• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Struktur Tulang

2.1.2. Metabolisme Tulang

Metabolisme tulang diatur oleh osteoblas, osteosit, dan osteoklas terhadap respons dari berbagai rangsangan di sekelilingnya termasuk rangsangan kimia dan mekanik (Erickson et al. 1992; Puzas 1993). Rangsangan spesifik diatur oleh reseptor sel yang ditemukan pada membran sel atau di dalam sel. Reseptor yang berada di membran sel menerima rangsangan dari luar dan mengirimkan informasi tersebut ke inti menyeberangi sitoplasma sel melalui mekanisme transduksi. Sementara itu reseptor dalam sel (di sitoplasma atau di inti) mengikat rangsangan (biasanya hormon steroid) yang melewati membran sel dan masuk ke dalam sel untuk memindahkan efektor ke nukleus yang di dalamnya terdapat reseptor steroid kompleks yang terikat pada asam deoksiribonukleat (DNA) spesifik dari rangkaian gen (Rachman 1999).

12

Pada tulang dapat dibedakan tiga jenis sel tulang, yaitu osteoblas, osteosit, dan osteoklas (Rachman 1999) (Gambar 3). Osteoblas merupakan sel yang berhubungan dengan pembentukan tulang dan ditemukan pada permukaan tulang, yaitu periosteum dan endosteum. Osteoblas dibentuk dari sel stroma dari mesoderm (totipotent mesenchymal stem cell) (Smith 1993; Ott 2002). Pembentukan osteoblas dimulai dari prekusor sel stroma menjadi preosteoblas yang kemudian berkembang menjadi osteoblas yang dapat diaktifkan sehingga akhirnya dapat membentuk osteosit (Erickson et al. 1992; Puzas 1993). Osteoblas merupakan sel berinti tunggal yang terdapat di permukaan luar (periosteum) dan di dalam tulang (endosteum). Sitoplasmanya bersifat basofil karena mengandung nukleoprotein. Apabila sel ini berada dalam keadaan aktif berbentuk kuboid, sedangkan dalam keadaan tidak aktif, osteoblas berbentuk pipih (Einhorn 1996). Dalam proses perbaikan kondisi tulang setelah adanya perombakan tulang oleh osteoklas, biasanya ditemukan adanya osteoblas aktif di tempat itu untuk mensintesis matriks tulang baru yang diawali dengan proses mineralisasi dan kolagenasi matriks tulang (Price 1995; Lian dan Stein 1996). Osteoblas berfungsi menghasilkan kolagen, proteoglikan, dan glikoprotein untuk pembuatan dan pertumbuhan tulang baru pada daerah permukaan tulang dan juga untuk pembentukan tulang pada kartilago (Telford dan Bridgman 1995).

Proses perkembangan dan pembentukan tulang oleh osteoblas dipengaruhi oleh faktor yang bersifat lokal maupun sistemik. Faktor lokal yang berpengaruh dalam meningkatkan pembentukan tulang adalah BMP (bone morphogenic protein), TGF-β, IGF (insulin-like growth factor-1), estrogen, triiodotironin (T3), tetraiodotironin (T4), kalsitriol [1,25-(OH)2D3

Saat menjalankan fungsinya, osteoblas juga memproduksi enzim alkalin fosfatase. Enzim ini mempunyai sifat spesifik dibandingkan dengan alkalin fosfatase yang dihasilkan oleh jaringan lainnya. Fungsi alkalin fosfatase ini bekerja dengan cara membebaskan protein nonkolagen osteokalsin dalam proses pembentukan tulang. Aktivitas osteoblas dapat dipantau secara biokimia

], dan prostaglandin E2 (PGE2). Faktor sistemik yang meningkatkan pembentukan tulang adalah fluorida, PTH (hormon paratiroid) nutrisi, vitamin D, sitokin, kortisol, dan aktivitas individu (Gambar 4). Faktor sistemik lainnya yang bekerja dengan menghambat formasi tulang adalah hormon kortikosteroid yang dihasilkan oleh korteks adrenal (Smith 1993; Ott 2002).

13 Gambar 3. Gambaran sel osteogenik, osteoblas, osteosit, dan osteoklas

(dimodifikasi dari Leeson et al. 1996).

dengan menilai kadar enzim alkalin fosfatase tulang dan kadar osteokalsin dalam serum (Price 1995). Dalam perkembangan penelitian selanjutnya telah ditemukan reseptor estrogen dan reseptor kalsitriol di osteoblas (Gallaher 1986; Reid 1996).

