• Tidak ada hasil yang ditemukan

Validasi sekunder metode analisa campylobacter jejuni pada daging ayam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Validasi sekunder metode analisa campylobacter jejuni pada daging ayam"

Copied!
148
0
0

Teks penuh

(1)

VALIDASI SEKUNDER METODE ANALISA CAMPYLOBACTER JEJUNI PADA DAGING AYAM

TAMRAN ISMAIL

SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir ”Validasi Sekunder Metode Analisa Campylobacter jejuni pada Daging Ayam” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tugas akhir ini.

Bogor, Juli 2009

(3)

ABSTRACT

TAMRAN ISMAIL. Secondary Validation on the Analysis Method of Campylobacter jejuni on Chicken Meat. Under direction of HARSI D. KUSUMANINGRUM and RATIH DEWANTI-HARIYADI.

Campylobacter jejuni is a pathogenic bacterium that often contaminates food and causes food-borne diseases. It is reported that more than 50% of uncooked chicken meat in the U.S. market is contaminated with Campylobacter, but in Indonesia there has not been much information on such report. To determine the contamination level of Campylobacter jejuni on chicken meat, a valid method of analysis should be available in the laboratory. To adopt an existing valid method of analysis, a secondary validation is needed. The objective of this research was to conduct a secondary validation on the analysis method of Campylobacter jejuni according to the ISO 10272 2006. The study was carried out from January to March 2009 in the microbiology laboratory of the national quality control laboratory of drug and food-National Agency of Drug and Food Control (NADFC) Indonesia. A laboratory experiment was carried out using three treatments (negative samples, positive samples, and positive controls) with ten replications. The experiment consisted of the following steps: preparation of testing culture to ensure the purity and the number of colonies of Campylobacter jejuni in the culture, determining the inoculum (spiking), preparation of chicken meat samples (negative and positive samples), and isolation of Campylobacter jejuni from chicken meat. The parameter observed in the secondary validation was the specifity of the method that is indicated by the recovery value. The research results showed that the culture of Campylobacter jejuni was pure thus it could be used as inoculum, all negative samples were uncontaminated by Campylobacter jejuni,Campylobacter jejuni could be reisolated on seven of ten positive samples, and Campylobacter jejuni could be reisolated on all positive controls. The secondary validation resulted in the recovery value of 70%. According to AOAC (1999) an analysis method can be adopted by a laboratory if it has the recovery value of > 50%,

(4)

RINGKASAN

TAMRAN ISMAIL. Validasi Sekunder Metode Analisa Campylobacter jejuni pada Daging Ayam. Dibimbing oleh HARSI D. KUSUMANINGRUM dan RATIH DEWANTI-HARIYADI.

Foodborne disease (penyakit akibat pangan) merupakan suatu penyakit yang diderita oleh seseorang akibat mengonsumsi makanan yang telah terkontaminasi bahan kimia beracun atau mikroba patogen. Salah satu gejala foodborne disease akibat kontaminasi mikroba patogen yaitu diare. Salmonella spp, Shigella spp dan Campylobacter spp merupakan bakteri-bakteri patogen penyebab diare yang banyak diderita oleh masyarakat. Mikroorganisme tersebut paling banyak ditemukan pada bahan pangan mentah berupa daging unggas, telur, susu, ikan dan sayuran. Campylobacter jejuni merupakan salah satu bakteri patogen yang sering mengontaminasi bahan pangan. Bakteri ini dapat mengontaminasi bahan pangan melalui kotoran ternak, selama proses pemerahan atau infeksi pada puting susu, unggas yang terinfeksi dan air yang tercemar (Stern dan Line 2000). Kasus penyakit diare akibat terinfeksi bakteri Campylobacter dibeberapa negara telah banyak dilaporkan, misalnya di Amerika Serikat dilaporkan sekitar 2,5 juta penderita campylobacteriosis dan 124 penderita meninggal dunia setiap tahunnya (Hu dan Kopecko 2003). Pada tahun 1998 kasus infeksi Campylobacter juga dilaporkan di Belanda sebanyak 3.398 kasus, di Denmark sebanyak 3.372 kasus, di Spanyol sebanyak 4.382 kasus (Schmidt et al. 2001). The Swedish Institute for Infection Desease Control (2008) melaporkan bahwa pada tahun 2007 total 7.106 kasus campylobacteriosis terjadi di Swedia, dengan 77,45 kasus setiap 100.000 populasi. Sedangkan di Indonesia, dari 21.763 penderita diare sekitar 3,6% nya disebabkan karena Campylobacter jejuni (Tjaniadi et al. 2003).

Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk melakukan verifikasi/validasi sekunder metode analisa Campylobacter jejuni sesuai ISO 10272 2006, sehingga dapat digunakan untuk analisis terhadap daging ayam di Indonesia dan penelitian ini juga memiliki tujuan khusus yaitu melakukan konfirmasi kemurnian Campylobacter jejuni yang akan digunakan dalam validasi sekunder dan melakukan validasi sekunder metode analisa kualitatif Campylobacter jejuni dengan parameter uji spesifisitas. Dengan dilakukan penelitian ini, diharapkan dapat diperoleh keabsahan (validitas) metode analisa Campylobacter jejuni pada daging ayam sehingga dapat diadopsi di Indonesia.

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa Campylobacter jejuni pada kultur stok dengan sertifikat ATCC 33291 terkonfirmasi kemurniannya. Hal itu dibuktikan dengan kesesuaian karakterisitik spesifik yang ditunjukkan pada media dan pereaksi yang digunakan serta kondisi mikroaerofilik yang diterapkan dalam pengujian konfirmasi dengan metode analisa yang akan diadopsi. Dengan demikian Campylobacter jejuni tersebut dapat digunakan dalam pengujian validasi sekunder.

Hasil analisa jumlah koloni Campylobacter jejuni menunjukkan bahwa konsentrasi bakteri Campylobacter jejuni pada master dengan ATCC 33291 berjumlah + 100 juta (108) CFU/ml dan digunakan sebagai stok. Untuk spiking digunakan suspensi dengan pengenceran 10-5 yang mengandung 1000 CFU/ml inokulum Campylobacter jejuni. Agar sampel daging ayam mengandung Campylobacter jejuni dengan konsentrasi 2500 CFU/ml atau +100 CFU/gram, inokulum Campylobacter jejuni dipipet sebanyak 2,5 ml dan dimasukan kedalam 250 ml suspensi sampel daging ayam.

(5)

karakteristik seperti Campylobacter, tetapi pada tahap konfirmasi, reaksi oksidase menunjukkan hasil negatif. Hampir semua spesies Campylobacter memberikan reaksi positif terhadap uji oksidase. Selain itu, pada tahap identifikasi ada beberapa koloni tidak menunjukkan karakteristik Campylobacter jejuni. Hal itu ditunjukkan dengan perubahan warna pada media TSIA, resisten terhadap asam nalidiksat dan tidak menghidrolisis natrium hipurat. Dengan demikian 10 sampel negatif, semuanya tidak terkontaminasi Campylobacter jejuni. Karakteristik spesifik yang ditunjukkan pada media pengaya, media isolasi, konfirmasi dan identifikasi menunjukkan adanya kontaminasi bakteri lain.

