• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menjerat Si Macan

Dalam dokumen BUKU TIGA TAHUN EIROKU KELIMA 1562 (Halaman 45-72)

TAHUN itu tidak ada serangan mendadak lagi dari pihak Mino. Sementara itu, Tokichiro hampir selesai dengan pekerjaan interior serta pekerjaan garis pertahanan luar yang masih tersisa. Pada awal bulan pertama di tahun berikutnya, ia, disertai Koroku, menghadap Nobunaga untuk mengucapkan selamat Tahun Baru, sekaligus memberikan laporan.

Selama Tokichiro pergi telah terjadi perubahan besar. Rencana yang pernah diusulkannya ternyata diterima. Benteng Kiyosu, yang memiliki kekurangan dari segi letak maupun persediaan air, telah ditinggal-kan. Nobunaga memindahkan tempat kediamannya ke Gunung Komaki. Para penduduk kota Kiyosu pun hijrah bersama junjungan mereka, dan sedang mem-bangun kota baru di kaki Benteng Komaki.

Ketika Nobunaga menerima Tokichiro di benteng-nya yang baru, ia berkata, "Aku telah berjanji. Kau boleh menempati Benteng Sunomata, dan upahmu kunaikkan menjadi lima ratus kan." Menjelang berakhirnya pertemuan mereka. Nobunaga memper-lihatkan rasa terima kasihnya dengan memberikan nama baru pada pengikutnya yang telah berjasa. Mulai saat itu Tokichiro akan dipanggil Kinoshita Hideyoshi. "Kalau kau sanggup membangunnya, benteng itu milikmu," begitulah janji Nobunaga semula. Tapi

ketika Hideyoshi kembali untuk melaporkan bahwa pembangunan benteng telah selesai. Nobunaga hanya berkata. "Kau boleh menempati Bentcng Sunomata." dan tidak menyinggung soal kepemilikan. Sebenarnya tak banyak bedanya, tapi Hideyoshi menganggapnya sebagai isyarat bahwa kemampuannya untuk menjadi komandan benteng belum terbukti. Hal ini disimpul-kannya ketika mendengar bahwa Koroku yang baru-baru ini menjadi pengikut marga Oda berkat rekomendasi Hideyoshi ditugaskan di Sunomata sebagai pembantu Hideyoshi. Tetapi Hideyoshi bukan-nya mendongkol karena sikap junjunganbukan-nya, melain-kan berkata. "Dengan segala kerendahan hati. Tuanku, daripada menerima upah lima ratus kan yang hendak tuanku anugertahkan, perkenankanlah hamba me-rebut tanah dengan nilai yang sama dari Mino. Setelah memperoleh izin Nobunaga, pada hari ketujuh di tahun yang baru Hideyoshi kembali ke Sunomata.

"Kita membangun benteng ini tanpa menyebabkan satu pun pengikut Yang Mulia mengalami cedera, dan tanpa menggunakan satu pun pohon atau batu dari wilayah kesatuan Yang Mulia. Barangkali kita juga bisa merebut tanah dari tangan musuh dan hidup dengan upah dari para dewa. Bagaimana menurutmu, Hikoemon?"

Koroku telah melepaskan nama lamanya, dan sejak Tahun Baru, menggantinya menjadi Hikoemon.

"Menarik juga." Hikoemon membalas. Kini ia sepenuhnya setia pada Hideyoshi. Ia bersikap

seolah-olah ia pengikut Hideyoshi, dan sama sekali melupa-kan hubungan mereka sebelumnya.

Dengan mengerahkan pasukannya setiap kali ada kesempatan, Hideyoshi menyerang daerah-daerah sekitar. Tentunya tanah yang berhasil ia rebut semula merupakan bagian dari Mino. Tanah yang ditawarkan Nobunaga padanya bernilai lima ratus tapi tanah yang ditaklukkan Hideyoshi bernilai lebih dari dua kali lipat.