Tipe sel tulang yang kedua adalah osteosit, yaitu osteoblas yang sudah menetap dalam lakuna pada saat pembentukan lapisan permukaan tulang berlangsung. Osteosit merupakan sel peralihan dari sel-sel osteoblas yang berhenti membentuk matriks tulang dan terperangkap di dalam tulang. Sel ini memiliki peran dalam memelihara matriks tulang sehingga tersimpan di dalam tulang (Erickson et al. 1992; Puzas 1993). Sel tersebut berhubungan satu dengan yang lainnya melalui penjuluran sitoplasma yang melewati kanalikuli dan berperan dalam membantu koordinasi respons tulang terhadap stres atau deformasi (Stevenson dan Marsh 1992). Tidak semua osteoblas berkembang menjadi osteosit (hanya 10-12 %), hal ini disebabkan oleh kegagalan difusi nutrisi. Pembuluh darah masuk melalui kanal kecil yang dikenal sebagai kanalikuli. Kanalikuli adalah satu-satunya saluran untuk nutrisi dan pertukaran gas yang akan digunakan oleh osteosit. Bentuk kanalikuli beraturan seperti tubulus penghubung (Lian dan Stein 1996). Osteosit juga diduga memiliki kemampuan merespons mekanisme rangsangan gaya mekanik dan neuroelektrik yang berhubungan dengan aktivitas individu. Gaya fisioelektrik ini diduga merangsang pengeluaran IGF-1 untuk mengaktifkan osteoblas dan juga merangsang proses pembentukan osteoblas yang baru (Erickson et al. 1992; Hosking 1994).

14

Sel ketiga pada tulang adalah osteoklas yang bertanggung jawab terhadap resorbsi kalsium tulang dan kartilago (Ott 2002). Osteoklas memiliki progenitor yang berbeda dari sel tulang lainnya karena tidak berasal dari sel mesenkim, melainkan dari jaringan mieloid, yaitu monosit atau makrofag pada sumsum tulang (Smith 1993; Ott 2002). Osteoklas ini bersifat mirip dengan sel fagositik lainnya dan berperan aktif dalam proses resorbsi tulang. Osteoklas merupakan sel fusi dari beberapa monosit sehingga bersifat multinukleus (10-20 nuklei) dengan ukuran besar dan berada di tulang kortikal atau tulang trabekular (Marcus et al. 1996). Di dalam menjalankan tugasnya, osteoklas mensekresi enzim kolagenase dan proteinase lainnya, asam laktat, serta asam sitrat yang dapat melarutkan matriks tulang. Enzim-enzim ini memecah atau melarutkan matriks organik tulang sedangkan asam akan melarutkan garam- garam tulang. Osteoklas mempunyai ruffled border yaitu daerah spesifik dari membran sel berbentuk jari-jari atau gelambir-gelambir, yang biasanya berhadapan dengan permukaan tulang. Sekresi enzim-enzim, asam laktat, dan asam sitrat dilepaskan keluar sel melalui ruffled border. Di area ruffled border ini terjadi proses resorbsi tulang sehingga mengakibatkan terbentuknya

Gambar 4. Faktor-faktor yang memengaruhi fungsi osteoblas (dimodifikasi dari Smith 1993)

Osteoblas

Kortisol

Osteosit

Pre-osteoblas Osteoblas pasif

Sintesis kolagen protein non-kolagen proteoglikan Sitokin Sel pengendali osteoklas Mineralisasi PTH 1,25(OH)2D3 Jarak jauh Estrogen Nutrisional Mekanik Endokrin Jarak pendek

15 cekungan sebagai akibat hilangnya matriks di daerah itu, dan cekungan yang terbentuk ini dinamakan lakuna Howship (Telford dan Bridgman 1995; Leeson et al. 1996).

Interaksi antara osteoklas dan osteoblas (Gambar 5) secara normal selalu terjadi pada proses remodeling tulang. Osteoblas diduga mengambil bone morphogenetic protein (BMP) sebelum osteoklas merusak tulang. Resorbsi tulang akan membebaskan protein tulang yang berpengaruh timbal balik yaitu dapat menstimulasi aktivitas osteoblas. Proses remodeling ini masih belum diketahui dengan pasti (Smith 1993). Sel-sel osteoklas menangkap partikel- partikel matriks tulang dan kristal melalui fagositosis yang akhirnya melarutkan benda-benda tersebut dan melepaskannya ke dalam darah (Guyton 1996; Smith 1993). Proses ini selalu dalam keadaan seimbang dalam mengatur formasi dan resorbsi tulang sehingga dikenal dengan istilah berpasangan atau

coupling (Suda et al. 1992; Smith 1993). Dalam proses peningkatan aktivitas osteoklas, osteoblas menghasilkan beberapa sitokin seperti tumor necrosis factor beta(TNF β), IL-1, dan IL- 6,sehingga dapat dikatakan terdapat poros osteoblas- osteoklas dalam pengendalian densitas tulang. Sebaliknya, aktivitas osteoklas dihambat oleh estrogen, kalsitonin, TGF β, interferon gamma (IFN- ), dan prostaglandin (PGE2) (Suda et al. 1992).

Gambar 5. Diagram interaksi osteoblas dan osteoklas dalam proses

16

Bone morphogenetic protein merupakan pemicu osteoblastogenesis dengan merangsang osteoblastic specific factor-2 (OSF-2) atau core binding factor A1 (Cbf A1) yang berfungsi mengaktifkan gen spesifik osteoblas, seperti osteokalsin, osteopontin, sialoprotein, dan kolagen tipe I. Selain hormon sistemik dan sinyal mekanis, perkembangan dan diferensiasi osteoblas dan osteoklas diatur juga oleh growth factor (GF) dan sitokin (Manolagas 2000).

Dokumen terkait