• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mengungkapkan Karakter Tema dan Amanat Cerpen dengan Kehidupan Sehari-har

Dalam dokumen Materi Bahasa Indonesia Kelas X Semester 1 (Halaman 53-59)

Membaca dan Menganalisis Cerpen

1. Mengungkapkan Karakter Tema dan Amanat Cerpen dengan Kehidupan Sehari-har

Ketika kamu sedang membaca cerpen, sebenarnya kamu sedang membaca dan memahami suatu kehidupan. Walaupun cerpen merupakan suatu karya rekaan pengarang, cerita dalam suatu cerpen merupakan hasil pengamatan pengarang atas hidup dan kehidupan yang nyata. Oleh sebab itu kisah dalam suatu cerpen bisa saja terjadi pada diri kamu. Bahkan banyak orang beranggapan apa yang diceritakan dalam suatu cerpen merupakan kisah nyata seseorang, atau cerita dari pengalaman yang sebenarnya yang dialami penulis.

Pengalaman tokoh, sikap hidup tokoh, serta latar kehidupan tokoh yang dikisahkan dalam suatu cerpen, dapat meningkatkan pengalaman

54

5454

54

54

u

Belajar Efektif Bahasa Indonesia 1Bahasa Indonesia 1Bahasa Indonesia 1Bahasa Indonesia 1 untuk SMA/MA Kelas X Bahasa Indonesia 1 u batin kamu dalam menjalani kehidupan ini. Cerpen pada dasarnya adalah karya tulis, tetapi apa yang kamu dapatkan dari cerpen tidak mungkin kamu dapatkan dari karya tulis lainnya, seperti buku sejarah, buku matematika, buku agama, buku biologi, dan lain-lain.

Bacalah cerpen berikut ini dan kerjakan soal pelatihan 4!

Meredam Matahari di Kala Kelam

Murparsaulian

Pada akhirnya apapun yang terjadi, Ahya berusaha terus agar bisa melangkah dengan tenang.

Melewati hidup, walau debar-debar keperihan selalu mengikutinya, namun tiada lagi yang dapat disesalkan, sebab pedih dan bahagia hanya dipisahkan oleh sehelai benang, sulit untuk ditebak.

Begitu kesimpulan sementara yang dipahami Ahya dari perjalanan hidupnya yang rumit itu.

Bulan pucat pasi pada seperempat malam yang mengiba sedih. Ahya menyisir malam sendirian, bersandar di dinding-dinding sepi. Bibirnya mendesis garang, menenangkan pikirannya yang jauh melayang sampai ke sebuah kota yang jauh dari tubuhnya yang bersandar lemah di kursi kayu taman itu. Taman, di mana orang-orang banyak menghabiskan waktu yang kian terengut rutinitasnya. Bekerja monoton sepanjang hari. Begitulah dari waktu ke waktu. Tak ada tersisa untuk berpikir.

Ahya menghitung-hitung sudah berapa kali ia duduk menyendiri seperti ini. Mengapa sepi selalu membayangi hidupnya. Malam ini sengaja untuk tidak melakukan aktivitas rutinnya. Bosan, hal itu selalu terlontar dari mulutnya.

”Kau lelaki yang kesembilan ratus memelukku,” rintih Ahya tertahan memendam dendam. Bintang makin terang. Sedang bulan makin cerah saja memaknai setiap desah nafas Ahya dan Pak Heli yang semakin larut dalam pergumulan tanpa tepi.

Hujan makin lebat seperti hendak tenggelamkan bumi. Usai sudah petualangan Ahya malam ini. Di benaknya yang ada hanya sejumlah angka-angka dalam hitungan dollar, ringgit, atau rupiah pun jadilah. ”Yang penting duit, asal dalam jumlah banyak,” ucapannya terkadang dalam kelirihan yang menghempaskan ke dinding risau yang berdiri kokoh di kisi-kisi hatinya.

Malam makin memburu pagi. Subuh-subuh sekali perempuan cantik tinggi semampai itu keluar dari kamar hotel. Di tasnya setumpuk uang. Sayup dari kamar no. 16 lagu Blues sempat didengarnya. Meninggalkan seorang laki-laki yang tadi pagi berbohong pada istrinya. Pergi dari rumah untuk urusan kantor, keluar kota. Gila!

55

5555

5555

u Belajar Efektif Bahasa Indonesia 1Bahasa Indonesia 1Bahasa Indonesia 1Bahasa Indonesia 1Bahasa Indonesia 1 untuk SMA/MA Kelas X u

”Kau lelaki yang kedua ribu,” rintih Ahya pecah, namun, kalimat yang diucapkannya tak dapat ditangkap jelas oleh laki-laki yang menidurinya. Di kamar itu, dan di balik malam yang kelam, dendam Ahya makin dalam. Subuh yang datang untuk kesekian kalinya disambut dengan sesal yang sesak. ”Sampai kapan aku begini,” tiba- tiba pertanyaan yang paling ditakutinya itu muncul.