Hasil pengujian sampel positif dapat diketahui bahwa koloni yang tumbuh, baik pada media mCCDA maupun pada media Preston agar menunjukkan karakteristik seperti Campylobacter. Tetapi pada tahap konfirmasi, 3 dari 10 sampel positif yaitu sampel 4, 5 dan 9 menunjukkan reaksi oksidase negatif (pada media Preston agar) sedangkan pada media mCCDA dari 10 sampel, semuanya menunjukkan reaksi oksidase positif. Terjadinya perbedaan hasil oksidase pada kedua media tersebut mungkin mengindikasikan bahwa media mCCDA lebih selektif dari Preston agar. Hal itu disebabkan karena adanya sedikit perbedaan pada komposisi media dan antibiotik yang digunakan sebagai suplemen. Pada tahap identifikasi 3 dari 10 sampel positif yaitu sampel 4, 5 dan 9, koloni yang diidentifikasi tidak menunjukkan karakteristik Campylobacter jejuni. Hal itu ditunjukkan dengan perubahan warna pada media TSIA, resisten terhadap asam nalidiksat dan tidak menghidrolisis natrium hipurat. Dengan demikian pada 7 dari 10 sampel positif, Campylobacter jejuni dapat terisolasi kembali sedangkan pada 3 sampel tidak dapat terisolasi kembali.

Hasil pengujian terhadap kontrol positif menunjukkan bahwa koloni yang tumbuh, baik pada media pengaya sampai uji identifikasi semuanya menunjukkan karakteristik Campylobacter jejuni. Dengan demikian pada 10 kontrol positif, Campylobacter jejuni semuanya dapat terisolasi kembali.

Berdasarkan hasil pengujian tersebut maka dapat ditunjukkan bahwa validasi sekunder menghasilkan nilai recovery sebesar 70%. Pertumbuhan Campylobacter jejuni sangat dipengaruhi oleh karakteristik daging ayam yang digunakan sebagai sampel. Karakteristik tersebut dapat mempercepat laju pertumbuhan Campylobacter jejuni tetapi dapat juga menghambat pertumbuhannya., antara lain : ketersediaan nutrisi, aktivitas air (Aw), nilai pH, bahan anti mikroba dan potensial redoks. Selain itu, kontaminasi mikroba lain selama proses penanganan daging ayam juga dapat menghambat pertumbuhan Campylobacter jejuni. Faktor penghambat tersebut yang mungkin menyebabkan inokulum yang di-spike tidak dapat diisolasi kembali seluruhnya (100%).

(6)

ABSTRACT

TAMRAN ISMAIL. Secondary Validation on the Analysis Method of Campylobacter jejuni on Chicken Meat. Under direction of HARSI D. KUSUMANINGRUM and RATIH DEWANTI-HARIYADI.

Campylobacter jejuni is a pathogenic bacterium that often contaminates food and causes food-borne diseases. It is reported that more than 50% of uncooked chicken meat in the U.S. market is contaminated with Campylobacter, but in Indonesia there has not been much information on such report. To determine the contamination level of Campylobacter jejuni on chicken meat, a valid method of analysis should be available in the laboratory. To adopt an existing valid method of analysis, a secondary validation is needed. The objective of this research was to conduct a secondary validation on the analysis method of Campylobacter jejuni according to the ISO 10272 2006. The study was carried out from January to March 2009 in the microbiology laboratory of the national quality control laboratory of drug and food-National Agency of Drug and Food Control (NADFC) Indonesia. A laboratory experiment was carried out using three treatments (negative samples, positive samples, and positive controls) with ten replications. The experiment consisted of the following steps: preparation of testing culture to ensure the purity and the number of colonies of Campylobacter jejuni in the culture, determining the inoculum (spiking), preparation of chicken meat samples (negative and positive samples), and isolation of Campylobacter jejuni from chicken meat. The parameter observed in the secondary validation was the specifity of the method that is indicated by the recovery value. The research results showed that the culture of Campylobacter jejuni was pure thus it could be used as inoculum, all negative samples were uncontaminated by Campylobacter jejuni,Campylobacter jejuni could be reisolated on seven of ten positive samples, and Campylobacter jejuni could be reisolated on all positive controls. The secondary validation resulted in the recovery value of 70%. According to AOAC (1999) an analysis method can be adopted by a laboratory if it has the recovery value of > 50%,

(7)

RINGKASAN

TAMRAN ISMAIL. Validasi Sekunder Metode Analisa Campylobacter jejuni pada Daging Ayam. Dibimbing oleh HARSI D. KUSUMANINGRUM dan RATIH DEWANTI-HARIYADI.

Foodborne disease (penyakit akibat pangan) merupakan suatu penyakit yang diderita oleh seseorang akibat mengonsumsi makanan yang telah terkontaminasi bahan kimia beracun atau mikroba patogen. Salah satu gejala foodborne disease akibat kontaminasi mikroba patogen yaitu diare. Salmonella spp, Shigella spp dan Campylobacter spp merupakan bakteri-bakteri patogen penyebab diare yang banyak diderita oleh masyarakat. Mikroorganisme tersebut paling banyak ditemukan pada bahan pangan mentah berupa daging unggas, telur, susu, ikan dan sayuran. Campylobacter jejuni merupakan salah satu bakteri patogen yang sering mengontaminasi bahan pangan. Bakteri ini dapat mengontaminasi bahan pangan melalui kotoran ternak, selama proses pemerahan atau infeksi pada puting susu, unggas yang terinfeksi dan air yang tercemar (Stern dan Line 2000). Kasus penyakit diare akibat terinfeksi bakteri Campylobacter dibeberapa negara telah banyak dilaporkan, misalnya di Amerika Serikat dilaporkan sekitar 2,5 juta penderita campylobacteriosis dan 124 penderita meninggal dunia setiap tahunnya (Hu dan Kopecko 2003). Pada tahun 1998 kasus infeksi Campylobacter juga dilaporkan di Belanda sebanyak 3.398 kasus, di Denmark sebanyak 3.372 kasus, di Spanyol sebanyak 4.382 kasus (Schmidt et al. 2001). The Swedish Institute for Infection Desease Control (2008) melaporkan bahwa pada tahun 2007 total 7.106 kasus campylobacteriosis terjadi di Swedia, dengan 77,45 kasus setiap 100.000 populasi. Sedangkan di Indonesia, dari 21.763 penderita diare sekitar 3,6% nya disebabkan karena Campylobacter jejuni (Tjaniadi et al. 2003).

Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk melakukan verifikasi/validasi sekunder metode analisa Campylobacter jejuni sesuai ISO 10272 2006, sehingga dapat digunakan untuk analisis terhadap daging ayam di Indonesia dan penelitian ini juga memiliki tujuan khusus yaitu melakukan konfirmasi kemurnian Campylobacter jejuni yang akan digunakan dalam validasi sekunder dan melakukan validasi sekunder metode analisa kualitatif Campylobacter jejuni dengan parameter uji spesifisitas. Dengan dilakukan penelitian ini, diharapkan dapat diperoleh keabsahan (validitas) metode analisa Campylobacter jejuni pada daging ayam sehingga dapat diadopsi di Indonesia.

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa Campylobacter jejuni pada kultur stok dengan sertifikat ATCC 33291 terkonfirmasi kemurniannya. Hal itu dibuktikan dengan kesesuaian karakterisitik spesifik yang ditunjukkan pada media dan pereaksi yang digunakan serta kondisi mikroaerofilik yang diterapkan dalam pengujian konfirmasi dengan metode analisa yang akan diadopsi. Dengan demikian Campylobacter jejuni tersebut dapat digunakan dalam pengujian validasi sekunder.

Hasil analisa jumlah koloni Campylobacter jejuni menunjukkan bahwa konsentrasi bakteri Campylobacter jejuni pada master dengan ATCC 33291 berjumlah + 100 juta (108) CFU/ml dan digunakan sebagai stok. Untuk spiking digunakan suspensi dengan pengenceran 10-5 yang mengandung 1000 CFU/ml inokulum Campylobacter jejuni. Agar sampel daging ayam mengandung Campylobacter jejuni dengan konsentrasi 2500 CFU/ml atau +100 CFU/gram, inokulum Campylobacter jejuni dipipet sebanyak 2,5 ml dan dimasukan kedalam 250 ml suspensi sampel daging ayam.

