• Tidak ada hasil yang ditemukan

geleng kepala dan tertawa-tawa sendiri Diamati-amatinya teman temannya satu persatu sambil tersenyum-senyum)

TANGIS P Hariyanto

F. Menulis Sastra 1 Pengantar

2) Menulis Naskah Drama

Selain dialog, pembabakan, petunjuk pementasan, serta prolog dan epilog yang menjadi ciri drama di atas, Bachmid (1990:1-16) mengutip pendapat Patrice Pavis mengatakan bahwa drama memiliki konvensi dan kaidah umum, yang dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar. Yang pertama berkaitan dengan kaidah bentuk, seperti alur dan pengaluran, latar ruang dan waktu, dan perlengkapan. Yang kedua berkaitan dengan konvensi stilistika atau bahasa dramatik. Di bawah ini akan dijelaskan secara singkat kedua hal tersebut, sebelum kita berlatih menulis drama.

a. Alur dan Pengaluran

Yang menyangkut kaidah alur adalah pola dasar cerita, konflik, gerak alur, dan penyajiannya. Sejak zaman Aristoteles dinyatakan bahwa alur drama mesti tunduk pada pola dasar cerita yang menuntut adanya konflik yang berawal, berkembang, dan kemudian terselesaikan. Yang disebut konflik adalah terjadinya tarik-menarik antara kepentingan-kepentingan yang berbeda, yang memungkinkan lakon berkembang dalam suatu gerak alur yang dinamis. Dengan demikian, gerak alur terbentuk dari tiga bagian utama, yaitu situasi awal (pemaparan), konflik, dan penyelesaiannya.

Lalu, penyajian pola dasar tersebut dilakukan dengan membaginya ke dalam bagian- bagian yang disebut adegan dan babak. Kekhasan sebuah drama akan tampak melalui penyajian cerita dalam susunan babak dan adegan. Dalam menyusun babak dan adegan, penulis drama akan selalu menjaga kepaduan serta keterjalinan bagian- bagian alur maupun keterjalinan semua unsur bentuk. Inilah yang disebut kohenrensi cerita.

b. Tokoh dan Penokohan

Tokoh dalam drama memiliki ciri-ciri, seperti nama diri, watak, serta lingkungan sosial yang jelas. Tokoh atau karakter yang baik harus memiliki ciri atau sifat yang tiga dimensional, yaitu memiliki dimensi fisiologis, sosiologis, dan psikologis. Harymawan

(1988: 25-26) menyebutkan bahwa rincian dimensi fisiologis terdiri atas usia, jenis kelamin, keadaan tubuh, dan ciri-ciri muka; dimensi sosiologis terdiri atas status sosial, pekerjaan (jabatan dan peranan di dalam masyarakat), pendidikan, kehidupan pribadi, pandangan hidup (kepercayaan, agama, dan ideologi), aktivitas sosial/organisasi, hobi dan kegemaran, bangsa (suku dan keturunan); dimensi psikologis meliputi mentalitas dan moralitas, temperamen, dan intelegensi (tingkat kecerdasan, kecakapan, dan keahlian khusus dalam bidang-bidang tertentu).

Umumnya, tokoh-tokoh utama muncul di awal cerita, yaitu pada tahap pemaparan. Hal itu dimaksudkan agar pembaca dan penonton dapat mengenali mereka. Sepanjang cerita, tokoh-tokoh akan mempertahankan ciri-ciri mereka. Kemudian, konflik tercipta akibat perbedaan yang terdapat di antara tokoh-tokoh, yang berupaya mewujudkan keinginan mereka. Perbedaan itulah yang semakin lama semakin meningkatkan konflik dan berpuncak sebagai klimaks.

c. Latar: Ruang dan Waktu

Seperti alur dan tokoh, unsur ruang dan waktu juga mengikuti konvensi umum yang didasari pada peniruan realitas kehidupan. Ruang dapat disisipi penulis dengan petunjuk pementasan (kramagung, waramimbar, atau teks samping) dan dialog, cakapan, atau wawancang. Ruang yang merupakan pijakan tempat peristiwa terjadi umumnya jelas, menunjang lakuan drama, dan sesuai lingkup cerita.

Konvensi waktu juga tunduk pada prinsip kepaduan dan kejelasan. Dalam drama, waktu lakuan atau saat tokoh-tokoh bertindak adalah waktu kini, sedangkan waktu cerita atau waktu waktu yang digunakan oleh para tokoh dalam dialog mereka dapat berupa waktu lampau maupun waktu yang akan datang. Waktu lampau terjadi, misalnya untuk menceritakan peristiwa-peristiwa yang mereka alami, sementara waktu yang akan datang dapat digunakan untuk menyampaikan rencana atau ramalan peristiwa yang akan terjadi.

d. Perlengkapan

Perlengkapan merupakaan unsur khas drama, yang dapat berupa objek atau benda- benda yang diperlukan sebagai pelengkap cerita, seperti perlengkapan tokoh, kostum, dan perlengkapan panggung. Perlengkapan (dalam kramagung dan wawancang) selalu sesuai dengan keperluan cerita.

e. Bahasa

Bahasa dalam drama konvensional tunduk pada konvensi stilistika. Misalnya, para tokoh melakukan dialog dengan menggunakan ragam bahasa yang sesuai dengan lingkungan sosial mereka serta watak mereka. Selain itu, seorang tokoh berkomunikasi dengan tokoh lainnya untuk menyampaikan suatu amanat. Kemudian di antara mereka diharapkan terjadi dialog yang bermakna yang akan menyebabkan cerita berkembang.