Ketika Nobunaga mengetahui ini, ia memaksakan senyum. "Si Monyet itu saja sudah cukup untuk merebut seluruh Provinsi Mino. Ternyata ada orang di dunia ini yang tidak pernah mengeluh."

Sunomata telah diamankan. Nobunaga merasa seolah-olah Mino sudah jatuh ke tangannya. Tetapi meski mereka menyangka telah berhasil menggeser perbatasan Mino, pusat kekuatan marga Saito, yang dipisahkan oleh Sungai Kiso dari Owari, tetap tak terusik.

Dengan memanfaatkan benteng baru di Sunomata sebagai pangkalan, Nobunaga dua kali mencoba menembus pertahanan Mino, tapi gagal. Ia merasa seperti menghantam dinding besi. Namun ini tidak mengejutkan bagi Hideyoshi maupun Hikoemon. Bagaimanapun, kali ini pihak musuh bertempur untuk mempertahankan nyawa. Pasukan Owari yang kecil takkan mungkin mengalahkan Mino dengan taktik-taktik biasa.

selesai, pihak musuh menyadari kelalaian mereka dan mempetajari Hideyoshi dengan lebih saksama. Monyet ini muncul entah dari mana, dan meskipun ia tidak dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh marga Oda, ia jelas pejuang yang hebat dan panjang akal, yang tahu bagaimana menggerakkan anak buahnya. Reputasinya justru lebih cepat menanjak di mata pihak musuh daripada di mata orang-orang Oda, dan akibatnya pasukan musuh semakin memperkuat pertahanan mereka. Orang-orang Saito menyadari bahwa mereka tak boleh lalai lagi.

Setelah mengalami dua kekalahan, Nobunaga mundur ke Gunung Komaki untuk menanti penghujung tahun. Tapi Hideyoshi tidak menunggu. Dari bentengnya ia dapat memandang Dataran Mino sampai ke Pegunungan Tengah. Berdiri dengan tangan terlipat, ia bertanya dalam hati. "Apa yang harus kita lakukan dengan Mino?" Pasukan besar yang dikerahkannya tidak bermarkas di Gunung Komaki maupun di Sunomata. melainkan di dalam benaknya. Begitu turun dari menara jaga dan kembali ke ruangannya, Hideyoshi menyuruh Hikoemon meng-hadap.

Hikoemon muncul seketika. dan bertanya. "Apa yang dapat hamba lakukan untuk tuanku?" Tanpa mcngindahkan hubungan mereka sebelumnya, ia memberi hormat pada laki-laki yang lebih muda itu.

"Mendekatlah sedikit." "Dengan izin tuanku.

"Yang lain boleh pcrgi sampai aku memanggil kalian." Hideyoshi berkata kepada para samurai yang mengelilinginya. Kemudian ia berpaling pada Hikoemon. "Ada sesuatu yang ingin kubicarakan denganmu."

"Baik. Apa itu?"

"Tapi pertama-tama," Hideyoshi berkata sambil merendahkan suara. "kurasa kau lebih mengenal kondisi Mino daripada aku. Menurutmu, di mana letak dasar kekuatan Mino, yang membuat kita tak dapat tidur nyenyak di Sunomata?"

"Pada orang-orang mereka yang paling mampu. hamba rasa."

"Pada orang-orang yang paling mampu. Jadi, pasti tidak berkaitan Saito Tatsuoki."

"Tiga Serangkai dari Mino mengucapkan sumpah setia pada masa ayah dan kakek Tatsuoki."

"Siapa Tiga Serangkai itu?"

"Hamba rasa tuanku pasti sudah mendengar kabar mengenai mereka. Ada Ando Noritoshi, komandan Benteng Kagamijima." Hideyoshi meletakkan satu tangan pada lutut dan menjulurkan satu jari sambil mengangguk. "Iyo Michitomo, komandan Benteng Sone."

"He-he." Jari kedua.

"Dan Ujiie Hitachinosuke, penguasa Benteng Ogaki." Jari ketiga.