Sudah berulang kali angka-angka di rekening tabungannya ia pelototi. Ia tak percaya telah mengumpulkan uang sebanyak itu. Dulu sebelum terjun ke dunia yang ditekuninya dengan serius ini, isi tabungannya masih sepi. Tak seramai saat ini.

Ah.., Badrun pasti akan marah jika ia mengetahui pekerjaannya selama ini. Sedangkan anaknya Selma, sudah besar. ”Tapi mengapa Badrun tak terbentik niatnya pulang. Begitu sibukkah ia mencari nafkah di negeri tetangga sana. Atau…..Ah…, setiap kali pikiran itu datang Ahya selalu berusaha untuk menepisnya. Atau Badrun masuk dalam deretan nama TKI yang dicambuk. Oh..., alangkah kejamnya hidup, jika ternyata sangkaannya itu benar. Perempuan itu berjuang di sini sendiri, dan Badrun bisa dikatakan bertanggung jawab, sedangkan sepucuk surat pun tak pernah sampai di tangannya yang mengabarkan bagaimana keadaan laki-laki itu. Benarkah Badrun ikut dicambuk? Sungguh, berita di koran tadi pagi yang mengatakan puluhan TKI mendapat hukuman cambuk di negeri jiran Malaysia, cukup meruncingkan hatinya.

Apa pun yang dialami Badrun saat ini, yang jelas Ahya juga sedang menderita. Perempuan kata banyak orang cenderung lebih banyak disakiti daripada laki-laki dan Ahya menyadari hal itu. Tapi jika andai betul Badrun ikut dicambuk, derita manakah yang lebih pedih di antara mereka berdua? Ahya menyimpan sekat duka yang tertahan di kerongkongannya dan menumpuk pedih di dadanya.

Pada akhirnya apa pun yang terjadi, Ahya berusaha terus agar bisa melangkah dengan tenang melewati hidup, walau kadang debar-debar keperihan selalu mengikutinya, namun tiada lagi yang dapat disesalkan, sebab pedih dan bahagia hanya dipisahkan dengan sehelai benang, sulit untuk ditebak, begitu kesimpulan sementara yang dipahami Ahya dari perjalanan hidupnya yang rumit itu.

***

Malam ini Ahya tidak ke mana-mana. Ia mendekam di kamar rumahnya. Berpuluh-puluh pesan lewat SMS masuk, namun tak dihiraukannya. ”Ini aku di kamar 15 menunggu kamu.” Begitu pesan itu berulang-ulang. Ahya tahu pesan yang berbunyi seperti itu. Dan jika mau jujur pesan inilah yang selalu ditunggu-tunggunya. Namun malam ini ia begitu enggan, badannya letih dan lesu. Berulang-ulang

hand phone-nya berbunyi, Ahya tak hendak menjawab karena tak ingin berkomunikasi langsung. Ahya pasti bingung untuk menolak, jika berbicara langsung dengan pelanggannya.

Sudah pukul dua malam, Ahya masih belum tidur juga. Selma tertidur nyenyak dalam pelukannya. Jarang sekali gadis kecil itu dapat

56

5656

56

56

u

Belajar Efektif Bahasa Indonesia 1Bahasa Indonesia 1Bahasa Indonesia 1Bahasa Indonesia 1 untuk SMA/MA Kelas X Bahasa Indonesia 1 u tidur dalam pelukannya. Sejak ia berumur tiga tahun, bocah itu sudah diasuh oleh Anum sampai usia lima tahun sekarang ini. Tapi entah mengapa malam ini Ahya rindu sekali memeluk anaknya, mendekapnya, dan rindu tidur seranjang. Rindu itu juga menyentak- nyentak hati Ahya. Rindu kepada suaminya Badrun, yang entah kapan pulang dan entah bagaimana nasibnya kini.

Jalan seperti inilah akhirnya ditempuh Ahya untuk memenuhi segala kebutuhannya. Bahkan ia dapat hidup mewah. Selma tidak ketinggalan dari teman-temannya. Gadis kecil itu bisa mengenakan baju bagus-bagus. Bila kawannya bersepeda, ia juga dibelikan sepeda oleh ibunya. Sama seperti anak kepala imigrasi di sebelah kanan rumahnya. Ahya makin tak percaya diri. Niatnya untuk keluar dari lembah hitam itu pupus sudah, bahkan ia berjanji tidak akan keluar. ”Inilah duniaku. Dunia di mana sulit membedakan antara yang boleh dan tidak boleh, antara yang halal dan yang haram. Masa bodoh!” Begitu selalu Ahya berkata bila terpikir hal itu. Toh pikirannya sudah berusaha untuk jadi orang baik-baik selama ini. Mengasuh kesetiaan menanti Badrun yang pamit padanya ke negeri jiran untuk mencari kerja, mengubah penghidupan. Namun Badrun hanya mengirim belanja selama enam bulan. Setelah itu ia harus banting tulang sebagai buruh pabrik, sendiri dan sendiri. Hingga ia menutup telinga atas gunjingan tetangga- tetangganya dengan profesi sebagai wanita penghibur.

