, klik dua yang terdiri dari Rosa dan Ratna, klik tiga terdiri dari Farhan dan Rizal, klik empat terdiri dari Rina, Fira, dan Ranti, klik lima terdiri dari Ririn dan Widyawati, klik enam terdiri dari Deni, Ari, Hengki, dan Narji.

2. Jembatan (Bridge)

Setelah mengetahui siapa saja pegawai yang berperan sebagai klik, maka kali ini akan dibahas mengenai siapa saja pegawai yang berperan sebagai jembatan. Sebagaimana telah diketahui bahwa jembatan merupakan seseorang yang menonjol di dalam sebuah klik yang menggabungkan antara satu anggota klik dengan klik lain (R Wayne Pace,2006: 179). Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, pegawai yang berperan sebagai jembatan adalah Rosa, Susan, Farhan, Ranti, Nabila, Widyawati, Ratna, dan Narji.

3. Penghubung (Liaison)

Selain berperan sebagai jembatan, terdapat pegawai yang berperan sebagai penghubung. Seperti yang telah diketahui bahwa penghubung berperan sebagai penghubung antara dua klik atau lebih, tetapi ia bukan salah satu anggota klik tersebut (R Wayne Pace, 2006: 179). Berdasarkan hasil penelitian, pegawai yang berperan sebagai penghubung adalah kepala bidang perpustakaan yaitu Puspa. Ia melakukan perannya ketika terdapat pegawai atau bawahan yang sedang menyampaikan aspirasinya. Bentuk nyatanya adalah ketika mereka sedang melaksanakan “rapat rabuan” dan ketika bawahan sedang menemui Puspa di ruangannya.

4. Penjaga gawang (Gate keepers)

(24)

Di dalam jaringan komunikasi organisasi, terdapat pegawai yang menempai peranan pemimpin pendapat. Pegawai yang dimaksud tersebut adalah Susan. Ia memiliki pengaruh besar di dalam pembuatan keputusan yang menyangkut Perpustakaan Indonesia Raya. Pendapat yang diajukannya selalu diikuti oleh atasannya yaitu Puspa.

6. Kosmopolit (Cosmopolit)

Selain memiliki peranan sebagai pemimpin pendapat, di Perpustakaan Indonesia Raya pula memiliki pegawai yang berperan sebagai kosmopolit. Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, pegawai tersebut adalah Nabila, Rosa, Susan, dan Farhan. Mereka sering berhubungan kerja dengan orang-orang yang berada di luar perpustakaan sesuai dengan job description yang mereka lakukan. 7. Penyendiri (Isolate)

Selain keenam peranan jaringan komunikasi organisasi yang telah disebutkan, terdapat satu peranan di luar klik yang ditempati oleh seorang pegawai Perpustakaan Indonesia Raya yaitu Dian. Ia berperan sebagai penyendiri karena sedikit melakukan kontak atau tidak sama sekali mengadakan kontak dengan kelompok lainnya. Hal ini terjadi karena ruangan kerja dirinya yang terpisah sehingga sistem komunikasi tertutup baginya.

Terkait dengan tujuh peranan jaringan komunikasi yang telah dijelaskan sebelumnya di bawah ini merupakan gambaran yang menunjukan peranan jaringan komunikasi organisasi di Perpustakaan Indonesia Raya.

Dari gambar di atas, terlihat bahwa terdapat tujuh peranan jaringan komunikasi organisasi. Sistem jaringan komunikasi organisasi tersebut terjadi karena adanya proses sosial dan kepentingan yang dimiliki oleh individu atau kelompok. Adapun di dalam proses sosial dan kepentingan tersebut, proses pembentukan jaringan komunikasi organisasi digambarkan dengan adanya bentuk lingkaran dan anak panah yang menunjukan panah searah dan dua arah, baik yang ke kanan maupun yang ke kiri.

Mengacu pada gambar di atas juga terdapat berbagai macam warna lingkaran oval yang menunjukan kedudukan pegawai di dalam klik suatu jaringan komunikasi organisasi. Klik pertama yang terdiri dari Susan dan Nabila ditandai dengan latar belakang bentuk lingkaran oval berwarna merah muda, klik kedua yang terdiri dari Rosa dan Ratna ditandai dengan latar belakang lingkaran oval berwarna biru laut, klik ketiga yang terdiri dari Farhan dan Rizal ditandai dengan latar belakang lingkaran oval berwarna hijau lumut, klik keempat

Gambar 3 Diagram jaringan kerja yang menunjukkan peranan jaringan kerja komunikasi di Perpustakaan Indonesia Raya

(25)

ditandai dengan latar belakang lingkaran oval berwarna jingga, klik kelima yang terdiri dari Widyawati dan Ririn ditandai dengan latar belakang lingkaran oval berwarna ungu, dan klik yang terakhir yaitu klik enam yang terdiri dari Narji, Hengki, Ari, dan Deni ditandai dengan latar belakang lingkaran oval berwarna biru muda dengan garis merah disisinya.