"Ada lagi?"

mereka, masih ada Takenaka Hanbei. Tapi sudah beberapa tahun terakhir ini dia menghentikan pengabdiannya pada marga Saito, dan hidup menyendiri di Bukit Kurihara. Hamba rasa tuanku belum memperhitungkan dia."

"Hmm, kalau begitu, pertama-tama kita bisa menyimpulkan bahwa Tiga Serangkai itu merupakan tonggak utama kekuatan Mino. Betulkah itu?"

"Hamba kira begitu."

"Itulah yang ingin kubicarakan denganmu. Menurutmu, adakah cara untuk merobohkan tonggak itu?"

"Hamba menyangsikannya," Hikoemon menang-gapi. "Laki-laki sejati adalah laki-laki yang berpegang teguh pada ucapannya. Dia tidak tcrgoda oleh nama dan kemasyhuran. Sebagai contoh, seandainya Tuanku diminta mencabut tiga gigi sehat, tuanku tentu takkan melakukannya, bukan?"

"Masalahnya tidak sesederhana itu. Pasti ada jalan...." Hideyoshi menjawab perlahan-lahan. "Pasukan musuh beberapa kali melakukan serangan pada waktu kita sedang membangun benteng, tapi ketika itu ada satu jendral musuh yang tidak berbuat apa-apa."

"Siapa itu?"

"Osawa, komandan Benteng Unuma."

"Ah, Osawa Jirozacmon, si Macan dari Unuma." "Orang itu... si Macan... mungkinkah kita bisa menghubungi dia melalui seorang kerabatnya?"

"Osawa mcmpunyai adik laki-laki, namanva Mondo." ujar Hikoemon. "Sudah beberapa tahun adik hamba, Matajuro, maupun hamba sendiri, menjalin hubungan baik dengannya."

"Ini berita bagus." Hideyoshi melampiaskan kegembiraannya dengan bertepuk tangan. "Di mana tempat tinggal Mondo ini?"

"Kalau hamba tidak salah, dia mengabdi di kota Inabayama."

"Utus adikmu sekarang juga. Moga-moga saja dia bisa menemukan Mondo."

"Kalau perlu, hamba sendiri yang akan pergi," jawab Hikoemon. "Apa rencana tuanku?"

"Dengan menggunakan Mondo. aku ingin menjauh-kan Osawa dari marga Saito. Setelah itu, aku amenjauh-kan memanfaatkan Osawa untuk mcmisahkan Tiga Scrangkai dari Mino satu per satu, persis seperti mencabut gigi."

"Hamba ragu apakah tuanku sendiri dapat melakukannya, tapi untung saja Mondo tidak seperti kakaknya, dan sangat memperhatikan keuntungan pribadi."

"Tidak. Mondo saja tidak cukup untuk membujuk si Macan dari Unuma. Kita memerlukan pemain lain untuk memasukkan harimau itu ke dalam kerangkeng. Dan kupikir kita bisa menggunakan Tenzo untuk itu."

"Bagus! Tapi rencana apa yang telah tuanku siapkan untuk mereka bcrdua?"

dan membisikkan rencananya ke telinga Hachisuka Hikoemon.

Sesaat Hikoemon menatap Hideyoshi. Rambut Hideyoshi dan rambutnya sendiri sama-sama hitam, jadi dari mana ide gemilang itu muncul? Ketika mem-bandingkan kecerdikan Hideyoshi dengan dirinya sendiri, Hikoemon terkagum-kagum.

"Hmm, aku ingin Matajuro dan Tenzo segera mulai bergcrak." Hideyoshi berkata.

"Hamba mengerti. Tapi mereka akan menyusup ke wilayah musuh. Jadi mereka harus menunggu sampai tengah malam sebelum menyeberangi sungai."

"Kuminta kau menjelaskan rencana ini secara terperinci pada mereka, lalu memberikan perintah selanjutnya."

"Tentu, tuanku."

