• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tidak mengharapkan seorang salik untuk berhenti ketika terjadi kasyaf (perkara ghaib) melainkan segera diperingatkan dengan suara hakiki, apa yang kamu cari masih jauh di depanmu. Dan tidak terbuka baginya keindahan alam melainkan diperingatkan oleh hakikat alam itu sendiri. Sesungguhnya bahwa kami hanyalah sebagian ujuian maka janganlah tertipu

hingga menjadi kafir.

Proses penempaan dan penyucian hati bagi para penempuh jalan Ilahi yang dilakukannya dengan kontiniu dan terus menerus mencetak dan membawa rohani mereka meningkat dari satu tahap ke tahap yang lebih tinggi, kekuatan rohaninya bertamabah kuat seiring dengan itu kesadaran inderawinya (kemanusiaannya) berkurang dan menipis. Dalam posisi seperti ini maka rohaninya sudah sampai pada tahap mampu memberi peringatan atau nasehat kepada dirinya sendiri, apabila terjadi gelombang dan gejolak untuk berbuat kesalahan maka terlintas pernyataan bantahan untuk melakukan perbuatan kesalahan tersebut, seperti ada orang yang menasihatinya.

Setiap peningkatan dalam penyucian hati maka seiring dengan itu berkurang pula rasa kemanusiaan seperti lintasan bersifat duniawi, syathani dan nafsi. Lintasan duniawi menghantar manusia kepada kelalaian, syahwat pada lawan jenis dan cinta dunia, lintasan syaithani menghantarkan pada perbuatan syirik, riya, perbuatan tahayul dan bid‟ah yang bertentangan dengan ajaran Islam, lintasan nafsi menghantarkan kepada perbuatan maksiat dan kemunkaran. Apabila hati seseorang telah terpagari dari perbuatan tersebut di atas maka hati tersebut sudah siap dihadiri oleh lintasan malaki dan Rahmani. Lintasan malaki adalah tarikan yang mendorong seseorang melakukan perbuatan taat kepada Allah swt, lintasan Rahmani adalah tarikan langsung dari Tuhan. Sementara sikap para penempuh jalan Ilahi menanggapi lintasan duniawi, syathani, nafsi dan malaki boleh mempunyai pilihan menerima ataupun menolak tarikan yang diterimanya, akal dan iman boleh menimbang tetapi dalam lintasan Rahmani seseorang tidak punya pilihan dengan arti yang jelas harus mengikutinya, tidak ada hukum alam yang menghalanginya atau pertimbangan logis yang mencegahnya. Misalanya seorang penempuh jalan Ilahi dalam pengembaraan kerohaniannya menerima lintasan Rahmani yang mengajak hati mereka melakukan perbuatan aneh dan bahkan nyeleneh dan tidak masuk dalam kajian akal dan mereka sendiri tidak mengerti akan apa yang dilakukannya meskipun mereka menyadari akan apa yang dilakukannya.

Dalam pengembaraan seseorang yang meniti jalan Ilahi mungkin dalam saat tertentu mereka mengalami keterbuakaan kasyaf, mereka dapat melihat sesuatu yang tersembunyi, mungkin dapat melihat masa lalu atau yang akan datang, mungkin dikaruniai kemampuan seperti sipahit lidah, dapat berjalan di atas air atau dapat menyembuhkan berbagai penyakit tanpa belajar, atau mungkin mereka dapat melihat dengan mata hatinya terhadap alam barzakh, sorga dan neraka, atau menemukan kejadian aneh dan ajaib serta sesuatu yang mepesonakan hatinya. Hal tersebut bisa

mengecohkan seseorang sehingga menganggap bahwa mereka sudah sampai di puncak, kemudian mereka berhenti sampai disana. Maka dalam menempuh jalan Ilahi seyogyanya seorang murid harus mendengar apa yang disampaikan oleh pembimbingnya jangan menilai dan menafsirkan sendiri akan hal-hal keghaiban, sering para murid salah memahami bahwa pengalaman ghaib dinilai aspek ketuhanan.