Setiap penulis naskah drama, misal Arifin C. Noer, Rendra, Putu Wijaya, Motinggo Boesye, Wisran Hadi, Nano Riantiarno, Akhudiat, Afrizal Malna, memiliki cara tersendiri yang berbeda dengan penulis lain dalam menghasilkan naskah drama. Dan cara yang mereka miliki telah terbukti bahwa karya-karya mereka diterima oleh masyarakat Indonesia. Di bawah ini disampaikan cara menulis naskah drama yang disampaikan oleh Japi Tambayong (yang dikenal dengan nama Remy Silado). Tulisan tentang hal ini pernah dimuat dalam harian Pikiran Rakyat, 10 September 1996, dengan judul “Menulis Naskah Drama dan Permasalahan Sekitarnya”. Dalam tulisan itu dikemukakan bahwa terdapat empat segi kualifikasi ketika menulis drama, yaitu (1) isi dramatik, (2) bahasa dramatik, (3) bentuk dramatik, dan (4) struktur dramatik.

a. Isi dramatik

Premis dan tema menjadi unsur yang harus ada dalam penulisan naskah drama. Dalam drama hendaknya berisi premis dan tema. Premis merupakan permasalahan utama yang akan diangkat dalam cerita, tema merupakan perwujudan premis, yaitu

dengan memberikan jawaban atau pemecahan yang bersifat menyimpulkan. Misal, premis “takut pada wanita”, temanya dapat berupa pernyataan “seorang lelaki yang takut pada istri langsung mencelakakan orang lain”. Berdasarkan premis dan tema di atas, isi dramatik dapat dikembangkan. Dengan kata lain, kini saatnya mengembangkan premis dan tema di atas ke dalam sebuah paragraf yang bagus.

b. Bahasa dramatik

Bahasa drama yang digunakan dapat prosaik, puitik, atau sosiologik. Jika dialog disusun dengan kalimat-kalimat seperti layaknya karya sastra bergenre prosa dan dengan melihat keseimbangan linguistik dan artistik, maka bahasa itu prosaik. Jika dialog ditulis dengan berfokus pada versifikasi, seperti penataan bait, larik, rima, dan irama, maka bahasa drama itu bersifat puitik. Jika dialog disesuaikan dengan konteks, sehingga memungkinkan munculnya ragam dan dialek bahasa Indonesia, maka bahasa drama itu bersifat sosiologik.

c. Bentuk dramatik

Yang menyangkut bentuk dramatik ialah ragam ekspresi, gaya ekspresi, dan plot literer. Dalam drama konvensional, dikenal ragam ekspresi yang baku , misalnya tragedi, komedi, tragikomedi, melodrama, dan farce (banyolan).

Gaya ekspresi menyangkut visi dan pandangan penulis, yang penuangannya umumnya sesuai dengan paham atau aliran yang dianutnya, apakah realisme, ekspresionisme, eksistensialisme, atau absurdisme. Penulis dapat memilih ragam ekspresi yang sesuai dengan pandangannya, meskipun tidak tertutup kemungkinan pandangannya itu justru memberontaki dari gaya ekspresi yang ada dan tersedia. Plot literer adalah plot yang terdapat dalam naskah drama. Plot yang ditulis bukan plot yang diwujudkan oleh gerak eksternal maupun internal yang dilakukan aktor di atas panggung. Jika penulis membuat plot secara kait-mengait dalam rangkaian episodenya, maka disebut plot episodik. Jika cerita berjalan secara kronologis dan kaausal dari A menuju Z, maka disebut plot sirkuler. Jika plot itu tidak berujung, melingkar dari A menuju A kembali atau X menuju ke “entah”, disebut pula plot sirkuler. d. Struktur dramatik

Struktur dramatik berkaitan dengan perkembangan dan kaitan antarkonflik yang muncul, memuncak, dan berakhir. Dalam drama konvensional, struktur dramatik seperti konvensi klasik plot menurut Aristoteles atau dapat juga yang dikembangkan Gustav Freitag (Harymawan, 1988:18-20) yaitu eksposisi, komplikasi, resolusi, klimaks, dan konklusi. Konklusi dalam tragedi disebut katastrof (berakhir dengan kesedihan), sementara dalam komedi disebut denumen (berkahir dengan kebahagiaan).

Perlatihan

a) Anda pasti sudah beberapa kali membaca cerpen (mungkin juga novel). Pilih salah satu karya tersebut yang memiliki kemungkinan dipentaskan dengan mempertimbangkan unsur-unsur drama. Ubahlah cerita yang sudah Anda baca itu dalam bentuk dialog-dialog (drama)! Berilah beberapa keterangan pementasan. Selamat mencoba!

b) Anda pernah membaca cerita rakyat atau dongeng, bukan? Pilih salah satu cerita rakyat atau dongeng yang paling Anda sukai dan memungkinkan dipentaskan. Buatlah naskah dramanya berdasarkan cerita rakyat atau dongeng tersebut. Selamat mencoba!

e. Menulis Cerpen (Cerita Pendek)

Dalam kegiatan belajar ini Anda diharapkan dapat menulis cerita pendek. Kegiatan belajar ini dibagi menjadi dua subtopik, yakni (1) tentang cerita pendek, dan (2) menulis cerita pendek.

Subtopik tentang cerita pendek diharapkan memberikan pemahaman yang utuh tentang unsur-unsur pembentuk cerita pendek. Unsur-unsur pembentuk cerita pendek (utama) diharapkan akan mampu menjadi dasar bagi penulisan cerita pendek.

Contoh teks cerpen yang disajikan dimaksudkan sebagai pembuka tafsir bagi pengembangan topik tertentu menjadi sebuah cerita pendek.

Dalam dokumen 126 156 pendan materi bahasa indonesia (Halaman 129-132)