Setelah tahu apa yang harus dilakukannya. Hikoemon mengundurkan diri dari ruangan Hideyoshi. Saat ini, lebih dari setengah pasukan di benteng terdiri atas bekas ronin dari Hachisuka. Kini mereka telah menetap dan menjadi samurai.

Adik Hikoemon, Matajuro, dan kcponakannya, Tcnzo, menerima perintah dari Hikoemon, menyamar sebagai saudagar dan meninggalkan benteng malam itu untuk menuju sarang musuh, kota Inabayama. Baik Tenzo maupun Matajuro cocok sekali untuk misi semacam ini. Satu bulan kemudian, setelah menyelesaikan tugas, mereka kembali ke Sunomata.

beredar:

"Ada sesuatu yang mencurigakan pada diri si Macan dari Unuma."

"Osawa Jirozaemon sudah bcrtahun-tahun ber-sekongkol dengan Owari."

"Pantas saja dia tidak mengindahkan perintah Fuwa ketika pembangunan benteng di Sunomata sedang berlangsung. Seharusnya mereka bekerja sama, tapi Osawa sama sekali tidak mengerahkan pasukannya."

Desas-desus ini mengundang spekulasi lebih lanjut. "Dalam waktu dekat, Yang Mulia Tatsuoki akan memanggil Osawa Jirozaemon ke Inabayama untuk minta pertanggungjawaban atas kekalahan di Sunomata."

"Benteng Unuma akan disita. Segera setelah si Macan pergi ke Inabayama."

Scsungguhnya desas-desus yang beredar di Mino ini timbul akibat hasutan Watanabe Tenzo, dan di baliknya ada Hideyoshi yang duduk di bentcng di Sunomata.

"Tidakkah kau sependapat bahwa waktunya sudah tiba? Berangkatlah ke Unuma sekarang juga." Hideyoshi berkata pada Hikoemon. "Aku telah menulis surat yang harus kauserahkan pada Osawa."

"Baik, tuanku."

"Kau harus bisa membujuknya. Atur hari dan tempat pertemuan." Dengan membawa surat Hideyoshi. Hikoemon diam-diam mengunjungi Unuma.

Ketika mendengar bahwa utusan rahasia dari Sunomata tiba di bentengnya. Osawa bertanya-tanya apa gerangan maksudnya. Si Macan dari Unuma yang garang ini sudah beberapa waktu kelihatan sedih dan tidak bahagia. Berpura-pura sakit, ia menghindari semua orang. Belum lama ini ia menerima panggilan untuk segera datang ke Inabayama, dan baik keluarga maupun para pengikutnya merasa cemas. Osawa sendiri mengumumkan bahwa sakitnya terlalu parah untuk melakukan perjalanan, dan sepertinya ia memang tidak berminat meninggalkan bentengnya. Desas-desus tadi juga telah sampai ke Unuma, dan Osawa menyadari bahaya yang mengancam dirinya. Ia menyesalkan tuduhan palsu yang dilontarkan oleh pengikut-pengikut yang gemar memfitnah. Ia pun menyesalkan kekacauan yang melanda marga Saito karena kebodohan Tatsuoki. Namun tak ada yang dapai diperbuatnya, dan ia tahu bahwa suatu hari ia akan terpaksa melakukan seppuku. Pada saat inilah Hikoemon mendatanginya secara diam-diam dari Sunomata. Osawa memutuskan untuk bertindak. "Aku akan menemui dia," kata Osawa.

Surat Hideyoshi diserahkan pada Osawa. Begitu selesai membaca surat itu. Osawa membakarnya. Kemudian ia memberikan jawaban secara lisan. "Waktu dan tempat pcrtemuan akan kuberitahukan dalam beberapa hari. Kuharap Yang Mulia Hideyoshi akan berada di sana."

