• Tidak ada hasil yang ditemukan

Untuk menganalisis adanya kontaminasi Campylobacter, ISO telah

mengembangkan metode analisa, yaitu ISO 10272 tahun 1995 yang direvisi pada tahun 2006. Untuk analisis bakteri Campylobacter, ISO mengembangkan 2 (dua) metode, yaitu (1) metode kualitatif (identifikasi) dan (2) metode kuantitatif (penghitungan jumlah koloni).

Metode kualitatif seperti halnya identifikasi patogen pada umumnya meliputi beberapa tahap, yaitu: (1) homogenisasi, (2) enrichment/pengayaan, (3) isolasi, (4) konfirmasi spesies Campylobacter dan (5) identifikasi spesies Campylobacter

(opsional). Pada metode kuantitatif, pengujian dilakukan melalui beberapa tahap, seperti (1) homogenisasi, (2) inokulasi dan inkubasi, (3) penghitungan dan seleksi koloni untuk konfirmasi, (4) konfirmasi spesies Campylobacter dan (5) identifikasi spesies Campylobacter (opsional).

Metode analisa kualitatif Campylobacter jejuni merupkan metode analisa

yang diadopsi oleh hampir semua negara termasuk di Indonesia. Metode ini dapat dilakukan dalam berbagai tahapan, sebagai berikut :

1. Tahap homogenisasi

Tahap homogenisasi merupakan proses pencampuran antara sampel dengan media pengaya. Perbandingan antara sampel dan media pengaya adalah 1 : 10. Hal itu dimaksudkan agar sampel dapat tercampur secara merata kedalam media pengaya dan mikroba yang terkandung dalam sampel dapat berdistribusi dengan baik.

2. Tahap enrichment/pengayaan

Tahap enrichment/pengayaan dilakukan dengan 2 tahap yaitu (1) pra pengayaan yang berfungsi untuk memulihkan dan menumbuhkan kondisi

Campylobacter sedangkan (2) pengayaan selektif yang berfungsi untuk

menghambat pertumbuhan bakteri lain termasuk Campylobacter mesofilk,

sehingga hanya Campylobacter termofilik saja yang diharapkan tumbuh dan

berkembangbiak.

Bolton broth merupakan media pengaya yang direkomendasikan untuk meningkatkan pertumbuhan Campylobacter jejuni. Hal itu disebabkan karena media tersebut tersusun atas bahan-bahan kimia yang mudah dipecahkan oleh

Campylobacter jejuni sehingga mudah dimetabolisme, media tersebut juga dapat mencegah terjadinya kerusakan dan kematian sel akibat kondisi lingkungan disekitar. Bolton broth diformulasikan dengan bahan-bahan kimia seperti pepton, lactalbumin, hydrolysate yeast extract, natrium klorida, asam α- ketoglutarat, natrium piruvat, natrium metabisulfit, dan natrium karbonat. Formulasi ini memiliki kemampuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri

Gram positif dan negatif yang dapat mengganggu pertumbuhan Campylobacter

jejuni. Untuk meningkatkan sifat aerotoleran dari Campylobacter jejuni diperlukan penambahan darah lisis pada saat penyiapan media Bolton broth, sedangkan penambahan selektif suplemen Bolton broth sebagai antibiotika dapat menghambat pertumbuhan bakteri lain.

Penambahan besi (II) sulfat, natrium metabisulfit dan natrium piruvat pada media pengaya Bolton broth bertujuan untuk meningkatkan ketahanan

Campylobacter, menjaga bentuk karakteristiknya, pergerakannya dan meningkatkan viabilitasnya ketika harus disimpan dalam suhu refrigerator (40C). Selain itu, penambahan ketiga komponen tersebut, dapat meningkatkan pertumbuhan dan sifat aerotoleran dari jenis Campylobacter. Ketiga senyawa tersebut juga mampu mencegah akumulasi fotokimia yang umumnya merupakan

turunan oksigen yang bersifat racun bagi Campylobacter dan dapat

3. Tahap isolasi

Tahap isolasi dimaksudkan untuk memisahkan sel Campylobacter dengan

bakteri lain. Untuk itu dibutuhkan media khusus yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri lain. Media selektif yang digunakan untuk mengamati karakteristik dari Campylobacter jejuni adalah modified campylobacter blood- free selective agar (mCCDA) dan Preston agar. Media mCCDA merupakan media selektif utama dalam metode analisa ISO 10272 2006 sedangkan Preston agar merupakan media selektif alternatif yang direkomendasikan dalam metoda analisa tersebut selain Karmali agar dan Skirrow agar.