***

Sudah lima belas hari Ahya tidak keluar rumah. Badannya terlihat bertambah kurus. Kini ia tak kuat lagi mengantar jemput Selma ke sekolah, padahal tujuannya istirahat untuk memperhatikan kehidupan anaknya yang tunggal itu. Sekedar istirahat sebentar beberapa saat, berhenti dari aktivitas malamnya, karena Ahya menyadari Selma sedang tumbuh, jadi perlu perhatian. Perempuan itu juga tak berniat untuk berhenti selamanya, karena targetnya mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya untuk sekolah anaknya belum tercapai.

Segumpal risau membayang di wajah Ahya. Rencana untuk sekedar sejenak memperhatikan anaknya musnah. Bahkan kini, yang mesti diperhatikan dirinya sendiri. Untung anaknya Selma tidak terlalu banyak menuntut.

Kehadiran ibunya untuk beberapa saat di rumah memercikkan rasa bahagia di hati gadis kecil itu. Walau kadang nalurinya mengatakan kebahagiaan yang dirasakannya saat ini tak lengkap, tanpa kehadiran seorang ayah. Seperti teman-temannya yang lain.

Suatu ketika, saat pendaman rasa di hatinya tak terbendung lagi, ia menanyakan perihal ayahnya pada Ahya. ”Ma, kapan papa bisa di rumah lagi, seperti mama saat ini?” Pertanyaan yang membuat remuk hati Ahya. Kalimat itulah yang selama ini berusaha dibungkamnya dari mulut Selma. Ia takut dan tak siap menjawab pertanyaan itu.

Ada titik hendak jatuh, bergulir di matanya yang mulai cekung. ”Tak lama lagi papa juga pasti akan berkumpul bersama kita. Papa

57

5757

5757

u Belajar Efektif Bahasa Indonesia 1Bahasa Indonesia 1Bahasa Indonesia 1Bahasa Indonesia 1Bahasa Indonesia 1 untuk SMA/MA Kelas X u

sayang sama Selma, hanya saja saat ini papa belum ada waktu. Papa harus kumpulkan uang sebanyak-banyaknya untuk sekolah Selma. Kamu mau jadi orang pintar kan,” jawab Ahya tegar, namun ada sekat- sekat yang bergetar dari tenggorokannya.

Ia belai rambut gadis kecilnya, buah hati perkawinan dengan Badrun. Ia ingat kebahagiaan yang pernah ia rasakan, saat Badrun selalu setiap subuh membangunkannya dengan kecupan, membelai perutnya yang kian membesar. Dan sakit luar biasa yang ia rasakan ketika melahirkan anak pertama mereka, Badrun di sisinya, memberi kekuatan, harapan hidupnya.

Dengan Badrunlah ia mengenal hidup susah. Jauh beda dengan kehidupan keluarganya yang serba mewah. Bersama Badrun pula ia terbiasa pergi ke mana-mana naik mikrolet, bajaj, tanpa sedan mewah papanya.

Akh, tiba-tiba semua rekaman peristiwa selama ini bermain lagi dalam benaknya. Sejak pertemuan pertamanya dengan Badrun, teman sekolahnya yang pada mulanya bersikap acuh padanya. Namun Ahya tertarik wajah ganteng itu. Itulah awal kehidupannya. Sekolah mereka sama-sama tak selesai. Ahya lari dari rumah dan memilih Badrun sebagai teman hidupnya, padahal mereka belum punya apa-apa.

Ahya anak sulung itu dikucilkan dari keluarga, dianggap telah mencemarkan nama baik keluarga, kawin dengan orang berkelas bawah. Badrun satu-satunya tempat Ahya menggantungkan harapan. Dua tahun hidup bersama, Badrun akhirnya memutuskan untuk mencari pekerjaan ke Malaysia. ”Bukankah semasa bujang dulu Abang sering jadi TKI ilegal. Kenapa sekarang Adik berat melepas Abang. Toh, Abang akan pulang lagi membawa modal untuk kehidupan kita. Selma tidak boleh seperti kita, ia harus sekolah dan jadi orang. Kita harus mendidik dengan baik, mendidik tanpa uang omong kosong akan berhasil.” Itulah ucapan Badrun yang saat ulang tahun perkawinan mereka yang kedua. Dua hari kemudian, Badrun mewujudkan apa yang pernah diucapkannya itu. Ahya mengantar kepergian suaminya dengan air mata kepedihan dan perasaan ragu menjalani hidup.

