• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menyediakan Akses dan Infrastruktur Energ

Bab III Akuntabilitas Kinerja

C. Menyediakan Akses dan Infrastruktur Energ

Tabel 2.3

Sasaran-2 Meningkatkan Alokasi Energi Domestik

Tabel 2.4

PERENC

ANNAN

STR

A

TEGIS

Volume BBM bersubsidi mengalami penurunan drastis dari tahun 2014 sekitar 46,8 juta Kilo Liter (KL) menjadi 17,9 juta KL (kuota APBN-P 2015). Hal tersebut akibat perubahan kebijakan harga BBM, dimana sejak 1 Januari 2015, Bensin Premium Ron-88 tidak lagi merupakan BBM bersubsidi dan subsidi solar hanya dipatok sebesar Rp. 1.000/liter.

Tugas Pemerintah adalah mengendalikan konsumsi BBM bersubsidi sehingga subsidi tidak membebani APBN. Sesuai Pasal 8 ayat 2 UU Migas, Pemerintah wajib menjamin ketersediaan dan kelancaran pendistribusian BBM yang merupakan komoditas vital dan menguasai hajat hidup orang banyak di seluruh wilayah NKRI. Namun ketersediaannya tidak harus BBM bersubsidi.

Volume BBM bersubsidi tahun 2015 direncanakan sebesar 17,9 juta KL sebagaimana APBN-P 2015 yang terdiri dari Minyak Solar sebesar 17,05 juta KL dan Minyak Tanah 0,85 juta KL. Volume BBM bersubsidi diupayakan untuk dikendalikan sehingga pada tahun 2019 volumenya tetap pada kisaran 17,9 juta KL. Namun, dalam perjalanannya kebijakan harga dan volume BBM bersubsidi dapat berubah yang akan berdampak pada penurunan volume BBM bersubsidi.

Meningkatnya permintaan BBM memerlukan kebijakan untuk pengamanan pasokan meliputi pengembangan kilang baru, pengamanan impor dan peningkatan produksi bahan bakar nabati, serta pembangunan infrastruktur pendukung lainnya. Kapasitas kilang BBM saat ini sebesar 1,167 juta barrel crude per day (bcpd), dengan jumlah kilang yang ada sebanyak 7 kilang Pertamina (1,047 juta bcpd) dan 3 kilang non-Pertamina yaitu kilang Pusdiklat Cepu 3,8 mbcpd (3,8 mbcpd), Kilang Tuban/TPPI (100 mbcpd), dan Kilang TWU (6 mbcd) serta Kilang TWU II (10 mbcd) yang baru beroperasi tahun 2014. Untuk 5 tahun kedepan direncanakan pembangunan Kilang BBM 300 ribu mbcpd dengan skema Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS) di Bontang dengan nilai proyek sekitar US$ 10 miliar yang ditargetkan dapat selesai tahun 2019, sehingga kapasitas kilang BBM dapat meningkat menjadi 1,467 juta bcpd. Selain pembangunan kilang grassroot tersebut, juga terdapat rencana pengembangan Kilang Pertamina lainnya yaitu:

Reinery Development Master Plan (RDMP), mencakup upgrading dan modernisasi 5 kilang minyak Pertamina dengan nilai proyek sekitar US$ 25 miliar yaitu: Kilang Balikpapan, Kilang Cilacap, Kilang Dumai, Kilang Plaju dan Kilang Balongan. Pengembangan kilang minyak tersebut akan meningkatkan produksi 2 kali lipat dari saat ini sekitar 820 ribu bpd menjadi 1,6 juta bpd. RDMP tidak akan selesai dalam waktu 5 tahun, tetapi memiliki time frame proyek hingga tahun 2025. Untuk tahap pertama akan dimulai pada tahun 2018 melalui modernisasi untuk 4 kilang, yaitu Plaju, Balikpapan, Cilacap dan Balongan. Sementara Kilang Dumai akan dimulai tahun 2021. Calon investor proyek RDMP yang telah melakukan MOU dengan Pertamina antara lain Saudi Aramco, Sinopec dan JX Nippon dengan investasi sekitar 25 miliar US$.

Residual Fluid Catalytic Cracking (RFCC) di kilang Cilacap yang dapat mulai beroperasi tahun 2015. RFCC akan memberikan tambahan produk gasoline sekitar 2 juta KL per tahun.

Proyek Langit Biru Cilacap (PLBC)

Konversi minyak tanah ke LPG terdiri dari 2 kegiatan yaitu pembagian paket perdana gratis dan penyediaan LPG 3 kg. Pembagian paket perdana pada tahun 2015 direncanakan sebanyak 812.507 paket. Sedangkan penyediaan LPG 3 kg pada tahun 2015 direncanakan sebesar 5,77 juta metrik ton (MT) dan pada tahun 2019 direncanakan menjadi sebesar 7,28 juta MT.