Selain itu, lingkaran kecil berwarna merupakan gambaran peranan jaringan komunikasi organisasi selain klik. Jika diperinci lagi menjadi beberapa bagian, maka dapat dilihat pegawai yang berperan sebagai jembatan dan kosmopolit yang dianalogikan dengan bentuk lingkaran kecil berwarna biru. Pegawai tersebut adalah Rosa, Farhan, dan Nabila. Sedangkan untuk pegawai yang berperan sebagai jembatan saja dapat dianalogikan dengan lingkaran kecil yang berwarna merah. Pegawai tersebut adalah Ranti, Widyawati, Ratna, dan Narji.

Adapun terdapat pegawai yang berperan sebagai penyendiri yang dianalogikan dengan bentuk lingkaran kecil yang berwarna kuning. Pegawai yang dimaksud adalah Dian. Sedangkan untuk pegawai yang berperan sebagai penghubung dapat dianalogikan dengan bentuk lingkaran kecil berwarna hijau lumut. Pegawai tersebut yaitu Puspa sebagai kepala bidang perpustakaan. Sementara itu, untuk pegawai yang menempati posisi sebagai jembatan, penjaga gawang, pemimpin pendapat, dan kosmopolit dapat dianalogikan dengan bentuk lingkaran berwarna hitam. Selain klik yang memiliki warna cerah, jika dilihat dari gambar di atas terdapat klik yang memiliki warna polos atau putih. Klik ini menunjukan minimnya kontribusi kinerja

yang diberikan oleh pegawai perpustakaan terkait.

Jika dikaitkan dengan gambar di atas pula, maka terbentuknya suatu jaringan komunikasi organisasi tidak terlepas dari peran Susan. Susan memiliki lima peranan jaringan komunikasi organisasi sekaligus. Namun, diantara kelima peranan yang dimilikinya terdapat satu peranan jaringan komunikasi organisasi yang menonjol dan dapat menjadi satu peranan tersendiri pembentuk jaringan komunikasi organisasi. Hal ini karena dirinya merupakan seseorang yang dipercaya oleh atasannya yaitu Puspa dan rekan-rekannya di Perpustakaan Indonesia Raya. Di dalam memberikan suatu layanan informasi, jaringan komunikasi organisasi seperti yang terdapat pada gambar di atas menunjukkan adanya suatu keterkaitan peranan yang diduduki oleh setiap pegawai.

Nilai Yang Membangun

JaringanKomunikasi Organisasi di Perpustakaan Indonesia Raya

(26)

Dengan melihat kontak sosial dan menentukan makna interaksi yang terjadi di antara pegawai yang membentuk jaringan komunikasi organisasi di Perpustakaan Indonesia Raya, maka dapat terlihat suasana dan moral organisasi yang melingkupi. Sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh R Wayne Pace (2006: 179) bahwa terdapat lima nilai penting yang membangun jaringan komunikasi organisasi dalam menentukan suasana dan moral tersebut. Dalam hal ini nilai tersebut adalah nilai keterbukaan dan ketulusan (openness and candor), nilai kepercayaan, keyakinan, dan kredibilitas (trust, confidence, and creadibility), partisipasi dalam pembuatan keputusan (participative decision making), dukungan (supportiveness), dan tujuan kinerja tinggi (high performance goals). Nilai-nilai ini akan dijelaskan sebagai berikut:

1. Nilai keterbukaan dan ketulusan (openness and candor)

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa nilai keterbukaan dan ketulusan diperoleh melalui komunikasi dari bawahan kepada atasan. Menurut R Wayne Pace (2006: 189) menyebutkan bahwa komunikasi dari bawahan kepada atasan memiliki arti bahwa informasi mengalir dari tingkat yang lebih rendah (bawahan) ke tingkat yang lebih tinggi (atasan). Terbentuknya jaringan komunikasi organisasi dilihat dari adanya interaksi sosial yang terjadi di antara mereka. Dari sini terlihat bahwa terdapat masalah keterbukaan terhadap atasan yaitu keterbatasan berbicara terhadap atasan karena rasa takut menyinggung perasaan atasan. Ternyata, setelah ditelisik lebih mendalam terdapat kesenjangan diantara atasan dengan bawahan.