(8)

menunjukkan hasil negatif. Hampir semua spesies Campylobacter memberikan reaksi positif terhadap uji oksidase. Selain itu, pada tahap identifikasi ada beberapa koloni tidak menunjukkan karakteristik Campylobacter jejuni. Hal itu ditunjukkan dengan perubahan warna pada media TSIA, resisten terhadap asam nalidiksat dan tidak menghidrolisis natrium hipurat. Dengan demikian 10 sampel negatif, semuanya tidak terkontaminasi Campylobacter jejuni. Karakteristik spesifik yang ditunjukkan pada media pengaya, media isolasi, konfirmasi dan identifikasi menunjukkan adanya kontaminasi bakteri lain.

Hasil pengujian sampel positif dapat diketahui bahwa koloni yang tumbuh, baik pada media mCCDA maupun pada media Preston agar menunjukkan karakteristik seperti Campylobacter. Tetapi pada tahap konfirmasi, 3 dari 10 sampel positif yaitu sampel 4, 5 dan 9 menunjukkan reaksi oksidase negatif (pada media Preston agar) sedangkan pada media mCCDA dari 10 sampel, semuanya menunjukkan reaksi oksidase positif. Terjadinya perbedaan hasil oksidase pada kedua media tersebut mungkin mengindikasikan bahwa media mCCDA lebih selektif dari Preston agar. Hal itu disebabkan karena adanya sedikit perbedaan pada komposisi media dan antibiotik yang digunakan sebagai suplemen. Pada tahap identifikasi 3 dari 10 sampel positif yaitu sampel 4, 5 dan 9, koloni yang diidentifikasi tidak menunjukkan karakteristik Campylobacter jejuni. Hal itu ditunjukkan dengan perubahan warna pada media TSIA, resisten terhadap asam nalidiksat dan tidak menghidrolisis natrium hipurat. Dengan demikian pada 7 dari 10 sampel positif, Campylobacter jejuni dapat terisolasi kembali sedangkan pada 3 sampel tidak dapat terisolasi kembali.

Hasil pengujian terhadap kontrol positif menunjukkan bahwa koloni yang tumbuh, baik pada media pengaya sampai uji identifikasi semuanya menunjukkan karakteristik Campylobacter jejuni. Dengan demikian pada 10 kontrol positif, Campylobacter jejuni semuanya dapat terisolasi kembali.

Berdasarkan hasil pengujian tersebut maka dapat ditunjukkan bahwa validasi sekunder menghasilkan nilai recovery sebesar 70%. Pertumbuhan Campylobacter jejuni sangat dipengaruhi oleh karakteristik daging ayam yang digunakan sebagai sampel. Karakteristik tersebut dapat mempercepat laju pertumbuhan Campylobacter jejuni tetapi dapat juga menghambat pertumbuhannya., antara lain : ketersediaan nutrisi, aktivitas air (Aw), nilai pH, bahan anti mikroba dan potensial redoks. Selain itu, kontaminasi mikroba lain selama proses penanganan daging ayam juga dapat menghambat pertumbuhan Campylobacter jejuni. Faktor penghambat tersebut yang mungkin menyebabkan inokulum yang di-spike tidak dapat diisolasi kembali seluruhnya (100%).

(9)

©Hak Cipta milik IPB, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(10)

VALIDASI SEKUNDER METODE ANALISA CAMPYLOBACTER JEJUNI PADA DAGING AYAM

TAMRAN ISMAIL

Tugas Akhir

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesi Pada Program Studi Teknologi Pangan

SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(11)

Judul Tugas Akhir : Validasi Sekunder Metode Analisa Campylobacter jejuni pada Daging Ayam

Nama Mahasiswa : Tamran Ismail Nomor Pokok : F252070095

Program Studi : Magister Profesi Teknologi Pangan

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Harsi D. Kusumaningrum Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, M.Sc (Ketua) (Anggota)

Mengetahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pasca Sarjana Magister Profesi Teknologi Pangan

Dr. Ir. Lilis Nuraida, M.Sc Prof.Dr.Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S

(12)

PRAKATA

Orang bijak mengatakan bahwa ilmu itu menarik tidak semata-semata karena substansinya tetapi juga dari cara bagaimana orang meramu dan mengomunikasinya . Hal ini bermakna tidaklah cukup bagi seorang mahasiswa bila hanya bergelut dengan berbagai teori dan literatur tanpa memiliki kesempatan untuk mencoba bahkan mengimplemetasikannya dalam bentuk penelitian sebagai suatu wujud akumulasi pengetahuan yang telah digeluti selama kurang lebih 16 bulan.

Seiring dengan makin bertambahnya usia, pola kehidupan masyarakat di dunia mengalami perubahan. Dengan kemajuan teknologi membawa perubahan-perubahan yang begitu pesat pada industri pangan sehingga mampu memproduksi dalam skala yang sangat besar baik jumlah maupun jenis produk.

Akibat kemajuan ilmu dan teknologi pangan dewasa ini maka semakin banyak jenis bahan pangan yang diproduksi, dijual dan dikonsumsi dalam bentuk yang lebih awet dan lebih praktis dibanding bentuk segarnya. Dengan demikian mampu menjamin tersedianya berbagai jenis pangan dalam jumlah besar sepanjang tahun.

Daging ayam merupakan produk pangan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Tetapi penanganan sepanjang rantai pangan (from farm to table) yang kurang higyenis mengancam keamanannya. Salah satu bahaya yang dapat ditimbulkan adalah bahaya mikrobiologis. Campylobacter jejuni termasuk dalam kelompok emergen pathogen yang sering mengontaminasi daging ayam dan menjadi salah satu penyebab foodborne disease.

Penelitian dengan judul “Validasi Sekunder Metode Analisa Campylobacter jejuni pada Daging Ayam”, dilakukan untuk mengetahui apakah metode yang dikembangkan oleh ISO dapat diadopsi untuk keperluan pengujian laboratorium di Indonesia, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesi pada program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.

(13)

,mbak Tika dan Bu Mar, yang telah melayani urusan admistrasi penulis serta teman-teman jurusan PS MPTP batch 4 (Pak slamet, Mbak Ita, Pak Eko, Pak Asep, Pak David, Ibu Ratih, Ibu Farida dan Ibu Wiwin, atas semua bantuan dan usul saran yang telah diberikan baik selama kuliah maupun dalam rangka memperbaiki tulisan ini.

Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Kepala Badan POM RI, Ibu Isna Assaratun (mantan Kepala Biro Umum), Ibu Ema (mantan Kepala Bagian Pendidikan dan Pengembangan Pegawai) dan Mbak Rika Kania yang telah menyetujui dan memberikan beasiswa kepada penulis, Bapak Drs I Wayan Wirastika MKes, Apt (mantan Kepala BPOM di Kupang), Bapak Dr. Ir. Roy Sparingga MApp.Sc, Bapak Drs Yoseph Nahak MKes;Apt, Bapak Drs Sem Lapik MApp.Sc,Apt, Ibu Ruth D Laiskodat, SSi;Apt, MM, Ibu Nurmayulis SSi;Apt, Ibu Tintin Murtini, Bapak I Putu Sukarma, S.Sos, Bapak Drs. Martin Sembiring, M.Si yang telah memberikan rekomendasi dan mendukung penulis untuk melanjutkan pendidikan dan semua teman-teman sejawat Balai POM di Kupang yang telah mendukung dan membantu penulis.

Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Drs Syam Subagyo MSi;Apt selaku Kepala PPOMN, Ibu Dra Sumaria Sudian Apt selaku kepala bidang Mikrobiologi, Ibu Dra Dwi Retno, MSi dan Ibu Amalia Kartasutisna, MM yang telah mengijinkan dan membantu penulis dalam rangka penelitian serta teman-teman di Laboratorium Mikrobiologi PPOMN yang telah membantu dan bekerja sama sebelum, selama dan setelah penelitian.

