• Tidak ada hasil yang ditemukan

Merasa Eksklusif karena berasal dari Jakarta

Dalam dokumen BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN (Halaman 80-91)

C. Kohesivitas dalam Komunitas Jali-Jali

3. Merasa Eksklusif karena berasal dari Jakarta

Jakarta merupakan kota yang dengan segala hingar bingarnya mampu menghipnotis jutaan mata yang berkunjung. Ibukota Negara Indonesia ini merupakan sebuah kota besar yang di dalamnya terdapat berbagai macam etnis. Pembangunan dan fasilitas yang lebih baik daripada

kota-kota lainnya membuat semua orang yang memandang Jakarta sebagai Kota Metropolitan.

Meskipun perbedaan budaya antara Jakarta dengan daerah lainnya di Indonesia tidak terlalu mencolok karena sama-sama merupakan bagian dari bangsa Indonesia, tetapi hal ini tidak berarti bahwa tidak mungkin muncul problem dalam pertemuan antara individu yang berasal dari Jakarta dengan individu yang berasal dari luar Jakarta.

Komunitas Jali-Jali merupakan komunitas kedaerahan di Universitas Sebelas Maret yang dibangun atas dasar kesamaan lokalitas. Komunitas yang terbentuk sejak tahun 2008 ini, beranggotakan mahasiswa-mahasiswa yang berasal dari Jakarta. Perasaan serasa dan senasip sebagai perantau dari Ibukota membuat mereka merasa perlu membuat sebuah komunitas yang beranggotakan mahasiswa-mahasiswa dari Jakarta.

Thomas (1999) menyatakan bahwa komunikasi dua atau lebih manusia dengan latar belakang budaya yang serupa atau dengan kata lain memiliki cultural distance yang rendah justru memiliki potensi yang tinggi untuk memunculkan masalah. Dalam menjalankan aktivitasnya di kampus, para anggota Komunitas Jali-Jali pasti berkomunikasi dengan teman-teman kuliahnya yang berasal dari luar Jakarta. Komunikasi ini yang terkadang menimbulkan masalah, seperti perbedaan Bahasa, pergaulan, dan topik pembicaraan.

commit to user

Dalam pergaulan sehari-hari di kampus pun tak jarang para anggota Komunitas Jali-Jali merasa eksklusif karena berasal dari Jakarta. Berbagai alasan mereka utarakan, sebagai berikut

 Merasa ekskusif dari Jakarta karena seluruh fasilitas ada di Jakarta

Tidak dapat disangkal lagi, fasilitas yang terdapat di ibukota Jakarta memang sangat lengkap. Segalanya ada di Jakarta. Hal ini yang menjadikan Jakarta dijadikan sebagai cermin oleh kota-kota lainnya dalam membangun fasilitas. Tak heran jika orang-orang Jakarta juga bangga akan segala ketersediaan fasilitas yang ada di Jakarta, seperti halnya para anggota Komunitas Jali-Jali ini, mereka mengungkapkan bahwa mereka bangga akan fasilitas yang dimiliki Jakarta tetapi tidak dimiliki oleh Solo.

”Iyasih emang ada perasaan eksklusif. Kadang juga suka berasa sombong soalnya kan emang di Jakarta ibaratnya semua ada beda banget sama disini. Kalau sebagai anggota Jali-Jali ya kadang-kadang

doang.” (Wawancara dengan Dwi Hera, anggota Jali-Jali. Pada tanggal 22 Mei 2014)

“Iyadong, soalnya kan banyak yang ada di Jakarta tapi gak ada di Solo. Jadi ya bisa pamer-pamer dikitlah ya.” (Wawancara dengan

Diva Primananda, anggota Jali-Jali. Pada tanggal 24 Mei 2014)

Bila melihat dari hasil wawancara ini, informan mengatakan bahwa mereka merasa bangga akan lengkapnya fasilitas yang ada di Jakarta. Perasaan bangga tersebut kemudian menjadi perasaan sombong.

mahasiswa lokal, karena mereka dapat memamerkan segalanya yang ada di Jakarta tetapi tidak ada di Solo.