Jika dikaitkan dengan hal tersebut terdapat kesenjangan antara pegawai yang “diperhatikan” dengan pegawai yang “diabaikan”. Mereka terlihat belum bersinergi dalam hal cara berkomunikasi. Hal ini dapat dilihat ketika bawahan yang memiliki keluhan mengenai permasalahan yang tidak dapat diselesaikan apabila ia berkonsultasi dengan atasan. Berdasarkan hasil penelitian di lapangan pula menunjukkan bahwa kesenjangan tersebut dapat terjadi karena intensitas volume yang berbeda antara atasan dengan bawahan. Akibat yang ditimbulkan dari hal ini adalah adanya rasa kekecewaan yang ditimbulkan dan bawahan hanya ingin bekerja apabila mendapatkan tugas saja.

Selain itu, bagi pegawai yang merasa diperhatikan, bahwa ia merasakan kedekatan antara dirinya dengan atasannya. Atasan memberikan masukan terhadapnya apabila menemui kesulitan, berbeda dengan perlakuan yang diberikan kepada pegawai yang tidak diperhatikan oleh atasan.

2. Nilai kepercayaan, keyakinan, dan kredibilitas (Trust, confidence, and creadibility)

(27)

perbedaan dalam intensitas berkomunikasi yang dilakukan. Cara penyampaian pesan yang dilakukan baim atasan maupun bawahan ini dilakukan dengan cara tatap muka. Hal ini sejalan dengan pikiran Dahle (1981) yang dikutip dari Universitas Kristen Petra (2009: 13) bahwa pesan itu akan lebih efektif bila dikirimkan dalam bentuk lisan dan tulisan.

Jika dikaitkan dengan media penyampaian tersebut, maka nilai kepercayaan pun timbul ketika seorang bawahan mulai dipercaya oleh atasannya serta adanya sifat respect

yang ditunjukkan oleh yang ditunjukkan oleh atasan kepada bawahannya sebagai reaksi timbulnya kepercayaan tersebut. Berdasarkan hasil penelitian pula akibat adanya nilai kepercayaan, keytakinan, dan kredibilitas ini adalah apabila bawahan sudah dipercaya oleh atasannya maka ia akan menunjuk secara terus menerus kepada pegawai tersebut.

3. Nilai partisipasi dalam pembuatan keputusan (Participative decision making)

Berdasarkan hasil penelitian di lapangan didapatkan bahwa terdapat nilai partisipasi dalam pembuatan keputusan. Perpustakaan Indonesia Raya sebagai suatu organisasi di bawah lembaga pemerintah tentunya memerlukan kebijakan-kebijakan yang perlu diperbaharui dari masa ke masa. Tentunya, untuk menunjang hal tersebut diperlukan suatu diskusi antar pegawai di dalamnya.

Jika dikaitkan dengan nilai partisipasi dalam pembuatan keputusan ini, maka

keputusan untuk membuat kebijakan tersebut perlu dirundingkan oleh antar pegawai di dalamnya. Hal ini di Perpustakaan Indonesia Raya biasa dilakukan di dalam suatu rapat rabuan. Di dalam rapat rabuan tersebut, atasan memberikan kesempatan kepada bawahan untuk menyampaikan aspirasi, ide, gagasan, kegiatan maupun masalah terkait dengan Perpustakaan Indonesia Raya.

Sependapat dengan yang diungkapkan oleh Khomsarial Ramli (2011: 176) bahwa bawahan diharapkan dapat memberikan informasi tentang prestasinya, praktik serta kebijakan organisasi. Mengacu pada peryataan tersebut, maka pegawai Perpustakaan Indonesia Raya dituntut untuk bersikap proaktif saat diadakan rapat rabuan. Tetapi pada kenyataannya, pegawai-pegawai tertentu saja yang bersikap proaktif, sementara pegawai lainnya tidak. Hal ini dipengaruhi oleh nilai yang ada sebelumnya yaitu nilai keterbukaan dan ketulusan yang mempengaruhi nilai partisipasi dalam pembuatan keputusan ini. Nilai ini pula terbentuk ketika bawahan sedang menemui atasan di ruangannya.

(28)

satunya adalah informasi untuk mengembangkan rasa memiliki tugas (sense of mission).