a. Media modified Campylobacter blood-free selective agar (mCCDA)

Media mCCDA merupakan media selektif utama yang digunakan dalam mengisolasi Campylobacter jejuni. Media tersebut merupakan hasil modifikasi dari media charcoal cefoperazone deoxycholate agar (CCDA), dengan mengganti sterile lysed defibrinated horse blood dengan charcoal, besi (II) sulfat dan natrium piruvat. Untuk meningkatkan daya selektivitas, antibiotika cephazolin yang digunakan pada CCDA juga diganti dengan cefoperazon dan Amphotericin B ditambahkan untuk menghambat pertumbuhan kontaminan jamur dan kapang saat inkubasi suhu 370C.

b. Preston agar

Preston agar merupakan media agar selektif yang dipersiapkan dari Campylobacter base agar (CBA), Preston selective supplement (PSS), growth factor suplement (FPB) dan sterile lysed defibrinated blood. Preston agar dapat digunakan untuk isolasi Campylobater jejuni dan Campylobacter coli dari manusia , hewan, burung dan spesimen lingkungan.

CBA diformulasikan dari beberapa bahan kimia seperti serbuk lab- lemco, pepton, natrium klorida dan agar. PSS dibuat menggunakan beberapa antibiotika yaitu Polymixin B, rifampisin, trimethoprim dan sikloheksimida. Sedangkan FPB mengandung besi (II) sulfat, natrium metabisulfit dan natrium piruvat.

Penambahan FPB pada media selektif Preston agar bertujuan untuk meningkatkan ketahanan Campylobacter, menjaga bentuk karakteristiknya, pergerakannya dan meningkatkan viabilitasnya ketika harus disimpan dalam

suhu refrigerator (40C) (Chou et al. dalam Doyle 1989). Selain itu, penambahan FPB juga dapat meningkatkan pertumbuhan dan sifat aerotoleran dari jenis Campylobacter. Senyawa FPB tersebut juga mampu mencegah akumulasi fotokimia yang umumnya merupakan turunan oksigen

yang bersifat racun bagi Campylobacter dan dapat meningkatkan

pertumbuhan bakteri Campylobacter jejuni (Bridson 1998).

Preston agar memiliki tingkat selektifitas yang cukup tinggi dalam isolasi Campylobacter jejuni. Pada persiapan media Preston agar, sterile lysed defibrinated blood yang digunakan umumnya berasal dari darah kuda atau darah domba. Penambahan sterile lysed defibrinated horse/sheep blood

ini bertujuan untuk menetralisasi produk racun seperti senyawa peroksida yang mungkin terbentuk akibat media terpapar oleh cahaya maupun udara.

Campylobacter jejuni sangat sensitif terhadap keberadaan senyawa peroksida dan superoksida yang merupakan produk yang terbentuk dari media akibat reaksi kimia yang dikatalis oleh cahaya (Bolton dan Robertson 1982). Selain itu mengandung ion Fe yang dapat meningkatkan sifat aerotoleran

Campylobacter jejuni ((Stern dan Kazmi 1989 dalam Khoirudin 2008)).

Penambahan Preston selective supplement pada media Preston agar

berfungsi sebagai antibiotik yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri lain sedangkan Campylobacter jejuni resisten terhadap antibiotik tersebut. 4. Tahap konfirmasi spesies Campylobacter

Konfirmasi dilakukan untuk menentukan karakteristik dari spesies

Campylobacter, dan dilakukan dengan beberapa pengujian, seperti: (a) uji morfologi dan motilitas, (b) uji pertumbuhan pada 250C (mikroaerofilik) dan 41,50C (aerobik) dan uji oksidase.

