• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran pemerintah sebagai pemegang regulasi dan kebijakan sangat penting.

Tanggung jawab pemerintah dalam melakukan pembinaan penyelanggaraan perlindungan konsumen dimaksudkan untuk memberdayakan konsumen agar mendapatkan hak-haknya. Sementara itu, tanggung jawab pemerintah dalam melakukan pengawasan penyelenggaraan perlindungan konsumen juga menjadi bagian yang penting dalam upaya membangun kegiatan usaha yang positif dan dinamis, sehingga hak-hak konsumen tetap bisa diperhatikan oleh para pelaku usaha134

C. Menyediakan Tempat Pengaduan bagi Konsumen : Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)

.

Hubungan hukum antara pelaku usaha/penjual dengan konsumen tidak tertutup kemungkinan timbulnya perselisihan/sengketa konsumen. Selama ini sengketa konsumen diselesaikan melalui gugatan di pengadilan, namun pada kenyataannya yang tidak dapat dipungkiri bahwa lembaga pengadilan pun tidak akomodatif untuk menampung sengketa konsumen karena proses perkara yang terlalu lama dan sangat birokratis. Berdasarkan Pasal 45 UUPK setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum135

133 Rachmdi Usman, op.cit, hlm. 227

.

134 Happy Susanto, op.cit, hlm. 63

135 Celina Tri Siwi Kristiyanti, op.cit, hlm. 126

Mengenai tugas dan wewenang BPSK diatur dalam Pasal 52 UUPK jo.

Kepmenperindag No. 350/MPP/Kep/12/2001, tentang pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan penyelesaian Sengketa Kosumen yaitu:

1. Melaksanakan penyelesaian sengketa konsumen, dengan cara melalui mediassi atau arbitrase atau konsiliasi.

2. Memberikan konsultasi perlindungan konsumen.

3. Melaksanakan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku.

4. Melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran ketentuan dalam Undang-undang ini.

5. Melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen.

6. Menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis, dari konsumen tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen.

7. Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen.

8. Memanggil, menghadirkan saksi, saksi ahli dan/atau setiap orang yang dianggap mengetahui pelanggaran Undang-Undang ini.

9. Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau setiap orang sebagaimana dimaksud pada huruf g dan huruf h, yang tidak bersedia memenuhi panggilan badan penyelesaian sengketa konsumen.

10. Mendapatkan, meneliti dan/atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna penyelidikan dan/atau pemeriksaan.

11. Memutuskan dan mendapatkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak konsumen.

12. Memberitahukan putusan kepada pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen.

13. Menjatuhkan sanksi administrasi kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan Undang-Udang ini.

Berdasarkan tugas dan wewenang tersebut, maka dengan demikian terdapat 2 fungsi stategis dari BPSK ;

1. BPSK berfungsi sebagai instrumen hukum penyelesaian sengketa di luar pengadilan (alternative dispute resolution), yaitu melalui konsiliasi, mediasi dan arbitrase.

2. Melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku (one-sided standard form contract) oleh pelaku usaha (Pasal 52 butir c UUPK).

3. Salah satu fungsi strategis ini adalah untuk menciptakan keseimbangan kepentingan-kepentingan pelaku usaha dan konsumen.

Seperti diuraikan dimuka bahwa BPSK sebenarnya semula dibentuk untuk penyelesaian perkara-perkara kecil, karena kebanyakan kasus-kasus sengketa konsumen berskala kecil dan bersifat sederhana. Jika sengketa tersebut harus diselesaikan di pengadilan, maka justru akan merugikan konsumen karena biaya perkara yang harus ditanggung konsumen lebih besar dari pada nilai kerugiannya136

Bagi penyelesaian sengketa untuk kasus yang sederhana dan berskala kecil, pengadilan bukanlah pilihan yang efektif. Di samping biaya perkara yang harus dikeluarkan cukup besar, proses penyelesaiannya memakai hukum acara yang formal dan justru sering kali tidak memberikan keadilan atau kepuasan bagi para pihak yang bersengketa.