Berdasarkan pendapat tersebut, sesuai dengan penemuan di lapangan terkait di

dalam membangun jaringan

komunikasi organisasi bahwa atasan yaitu Puspa sebagai seorang kepala bidang Perpustakaan Indonesia Raya memberikan suatu dukungan dan kepercayaan terhadap apa yang dilakukan oleh bawahannya dan yakin bahwa bawhan dapat melakukan pekerjaan tersebut dengan baik. Atasan mengetahui dan menyadari siapa saja bawahannya yang memiliki tugas mengerjakan suatu pekerjaan. Berdasarkan hasil penelitian di lapangan pula didapatkan bahwa porsi dukungan yang diberikan oleh atasan terhadap bawahannya ditentukan oleh faktor kedekatan seperti yang terdapat pada nilai partisipasi dalam pembuatan keputusan.

5. Nilai tujuan kinerja tinggi (high performance goals)

Selain membutuhkan dukungan dari atasan kepada bawahan, Perpustakaan Indonesia Raya juga harus mampu bekerja dan mempertunjukkan kinerjanya yang telah dikomunikasikan sebelumnya oleh atasan. Bentuk komunikasi ini terlihat dari adanya job description yang jelas yang didapatkan kepada setiap bawahan termasuk atasan. Hal ini terkait dengan pencapaian tujuan kinerja yang diharapkan. Oleh karena itu, dibutuhkan adanya komunikasi yang efektif dari bawahan maupun atasan. Selain itu, dibutuhkan pula suatu

pemahaman oleh pegawai yang menempati peran atau posisi di dalamnya untuk mencapai suatu kinerja yang maksimal.

Jika dikaitkan dengan nilai tujuan kinerja tinggi yang membangun jaringan komunikasi organisasi di Perpustakaan Indonesia Raya erat kaitannya dengan motivasi kerja yang dilakukan oleh pegawai di dalamnya. Menurut hasil penelitian di lapangan motivasi kerja yang dilakukan oleh pegawai tersebut terbagi menjadi dua yaitu motivasi kerja yang kurang dan motivasi kerja yang tinggi. Bagi sebagian pegawai yang memiliki motivasi kerja yang kurang beranggapan bahwa mereka kurang memahami Standar Operasional Prosedur (SOP), konsistensi job description yang kurang, serta kurangnya perhatian atasan terhadap dirinya. Hal ini bertolak belakang dengan pegawai yang memiliki motivasi kerja yang tinggi, mereka mengetahui segala apa saja yang harus mereka lakukan seseuai dengan job description nya masing-masing. Hal ini pula dipengaruhi oleh perhatian yang diberikan oleh atasan terhadapnya. Berdasarkan hal-hal tersebut maka dapat disinyalir adanya pemahaman yang efektif di antara keseluruhan pegawai Perpustakaan Indonesia Raya terhadap interaksi yang terjadi di dalam jaringan komunikasi organisasi tersebut.

Kesimpulan

(29)

Perpustakaan Indonesia Raya dalam rangka memberikan layanan informasi, maka dapat dibuat suatu kesimpulan bahwa bahwa jaringan komunikasi organisasi di Perpustakaan Indonesia Raya dibangun oleh nilai keterbukaan dan ketulusan. Nilai keterbukaan dan ketulusan ini digambarkan dengan adanya bentuk komunikasi dari bawahan kepada atasan maupun sebaliknya. Hal ini tidak terlepas dari adanya peran atau posisi seorang pegawai dalam menjalankan pekerjaannya sehari-hari.

Terkait dengan adanya peran atau posisi pegawai dan nilai yang membangun jaringan komunikasi organisasi di Perpustakaan Indonesia Raya dalam rangka memberikan layanan informasi tersebut, maka nilai keterbukaan dan ketulusan ini terlihat ketika pegawai bertemu di ruang atasan. Sikap atasan menunjukkan keterbukaan dengan mendengarkan bawahan ketika sedang berbicara. Hal ini ditunjang pula oleh pintu ruangan atasan yang selalu terbuka. Sehingga bawahan dapat mengungkapkan keluhan yang dirasakan dirinya terhadap atasan dengan leluasa. Meskipun tidak semuanya, kebanyakan dari mereka merasa senang ketika pendapatnya di dengar melalui pemberian masukan terhadap dirinya dan atasan terlihat respect terhadap diri mereka. Bukti tersebut menunjukkan adanya dialog antara kedua pihak, di mana lancer tidaknya sebuah dialog selalu didukung oleh rasa tulus dan saling terbuka. Selain itu, nilai keterbukaan dan ketulusan terlihat ketika adanya suatu penghargaan (reward) yang diberikan atasan kepada pegawai yang memiliki kinerja yang baik. Atasan mengkomunikasikan kepada bawahan mengenai hal tersebut.