a. Uji morfologi dan motilitas

Untuk mengetahui karakteristik Campylobacter spesies dalam

pengujian morfologi dan motilitas, maka konfirmasi dilakukan dengan pewarnaan sederhana. Pewarnaan sederhana dilakukan untuk memperjelas

dalam pengamatan morfologi Campylobacter jejuni. Hal itu karena

pewarnaan sederhana dapat membuat warna sel Campylobacter jejuni lebih kontras sehingga dapat dengan mudah dilihat dibawah mikroskop cahaya

perbesaran 1000x. Banyak pewarna yang dapat digunakan dalam pewarnaan sederhana, seperti pewarna biru metilen, karbol fuksin atau kristal violet. Menurut Hadioetomo (1993), kebanyakan pewarna yang digunakan pada pewarnaan sederhana merupakan pewarna yang bersifat alkalin. Hal itu karena pewarna sederhana mengandung gugusan fungsional yang dapat membentuk warna (kromofor) dan bermuatan positif. Kebanyakan bakteri,

seperti Campylobacter jejuni mudah bereaksi dengan pewarna-pewarna

sederhana dan dapat membentuk kromofor (bermuatan positif), karena sitoplasmanya bersifat basofil (suka terhadap basa), atau bermuatan negatif. Pewarnaan dilakukan dengan teknik pewarnaan sederhana menggunakan pewarna karbol fuksin. Pewarnaan bakteri dimulai dengan memindahkan 1 – 2 loop koloni yang diduga Campylobacter jejuni ke dalam 1 ml larutan Brucella broth. Suspensi koloni kemudian diratakan dan ditetesi dengan pewarna karbol fuksin. Setelah itu dilakukan pencucian terhadap kelebihan pewarna pada gelas preparat dengan menggunakan aquades steril kemudian dilakukan fiksasi dan preparat siap diamati dibawah mikroskop cahaya pada perbesaran 1000x dengan sebelumnya ditetesi dengan minyak imersi. Untuk melihat motilitas bakteri dapat dilakukan dengan menghilangkan tahapan fiksasi dan menutup gelas preparat dengan kaca penutup. Bakteri Campylobacter jejuni akan tampak berwarna merah dengan pewarnaan karbol fuksin, memiliki bentuk spiral, batang bergelombang dan bersifat motil.

Menurut Stern et al. (1992 dalam Khoirudin 2008), pengamatan

dengan preparat basah dibawah mikroskop akan diamati sel Campylobacter jejuni yang bersifat sangat motil, berbentuk batang bergelombang, bentuk S atau spiral, ukurannya sangat kecil dan tipis.

b. Pertumbuhan pada suhu 250C dan 41,50C

Suhu adalah salah satu faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan, multiplikasi dan kelangsungan hidup dari semua organisme hidup. Suhu yang rendah umumnya memperlambat metabolisme seluler, sedangkan suhu yang lebih tinggi meningkatkan taraf kegiatan sel. Tetapi tiap organisme memiliki batas suhu terendah, batas suhu tertinggi, batas-

batas terhentinya tumbuh, dan suhu optimum untuk pertumbuhan dan reproduksi. Ketiga batas suhu ini dinamakan suhu kardinal (titik kardinal), yaitu (a) suhu pertumbuhan minimum, adalah suhu terendah organisme masih dapat hidup dan tumbuh. Banyak mikroorganisme dan hampir semua bakteri dapat tahan hidup pada suhu ini dalam jangka waktu berbeda-beda, tetapi pertumbuhan boleh dikatakan terhenti, (b) suhu pertumbuhan optimum, adalah suhu yang diperlukan untuk multiplikasi dalam taraf yang tercepat.

Untuk kebanyakan organisme, pertumbuhan optimum terjadi dalam suatu jangka suhu (t-range), bukan pada suatu suhu yang pasti dan batas tertingginya hanya beberapa derajat dibawah suhu pertumbuhan maksimum, dan (c) suhu pertumbuhan maksimum, adalah suhu tertinggi yang masih memungkinkan ada pertumbuhan. Seringkali kenaikan sedikit saja diatas suhu ini mengakibatkan kematian mikrooganisme karena ada enzim yang menjadi nonaktif (Irianto 2007).

Campylobacter jejuni termasuk dalam kelompok mikroba termofilik. Mikroba ini tidak dapat tumbuh pada suhu < 300C dan > 450C pada kondisi mikroaerofilik. Sedangkan suhu optimalnya berkisar antara 37 – 420C. Karena hanya membutuhkan oksigen dalam jumlah terbatas, maka

Campylobacter jejuni tidak dapat tumbuh pada kondisi aerob meskipun pada suhu pertumbuhan optimal.