 Merasa eksklusif karena mahasiswa lokal melihat mahasiswa Jakarta berlebihan

Universitas Sebelas Maret merupakan Universitas yang memiliki jumlah mahasiswa mencapai ribuan dan memiliki beragam latar belakang daerah asal. Asal daerah yang beragam membuat kehidupan mahasiswa UNS sangat beragam, dalam hal penampilan, budaya yang dibawa, sikap dan perilaku, serta kebiasaan. Perihal penampilan mahasiswa dalam berpakaian, memang terlihat sekali perbedaan gaya berpakaian antara mahasiswa yang berasal dari Jakarta dengan mahasiswa lokal. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Miranti, salah satu anggota Komunitas Jali-Jali.

“Kadang iya, suka ngerasa ekslusif. Kalo soal jadi anggota Jali-Jali

sih iya kadang-kadang soalnya kan anak-anak sini kalau ngeliat

anak Jakarta kayak ‘wah’ gitu. Terutama dari gaya-gayanya kan.” (Wawancara dengan Miranti Putri, anggota Jali-Jali. Pada

tanggal 07 Mei 2014)

Dalam wawancara ini, informan menyatakan bahwa Ia merasa eksklusif karena mahasiswa lokal melihat penampilan, terutama gaya berpakaian mahasiswa asal Jakarta yang berlebihan. Rasa eksklusif itu kemudian muncul karena perbedaan penampilan antara mahasiswa asal Jakarta dengan mahasiswa lokal.

 Ekskusif karena topik pembicaraan yang mahasiswa Jakarta mengerti, belum tentu dimengerti oleh mahasiswa lokal

Seperti yang sudah dijelaskan di sub bab sebelumnya, Komunitas Jali-Jali yang berisikan mahasiswa asal Jakarta merasa kurang bisa beradaptasi dengan mahasiswa lokal karena perbedaan topik pembicaraan. Apa yang dimengerti oleh mahasiswa asal Jakarta belum tentu dimengerti oleh mahasiswa lokal.

“Pasti ada lah itu (rasa eksklusif). Kayak misal pas aku lagi ngobrol sama mereka tuh ‘yah pasti gak ngerti nih mereka’. Kalo

sebagai anggota Jali-Jali sih paling ada tapi sedikit. Emang beberapa tuh ada yang merasa seperti itu (eksklusif) tapi ada juga sih yang biasa aja.” (Wawancara dengan Mutiara, Koordinator Fakultas Teknik. Pada tanggal 28 Mei 2014)

Dari hasil wawancara ini, peneliti menemukan bahwa rasa eksklusif yang ada dalam diri informan karena perbedaan topik pembicaraan. Seperti apa yang dimengerti oleh mahasiswa asal Jakarta belum tentu dimengerti oleh mahasiswa lokal sehingga hal tersebut menjadikan informan merasa lebih hebat daripada mahasiswa lokal.

 Eksklusif karena Komunitas Jali-Jali merupakan Komunitas yang beranggotakan mahasiswa Jakarta.

Komunitas Jali-Jali merupakan komunitas yang beranggotakan mahasiswa asal Jakarta. Hal ini mungkin menjadikan komunitas ini terlihat eksklusif karena memang hanya beranggotakan mahasiswa asal Jakarta. Seperti yang diungkapkan oleh salah satu informan berikut.

“Iya itu pasti ada (rasa eksklusif). Apalagi dulu saya pernah

diomongin. Kalo Jali-Jali emang yang terlihat ya keeksklusifannya

itu ya. Soalnya pas saya usul kalo ada acara anak non-Jakarta boleh dateng, yang lain suka gak setuju karena kan emang ini Komunitas anak Jakarta jadi ya emang seharusnya yang dateng anak Jakarta aja. Emang ada beberapa yang merasa eksklusif sebagai

anggota Jali-Jali, tapi beberapa ada yang biasa aja sih.” (Wawancara dengan Irfan Faturahman, Ketua Jali-Jali periode 2014-2015. Pada tanggal 28 Mei 2014)

Hasil wawancara ini menunjukkan bahwa Komunitas Jali-Jali merasa eksklusif karena tidak ada mahasiswa non-Jakarta yang boleh bergabung dengan Jali-Jali. Alasannya sudah jelas yaitu, seluruh pengurus maupun anggota Komunitas Jali-Jali merasa Jali-Jali adalah komunitas mahasiswa Jakarta berarti mustahil ada mahasiswa non-Jakarta yang dapat bergabung dengan Jali-Jali.