Mengacu pada peran atau posisi pegawai dalam proses terbentuknya jaringan komunikasi organisasi diarahkan oleh peran Susan. Ia menjadi seseorang yang dipercaya oleh atasannya, Puspa, dan menjadi salah seorang yang dihormati oleh rekan-rekan kerjanya. Berdasarkan hasil penelitian yang terlah dilakukan terhadap Susan, maka ia memiliki lima peranan jaringan komunikasi organisasi di dalam Perpustakaan Indonesia Raya. Adapun peranan yang dimiliki Susan yaitu sebagai klik (clique), kosmopolit (cosmopolit), penjaga gawang (gate keepers), jembatan (bridge), dan pemimpin pendapat (opinion leader). Di antara kelima peranan jaringan komunikasi organisasi tersebut, berdasarkan hasil penelitian di lapangan pula terdapat peranan yang paling menonjol bagi Susan yaitu pemimpin pendapat (opinion leader) yang dapat dilihat ketika pegawai sedang melakukan suatu pertemuan formal maupun tidak. Selain pandai bergaul, peran tersebut ditunjang dengan posisi ruangannya yang berdekatan dengan banyak pegawai lainnya.

(30)

Daftar Acuan

Harjana, Andrea A. (2007). Iklim Komunikasi Keorganisasian. Iklim Organisasi (Vol. 4, pp. 179-231).

Pace, Wayne R. (2006). Komunikasi Organisasi: Strategi Meningkatkan Kinerja Perusahaan. Bandung: Grafindo Media Pratama.

Petra Christian University Library.

“Komunikasi Atasan Kepada Bawahan. http://digilib.petra.ac.id/viewer.php?sub mit.x=27&submit.y=21&submit=prev& page=8&qual=high&submitval=prev&f name=%2Fjiunkpe%2Fs1%2Fikom%2F 2009%2Fjiunkpe-ns-s1-2009-51405005-11601-grand_satelit-chapter2.pdf. (2 Januari 2013).

(31)

LAYANAN ARSIP DI BADAN PERPUSTAKAAN DAN ARSIP

PROVINSI DKI JAKARTA

Hening Wahyuni

Arsiparis Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi DKI Jakarta

e-mail: hening_wahyuni@yahoo.com

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk memahami praktik sosial petugas layanan yang terjadi dalam menentukan wajah dan potret layanan arsip. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode etnografi. Dengan menggunakan perspektif teoritik tentang kemampuan agen dalam memanfaatkan struktur, kajian ini memperlihatkan adanya jalinan antara agen dan struktur sebagai suatu proses timbal balik. Proses ini menunjukkan adanya kemampuan agen melakukan strategi untuk meneguhkan, merespon bahkan melakukan perubahan struktur yang ada. Agen menjadikan layanan arsip sebagai arena pertarungan untuk memperebutkan modal dan dengan modal yang dimiliki, agen melakukan praktik untuk meneguhkan integritas dan otoritas dalam layanan arsip. Interaksi yang dilandasi oleh relasi kekuasaan dan lemahnya kepemimpinan menyebabkan petugas layanan mengekspresikan makna layanan berdasarkan kepentingan pribadi.

Kata Kunci:layanan arsip, agen, struktur

Abstract

This study aims to identify the social practices of officers that occured in determining faces dan portrait archive services. Archive service is the spearhead of the archives management in BPAD of Province DKI Jakarta. This study uses a theoritical perspective on the ability of the agent to navigate the structure, and shows a link between the agent and structure. The agent’s actions in managing the archives will show the way of the service are given toward the people. Today is a service times, so, the people will trust the archives institution by looking the officers serve them. In fact, the agent use it as the competition to get their own ambition, getting the benefit. They use their own assets to change the structure of the archives service. It is hard to get the people’s trusts because there is a rivalry among the officers to reach the benefit. Besides, the weakness of the leader in handling it is another reason why it is hard to get the people’s trusts.