Pembangunan jaringan gas kota (Jargas) pada periode 2015-2019 rencananya dilakukan di 210 lokasi, melalui pendanaan APBN (10 lokasi), PGN (172 lokasi) dan Pertamina (28 lokasi) dengan target Rumah Tangga tersambung sebanyak 1,14 juta sambungan rumah. Untuk memperlancar pembangunan jargas khususnya yang melalui pendanaan APBN, maka pembangunan sedang diupayakan agar dilakukan melalui penugasan kepada BUMN yang selanjutnya dapat bertindak sebagai operator.

Pembangunan infrastruktur SPBG pada periode 2015-2019 rencananya dilakukan di 118 lokasi, melalui pendanaan APBN (10 SPBG), PGN (69 SPBG) dan Pertamina (39 SPBG). Rencana penyediaan gas untuk SPBG juga didukung dengan alokasi gas sekitar 40-58 mmscfd per tahun. Sama halnya dengan pembangunan jargas, agar lebih berkelanjutan mulai dari pembangunan hingga pengoperasian, maka pembangunan infrastruktur SPBG dilakukan dengan penugasan kepada BUMN.

Kapasitas kilang LPG terus ditingkatkanseiring dengan meningkatnya kebutuhan LPG dalam negeri, meskipun impor LPG juga tetap dilakukan. Saat ini impor LPG sekitar 60% dari kebutuhan dalam negeri. Pada tahun 2015 kapasitas kilang LPG direncanakan sekitar 4,6 juta MT dengan hasil produksi LPG sebesar 2,39 juta MT. Selanjutnya pada tahun 2019 kapasitas kilang LPG ditingkatkan menjadi 4,68 juta MT dengan hasil produksi sebesar 2,43 juta MT.

Pembangunan FSRU, Regasiication Unit dan LNG Terminal dalam 5 tahun kedepan direncanakan sebanyak 7 unit yaitu Receiving Terminal gas Arun, LNG Donggi-Senoro, LNG South Sulawesi, Receiving Terminal Banten, FSRU Jawa Tengah, LNG Tangguh Train-3 dan LNG Masela.

Pipa transmisi dan/atau wilayah jaringan distribusi gas bumi merupakansalah satu infrastruktur penting untuk menyalurkan gas bumi dalam negeri sehingga porsi pemanfaatan gas domestik semakin meningkat. Pada tahun 2015, pipa gas direncanakan menjadi sepanjang 13.105 km dan meningkat menjadi 18.322 km pada tahun 2019. Beberapa proyek pipa gas yang akan diselesaikan antara lain pipa gas Arun-Belawan, Kepodang-Tambak Lorok, Gresik-Semarang dan Muara Karang-Muara Tawar-Tegal Gede.

Rasio elektriikasi pada tahun 2015 direncanakan sebesar 87,35% dan ditargetkan menjadi sebesar 97% tahun 2019. Beberapa infrastruktur dan kegiatan yang diperlukan dalam rangka mendorong rasio elektriikasi pada tahun 2015-2019, antara lain:

a. Pembangkit listrik, dengan rencana penyelesaian proyek sekitar 42,9 GW selama 5 tahun, terdiri dari 35,5 GW proyek baru dan 7,4 GW proyek yang sudah berjalan. Dengan adanya tambahan pembangunan pembangkit tersebut maka kapasitas terpasang pembangkit pada tahun 2015 direncanakan menjadi sebesar 57 GW dan pada tahun 2019 meningkat menjadi sekitar 95 GW.

b. Transmisi listrik, dengan rencana pembangunan sekitar 46 ribu kms selama 5 tahun atau rata-rata sekitar 9.000 kms per tahun.

Pangsa energi primer BBM untuk pembangkit listrik, diarahkan untuk terus diturunkan sehingga Biaya Pokok Penyediaan (BPP) tenaga listrik juga dapat menurun, mengingat BBM merupakan sumber energi primer pembangkit yang paling mahal. Porsi BBM dalam bauran energi pembangkit tahun 2015 direncanakan sebesar 8,85% sebagaimana APBN-P 2015 dan terus diturunkan menurun menjadi sekitar 2,04% pada tahun 2019 seiring dengan ditingkatkannya porsi batubara melalui PLTU dan EBT melalui PLTP, PLT Bioenergi, PLTA, PLTMH, PLTS, dan PLTBayu.