 Pernah merasa eksklusif pertama kali pindah ke Solo

Dalam penelitian ini, dapat mahasiswa asal Jakarta merupakan orang pendatang yang memiliki perbedaan lingkungan dengan penduduk asli. Apalagi mahasiswa pendatang tersebut berasal dari Jakarta kota metropolitan yang ingin melanjutkan kuliah di Solo, kota kecil di provinsi Jawa Tengah. Perasaan eksklusif karena berasal dari Jakarta pasti ada terutama ketika baru pertama kali pindah ke Solo.

“Ya ada sih kadang-kadang perasaan gimana gitu karena dari Jakarta tapi ya itu awal-awal aja sih. Biasanya yang suka gitu

mahasiswa-mahasiswa baru gitu.” (Wawancara dengan Lytha Haryani, Bendahara Komunitas Jali-Jali. Pada tanggal 07 Mei 2014)

Menurut hasil wawancara ini, informan mengakui bahwa Ia sempat merasa lebih eksklusif ketika pertama kali Ia pindah ke Solo karena

commit to user

biasanya mahasiswa-mahasiswa asal Jakarta yang merasa eksklusif adalah mahasiswa-mahasiswa baru.

E Benang Merah Keterkaitan Komunitas Jali-Jali dengan Groupthink

Groupthink merupakan teori komunikasi kelompok yang dikemukakan

oleh Irving Janis. Groupthink lahir dari penelitian panjang Irvin L Janis. Melalui karya ’Victims of Groupthink : A Psychological Study of Foreign

Decisions and Fiascoes (1972)’, Janis menggunakan istilah groupthink

untuk menunjukkan suatu mode berpikir sekelompok orang yang sifatnya kohesif (terpadu), ketika usaha-usaha keras yang dilakukan anggota-anggota kelompok untuk mencapai kata mufakat (kebulatan suara) telah mengesampingkan motivasinya untuk menilai alternatif-alternatif tindakan secara realistis.

Menurut Irving Janis (1972), tingkat kohesivitas yang tinggi di dalam suatu kelompok akan menimbulkan pemikiran kelompok (groupthink). Dalam kasus groupthink, anggota kelompok menghindari untuk megutarakan sudut pandang pribadi di luar zona konsensus berpikir kelompoknya. Pandangan-pandangan in-group dalam komunikasi seringkali dijadikan acuan untuk menilai out-group. Sehingga seringkali terjadi stereotype terhadap out-group.

Dalam penelitian di dalam Komunitas Jali-Jali, peneliti menemukan keterkaitan antara Komunitas Jali-Jali dengan teori groupthink. Awal

mahasiswa-mahasiswi asal Jakarta ini berkumpul dalam satu komunitas yang terbentuk atas dasar lokalitas (homogenitas). Kesamaan lokalitas ini kemudian menimbulkan komunikasi yang sangat akrab satu sama lain.

Tingkat keakraban yang tinggi kemudian menimbulkan sense of

belonging (rasa kepemilikan), loyalitas kelompok, dan solidaritas kelompok

yang tinggi pula. Seperti yang sudah dijelaskan di sub bab sebelumnya bahwa baik sense of belonging maupun loyalitas dan solidaritas Komunitas Jali-Jali tidak perlu dipertanyakan lagi. Mereka merasa sudah nyaman dan memiliki rasa setia kawan satu sama lain. Alasan utama timbul perasaan seperti ini adalah mereka merasa memiliki identitas budaya yang sama, yaitu Jakarta.

Selain tingkat keakraban, loyalitas, dan solidaritas yang tinggi. Kohesivitas yang tinggi di dalam suatu kelompok akan mempengaruhi pengambilan keputusan. Bettingushaus (1973) menunjukkan beberapa implikasi komunikasi dalam kelompok yang kohesif :

1. Karena pada kelompok kohesif, komunikator akan dengan mudah berhasil memperoleh dukungan kelompok jika gagasannya sesuai dengan mayoritas anggota kelompok

2. Pada umumnya, kelompok yang lebih kohesif lebih mungkin dipengaruhi persuasi. Ada tekanan ke arah uniformitas dalam pendapat, keyakinan, dan tindakan.

Dalam Komunitas Jali-Jali pengambilan keputusan merupakan hal yang sulit. Pengambilan keputusan melalui berbagai macam proses.

kemudian melakukan survei, barulah mereka dapat memutuskan suatu keputusan. Walaupun pada awal pengambilan keputusan ketua komunitas menanyakan pendapat peserta rapat tetapi pada akhirnya jika keputusan belum juga dicapai maka seluruh peserta rapat akan menyetujui ide ketua komunitas karena mereka menganggap keputusan ketua merupakan keputusan yang paling benar.