Tak lupa ucapan terima kasih yang tulus kepada ayahanda (alm) dan ibunda tercinta, istri dan anak-anak tersayang serta keluarga besar di Ende, yang telah mendukung penulis dari awal masuk kuliah hingga menyelesaikan pendidikan ini.

Akhirnya, seperti kata pepatah tiada gading yang tak retak, demikianpun dengan laporan penelitian ini. Penulis sangat mengharapkan masukkan demi penyempurnaannya.

(14)

RIWAYAT HIDUP

Peneliti dilahirkan pada tangal 16 Juni 1973 di Ende, Kabupaten Ende NTT, sebagai bungsu dari sepuluh bersaudara dari pasangan ayahanda Ismail Djaga dan ibunda Umi Salamah yang bertempat tinggal di Jalan Ikan Paus; RT/RW; 01/03; RK Puunaka Kelurahan Tanjung Kabupaten Ende; Flores-NTT.

Menyelesaikan pendidikan sekolah dasar pada SD Inpres Roja 2 di Ende pada tahun 1987 dan melanjutkan pendidikan lanjutan tingkat pertama (SMP) Negeri 1 Ende dan menyelesaikannya pada tahun 1990. Selepas SMP penulis melanjutkan pendidikan menengah atas pada sekolah menengah farmasi (SMF) Kupang dan tamat pada tahun 1993. Sejak November 1993 penulis menjadi tenaga honorer pada Gudang Farmasi Kabupaten Ende sampai diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) tahun 1994 dan ditempatkan di Instalasi Farmasi RSUD Maliana Kabupaten Bobonaro Timor-Timur.

Peneliti mengabdi di RSUD Maliana dari tahun 1994 sampai dengan bubarnya Timor-Timur dari Indonesia 1999 menjadi negara merdeka yaitu Republik Demokratik Timor Leste. Selama bekerja sebagai PNS di RSUD Maliana, peneliti juga bekerja part time pada perusahan swasta yaitu Apotek Maliana, selama kurang lebih 4 tahun (1995 – 1999).

Sejak tahun 1999 hingga sekarang peneliti bekerja pada Laboratorium Mikrobiologi Balai Pengawas Obat dan Makanan di Kupang. Selain itu peneliti juga pernah bekerja part time di Apotek Cendrawasih Kupang (2006 – 2007), sebagai Quality Control di Pabrik AMDK Ricnaqua Kupang (2007) dan Penanggung Jawab Toko Obat Berijin Mekar Sari Kupang (2004 – sekarang).

(15)

dan Tingkat Universitas dalam rangka Dies Natalis dan Lustrum IV Unwira Kupang tahun 2003.

(16)

DAFTAR ISI

II. TINJAUAN PUSTAKA 4

A. CAMPYLOBACTER 4

G. VALIDASI METODE ANALISA DAN PENERAPANNYA 25

III. BAHAN DAN METODE 28

E. ANALISIS DATA VALIDASI SEKUNDER 43

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 44

A. PERSIAPAN KULTUR UJI 44

1. Konfirmasi Kemurnian Kultur Campylobacter jejuni 44

2. Analisa Jumlah Koloni Campylobacter jejuni 46

B. PENETAPAN INOKULUM/SPIKING 47

C. ISOLASI CAMPYLOBACTER JEJUNI PADA DAGING AYAM 47

(17)

DAFTAR TABEL

Halaman

Karakteristik spesies Campylobacter 4

Batas Maksimum Cemaran Mikroba pada Produk Daging 9 Parameter Validasi Primer untuk Pengujian Mikrobiologi 22 Parameter Validasi Sekunder untuk Pengujian Mikrobiologi 24

Disain Penelitian 29

(18)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Hasil Scanning Bakteri Campylobacter jejuni menggunakan Mikroskop Elektron 5 Diagram Alir Penanganan Sampel dan Bakteri Uji 29

Diagram Alir Pembuatan Kultur Induk/Stok 33

Diagram Alir Pembuatan Kultur Kerja 34

Diagram Alir Prosedur Penghitungan Campylobacter jejuni dengan Metode Surface Total Plate Count

35

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

(20)
(21)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Foodborne disease (penyakit akibat pangan) merupakan suatu penyakit yang diderita oleh seseorang akibat mengonsumsi makanan yang telah terkontaminasi

bahan kimia beracun atau mikroba patogen. Salah satu gejala foodborne disease

akibat kontaminasi mikroba patogen adalah diare. Salmonella spp, Shigella spp dan

Campylobacter spp merupakan bakteri-bakteri patogen penyebab diare yang banyak diderita oleh masyarakat. Mikroorganisme tersebut paling banyak ditemukan pada

bahan pangan mentah berupa daging unggas, telur, susu, ikan dan sayuran.

Campylobacter jejuni merupakan salah satu bakteri patogen yang sering mengontaminasi bahan pangan. Bakteri ini dapat mengontaminasi bahan pangan

melalui kotoran ternak, unggas yang terinfeksi, susu dari sapi yang terinfeksi,

kontaminasi selama proses pengolahan dan air yang tercemar (Stern dan Line 2000).

Umumnya, manusia yang terinfeksi Campylobacter jejuni menderita gejala seperti sakit perut, demam (kadang-kadang > 400C) dan diare mirip disentri. Pada tinjanya dapat ditemukan darah segar, mucus dan leukosit. Periode inkubasi sekitar 2

– 7 hari dan penyakit biasanya berlangsung pada periode yang sama. Diare

umumnya bersifat self-limiting (sembuh tanpa pengobatan). Organisme ini

dikeluarkan dalam feses (tinja) selama beberapa minggu (Stern dan Line 2000).

Menurut Skirrow dalam Doyle (1989), diketahui bahwa 50% dari pasien yang

terinfeksi Campylobacter berumur 15 - 44 tahun, dan dari jumlah tersebut

didominasi oleh anak-anak muda, selebihnya orang dewasa.

Kasus penyakit diare akibat terinfeksi bakteri Campylobacter dibeberapa negara telah banyak dilaporkan, misalnya di Amerika Serikat dilaporkan sekitar 2,5

juta penderita campylobacteriosis dan 124 penderita meninggal dunia setiap

tahunnya (Hu dan Kopecko 2003). Pada tahun 1998 kasus infeksi Campylobacter

juga dilaporkan di Belanda sebanyak 3.398 kasus, di Denmark sebanyak 3.372

(22)

100.000 populasi. Sedangkan di Indonesia, dari 21.763 penderita diare sekitar 3,6%

nya disebabkan karena Campylobacter jejuni (Tjaniadi et al. 2003).

Menurut Altekruse et al. (1999) Campylobacter jejuni dapat diisolasi dari hampir 98% karkas ayam yang diperiksa dengan jumlah bakteri melebihi 103 CFU/g

jaringan. Disamping itu, lebih dari 50% daging ayam mentah yang dijual dipasar

Amerika Serikat terkontaminasi Campylobacter (NCID 2005 dalam Abdy 2007). Di Indonesia dari 70 sampel yang pernah diteliti 11 (15,7%) terkontaminasi

Campylobacter jejuni (Adriani et al. 2006). Data tersebut belum cukup untuk memotret kondisi di Indonesia yang sangat luas. Dua alasan yang dapat

dikemukakan terhadap kondisi tersebut adalah karena laboratorium yang melakukan

pengujian terhadap Campylobacter jejuni belum banyak dengan metoda analisa yang valid dan daging ayam mungkin tidak terkontaminasi karena ketatnya persyaratan

tumbuh dari bakteri tersebut sehingga kurang kompetitif dibandingkan bakteri lain.