Suhu-suhu kardinal untuk berbagai macam mikroorganisme sangat

berbeda. Jangka suhu terendah 5 sampai 100C dan tertinggi dari 70 sampai

750C. Beberapa mikroorganisme mempunyai suhu pertumbuhan minimum

dibawah titik beku (-120C), dalam hal ini titik beku lingkungan atau medium telah ditekan oleh konsentrasi tinggi bahan-bahan yang terlarut didalamnya. Adapula mikroorganisme dapat tumbuh pada suhu lebih dari 900C, khususnya yang berada dekat sumber air panas. Kebanyakan mikroororganisme yang ditemukan dalam air, tanah, bahan-bahan yang sedang membusuk, maupun kebanyakan yang patogen suhu kardinalnya berada antara 10-450C ( Irianto 2007).

c. Pengujian oksidase

Pengujian oksidase dikorelasikan dengan adanya sitokrom dalam kadar yang tinggi, yang dapat dipakai untuk mengenal bakteri tertentu yang

termasuk dalam genus Pseudomonas dan Neisseria. Oksidasi dari p-

aminodimetilanilina menjadi warna merah tua sampai hitam, dapat dipakai sebagai ukuran aktivitas sitokrom.

Irianto (2007) menjelaskan bahwa koloni-koloni yang segera menjadi berwarna merah tua, menunjukan bahwa organisme itu diduga mengandung sitokrom-c. Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa semua koloni dapat menjadi merah tua dengan reagen oksidase, bila dibiarkan berada dalam cahaya. Karena itu pengujian harus segera diperiksa setelah reagen diberikan.

Cara lain untuk menguji oksidase, adalah menggunakan potongan kecil kertas saring yang dicelupkan kedalam satu persen tetrametil-p- fenilendiamindihidroklorida (atau oksalat). Kertas saring yang berwarna biru tidak boleh dipakai. Dengan ose platina yang bersih dikerok sedikit biakan muda, dan digosokkan diatas kertas saring. Tes oksidase positif menghasilkan warna biru dalam waktu 10 detik. Ose yang kotor menghasilkan positif palsu dan biakan tua tidak dapat dipercaya untuk pengujian ini.

5. Tahap identifikasi spesies Campylobacter

Identifikasi dilakukan menentukan jenis Campylobacter dan dilakukan

terhadap beberapa pengujian, antara lain: uji TSIA, uji katalase, uji terhadap asam nalidiksat dan cefalotin, uji hidrolisis hipurat dan uji hidolisis indoksil asetat.

a. Pertumbuhan pada Triple sugar iron agar (TSIA)

Untuk diferensiasi pendahuluan jenis-jenis Enterobacteriaceae, setelah dilakukan isolasi, sering digunakan TSIA. Bakteri Salmonella dan Shigella dapat dikenal karena tidak dapat memfermentasi laktosa (Irianto

2007). Selain laktosa, Campylobacter jejuni juga tidak mampu

memfermentasi glukosa dan galaktosa sehingga karbohidrat bukan merupakan sumber energi untuk perkembangbiakan bakteri tersebut. TSIA

mengandung glukosa, laktosa, sakarosa, dan ferosulfat. Medium pembiakan ini disediakan dalam bentuk agar miring.

Irianto (2007) menjelaskan bahwa konsentrasi glukosa dalam medium pembiakkan TSI agar adalah 1/10 dari konsentrasi laktosa dan sakarosa. Konsentrasi yang kecil ini dimaksudkan untuk mengetahui bila hanya glukosa saja yang difermentasi, maka hasil fermentasi dibagian ”slant” karena sedikit, segera teroksidasi sehingga warna indikator tidak berubah. Di bagian ”butt” tegangan oksigen lebih rendah, sehingga reaksi asam tetap dipertahankan. Itulah sebabnya tutup tabung tidak boleh terlalu rapat untuk memungkinkan pertukaran udara secara bebas, sehingga keadaan alkalis dibagian ”slant” dapat dipertahankan. Bila tabung ditutup terlalu rapat, dan bila hanya glukosa yang difermentasi, bagian slant pun akan berwarna kuning (asam), yang mengakibatkan timbul salah tafsir. Ferosulfat dalam medium ini

dimaksudkan untuk melihat pembentukkan hidrogensulfida. Bila H2S

dibentuk, bagian ”butt” akan berwarna hitam. Sebagai pengganti dapat

digunakkan potongan kertas saring yang diimpregnasi dengan timbal asetat ( kertas indikator) yang diselipkan antara mulut tabung dan tutup tabung. Bila H2S terbentuk, maka kertas saring akan menjadi hitam.