Unuma tiba di Sunomata dan Hideyoshi, disertai sepuluh orang saja, termasuk Hikoemon, menuju tempat pcrtemuan yang telah ditentukan, sebuah rumah sederhana tepat di tengah-tengah antara Unuma dan Sunomata. Sementara para pengikut dari kedua belah pihak tetap berjaga-jaga di tepi sungai. Hideyoshi dan Osawa menaiki perahu kecil dan menuju ke tengah Sungai Kiso. Pada waktu mereka duduk berlutut saling berhadapan, yang lain bertanya-tanya apa gerangan yang sedang mereka bicarakan. Perahu kecil itu bagaikan selembar daun yang dipermainkan arus sungai dan pembicaraan itu ber-akhir tanpa kejadian yang tak diinginkan.

Setelah kembali ke Sunomata, Hideyoshi mem-beritahu Hikoemon bahwa Osawa mungkin akan berkunjung dalam waktu sekitar satu minggu. Dan benar saja, beberapa hari kemudian Osawa diam-diam pergi ke Sunomata. Hideyoshi menerimanya dengan ramah, dan pada hari itu juga ia membawa Osawa ke Benteng Komaki, sebelum orang lain sempat menyadari kehadirannya. Seorang diri Hideyoshi lalu menghadap Nobunaga.

"Hamba datang bcrsama Osawa Jirozaemon, si Macan dari Unuma." Hideyoshi melaporkan pada Nobunaga. "Setelah mendengar uraian hamba, pendiriannya berubah dan dia bertckad meninggalkan orang-orang Saito untuk bergabung dengan marga Oda. Kalau tuanku sudi berbicara langsung dengan-nya, tuanku akan mendapatkan seorang jendral yang

luar biasa berani, sekaligus mempcroleh Benteng Unuma, tanpa perlu berbuat apa-apa."

Nobunaga, dengan kesan heran pada wajahnya, tampak merenungkan ucapan Hideyoshi. Hideyoshi agak terpukul karena junjungannya tidak memper-lihatkan kegembiraan. Ia tidak mengharapkan pujian atas usahanya, tapi menarik si Macan yang garang dari Unuma dari tangan musuh, dan membawanya ke sini untuk menemui Nobunaga, sesungguhnya mcrupakan hadiah yang sangat berarti.

Semula Hideyoshi menyangka Nobunaga akan senang. Tapi ketika memikirkannya, ia sadar bahwa ia telah bertindak tanpa memohon restu terlebih dulu dari Nobunaga. Mungkin itulah sebabnya. Raut muka Nobunaga mendukung kesimpulan itu. Seperti bunyi pepatah lama, paku yang terlalu menonjol akan dihantam dengan palu. Hideyoshi menyadari hal ini, dan ia terus-menerus mengingatkan dirinya bahwa ia terlalu menonjol. Meski demikian, ia tak sanggup duduk berpangku tangan, tidak melakukan sesuatu yang ia tahu menguntungkan bagi pihaknya.

Akhimya dengan enggan Nobunaga mengangguk-kan kcpala. Hideyoshi membawa Osawa ke dalam.

"Tuanku sudah dewasa sekarang." kata Osawa dengan nada ramah. "Mungkin tuanku mengira ini pertama kali kita bertemu, tapi sesungguhnya hari ini hamba mendapat kehormatan untuk berjumpa kedua kalinya. Pertemuan pertama terjadi lima betas tahun lalu, di Kuil Shotoku di Tonda, ketika tuanku

menemui bekas junjungan hamba, Yang Mulia Saito Dosan. Ketika itu hamba salah seorang pembantunya."

Nobunaga hanya menjawab. "Begitukah?" Seperti-nya ia sedang mempelajari watak tamuSeperti-nya.

Osawa berbicara dengan tulus, tanpa berusaha menyanjung Nobunaga. Ia pun tidak mencoba menyenangkan hati Nobunaga sambil merendah. "Mcski tuanku musuh hamba, hamba terkesan dengan sepak terjang tuanku dalam tahun-tahun terakhir. Ketika hamba pertama kali melihat tuanku di Kuil Shotoku, tuanku kelihatan seperti anak muda yang nakal. Tapi setelah apa yang hamba lihat hari ini, hamba menyadari bahwa pemerintahan tuanku ber-lainan dengan pendapat umum." Osawa berbicara sebagai orang dengan kedudukan setaraf, terus terang dan seadanya. Osawa bukan saja laki-laki pemberani, ia

pun berbudi luhur, pikir Hideyoshi.