Untuk mengetahui kontaminasi bakteri Campylobacter jejuni pada daging ayam, maka harus dilakukan pengujian laboratorium. Saat ini banyak metode analisa

baku dan resmi untuk menguji keberadaan Campylobacter jejuni yang

dikembangkan oleh lembaga-lembaga di tingkat internasional. Sebelum digunakan

metode-metode tersebut harus divalidasi terlebih dahulu. Validasi metode analisa

adalah penilaian parameter analitik tertentu berdasarkan percobaan untuk memenuhi

syarat sesuai tujuan penggunaan atau konfirmasi melalui pengujian dan bukti

obyektif agar persyaratan untuk maksud khusus dipenuhi (ISO/IEC 17025-2005

dalam Udin 2007).Validasi diperlukan untuk mendapatkan hasil analisis yang

absah/valid, dapat dipercaya, dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan

kesesuaian dengan tujuan (Sukarno 2005).

Validasi dalam rangka pembuatan metode analisa disebut sebagai validasi

primer. Validasi primer harus dilakukan jika metode analisis baru dikembangkan

karena karakteristik unjuk kerja metodenya belum diketahui (terkait dengan

persyaratan dan penggunaannya) serta jika metode analisis yang telah

dikembangkan, dimodifikasi dan atau diterapkan pada matriks/bentuk sediaan yang

berbeda. Sedangkan untuk metode baku dan metode resmi yang akan diadopsi, tidak

perlu dilakukan validasi primer tetapi cukup diverifikasi (validasi sekunder).

(23)

menunjukkan metode sesuai dalam memenuhi kebutuhan laboratorium. Verifikasi

diperlukan karena adanya perbedaan kondisi pengujian seperti kondisi lingkungan,

personil, instrumen, pereaksi yang dipakai dalam metode baku atau metode resmi

dengan laboratorium yang akan menggunakannya. Validasi metode analisa dapat

dilakukan pada metode kuantitatif maupun kualitatif. Parameter untuk pengujian

mikrobiologi pada validasi sekunder metode kualitatif adalah spesifisitas.

B. TUJUAN

1. Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk melakukan verifikasi/validasi sekunder metode

analisa Campylobacter jejuni sesuai ISO 10272 2006 bagian 1, sehingga dapat digunakan untuk analisis terhadap daging ayam di Indonesia.

2. Tujuan khusus

Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah

a. Melakukan konfirmasi kemurnian Campylobacter jejuni yang akan

digunakan dalam validasi sekunder.

b. Melakukan validasi sekunder metode analisa kualitatif Campylobacter jejuni dengan parameter spesifisitas.

C. MANFAAT

Dengan dilakukan penelitian ini, diharapkan dapat diperoleh keabsahan

(24)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. CAMPYLOBACTER

Campylobacter awalnya disebut Vibrio karena bentuknya yang bergelombang dan seperti spiral. Pada awal 1970, mikroba ini diklasifikasikan dalam

genus Campylobacter (Stern dan Line 2000). Enam belas spesies dan enam

subspesies telah dikenal dalam Campylobacter, dua belas diantaranya merupakan penyebab penyakit pada manusia (Tabel 1). Bakteri patogen ini dibagi kedalam dua

kelompok yaitu penyebab penyakit diare dan penyebab infeksi intestinal. Penyebab

penyakit diare diantaranya adalah Campylobacter jejuni, Campylobacter coli, Campylobacter upsaliensis, Campylobacter lari dan Campylobacter fetus,

sedangkan penyebab infeksi ekstraintestinal, termasuk Campylobacter fetus dan lain-lain (Hu dan Kopecko 2003). Dari berbagai macam spesies Campylobacter, satu spesies yang paling sering dihubungkan dengan penyakit pada manusia adalah

Campylobacterjejuni (Banwart 1989).

Tabel 1 Karakterisitik dari spesies Campylobacter

Pertumbuhan ( 0C ) Kerentanan (-) : Banyak negatif tetapi sedikit yang positif

(25)

negatif, batang bergelombang atau seperti spiral dan sangat motil (Gambar 1).

Campylobacter merupakan bakteri yang bersifat mikroaerofilik yaitu dapat tumbuh

optimal dengan kadar oksigen rendah. Semua Campylobacter dapat tumbuh pada

370C, sedangkan Campylobacter termofilik seperti Campylobacter jejuni,

Campylobacter lari dan Campylobactercoli dapat tumbuh dengan baik pada suhu

420C (Hu dan Kopecko 2003). Pada media pertumbuhan, semua Campylobacter

tumbuh dengan baik pada pH 5,5 – 8,0 (Stern et al. 1992 dalam Abdy 2007).

Gambar 1 Gambar hasil scanning bakteri Campylobacter jejuni

menggunakan mikroskop elektron (Anonim 2008).

Campylobacter lebih sensitif terhadap kondisi kering, panas, asam, disinfektan dan iradiasi. Campylobacter dapat bertahan pada suhu di atas 150C

selama beberapa hari. Menurut McClure dan Blackburn (2003) umumnya

Campylobacter tidak dapat bertahan sebaik bakteri patogen lain seperti Salmonella. Bakteri ini dapat bertahan lama dalam makanan yang disimpan pada suhu 4 sampai

70C, tetapi tidak tumbuh pada suhu pembekuan.

Campylobacter dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok berdasarkan uji katalase yaitu Campylobacter katalase positif dan katalase negatif. Umumnya penyebab penyakit pada manusia disebabkan oleh Campylobacter katalase positif.

Namun salah satu spesies Campylobacter katalase negatif juga dapat menjadi

penyebab penyakit pada manusia seperti Campylobacter upsaliensis (Stern dan Line 2000).

Campylobacteriosis merupakan infeksi yang disebabkan bakteri

Campylobacter. Menurut Hu dan Kopecko (2003) Campylobacter dapat

menyebabkan infeksi di dalam usus (gastrointestinal) maupun di luar usus

(26)

perut, sakit perut dan diare yang diikuti mual-mual selama 2 - 5 hari setelah

mengonsumsi makanan yang terkontaminasi bakteri ini (NCID 2005 dalam Abdy

2007).

Infeksi ekstraintestinal yaitu bakteremia (bakteri berada dalam darah). Kasus

bakteremia akibat Campylobacter jejuni terjadi sekitar 1,5 dari 1000 kasus infeksi gastrointestinal (Hu dan Kopecko 2003). Menurut McClure dan Blackburn (2003),

kasus campylobacteriosis kronik ini mencapai 2 – 10% yang meliputi arthritis, meningitis, cholecystitis, erytheremea nodosum, endocarditic, keguguran dan

neonatal septis. Infeksi oleh Campylobacter juga dapat menyebabkan arthrophaties, Reiter’s syndrome, guillain-barre syndrome (GBS) dan kerusakan syaraf (Stern dan Line 2000).

Kasus penyakit diare akibat terinfeksi bakteri Campylobacter di beberapa negara telah banyak dilaporkan, misalnya di Amerika Serikat dilaporkan sekitar 2,5

juta penderita dan 124 penderita meninggal setiap tahunnya (Hu dan Kopecko 2003).

Kasus infeksi Campylobacter juga dilaporkan di Inggris yaitu dari 6.300 kasus pada tahun 1978 meningkat menjadi 38.000 kasus pada tahun 1992 (AMM 1993).

Penderita infeksi Campylobacter disebabkan oleh konsumsi daging unggas yang kurang matang, penyebab lainnya yaitu meminum susu segar dan susu yang

dipasteurisasi tidak sempurna, meminum air yang tidak diklorinasi, dan kontaminasi

silang selama pengolahan.

B. CAMPYLOBACTER JEJUNI

Campylobacter jejuni bersifat obligat mikroaerofilik (optimum pada 5% O2,

10% CO2 dan 85% N2), Gram negatif, sel-sel berbentuk spiral dan motil. Bakteri ini

bersifat oksidase positif, katalase positif dan nilai pH optimum pertumbuhan bakteri

adalah 6,5 – 7,5. Adanya oksigen akan meningkatkan kematian. Bakteri ini dapat

menyebabkan aborsi, infertilitas, penyebab enteritis dan bakteremia akut pada

manusia. Bakteri ini mempunyai antigen O yang stabil panas, peka terhadap udara,

pengeringan dan panas (Stern dan Line 2000).