.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada bulan Maret 2012, respon konsumen terhadap Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, dapat dilihat pada Tabel.4 berikut ini :

Tabel.5

Respon Konsumen terhadap Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Sebagai tempat pengaduan konsumen

n = 50

No Respon Kosumen Frekuensi Persentase (%)

1. Sangat Mengetahui 3 6%

2. Mengetahui 14 28%

136 Susanti Adi Nugroho, op.cit, hlm. 85

3. Kurang Mengetahui 20 40%

4. Tidak Mengetahui 13 26%

Total 50 100%

Sumber : Data Primer, 2012

Data respon konsumen terhadap Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) sebagai tempat pengaduan terlihat bahwa 40% (empat puluh persen) atau 20 (dua puluh) responden kurang mengetahui, 26% (dua puluh enam persen) atau 13 (tiga belas) responden tidak mengetahui, 28% (dua puluh delapan persen) atau 14 (empat belas) responden mengetahui dan 6% (enam persen) atau 3 (tiga) responden sangat mengetahui keberadaan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) sebagai tempat pengaduan konsumen yang disediakan oleh pemerintah dalam penyelenggaraan Undang-Undang Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999. Melalui BPSK ini konsumen yang dirugikan dapat mengajukan keberatan terhadap pelaku usaha yang melakukan kecurangan.

Meskipun secara umum responden kurang mengetahui keberadaan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), namun ada juga responden yang mengetahui keberadaan BPSK tersebut yaitu berdasarkan ilmu pengetahuan dan informasi yang diterima dari orang lain.

Dari data tersebut di atas, penyebab kurangnya respon konsumen terhadap Undang-Undang Perlindungan Konsumen khususnya Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) antara lain137

1. Kendala Undang-Undang Perlindungan Konsumen, masih lemah. Misalnya, Ketentuan Pasal 54 ayat (3) UUPK dan Pasal 42 ayat (1) Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor : 350/MPP/Kep/12/2001 disebutkan bahwa Putusan BPSK bersifat final dan mengikat, akan tetapi Pasal dalam Pasal 56 ayat (2) UUPK masih membuka peluang untuk mengajukan keberatan kepada pengadilan negeri.

:

2. Aparat, Sumber Daya Manusia belum siap menghadapi BPSK.

3. Fasilitas, yakni kurangnya sarana dan prasarana pendukung. Seperti sepeda motor dan lain sebagainya.

4. Budaya, yaitu masyarakat bersikap “pasrah” meskipun haknya dilanggar.

5. Sosialisasi, kurang atau adanya diskriminasi pelaku usaha terhadap konsumen.

D. Tindakan Pemerintah terhadap Penetapan Harga Barang Yang Tidak Berdasarkan Nilai Mata Uang

Sesuai dengan asas negara hukum (rechstaat), maka semua tindakan hukum (recht handelingen) dan atau tindakan faktual (feitelijke handelingen) Pejabat/Badan administrasi pemerintahan, baik yang menyangkut kewenangan, substansi maupun

137 Wawancara dengan H.M. Dharma Bakti Nasution (Wakil Ketua Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Medan), tanggal 7 Juni 2012.

prosedur harus berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB)138

Dalam melakukan aktifitasnya, pemerintah melakukan dua macam tindakan, tindakan biasa (feitelijkehandelingen) dan tindakan hukum (rechtshandelingen). Dalam kajian hukum, yang terpenting untuk dikemukakan adalah tindakan dalam katagori kedua, rechtshandelingen. Tindakan pemerintahan memiliki beberapa unsur yaitu sebagai berikut:

.

1. Perbuatan itu dilakukan oleh aparat Pemerintah dalam kedudukannya sebagai Penguasa maupun sebagai alat perlengkapan pemerintahan (bestuurs-organen) dengan prakarsa dan tanggung jawab sendiri;

2. Perbuatan tersebut dilaksanakan dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan;

3. Perbuatan tersebut dimaksudkan sebagai sarana untuk menimbulkan akibat hukum dibidang hukum administrasi;

4. Perbuatan yang bersangkutan dilakukan dalam rangka pemeliharaan kepentingan negara dan rakyat139

Fungsi pengawasan terhadap pelaku usaha dilakukan oleh pemerintah, masyarakat, Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM).

Pengawasan ini dilakukan dengan operasi pasar yang melibatkan instansi terkait yakni polisi, LPKSM, dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) kota Medan yang dilaksanakan 6 kali dalam setahun secara reguler.

.

Pengawasan yang dilakukan pemerintah bagi pelaku usaha yang melakukan pelanggaran yang menetapkan harga barang yang tidak berdasarkan nilai mata uang yang berlaku adalah, pemerintah dalam hal ini Disperindag kota Medan dengan memberikan peringatan selam 1 (satu bulan), 2 (dua) bulan, 3 (tiga) bulan sebanyak 3

138 Dunia Kontraktor, “Tindakan Pemerintah”, http://www.duniakontraktor.com/tindakan-pemerintah/.html, diakses tanggal 10 Juni 2012.

