• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambar orang dari beragam budaya

Bacalah materi di bawah ini dengan cermat dengan waktu selama 15 menit

Kesadaran Multikultural

Pedersen (2000) Kesadaran budaya didefinisikan sebagai kemampuan untuk memahami konteks budaya dari sudut pandang budaya sendiri serta orang lain. Mengembangkan pengetahuan dan keterampilan multikultural sangat bermanfaat dalam membangun kepercayaan dan hubungan yang positif. Pedersen juga mencatat bahwa kesadaran konselor multikultural melalui pemahaman budaya dapat memperkuat antara ikatan konselor dan konseli.

Sedangkan menurut pendapat Sue et al (1990) yang mengemukakan bahwa menyadari dan memiliki kepekaan terhadap budaya yang dimiliki diri sendiri, pemahaman tentang ras dan warisan budaya serta bagaimana hal tersebut secara personal dan professional mempengaruhi pengertian dan bias yang akan terjadi dalam proses konseling memiliki pengetahuan tentang pengaruh sosial terhadap orang lain. Sue (Patterson, 2004) menyatakan bahwa pemahaman terhadap perbedaan budaya baik secara verbal maupun nonverbal akan sangat membantu dalam proses konseling. Karena dengan adanya Keragaman pada diri konseli seperti yang dikemukakan sue

Tujuan

Setelah mempelajari sub topik menyadari budaya lain diharapkan:

A. Mahasiswa mampu menjelaskan seberapa penting menyadari budaya lain

B. Mahasiswa mampu menjelaskan akibat yang dapat ditimbulkan bila seorang guru BK tidak memiliki kesadaran budaya

C. mahasiswa mampu menyadari bahwa klien berasal dari latar belakang budaya yang berbeda-beda.

ras, abilitas/ disabilitas, usia saling berinteraksi dalam komunitas sekolah dan hal tersebut juga berpotensi terjadinya suatu konflik, sehingga diperlukan adanya pemahaman terhadap keberagaman budaya yang ada di Indonesia.

Berdasarkan pendapat Sue,et al (1990) dan Pedersen (1991), dapat disimpulkan bahwa dalam melayani konseli yang memiliki latarbelakang budaya (ras, etnis, kelas sosial, bahasa) yang berbeda dengan konselor, kesadaran dan kepekaan terhadap budaya sangat diperlukan supaya tidak terjadi persepsi yang salah/ bias kesalahan pemahaman dari konselor dan konseli.

Selanjutnya Ivey dkk, 1993 (Jumarin,2002) mencatat adanya dua kecenderungan dalam bidang konseling lintas budaya, yaitu pendekatan Universal (the universal approach) dan pendekatan secara khusus (the focused culture specific approach).

a. Pendekatan universal mensyaratkan bahwa dalam setiap proses konseling terkait dengan budaya dan harus mempertimbangkan budaya, konselor dituntut untuk memiliki kesadaran budaya.

b. Pendekatan khusus memfokuskan pada suatu budaya kelompok tertentu yaitu melihat individu dan sebagai anggota suatu kelompok budaya seperti konseling kepada keturunan suku jawa, batak, komunitas homoseksual/lesbian, wanita dan sebagainya.

Pendekatan khusus (etik) melibatkan peneliti dari budaya tertentu sedangkan Pendekatan universal (emik) mengacu pada pandangan bahwa data penelitian konseling lintas budaya harus dilihat dari sudut pandang budaya subyek yang diteliti atau indigenneous (budaya asli)

Dalam Kode Etik Konseling Amerika dirumuskan bahwa kompetensi multikultural

sebagai “kapasitas konselor yang memiliki kesadaran dan pengetahuan tentang keberagaman budaya pada diri sendiri dan orang lain, dan bagaimana kesadaran dan pengetahuan tersebut diterapkan secara efektif dalam praktik terhadap konseli dan

kelompok konseli” (American Psichologycal Association, 2006). Tuntutan mengenai kesadaran multikultural tersebut dijelaskan pula dalam Kode etik ABKIN pada Bab II.A konselor harus secara aktif untuk memahami perbedaan latar belakang budaya yang dimiliki konseli. Dari kedua kode etik di atas dapat disimpulkan bahwa seorang konselor dituntut untuk memiliki kesadaran dan pengetahuan mengenai keberagaman budaya yang ada pada dirinya maupun diri konseli.