Campylobacter jejuni tidak dapat memfermentasi karbohidrat, sehingga energi diperoleh dari asam amino atau dari komponen-komponen intermediet pada

(27)

hampir semua strain Campylobacter jejuni menghidrolisis hipurat (Banwart 1989).

Campylobacter jejuni diduga sebagai penyebab utama infeksi yaitu sekitar 80-90%

kasus campylobacteriosis. Bakteri ini merupakan bakteri sporadik penyebab

foodborne deseases.

Campylobacter jejuni peka terhadap panas dengan nilai D dalam susu skim, pada suhu 480C adalah 7,2 – 12,8 menit, pada suhu 550C adalah 0,2 – 2,3 menit, tidak tahan terhadap suhu pemasakan atau pasteurisasi. Pemasakan daging giling

yang mengandung 106Campylobacter jejuni/g dengan suhu internal 600 C selama 10 menit, menyebabkan bakteri sudah tidak terdeteksi. Nilai D pada suhu 600C pada daging adalah kurang dari 1 menit. Secara umum, bakteri ini tahan hidup dalam

makanan yang disimpan dingin, tetapi sangat rentan terhadap pembekuan.

Campylobacter jejuni dapat hidup sampai 4 minggu dalam air sungai pada suhu 40C. Air yang tidak diklorinasi atau air mentah merupakan penyebab kampilobakter

enteritis pada manusia. Bakteri ini bersifat peka terhadap NaCl, dimana 2% NaCl

pada suhu 420C sudah bersifat bakterisidal. Campylobacter jejuni umumnya rentan terhadap pengeringan dan penyimpanan suhu kamar. Klorinasi yang tepat pada air

minum merupakan CCP (titik kendali kritis) dalam mencegah infeksi oleh

kampilobakter asal air. Pasteurisasi ditetapkan sebagai CCP dalam mencegah infeksi

pada manusia melalui susu (Stern dan Line 2000).

C. DAGING AYAM

Daging ayam umumnya diperoleh dari ayam ternak yang paling banyak

diternak di dunia. Daging ayam sangat bermanfaat bagi kesehatan karena

mengandung nutrisi yang esensial bagi tubuh dan selalu dihidangkan sebagai

makanan dalam berbagai cara. Fakta menunjukkan bahwa kebutuhan masyarakat

terhadap daging ayam dari waktu ke waktu selalu meningkat. Walaupun konsumsi

daging ayam masyarakat Indonesia masih sangat rendah yaitu baru 4,5

kg/kapita/tahun dibandingkan di beberapa negara ASEAN yang mencapai lebih dari

10 kg/kapita/tahun (Jaya 2007), akan tetapi tingkat permintaan nasional terhadap

daging ayam terus meningkat 7% per tahun. Alasan masyarakat mengonsumsi

daging ayam yaitu sebagai sumber protein. Selain itu, harga daging ayam relatif

(28)

Jaringan hewan sehat umumnya bebas dari bakteri pada saat dipotong tetapi

ketika diperiksa daging segar pada tingkat penjual retail selalu ditemukan berbagai

jenis dan jumlah mikroorganisme (Jay et al. 2005 dalam Abdy 2007). Sumber

kontaminasi mikroorganisme pada daging segar berasal dari pisau pemotong, bagian

yang tersembunyi dari daging, saluran pencernaan, tangan manusia, wadah,

penanganan dan penyimpanan.

Mikroba yang mencemari karkas dapat berupa mikroorganisme pembusuk

dan dapat pula mikroba patogen. Mikroba pembusuk akan menurunkan mutu dan

kelayakan daging serta berpengaruh terhadap nilai ekonomis seperti Staphylococcus epidermidis, Pseudomonas nigrificans, dan sebagainyasedangkan mikroba patogen dapat menyebabkan foodborne disease seperti Salmonella, Eschericia coli 017:H7, Campylobacter jejuni, Listeria monocytogenes, Clostridium perfringens dan Staphylococcus aureus. Menurut Alkertuse et al. (1999) kasus yang terjadi akibat

kontaminasi beberapa mikroba pada produk pangan dan penyebab foodborne

infection di Amerika selama tahun 1996 adalah 46% disebabkan oleh

Campylobacter, 28% disebabkan oleh Salmonella, 17% disebabkan oleh Shigella dan Eschericia coli 0157 H7 sebesar 5%.

Stern dan Line (2000) mengatakan bahwa sapi, babi, domba, ayam, kalkun,

bebek, kucing dan anjing dianggap sebagai pembawa Campylobacter, tetapi yang paling sering adalah unggas. Daging ayam merupakan bahan pangan yang paling

banyak terkontaminasi Campylobacter jejuni dengan prevalensi antara 0 – 100% (ICGFI 1999 dalam Abdy 2007).

Daging dan produk-produk daging sangat mudah rusak. Kerusakan daging

terutama disebabkan adanya aktivitas mikroba. Hal ini menandakan mikroba tersebut

merupakan sumber kontaminan bagi daging. Salmonella, Campylobacter dan

Eschericia coli adalah tiga diantara sekian banyak bakteri yang betul-betul diantisipasi oleh para peneliti untuk menghasilkan produk unggas yang sehat. Batas

maksimum cemaran mikroba ditetapkan berdasarkan SNI 01-6366-2000 dapat

(29)

Tabel 2 Batas Maksimum cemaran mikroba pada produk daging

Batas maksimum cemaran mikroba (koloni/gram)

Jenis cemaran mikroba

Daging segar/beku Daging tanpa tulang

Jumlah total mikroba 1 x 104 1 x 104

Salmonella sp (**) Negatif Negatif

Campylobacter sp 0 0

Listeria sp 0 0

Sumber : BSN (2000)

Keterangan : (*) dalam satuan MPN/gram ; (**) dalam satuan kualitatif

Campylobacter jejuni merupakan bakteri komensal dalam saluran usus unggas. Campylobacter pada usus ayam sekitar 107 koloni/gram sehingga organisme ini sering ditemukan pada karkas ayam (Stern dan Line 2000). Menurut Rosenthal

(1999 dalam Adriani et al. 2006) ayam merupakan salah satu sumber infeksi

Campylobacter jejuni pada manusia karena ayam merupakan reservoir

Campylobacter jejuni. Kejadian kampilobakteriosis pada ayam broiler yang berhubungan dengan penularan atau penyebaran Campylobacter jejuni dalam karkas sebagai sumber infeksi pada manusia. Campylobacter jejuni yang terdapat pada ayam hidup dapat menyebabkan kontaminasi pada karkasnya serta produk bahan

pangan ayam yang terjadi selama proses pengolahan. Keberadaan Campylobacter

jejuni pada karkas ayam yang sangat tinggi merupakan indikasi tentang kondisi lingkungan disekitar karkas. Pada peternakan ayam yang terinfeksi oleh

Campylobacter jejuni, 50% dari ayam tersebut akan membawa Campylobacter jejuni

sampai ayam dipotong (Bailey 1993).

D. METODE ANALISA

Metode analisa dapat dikelompokkan menjadi 5 (lima) kategori, yaitu: (1)

metode standar/baku/acuan, (2) metode resmi, (3) metode pustaka, (4) metode yang

dikembangkan oleh laboratorium dan (5) metode yang dikembangkan oleh

organisasi profesional (Sukarno 2005).

(30)

dikerjakan oleh banyak ahli, divalidasi oleh banyak laboratorium dan akurat. Metode

standar/baku/acuan antara lain: standar nasional Indonesia (SNI) yang

dikembangkan oleh BSN, bacteriological analytical manual (BAM) yang

dikembangkan oleh US Food and Drug Administrasion, dan ISO yang

dikembangkan oleh international organization for standarization.