"Kita akan bertemu lagi dalam kesempatan lain dan meneruskan perbincangan ini. Ada beberapa urusan yang harus kuselesaikan hari ini." ujar Nobunaga, lalu berdiri dan mengakhiri pertemuan.

Beberapa waktu kemudian ia memanggil Hideyoshi untuk bertemu empat mata. Apa pun yang dikatakan Nobunaga, setelah itu Hideyoshi tampak bingung sekali. Tapi, tanpa menceritakan apa-apa pada Osawa, ia memainkan peran tuan rumah yang baik dan meng-hibur Osawa di Bentcng Komaki.

"Ucapan Yang Mulia akan kubeberkan setelah kita kembali ke Sunomata."

Setelah mereka kembali ke benteng Hideyoshi dan mendapat kesempatan bcrbicara berdua saja. Hideyoshi berkata. "Jendral Osawa, aku telah menem-patkan Tuan ke dalam posisi sulit, dan satu-satunya cara untuk menebusnya adalah dengan kematianku. Tanpa berunding dengan Tuan Nobunaga, aku men-duga bahwa Yang Mulia berpikiran sama denganku, dan akan menyambut gembira kedatangan Tuan sebagai sckutu. Tapi ternyata pandangan beliau berlainan sekali dengan pandanganku." Hideyoshi mendesah. Kemudian, sambil terdiam, ia menunduk-kan kcpala.

Osawa pun telah mcnyadari bahwa sambutan Nobunaga kurang menggembirakan. "Tuan kelihatan cemas sckali, tapi sebenarnya tak ada alasan untuk bersikap demikian. Aku bukannya tak bisa hidup tanpa upah dari Yang Mulia. Berbicaralah terus terang."

"Aku takkan cemas kalau hanya itu masalahnya." Hideyoshi nyaris tak sanggup bicara, tapi tiba-tiba ia duduk lebih tegak seakan-akan baru saja menemukan jalan keluar. "Lebih baik kuceritakan semuanya. Begini, Jendral Osawa, ketika aku hendak pergi tadi, Tuan Nobunaga memanggilku secara diam-diam dan memarahiku karena tidak memahami seni siasat. Yang Mulia bertanya, kenapa Osawa Jirozaemon, orang yang memiliki reputasi begitu tinggi di Mino, bisa terbujuk oleh kelincahan lidahku dan ingin menjadi sekutunya. Aku sama sekali tidak berpikir sejauh ini."

"Ya, aku bisa membayangkannya."

"Yang Mulia juga memberitahuku bahwa Osawa dari Benteng Unuma inilah yang menjadi macan pelindung Mino, dan telah bertahun-tahun menimbul-kan kesulitan bagi Owari. Yang Mulia mengisyaratmenimbul-kan bahwa mungkin justru aku yang terkecoh dan dikelabui oleh kepandaian lidah serta keberanian Tuan. Tuan lihat sendiri, Yang Mulia penuh prasangka."

"Memang."

"Yang Mulia juga merasa bahwa jika Tuan tinggal lebih lama di Benteng Komaki, itu berarti kami memberi kesempatan pada Tuan untuk mengamati pertahanan provinsi. Karena itu aku diperintahkan untuk segera mcmbawa Tuan kembali kc Sunomata. Membawa Tuan kembali ke sana dan..." Hideyoshi terdiam, seakan-akan tenggorokannya tersumbat. Osawa pun mcrasa cemas, tapi ia menatap mata Hideyoshi, mendesaknya untuk menyelesaikan kalimat itu.