Syarat Kompetensi Konselor

Republik Indonesia Nomor 27 tahun 2008, pasal I ayat 1 menyatakan bahwa untuk dapat diangkat sebagai konselor, seseorag wajib memenuhi standar kualifikasi akademik dan kompetesi konselor yang berlaku secara nasional. Dan dijelaskan pula bahwa kompetensi konselor mencakup: kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial dan professional yang berkualitas akademik minimal Sarjana Pendidikan (S-1) dan Pendidikan Profesi. Penjelasan dari syarat kompetensi konselor adalah sebagai berikut :

a. Kompetensi Pedagodik adalah kemampuan dalam mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.

b. Kompetensi Kepribadian merupakan sebuah kepribadian yang harus melekat pada pendidik yang meliputi pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, berwibawa, berakhlak serta dapat dijadikan teladan bagi peserta didik.

c. Kompetensi Sosial adalah kemampuan berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali, serta masyarakat sekitar.

d. Kompetensi Professional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam standar nasional.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 111 Tahun 2014, pasal I bab 4 menyatakan bahwa Guru Bimbingan dan Konseling adalah Pendidik yang berkualifikasi akademik minimal sarjana Pendidikan (S-1) dalam bidang

Konseling. Sedangkan dalam Permendikbud 111 tahun 2014, kompetensi Profesional sub kompetensi no 16, menyatakan bahwa konselor dituntut untuk memiliki kesadaran dan komitmen terhadap profesi. Kesadaran dalam memberikan layanan kepada klien berasal dari latar belakang yang berbeda dan professional dalam memberikan layanan, sehingga konselor dituntut untuk mengesampingkan kepentingan pribadi di atas kepentingan konseli. Dan dalam kompetensi Kepribadian, indikator no 6.3, bahwa seorang konselor juga dituntut untuk peka, bersikap empati, serta menghormati keragaman budaya dan perubahan.

Bila konselor kurang memiliki kesadaran mengenai beragam budaya yang ada di Indonesia, maka akan mengakibatkan suatu hambatan dalam berkomunikasi dengan konseli, hal ini telah diulas oleh Pederson, dkk (Prayitno & Erman, 2009) yang menyatakan bahwa ada lima macam sumber hambatan yang mungkin timbul dalam komunikasi dan penyesuaian diri antarbudaya, yaitu sumber – sumber berkenaan dengan perbedaan bahasa, komunikasi non verbal, stereotip, kecenderungan menilai dan kecemasan.Untuk meminimalisir hambatan dalam berkomunikasi dengan konseli, seorang konselor harus peka terhadap keberagaman budaya yang ada di Indonesia. Sedangkan sue (1981:28) mencatat tiga hal yang menjadi sumber hambatan atau kegagalan dalam layanan konseling lintas budaya yaitu : hambatan bahasa, dimana sering terdapat perbedaan bahasa (verbal non verbal) antara bahasa konselor dan konseli, hambatan perbedaan kelas, status antara konselor dengan konseli, misalnya konselor berasal dari kasta atas dan konseli dari kasta bawah, hambatan perbedaan nilai budaya antara konselor dengan konseli.

Bagaimana pendapat anda tentang gambar dibawah ini. (10 menit) Jawab : ……… ……… ……….. TUGAS 1

1.Apa yang menjadi dasar konselor/guru bk harus memiliki kesadaran multikultural? (30 menit) Jawab : ……… ……… ………

2. Apa manfaat memiliki kesadaran multikultural Jawab :

……… ……… ………

3. Apakah akibat yang ditimbulkan bila Guru BK/ konselor tidak memiliki kesadaran budaya

jawab :

……… ……… ………

Apa pendapat anda, setelah mengetahui bahwa terdapat berbagai budaya yang dimiliki oleh peserta lain? (10 menit)

Jawab : ……… ……… ……… TUGAS 2 TUGAS 3

Setelah selesai mengerjakan tugas diatas, silahkan anda mengisi hasil refleksi di bawah ini! (15 menit)

a. Menurut anda seberapa pentingkah menyadari budaya lain? Jelaskan

b. Apa sajakah akibat yang dapat ditimbulkan bila seorang guru BK tidak memiliki kesadaran budaya?

c. Apakah kamu sadar bahwa klien tidak hanya berasal dari latar belakang budaya yang sama denganmu ?

JAWAB :

……… ……… ………

Dokumen terkait