Metode resmi adalah metode yang dipersyaratkan oleh undang-undang atau

peraturan untuk digunakan oleh pemerintah atau organisasi/lembaga/industri yang

diatur oleh pemerintah. Metode ini dikembangkan karena pentingnya metode ini

dalam pemberlakuan undang-undang. Oleh karena itu metode ini sebelum digunakan

sudah divalidasi dahulu dengan teliti dan laboratorium yang terlibat dalam

pemberlakuan metode ini tidak perlu melakukan validasi lagi, tetapi cukup

melakukan verifikasi. Metode resmi yang berlaku antara lain: farmakope Indonesia

(FI) dan kodeks makanan Indonesia (KMI), The United Stated pharmacopeia (USP),

dan British pharmacopeia (BP).

Metode pustaka adalah metode yang dipublikasikan dalam berbagai jurnal

ilmiah yang terspesialisasi, seperti: kimia analitik, mikrobiologi pangan,

mikrobiologi farmasi, dan lain-lain. Dalam metode ini seringkali penulis artikel

orisinil melakukan bias dalam asesmen kegunaannya dan sebelum digunakan wajib

divalidasi dengan teliti. Metode pustaka dapat ditemukan pada jurnal-jurnal dan

buku pustaka.

Metode yang dikembangkan oleh laboratorium adalah metode yang

dirancang, diujicoba, dan divalidasi secara luas oleh suatu laboratorium sehingga

metode tersebut dapat dipercaya dan memberikan hasil yang akurat. Metode ini

dapat merupakan karya orisinil laboratorium tertentu atau hasil modifikasi dari

metode yang lainnya (metode standar, resmi atau pustaka). Sebaiknya metode

tersebut dilakukan uji banding antar laboratorium, seperti metode analisa Pusat

Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPOMN).

Metode yang dikembangkan oleh organisasi profesional adalah metode yang

dikembangkan oleh suatu organisasi profesional ilmiah yang penggunaanya relevan

dengan bidang ilmu profesional tersebut. Metode ini pada umumnya telah digunakan

(31)

biasanya akurat dan telah divalidasi antar laboratorium, seperti AOAC yang

dikembangkan oleh Association of Analitycal Chemists (Sukarno 2005).

Laboratorium diharapkan menggunakan metode baku atau acuan yang sudah

dipublikasi untuk uji-uji mikrobiologi. Laboratorium yang menggunakan metode

baku/acuan tidak perlu melakukan validasi primer (full validation) terhadap metode tersebut, tetapi cukup melakukan validasi sekunder (verifikasi). Validasi sekunder

diperlukan dalam laboratorium yang hanya memverifikasi suatu metode agar dapat

diterapkan dan keperluan untuk aplikasi analitik yang diinginkan (Sac 2002).

E. METODE ANALISA CAMPYLOBACTER

Untuk menganalisis adanya kontaminasi Campylobacter, ISO telah

mengembangkan metode analisa, yaitu ISO 10272 tahun 1995 yang direvisi pada

tahun 2006. Untuk analisis bakteri Campylobacter, ISO mengembangkan 2 (dua) metode, yaitu (1) metode kualitatif (identifikasi) dan (2) metode kuantitatif

(penghitungan jumlah koloni).

Metode kualitatif seperti halnya identifikasi patogen pada umumnya meliputi

beberapa tahap, yaitu: (1) homogenisasi, (2) enrichment/pengayaan, (3) isolasi, (4)

konfirmasi spesies Campylobacter dan (5) identifikasi spesies Campylobacter

(opsional). Pada metode kuantitatif, pengujian dilakukan melalui beberapa tahap,

seperti (1) homogenisasi, (2) inokulasi dan inkubasi, (3) penghitungan dan seleksi

koloni untuk konfirmasi, (4) konfirmasi spesies Campylobacter dan (5) identifikasi spesies Campylobacter (opsional).

Metode analisa kualitatif Campylobacter jejuni merupkan metode analisa

yang diadopsi oleh hampir semua negara termasuk di Indonesia. Metode ini dapat

dilakukan dalam berbagai tahapan, sebagai berikut :

1. Tahap homogenisasi

Tahap homogenisasi merupakan proses pencampuran antara sampel

dengan media pengaya. Perbandingan antara sampel dan media pengaya adalah 1

: 10. Hal itu dimaksudkan agar sampel dapat tercampur secara merata kedalam

media pengaya dan mikroba yang terkandung dalam sampel dapat berdistribusi

(32)

2. Tahap enrichment/pengayaan

Tahap enrichment/pengayaan dilakukan dengan 2 tahap yaitu (1) pra

pengayaan yang berfungsi untuk memulihkan dan menumbuhkan kondisi

Campylobacter sedangkan (2) pengayaan selektif yang berfungsi untuk

menghambat pertumbuhan bakteri lain termasuk Campylobacter mesofilk,

sehingga hanya Campylobacter termofilik saja yang diharapkan tumbuh dan

berkembangbiak.

Bolton broth merupakan media pengaya yang direkomendasikan untuk

meningkatkan pertumbuhan Campylobacter jejuni. Hal itu disebabkan karena media tersebut tersusun atas bahan-bahan kimia yang mudah dipecahkan oleh

Campylobacter jejuni sehingga mudah dimetabolisme, media tersebut juga dapat mencegah terjadinya kerusakan dan kematian sel akibat kondisi lingkungan

disekitar. Bolton broth diformulasikan dengan bahan-bahan kimia seperti

pepton, lactalbumin, hydrolysate yeast extract, natrium klorida, asam α -ketoglutarat, natrium piruvat, natrium metabisulfit, dan natrium karbonat.

Formulasi ini memiliki kemampuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri

Gram positif dan negatif yang dapat mengganggu pertumbuhan Campylobacter

jejuni. Untuk meningkatkan sifat aerotoleran dari Campylobacter jejuni diperlukan penambahan darah lisis pada saat penyiapan media Bolton broth,

sedangkan penambahan selektif suplemen Bolton broth sebagai antibiotika dapat

menghambat pertumbuhan bakteri lain.

Penambahan besi (II) sulfat, natrium metabisulfit dan natrium piruvat pada

media pengaya Bolton broth bertujuan untuk meningkatkan ketahanan

Campylobacter, menjaga bentuk karakteristiknya, pergerakannya dan meningkatkan viabilitasnya ketika harus disimpan dalam suhu refrigerator (40C). Selain itu, penambahan ketiga komponen tersebut, dapat meningkatkan

pertumbuhan dan sifat aerotoleran dari jenis Campylobacter. Ketiga senyawa tersebut juga mampu mencegah akumulasi fotokimia yang umumnya merupakan

turunan oksigen yang bersifat racun bagi Campylobacter dan dapat

(33)

3. Tahap isolasi

Tahap isolasi dimaksudkan untuk memisahkan sel Campylobacter dengan

bakteri lain. Untuk itu dibutuhkan media khusus yang dapat menghambat

pertumbuhan bakteri lain. Media selektif yang digunakan untuk mengamati

karakteristik dari Campylobacter jejuni adalah modified campylobacter blood-free selective agar (mCCDA) dan Preston agar. Media mCCDA merupakan media selektif utama dalam metode analisa ISO 10272 2006 sedangkan Preston

agar merupakan media selektif alternatif yang direkomendasikan dalam metoda

analisa tersebut selain Karmali agar dan Skirrow agar.

a. Media modified Campylobacter blood-free selective agar (mCCDA)

Media mCCDA merupakan media selektif utama yang digunakan

dalam mengisolasi Campylobacter jejuni. Media tersebut merupakan hasil modifikasi dari media charcoal cefoperazone deoxycholate agar (CCDA), dengan mengganti sterile lysed defibrinated horse blood dengan charcoal, besi (II) sulfat dan natrium piruvat. Untuk meningkatkan daya selektivitas,

antibiotika cephazolin yang digunakan pada CCDA juga diganti dengan

cefoperazon dan Amphotericin B ditambahkan untuk menghambat

pertumbuhan kontaminan jamur dan kapang saat inkubasi suhu 370C.

b. Preston agar

Preston agar merupakan media agar selektif yang dipersiapkan dari

Campylobacter base agar (CBA), Preston selective supplement (PSS), growth factor suplement (FPB) dan sterile lysed defibrinated blood. Preston agar dapat digunakan untuk isolasi Campylobater jejuni dan Campylobacter coli dari manusia , hewan, burung dan spesimen lingkungan.