139 Yuane-Marvelis, Shining, “Tindakan Pemerintah Bersegi Satu Menurut Hukum Publik”, Makalah HAN, http://udarasegarsegar.blogspot.com/2011/10/han-tindakan-pemerintah-bersegi-satu.html, diakses tanggal 10 Juni 2012.

(tiga) kali, apabila tidak dipenuhi maka diajukan secara Pidana ke Pengadilan Negeri (Medan) dan penyidikan dilakukan oleh PPNS140 (Pasal 6 huruf b KUHAP)141

Penuntutan pidana yang dilakukan terhadap pelaku usaha dan/pengurusnya, dalam hal perusahaan dinyatakan sebagai subjek badan hukum, melalui pengaturan tanggung jawab berdasarkan konsep kebadanhukuman seperti ini maka berarti dalam hubungannya dengan pihak ketiga, yang bertanggung jawab baik secara perdata maupun pidana bukan organ-organ atau pribadi dalam organ, melainkan perseroan sebagai subjek hukum yang memiliki hak dan kewajiban mandiri. Sebagai contoh, organ-organ atau pribadi dalam organ dalam menjalankan tugasnya tidak sesuai dengan Undang-Undang dan Anggaran Dasar Perseroan (untuk kepentingan perseroan sebagai badan hukum), ternyata menjadi penyebab luka atau cacat bahkan kemungkinan meninggalnya pihak konsumen yang mengkonsumsi produk dari perusahaan yang bersangkutan

.

142

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), kejadian ini tetap merupakan suatu perbuatan pidana. Akan tetapi dengan diterimanya pelaku usaha (perusahaan) sebagai subjek hukum pidana dan sesuai konsep badan hukum yang juga diakui dalam UUPT, maka adanya perbuatan pidana seperti itu menjadi tanggung jawab PT sebagai subjek hukum mandiri. Jadi, dengan diterimanya pelaku usaha sebagai

.

140W awancara dengan M. Dharma Bakti Nasution (Wakil Ketua Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Medan), tanggal 7 Juni 2012

141 UU No. 8 Tahun 1991 tentang Hukum Acara Pidana, Pasal 6 ayat (1) ,”Penyidik adalah : a. Pejabat polisi negara Republik Indonesia;

b. Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang”.

Pasal 7 ayat (2) :

Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b mempunyai wewenang sesuai dengan Undang-Undang menjadi dasar hukumnya masing-masing dan dalam pelaksanaan tugasnya berada di bawah koordinasi dan pengawasan penyidik tersebut dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a.

142 Ahmadi Miru, op.cit, hlm. 279

subjek hukum pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 61 UUPK, maka pemidanaan dilakukan terhadap pelaku usaha yang melakukan perbuatan pidana143

Adapun sanksi yang diberikan antara lain

.

144

1. Sanksi Administratif, yaitu berdasarkan Pasal 60 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen berupa penetapan ganti rugi paling banyak Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah).

:

2. Sanksi Pidana, berdasarkan Pasal 62 ayat (1) yaitu pidana penjara maksimal 5 tahun dan denda Rp. 2.000.0000.000,- (dua milyar rupiah). Dan hukuman-hukuman tambahan lainnya seperti yang disebutkan di dalam Pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) antara lain pencabutan beberapa hak tertentu (dalam hal ini izin usaha), perampasan barang tertentu, dan pengumuman keputusan hakim.

Pengaturan kewenangan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) untuk menjatuhkan sanksi administratif sesungguhnya bermasalah. Selama ini pemahaman Terhadap sanksi administratif tertuju pada sanksi berupa pencabutan izin usaha dan sejenisnya. Melalui pemahaman seperti ini, praktik di lingkungan peradilan umum dalam hal menemukan adanya pelanggaran yang memerlukan dijatuhkannya sanksi administratif kepada si pelaku, maka dalam putusannya memerintahkan instansi penerbit izin usaha untuk melakukan pencabutan izin usaha pihak pelaku yang bersangkutan145

143 Ibid, hlm. 280

.

144 Lihat Pasal 60-62Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

145 Ahmadi Miru, op.cit, hlm. 273

Terkait dengan pelaku usaha yang menetapkan harga barang di pasar modern (dalam hal ini supermarket atau swalayan) yang tidak berdasarkan nilai mata uang sudah pernah dilakukan oleh pemerintah kota Medan dengan memberikan peringatan, namun hingga kini masih belum membuahkan hasil146.