Komunitas Jali-Jali juga tak jarang menolak pendapat dari kelompok luar, sikap seperti ini bisa disebut sebagai close-minded. Sikap seperti ini akan menyebabkan kelompok terisolasi dari opini-opini dunia luar. Sikap seperti ini juga salah satu gejala, suatu kelompok terkena sindrom

groupthink. Sikap close-minded dan adanya kohesivitas yang tinggi

kemudian akan menimbulkan sikap stereotype terhadap kelompok luar.

Stereotype terhadap kelompok luar dilakukan Komunitas Jali-Jali

terhadap kelompok luar, yaitu terhadap mahasiswa lokal yang rata-rata beretnis Jawa. Para anggota maupun pengurus Jali-Jali ini mempunyai pendapat yang hampir sama tentang mahasiswa lokal yang beretnis Jawa, yaitu orang Jawa itu lemot/lamban. Selain stereotype terhadap mahasiswa beretnis Jawa ini, Komunitas Jali-Jali juga mengeluhkan bahwa kendala Bahasa dan perbedaan topik pembicaraan yang kemudian menimbulkan jurang pemisah antara Komunitas Jali-Jali dengan mahasiswa lokal.

Dari perasaan stereotype ini kemudian, Komunitas Jali-Jali terlihat seperti menutup diri dari pergaulan selain dengan mahasiswa-mahasiswi asal Jakarta. Hal ini menimbulkan kesan eksklusif yang terlihat didalam

Komunitas Jali-Jali. Kesan eksklusif ini juga dirasakan oleh mahasiswa lokal (kelompok luar). Para mahasiswa lokal ini menilai bahwa Komunitas Jali-Jali merupakan komunitas yang beranggotakan mahasiswa-mahasiswi Jakarta yang sombong dan suka berlebihan dalam segala hal.

Dari sindrom groupthink tersebut menimbulkan dampak keluar maupun kedalam Komunitas Jali-Jali. Dampak tersebut juga ada yang positif dan negatif.

commit to user

Matriks Penelitian Groupthink dalam Berkomunikasi dengan Kelompok Luar di Kalangan Komunitas Jali-Jali UNS

Komunitas Jali-Jali

Interaksi yang akrab

Sense of

Belonging Loyalitas Solidaritas

Pengambilan Keputusan

Kohesivitas Tinggi, Groupthink, dan, Stereotype

Hasil Penelitian

1. Sumber informasi mahasiswa asal Jakarta tentang Jali-Jali berasal dari senior yang sudah bergabung lebih dulu

2. Interaksi akrab, sense of belonging, loyalitas, solidaritas, dan cara pengambilan keputusan dapat berdampak pada timbulnya groupthink

3. Groupthink akan mempengaruhi komunikasi antara komunitas Jali-Jali dan kelompok luar

Dampak Groupthink A. Keluar

1. Komunitas Jali-Jali merupakan komunitas yang memiliki kepedulian dengan anak-anak (positif) 2. Mahasiswa Jakarta menjadi sulit berbaur dengan mahasiswa lainnya akibat sudah terlanjur nyaman

bergaul dengan sesama komunitas Jali-Jali (negatif) B. Kedalam

1. Keberadaan Komunitas Jali-Jali ini, para mahasiswa asal Jakarta akan merasa memiliki ‘keluarga’ selama berada di perantauan (positif)

2. Komunitas Jali-Jali merupakan komunitas yang solid, namun kelompok yang terlalu solid juga tidak baik karena mereka justru cepat atau lamban akan runtuh akibat groupthink (negatif)

Kesimpulan

1. Sumber informasi para mahasiswa asal Jakarta tentang komunitas Jali-Jali melalui senior sesama mahasiswa Jakarta juga

2. Kohesivitas yang tinggi di dalam komunitas Jali-Jali menimbulkan groupthink.

3. Groupthink dapat mempengaruhi interaksi antara komunitas Jali-Jali dan mahasiswa lokal (kelompok luar) karena terdapat banyak kendala seperti Bahasa, topik pembicaraan yang berbeda, dan stereotype

Dalam dokumen BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN (Halaman 80-91)

Dokumen terkait