(32)

Latar Belakang

Konseptualisasi layanan pada umumnya mengarah pada studi dimana jasa itu diproduksi oleh lembaga kearsipan dan bagaimana mereka dilihat dari perspektif pengguna, tetapi mereka tidak memberikan

akses ke proses internal atau “kotak hitam”

dari lembaga kearsipan.Arah tulisan ini ingin menjelaskan bahwa pemberian layanan melibatkan tingkat tinggi interaksi manusia dan dicapai dalam konteks sosial dan historis tertentu. Dengan demikian studi tentang layanan sebagai fenomena sosial dan organisasi memerlukan kerangka konseptual yang memperhitungkan dimensi sosial budaya organisasi dan tindakan individu.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif melalui pendekatan etnografi. Pendekatan etnografi dirancang untuk memahami sifat dan peran layanan lembaga kearsipan dalam konteks tertentu. Penelitian menggunakan sebagian besar kerangka teori Piere Bourdieu. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam, observasi partisipatif, dan analisis dokumen seperti catatan harian, peraturan perundangan, laporan, dan sebagainya.

Sejauh ini kajian tentang layanan arsip banyak dilakukan dalam beberapa tema yang spesifik dan cenderung menekankan pada aspek teknis seperti kapasitas layanan yang tersedia, kendala dalam hal akses, belum sempurnanya alat bantu, terbatasnya sumber daya manusia, kualitas sumber daya manusia, kinerja yang belum optimal dan lain-lain Jarang sekali penelitian yang melihat penyediaan layanan arsip memiliki hubungan dengan isu-isu sosial.

Studi Ismiatun (2006) misalnya, yang berjudul Kinerja Arsiparis Unit Layanan Arsip di ANRI, membicarakan tentang kinerja arsiparis di unit layanan arsip dalam memberikan layanan kepada pengguna. Kajian dilakukan terhadap arsiparis guna menemukan penyebab lamban atau kurang responsifnya arsiparis terhadap kebutuhanpengguna. Kinerja arsiparis yang belum optimal disebabkan karena kompetensi yang dimiliki arsiparis belum sesuai dengan kriteria persyaratan arsiparis di layanan.

Selain itu juga ditemukan bahwa sebagian besar arsiparis tidak mempunyai kemampuan bahasa asing, belum menguasai informasi khasanah arsip yang ada sehingga kesulitan berkomunikasi dengan pengguna dalam layanan konsultasi. Arsiparis juga kurang memahami deskripsi kerja dalam layanan dan memiliki disiplin kerja yang cenderung rendah. Kinerja yang tidak optimal juga dipengaruhi kondisi kerja dan perilaku pimpinan unit layanan. Terhadap kondisi seperti ini Ismiatun menyarankan pimpinan organisasi untuk meningkatkan kinerja arsiparis dengan pemberian peluang pengembangan karir, motivasi kerja dan perlakuan secara adil.

Gambar

Gambar 1. Auto-Borrowing Machine
Gambar 2. Diagram kartesius (dalam J. Supranto, 2011)
Gambar 4. Tingkat kepuasan dalam diagram kartesius (per indikator)
Gambar 1Diagram Jaringan kerja yang menunjukkan peranan jaringan komunikasi organisasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sumber daya manusia merupakan faktor terpenting yang dapat menentukan berhasil atau tidaknya suatu proyek. Potensi setiap sumber daya manusia yang ada dalam proyek seharusnya

Berangkat dari hal-hal yang harus diperhatikan pada readiness assesment untuk organizational change, para peneliti mencoba membuat pendekatan untuk readiness assesment dalam

Pada bagian ini dilakukan perbandingan numerik antara metode iterasi bertipe New- ton untuk kasus persamaan nonlinear dan sistem persamaan nonlinear terhadap be- berapa

(6) Pendidikan Profesi Guru (PPG) sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah program pendidikan yang diselenggarakan untuk mempersiapkan lulusan S1 kependidikan dan S1/D4

Dalam suatu pasar ada begitu banyak usaha-usaha yang sejenis jadi setiap wirausahawan yang ingin membuka usaha harus memiliki kemampuan inovasi dan kreativitas agar

Dan janganlah kamu berikan (serahkan) kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya akan harta (mereka yang ada dalam jagaan) kamu, (harta) yang Allah telah menjadikannya untuk

Hasil dari evaluasi input dapat digali sebuah informasi terkait pendekatan pengelolaan apa yang perlu diterapkan dalam pembelajaran evaluasi pendidikan PAI melalui

Pada tahapan ini adalah tahap permulaan untuk membangun dan mengembangkan aplikasi sesuai dengan rencana yang telah dibuat. Bagian ini merupakan kegiatan tentang