Pada pemeriksaan dengan TSI agar perlu diperhatikkan bahwa reaksi medium harus diperiksa dalam waktu 18-24 jam secara mikroaerofilik, dan tidak dapat ditafsirkan secara sempurna bila medium pembiakkan telah dieramkan lebih dari 48 jam secara mikroaerofilik (Irianto 2007).

b. Uji Katalase

Uji katalase dilakukan pada koloni yang diduga Campylobacter jejuni

dengan menggunakan H2O2. Uji katalase dilakukan dengan meneteskan H2O2

pada koloni yang diduga Campylobacter jejuni. Jika terbentuk gelembung gas (gas oksigen), maka dikatakan katalase positif. Campylobacter jejuni

merupakan bakteri katalase positif karena bakteri tersebut mampu memproduksi enzim katalase yang dapat mengatalisis reaksi pemecahan H2O2 menjadi gas oksigen dan air. Hidrogen peroksida (H2O2) dan

senyawaan oksigen. Kedua molekul tersebut merupakan racun bagi

Campylobacter jejuni.

c.Uji terhadap asam nalidiksat dan cefalotin

Antibiotika adalah suatu substansi (zat-zat) kimia yang diperoleh dari atau dibentuk dan dihasilkan oleh mikoorgansme, dan zat-zat dalam jumlah yang sedikit pun mempunyai daya penghambat kegiatan mikroorganisme yang lain. Antibiotika tersebar di alam, dan memegang peranan penting dalam mengatur populasi mikoba dalam tanah, air, limbah, dan kompos. Antibiotika berbeda dalam susunan kimia dan cara kerjanya. Antibiotika yang kini banyak digunakan, kebanyakan dari genus Bacillus, Penicillium, dan Strepcomyces (Irianto 2006).

Antibiotika ada yang mempunyai spektrum luas, artinya antibiotika yang efektif digunakan bagi banyak spesies bakteri, baik kokus, basil, maupun spiril; ada juga antibiotika berspektrum sempit, artinya hanya efektif digunakan untuk spesies tertentu. Penisilin hanya efektif untuk memberantas terutama jenis kokus, karena itu jenis penisilin dikatakan mempunyai spektrum yang sempit. Tetrasiklin efektif bagi kokus basil, dan jenis spiril tertentu; karena itu antibiotika ini dikatakan mempunyai spektrum yang luas (Irianto 2006).

Sebelum antibiotika digunakan untuk keperluan pengobatan penyakit- penyakit infeksi, maka perlu lebih dahulu diuji efeknya terhadap spesies bakteri tertentu. Pada medium agar-agar yang telah disebari spesies bakteri tertentu diletakan beberapa kepingan kertas yang masing-masing mengandung antibiotika yang diuji dalam konsentrasi tertentu. Jika setelah 24 jam secara mikroaerofilik kemudian tidak nampak pertumbuhan bakteri sekitar kepingan-kepingan kertas tersebut, maka hal yang demikian berarti bakteri itu tercekik pertumbuhannya oleh antibiotika yang terkandung didalam kertas. Besar kecilnya daerah kosong sekitar kepingan kertas itu sesuai dengan konsentrasi antibiotika yang terkandung didalamnya (Irianto 2006).

Irianto (2006) menjelaskan bahwa mekanisme keja antibiotika yaitu

mempengaruhi dinding sel, (2) mengganggu fungsi membran sel, (3) menghambat sintesis protein, dan (4) menghambat sintesis asam nukleat. d. Uji hidrolisis hipurat

Tes ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi aktivitas enzim hippurate hydralase dari bakteri grup Streptococci, Campylobacter jejuni, Gardnerella vulgaris dan mikroorganisme lain. Tes ini didasarkan pada hidrolisis substrat (sodium hipurat) oleh enzim hippurate hydralase dengan memproduksi asam benzoat dan glisin. Glisin diproduksi dari reaksi enzimatik dan dengan penambahan khromogen (ninhidrin) akam menghasilkan substrat berwarna biru sampai violet (Sigma 2008).

e. Uji hidrolisis indoksil asetat

Uji ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi aktivitas enzim esterase

pada kelompok bakteri Campylobacter spesies, Wolinella spesies dan

Helicobacter spesies. Enzim esterase akan menghasilkan indoksil secara spontan dari indoksil asetat dengan indikator adanya perubahan warna menjadi biru dengan adanya oksigen.

Dokumen terkait