"Sulit bagiku untuk mengungkapkannya, tapi inilah perintah Yang Mulia, jadi aku ingin Tuan mengetahuinya. Aku diperintahkan untuk membawa Tuan kembali ke Sunomata. mengurung Tuan di dalam benteng, dan membunuh Tuan. Yang Mulia menganggap ini sebagai kesempatan emas—yang tidak boleh dilewatkan."

Ketika Osawa mcmandang berkeliling, ia menyadari bahwa tak ada prajurit yang menyertainya, dan bahwa

ia berada di benteng musuh. Dan betapapun ia tak mengenal takut, bulu kuduknya berdiri.

Hideyoshi melanjutkan. "Jika aku menaati perintah Yang Mulia, aku akan melanggar janji yang telah kuberikan pada Tuan, dan ini berarti menginjak-injak kehormaian seorang samurai. Aku tak bisa berbuat begitu. Namun di pihak lain, jika aku menegakkan kehormatan samurai, aku melanggar perintah Yang Mulia. Aku telah sampai di suatu titik di mana aku tak bisa maju maupun mundur. Jadi, sepanjang perjalanan dari Gunung Komaki, aku merasa sedih dan patah semangat, dan ini kurasa telah menimbul-kan kecurigaan dalam diri Tuan. Singkirmenimbul-kanlah segala keraguan Tuan. Pemecahan masalah ini telah ter-gambar jelas dalam benakku."

"Apa maksud Tuan? Apa yang akan Tuan lakukan?" "Dengan melakukan bunuh diri, kurasa aku bisa minta maaf, baik pada Tuan maupun pada Yang Mulia Nobunaga. Tak ada jalan lain. Jendral Osawa, mari kita angkai cawan perpisahan. Setelah itu, aku pasrah pada nasib. Aku menjamin bahwa takkan ada yang mengusik Tuan. Tuan bisa meninggalkan benteng ini dalam perlindungan kegelapan malam. Jangan risaukan aku, tenangkanlah hati Tuan!"

Osawa mendengarkan ucapan Hideyoshi sambil membisu, tapi matanya berkaca-kaca. Berlainan dengan kegarangan yang telah menyebabkan ia mem-peroleh julukan si Macan, air mata ini merupakan air mata laki-laki biasa. Terlihat jelas bahwa Osawa sangat

peka terhadap kebenaran. "Aku berutang budi pada Tuan," ia terbata-bata, dan mengusap matanya. Mungkinkah ini sang jendral yang telah ambil bagian dalam pertempuran yang tak terhitung banyaknya? "Dengarlah, Tuan Hideyoshi. Melakukan seppuku merupakan tindakan yang tak dapat dimaafkan."

"Tapi kalau aku tidak melakukannya, tak ada cara lain untuk memohon maaf pada Tuan dan Yang Mulia Nobunaga."

"Tidak, apa pun alasan Tuan, tidak sepatutnya Tuan membelah perut dan membantuku. Kehormatanku sebagai samurai takkan mengizinkannya."

"Akulah yang memulai semuanya dan mengundang Tuan ke sini. Aku jugalah yang keliru meraba jalan pikiran Yang Mulia. Jadi, untuk memohon maaf pada Tuan dan Yang Mulia, sudah seharusnya aku membayar untuk kejahatan ini dengan menyerahkan nyawaku. Kuharap Tuan tidak berusaha mencegahku."

"Tak peduli kesalahan apa yang menurut Tuan telah Tuan lakukan, aku pun ikut bersalah. Urusan ini tidak pantas ditebus dengan nyawa Tuan. Peerkenankanlah aku menawarkan kepalaku untuk membalas kepercayaan Tuan. Bawalah kepalaku kembali ke Komaki." Osawa mulai mencabut pedang pendeknya.

Dengan terkejut Hideyoshi menarik tangan Osawa. "Apa yang hendak Tuan lakukan?"

"Lepaskan tanganku."

Dalam dokumen BUKU TIGA TAHUN EIROKU KELIMA 1562 (Halaman 45-72)

Dokumen terkait