146 Wawancara dengan M. Dharma Bakti Nasution (Wakil Ketua Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Medan), tanggal 7 Juni 2012.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan pada bab-bab terdahulu, selengkapnya dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Tindakan pelaku usaha yang menetapkan harga barang yang tidak berdasarkan nilai mata uang yang berlaku bertentangan dengan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal 4 huruf b yang menjamin hak konsumen untuk mendapatkan barang dan/atau jasa sesuai dengan nilai tukar. Hal ini dapat dilihat berdasarkan Penetapan Presiden No. 27 Tahun 1965 pecahan Rp.100 kebawah sudah tidak berlaku lagi sebagai alat pembayaran yang sah. Pelaku usaha yang menetapkan harga barang yang tidak berdasarkan nilai mata uang merupakan perbuatan melawan hukum yang terdapat di dalam Pasal 1365 KUH Perdata, yaitu adanya perbuatan, adanya unsur kesalahan, adanya kerugian yang diderita konsumen, dan adanya hubungan kausalitas antara kesalahan dan kerugian. Pelaku usaha yang menetapkan harga barang tidak berdasarkan nilai mata uang yang berlaku tidak dikenakan tindakan.

2. Konsumen secara umum tidak mempermasalahkan tindakan pelaku usaha yang menetapkan harga barang yang tidak berdasarkan nilai mata uang yang berlaku.

Sebesar 88% konsumen tidak mempermasalahkan dan hanya 12% konsumen yang mempermasalahkan tindakan pelaku usaha tersebut. Pertimbangan konsumen tidak mempermasalahkan tindakan pelaku usaha tersebut antara lain karena merasa malu,

gengsi (dikirain pelit), tidak ingin ribut dan membiarkan saja tindakan pelaku usaha tersebut. Meskipun demikian konsumen menyadari bahwa tindakan pelaku usaha tersebut merugikan konsumen.

3. Peran pemerintah dalam melindungi konsumen adalah dengan melakukan Pembinaan dan pengawasan. Pembinaan dan pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah, masyarakat dan Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) melindungi konsumen terhadap penetapan harga barang yang tidak berdasarkan nilai mata uang yang berlaku masih kurang optimal. Pemerintah hanya melakukan operasi pasar sebanyak 6 kali dalam satu tahun. Dalam hal pelaku usaha yang melakukan pelanggaran, yang tindakan pemerintah adalah dengan memberikan peringatan selama 1 (satu bulan), 2 (dua) bulan, 3 (tiga) bulan sebanyak 3 (tiga) kali, apabila tidak dipenuhi maka diajukan secara Pidana ke Pengadilan Negeri. Adapaun sanksi yang diberikan adalah berupa sanksi administratif dan sanksi pidana. Sanksi administratif berupa ganti rugi paling banyak Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah), sedangkan sanksi pidana berupa pidana penjara maksimal 5 tahun dan denda Rp. 2.000.0000.000,- (dua milyar rupiah). Serta hukuman-hukuman tambahan lainnya seperti pencabutan beberapa hak tertentu (dalam hal ini izin usaha), perampasan barang tertentu, dan pengumuman keputusan hakim (Pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana).

B. SARAN

1. Pemerintah lebih aktif dalam melakukan sosialisasi khususnya Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, sehingga masyarakat dalam hal ini pelaku usaha dan konsumen lebih memahami apa yang menjadi hak dan kewajibannya. Sehingga kedudukan antara pelaku usaha menjadi seimbang, karena bagaimanapun pelaku usaha dan konsumen saling membutuhkan dan tidak ada yang dirugikan.

2. Konsumen dalam melakukan transaksi barang dan jasa agar lebih memahami apa yang menjadi haknya dan tidak bersikap acuh /tidak peduli apabila haknya dilanggar pelaku usaha.

3. Pemerintah lebih banyak melakukan pengawasan terhadap pelaku usaha berkenaan dengan penetapan harga barang yang tidak sesuai dengan nilai mata uang, misalnya dengan memperbanyak frekuensi operasi pasar dan membuka pengaduan masyarakat.

Hendaknya pemerintah tidak tebang pilih dalam memberikan sanksi dan harus melakukan tindakan tegas bagi pelaku usaha yang melakukan pelanggaran khususnya terhadap hak-hak konsumen.