***

Hujan deras senja itu Ahya duduk muram di belakang meja sendirian. Di depan berserakan botol Jhoni Wolker dan bir. ”Aku harus kembali lagi dan kuat menjalani warna hidupku yang dulu,” batinnya mendesis. Sudah dua jam seseorang yang berpesan lewat SMS itu belum juga datang. Gigil tubuhnya ditahannya. Lesu dan letih mendera tubuh dan batinnya. Tapi ia harus kuat. Terbayang wajah Selma yang tertidur pulas sore tadi ketika ia berangkat dari rumah. Untuk pertama kalinya ia memulai kehidupan malamnya lagi. Setelah berpikir tak ada pilihan selain kembali.

Dua detik berselang, sosok tubuh cantik, tinggi semampai itu naik mobil Volvo biru tua. Mobil itu melaju menuju arah selatan. ”Kita akan bersenang-senang, mungkin untuk dua atau tiga hari,” ujar seorang

58

5858

58

58

u

Belajar Efektif Bahasa Indonesia 1Bahasa Indonesia 1Bahasa Indonesia 1Bahasa Indonesia 1 untuk SMA/MA Kelas X Bahasa Indonesia 1 u lelaki. Ada titik yang mau jatuh namun tertahan di bulir-bulir waktu. Mimpi Ahya tadi malam berlanjut malam ini. Ia masih saja merangkak menyusuri jalan gelap itu, sendiri. Di negeri seberang sana, beribu TKI masih juga menyimpan mimpi.

Murpasaulian dilahirkan di Pasirpengaraian 5 Februari 1979. Karya-karyanya dimuat di berbagai media cetak di antaranya Riau Pos, Majalah Budaya Sagang, Majalah Budaya Tepak, Berdaulat dan Dewan Sastra Melayu (Malaysia). Selain itu puisinya dimulai juga dalam beragam antropologi seperti Makam, Tanda, Jzirah luka, Purnama Kata Kemilau Musim, Musim Berganti, dan Antologi Bersama Penyair se-Indonesia. Cerita pendeknya dimuat dalam antropologi Selat Mustika, Kata Pagi, dan Kata Seligi.

Menyair baginya ialah pilihan hidupnya dan menulis ialah sebuah keniscayaan. Saat ini bekerja di Riau Televisi sebagai reporter dan presenter berita. Saat ini juga tercatat sebagai Ketua Komite Sastra Dewan Kesenian Riau (DKR).

Gambar 6 Gambar 6 Gambar 6 Gambar 6 Gambar 6 Murpasaulian Sumber: Horison

Setelah membaca cerpen tersebut jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut!

1. Dalam cerpen ”Meredam Matahari di Kala Kelam” diceritakan tokoh Ahya dan tokoh Badrun. Siapakah mereka? Dari kedua tokoh tersebut siapa yang menjadi tokoh utamanya?

2. Demi cintanya pada Badrun, akhirnya Ahya memutuskan untuk lari dari rumah dan tidak melanjutkan sekolahnya. Apa pendapat kamu atas sikap dan keputusan Ahya tersebut? 3. Apa yang akan kamu lakukan jika kamu mempunyai kekasih

tetapi tidak disukai oleh orang tua kamu?

4. Setiap orang tua pasti ingin melakukan yang terbaik untuk anak- anaknya. Jelaskan menurut kamu apakah sikap orang tua Ahya terhadap Ahya salah?

5. Apa pendapat kamu atas sikap dan keputusan Ahya untuk tetap menjalani pekerjaannya sebagai WTS untuk masa depan anaknya dan kelangsungan hidupnya?

6. Coba bayangkan bagaimana sikap kamu jika ternyata Ahya adalah ibu kamu?

7. Setiap orang tentu ingin melakukan sesuatu yang terbaik untuk keluarganya. Apa pendapatmu atas keputusan Badrun meninggalkan Ahya dan anaknya Selma ke Malaysia demi masa depan mereka?

8. Jelaskan hikmah yang dapat kita ambil dari cerpen tersebut!

59

5959

5959

u Belajar Efektif Bahasa Indonesia 1Bahasa Indonesia 1Bahasa Indonesia 1Bahasa Indonesia 1Bahasa Indonesia 1 untuk SMA/MA Kelas X u

Dalam dokumen Materi Bahasa Indonesia Kelas X Semester 1 (Halaman 53-59)