Dari kesalah fahaman ini banyak muncul anggapan tentang Tuhan, karena mereka menyangkakan apa yang dilihat adalah Dzat Tuahan, maka muncul sangkaan bahwa Tuhan itu adalah cahaya dan warna tertentu, ada yang menyangka bahwa Tuhan rupanya adalah tegak seperti huruf alif, ada pula yang menyangkakan bahwa Tuhan adalah cahaya yang sangat halus, beraneka ragam lagi sangkaan tentang Tuhan yang muncul akibat dari kebodohan tentang alam ghaib. Sangkaan yang menyimpan Dzat Allah dalam ruang dan bentuk merupakan kekufuran yang nyata. Banyak penyelewengan dalam aqidah terjadi dilingkungan thariqah di bawah bimbingan guru yang tidak mengerti dan jahil akan alam keghaiban, mereka akan membahasakan Tuhan dengan takaran akalnya, sementara akal tidak dianugerahi kemampuan mungurai tentang Dzat Tuhan.

Para penempuh jalan Ilahi yang masuk dalam rangsangan dan terikan Ketuhanan akan terus melaju meski banyak tawaran yang menghampirinya namun tidak menyurutkan langkah mereka menuju Tuhan meskipun di tawarkan sorga. Tarikan atau rangsangn Ketuhanan ini dalam lingkungan thariqah dan tashauf banyak istilahnya, ada yang menyebut petunjuk ilmu, perintah bathin, ilmu laduni, petunjuk hakiki ada pula yang menyebut dengan pembimbing hakiki. Bagi mereka yang mengalami tarikan atau rangsangan tersebut maka Allah mengharapkannya agar hamba yang ingin ditemuinya selamat sampai di haribaan-Nya, ialah yang telah mampu menapfikan segala sesuatu yang menghampirinya, baginya setiap yang disaksikan hanyalah sifat bukan dzat, sepanjang pengembaraannya mereka melihat semuanya hanyalah lukisan, shibghah dan gubahan Tuhan Yang Maha Kuasa, semuanya itu sebagai tanda pengungkapan kekuasaan-Nya untuk memberi kefahaman pengetahuan tentang Dia sebagai Dzat, Dzat Ilahiyat tetap terhijab cahaya dibalik cahaya dan tidak dapat ditembus oleh siapapun, jika cahaya yang disaksikannya maka cahaya itu merupakan tanda-tanda kebesaran-Nya dan merupakan salah satu dari Asma-Nya. Apabila seorang penempuh jalan Ilahi sampai pada titik telah mempu menafikan segala sesuatu selain Dia, maka samapailah dia pada puncak kedunguan, kebodohan dan kebegoannya yaitu pengakuan tentang kelemahan dirinya mengenai Dzat Ilahiyat. Orang seperti inilah yang telah sampai pada hakikat dinamakan orang yang bermakrifat atau orang yang telah mengenal Allah swt yang sebenarnya bukan seperti orang yang telah merasa bermakrifat padahal kenyataannya tak jauh dengan keledai dungu yang terbaring di dalam lumpur.

Mereka adalah yang telah mampu memahami dengan sesungguhnya makna dari kalimat

Tidak ada sesuatu apapun menyerupai-Nya

Tidak ada yang serupa dan sama dengan-Nya, tidak mungkin ada sesuatu gambarang tentang- Nya, kebodohan dan kedunguan adalah hijab terbesar dan tidak mungkin Dzat Ilahiyat dapat disingkap dan dilihat kecuali di akhirat kelak itupun bagi mereka yang diizinkan untuk memandang- Nya dengan pandangan mata, adapun yang sering disebut dengan melihat Allah swt adalah memandang pada sesuatu yang di dalamnya terdapat atsar (bekas) penciptaan-Nya, Pengaturan- Nya, pelajaran-Nya, tanda-tanda-Nya. Rahasia Allah yang tersembunyi pada sekian banyak kejadian-Nya dan Dzat Ilahiyat tetap tertutup oleh Keghaiban yang pasti.

Dokumen terkait