DAFTAR PUSTAKA BUKU

Ali, Zainuddin, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2009.

Darmawan, Indra, Pengantar Uang dan Perbankan, Jakarta:Rineka Cipta, 1992

Fajar, Mukti., Yulianto Achmad, Dualisme Penelitin Hukum Normatif & Empiris, Cetakan I, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.

Halim Barkatulah, Abdul, Hukum Perlindungan Konsumen Kajian Teoritis dan Perkembangan Pemikiran, Cetakan I, Bandung: Nusa Media, 2008.

Harianto, Dedi, Perlindungan Bagi Konsumen Terhadap Iklan Menyesatkan, Bogor:

Ghalia Indonesia, 2010.

Mowen, C Jhon, Perilaku Konsumen, Jilid 2 Edisi 5, Jakarta : Erlangga, 2002.

Mahmud Marzuki, Peter, Penelitian Hukum, Edisi I Cetakan 5, Jakarta: Kencana, 2009.

Miru, Ahmadi., Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Cetakan I, Jakarta:

PT. Raja Grafindo, 2004.

Nasution, AZ., Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, Jakarta: Diadit Media, 2002.

Nusantara, Abdul Hakim G, dkk, Analisa dan Perbandingan Undang-undang Antimonopoli (Undang-undang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat), Jakarta : PT. Gramedia, 1999

Nugroho, Adi Susanto, Proses Penyelesaian Sengketa Ditinjau dari Hukum Acara Serta Kendala Implementasinya, Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2008.

Rajagukguk, Erman., dkk, Hukum Perlindungan Konsumen, Cetakan I, Bandung: CV.

Mandar Maju, 2000.

Prasetijo, Ristiyanti & Jhon J.O.I lhalauw, Perilaku Konsumen, Yogyakarta : Andi Yogyakarta, 2005.

Peter, J Paul & Jerry C Olson, Consumer Behavior Perilaku Konsumen dan Setrategi Pemasaran, Edisi 4 Jilid 2, Jakarta : Erlangga, 1996.

Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Edisi Revisi, Jakarta: PT.

Gramedia Widiasarana Indonesia, 2006.

Sunggono, Bambang, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: PT. Raja Grafindo, 1997.

Sudaryatmo, Masalah Perlindungan Konsumen di Indonesia, Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 1996.

Sudaryatmo, Hukum & Advokasi Konsumen, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1999.

Suseno, Solikin, Uang, Pengertian, Penciptaan, dan Peranannya dalam Prekonomian, Jakarta: Bank Indonesia, 2005.

Sidabalok, Janus, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2006

Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta : Universitas Indonesia UI-Press, 2007.

Sutedi, Adrian, Tanggung Jawab Produk dalam Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta : Ghalia Indonesia, 2008.

Susanto, Happy, Hak-hak Konsumen Jika Dirugikan, Jakarta : Visimedia, 2008.

Sumarwan, Ujang, Perilaku Konsumen Teori dan Penerapannya dalam Pemasaran, Bogor : Ghalia Indonesia, 2002.

Tri Siwi Kristiyanti, Celina, Hukum Perlindungan Konsumen, Edisi I Cetakan I, Jakarta:

Sinar Grafika, Jakarta, 2009.

Usman, Rahmadi, Hukum Ekonomi dalam Dinamika, Jakarta : Djambatan, 2000.

Yani, Ahmad, Widjaja Gunawan, Seri Hukum Bisnis Anti Monopoli, Jakarta:

RajaGrafindo Persada, 2000.

MAKALAH

Putri Rahmanto, Vania, Tugas Aspek Hukum Dalam Ekonomi (Perlindungan Konsumen), Jakarta: Universitas Gunadarma, 2011.

http://vaniaputriajah.blogspot.com/, diakses tanggal 10 Januari 2012.

D.Rizska, Pengaturan Mata Uang Rupiah Sebagai Alat Pembayaran Yang Sah Di Wilayah Negara Republik Indonesia, http://repository.usu.ac.id/bitstream/

123456789/30083/3/Chapter %20II .pdf, diakses tanggal 22 Mei 2012

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata)

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia

Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen

INTERNET

Ahira, Anne, “Perlindungan Konsumen”, http;//www.AnneAhira.com

Arifin, “Uang Kuno”,

, diakses tanggal 12 Januari 2012

http://uang kuno.com

Solo, Akad, “Pasar Tradisional vs Pasar Modern”,

, diakses tanggal 13 Januari 2012.

http://titik.dagdigdug.com, diakses tanggal 12 Januari 2011.

Alfin, Achmad, “Media Belajar Sosiologi”, http://alfinnitihardjo.ohlog.com/perilaku-menyimpang.oh112678.html, diakses tanggal 25 Mei 2012.

Pambagio, Agus, “Bayar Belanja dengan Permen”, http://news.detik.com/read /2011/11/14/110020/1766801/103/bayarbelanjadenganpermen?nd992203605, diakses tanggal 10 Maret 2012.

Utama, Gelar Pradipta “4 Perilaku Pramuniaga yang Menyebalkan”, http://id.she.

yahoo.com/4-perilaku-pramuniaga-yang-menyebalkan-20120520.html,

Lawmetha, “Hukum Konsumen dan Hukum Perlindungan Konsumen”, diakses tanggal 20 Mei 2012

http://WordPress.com, diakses tanggal 12 Januari 2011.

Novri H.S Tanjung-Media Center Ditjen Perbendaharaan, Menkeu: Kita Angkat Harkat Martabat Rupiah, http://www.perbendaharaan.go.id/new/index.php?

pilih=news&aksi=lihat&id=2751 &pg=2&stg=1&offset=5, diakses tanggal 22 Mei 2012.

Waspada Online, “LAPK Medan Sesalkan permen pengganti uang receh”, Sunday, 26 July 2009, www.waspada.co.id/index.php?option=com-content&view

=article&id=40232,lapk-medan-sesalkan-permen, diakses tangga l 2 Januari 2010.

Indocashregister.com, Permen Akan Dilarang Menjadi Ganti ’Receh’ Uang Kembalian Saat Belanja’, http://indocashregister.com/2009/12/14/permen-akan-dilarang-menjadi-ganti-receh-uang-kembalian-saat-belanja/, diakses tanggal 12 Januari 2012

Alfath, Tahegga, “Efektivitas Hukum dalam Masyarakat (Prespektif Sosiologi Hukum)”, http://taheggaalfath.blogspot.com, diakses tanggal 13 Februari 2012.

Tim Peneliti Fakultas Hukum Universitas Airlangga (Peter Mahmud Marzuki, Tjitohadi Sawar Yuwono, Yohanes Sogar Simamora), Executive Summary dari Penelitian dengan judul “Penelitian Hukum Perlunya Undang-Undang Mata Uang”

Kerjasama antara Bank Indonesia dengan Fakultas Hukum UNAIR (2005),Buletin Hukum Perbankan Dan Kebanksentralan 18 Volume 4, Nomor 1, April 2006, http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/8DCFCBCE0709-40B7-843C-0D1FEC3FE61B/8033 /uu_mata_ uang.pdf, diakses tanggal 22 Mei 2012.

Iswardono, Uang dan Bank, Cetakan Keenam, Edisi Keempat, (Jogjakarta: BPFE), hlm.

4. Dikutip dari: Tim Peneliti Fakultas Hukum UGM (Marsudi Triatmadja, Sularto, Daniar Rahmawati, Edward O.S. Hiariej, dan Amirullah Setiahadi, Executive Summary dari Penelitian dengan judul “Kajian Terhadap Pengaturan Mata Uang Republik Indonesia”, Kerjasama antara Bank Indonesia dengan Fakultas Hukum UGM (2005), Buletin Hukum Perbankan Dan Kebanksentralan

29 Volume 4 Nomor 1, April 2006, http://www.bi.go.id /NR/rdonlyres/8DCFCBCE-0709-40B7-3C0D1FEC3FE61B/8034/pengaturan .pdf

Setiawan, “Penetapan Harga”, , diakses tanggal 22 Mei 2012.

http://ariajach.blogspot.com/2011/01/penetapanharga .html, diakses tanggal 19 Maret 2012.

Sekedar Berbagi, “Hukum Perlindungan Konsumen”, http://sudutsepi.blogspot.com /2012/01/hukum-perlindungan-konsumen.html

Tunardy, Wibowo, “Perlunya Perangkat Hukum Yang Melindungi Konsumen”, , diakses tanggal 5 Maret 2012.

http://www.tunardy.com/perlunya-perangkat-hukum-yang-melindungi-konsumen/, diakses tanggal 5 Maret 2012.

Sudaryatmo, “Menyuarakan Sebuah Harapan”, http://www.ylki.or.id/menyuarakan sebuah-harapan.html, di akses tanggal 10 Januari 2012.