CBA diformulasikan dari beberapa bahan kimia seperti serbuk

lab-lemco, pepton, natrium klorida dan agar. PSS dibuat menggunakan beberapa

antibiotika yaitu Polymixin B, rifampisin, trimethoprim dan sikloheksimida.

Sedangkan FPB mengandung besi (II) sulfat, natrium metabisulfit dan

natrium piruvat.

Penambahan FPB pada media selektif Preston agar bertujuan untuk

(34)

suhu refrigerator (40C) (Chou et al. dalam Doyle 1989). Selain itu, penambahan FPB juga dapat meningkatkan pertumbuhan dan sifat

aerotoleran dari jenis Campylobacter. Senyawa FPB tersebut juga mampu mencegah akumulasi fotokimia yang umumnya merupakan turunan oksigen

yang bersifat racun bagi Campylobacter dan dapat meningkatkan

pertumbuhan bakteri Campylobacter jejuni (Bridson 1998).

Preston agar memiliki tingkat selektifitas yang cukup tinggi dalam

isolasi Campylobacter jejuni. Pada persiapan media Preston agar, sterile lysed defibrinated blood yang digunakan umumnya berasal dari darah kuda atau darah domba. Penambahan sterile lysed defibrinated horse/sheep blood

ini bertujuan untuk menetralisasi produk racun seperti senyawa peroksida

yang mungkin terbentuk akibat media terpapar oleh cahaya maupun udara.

Campylobacter jejuni sangat sensitif terhadap keberadaan senyawa peroksida dan superoksida yang merupakan produk yang terbentuk dari media akibat

reaksi kimia yang dikatalis oleh cahaya (Bolton dan Robertson 1982). Selain

itu mengandung ion Fe yang dapat meningkatkan sifat aerotoleran

Campylobacter jejuni ((Stern dan Kazmi 1989 dalam Khoirudin 2008)).

Penambahan Preston selective supplement pada media Preston agar

berfungsi sebagai antibiotik yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri

lain sedangkan Campylobacter jejuni resisten terhadap antibiotik tersebut. 4. Tahap konfirmasi spesies Campylobacter

Konfirmasi dilakukan untuk menentukan karakteristik dari spesies

Campylobacter, dan dilakukan dengan beberapa pengujian, seperti: (a) uji morfologi dan motilitas, (b) uji pertumbuhan pada 250C (mikroaerofilik) dan 41,50C (aerobik) dan uji oksidase.

a. Uji morfologi dan motilitas

Untuk mengetahui karakteristik Campylobacter spesies dalam

pengujian morfologi dan motilitas, maka konfirmasi dilakukan dengan

pewarnaan sederhana. Pewarnaan sederhana dilakukan untuk memperjelas

dalam pengamatan morfologi Campylobacter jejuni. Hal itu karena

(35)

perbesaran 1000x. Banyak pewarna yang dapat digunakan dalam pewarnaan

sederhana, seperti pewarna biru metilen, karbol fuksin atau kristal violet.

Menurut Hadioetomo (1993), kebanyakan pewarna yang digunakan

pada pewarnaan sederhana merupakan pewarna yang bersifat alkalin. Hal itu

karena pewarna sederhana mengandung gugusan fungsional yang dapat

membentuk warna (kromofor) dan bermuatan positif. Kebanyakan bakteri,

seperti Campylobacter jejuni mudah bereaksi dengan pewarna-pewarna

sederhana dan dapat membentuk kromofor (bermuatan positif), karena

sitoplasmanya bersifat basofil (suka terhadap basa), atau bermuatan negatif.

Pewarnaan dilakukan dengan teknik pewarnaan sederhana

menggunakan pewarna karbol fuksin. Pewarnaan bakteri dimulai dengan

memindahkan 1 – 2 loop koloni yang diduga Campylobacter jejuni ke dalam 1 ml larutan Brucella broth. Suspensi koloni kemudian diratakan dan ditetesi

dengan pewarna karbol fuksin. Setelah itu dilakukan pencucian terhadap

kelebihan pewarna pada gelas preparat dengan menggunakan aquades steril

kemudian dilakukan fiksasi dan preparat siap diamati dibawah mikroskop

cahaya pada perbesaran 1000x dengan sebelumnya ditetesi dengan minyak

imersi. Untuk melihat motilitas bakteri dapat dilakukan dengan

menghilangkan tahapan fiksasi dan menutup gelas preparat dengan kaca

penutup. Bakteri Campylobacter jejuni akan tampak berwarna merah dengan pewarnaan karbol fuksin, memiliki bentuk spiral, batang bergelombang dan

bersifat motil.

Menurut Stern et al. (1992 dalam Khoirudin 2008), pengamatan

dengan preparat basah dibawah mikroskop akan diamati sel Campylobacter jejuni yang bersifat sangat motil, berbentuk batang bergelombang, bentuk S atau spiral, ukurannya sangat kecil dan tipis.

b. Pertumbuhan pada suhu 250C dan 41,50C

Suhu adalah salah satu faktor penting yang mempengaruhi

pertumbuhan, multiplikasi dan kelangsungan hidup dari semua organisme

hidup. Suhu yang rendah umumnya memperlambat metabolisme seluler,

sedangkan suhu yang lebih tinggi meningkatkan taraf kegiatan sel. Tetapi

(36)

batas-batas terhentinya tumbuh, dan suhu optimum untuk pertumbuhan dan

reproduksi. Ketiga batas suhu ini dinamakan suhu kardinal (titik kardinal),

yaitu (a) suhu pertumbuhan minimum, adalah suhu terendah organisme

masih dapat hidup dan tumbuh. Banyak mikroorganisme dan hampir semua

bakteri dapat tahan hidup pada suhu ini dalam jangka waktu berbeda-beda,

tetapi pertumbuhan boleh dikatakan terhenti, (b) suhu pertumbuhan optimum,

adalah suhu yang diperlukan untuk multiplikasi dalam taraf yang tercepat.

Untuk kebanyakan organisme, pertumbuhan optimum terjadi dalam

suatu jangka suhu (t-range), bukan pada suatu suhu yang pasti dan batas tertingginya hanya beberapa derajat dibawah suhu pertumbuhan maksimum,

dan (c) suhu pertumbuhan maksimum, adalah suhu tertinggi yang masih

memungkinkan ada pertumbuhan. Seringkali kenaikan sedikit saja diatas

suhu ini mengakibatkan kematian mikrooganisme karena ada enzim yang

menjadi nonaktif (Irianto 2007).

Campylobacter jejuni termasuk dalam kelompok mikroba termofilik. Mikroba ini tidak dapat tumbuh pada suhu < 300C dan > 450C pada kondisi mikroaerofilik. Sedangkan suhu optimalnya berkisar antara 37 – 420C. Karena hanya membutuhkan oksigen dalam jumlah terbatas, maka

Campylobacter jejuni tidak dapat tumbuh pada kondisi aerob meskipun pada suhu pertumbuhan optimal.

Suhu-suhu kardinal untuk berbagai macam mikroorganisme sangat

berbeda. Jangka suhu terendah 5 sampai 100C dan tertinggi dari 70 sampai

750C. Beberapa mikroorganisme mempunyai suhu pertumbuhan minimum

dibawah titik beku (-120C), dalam hal ini titik beku lingkungan atau medium telah ditekan oleh konsentrasi tinggi bahan-bahan yang terlarut didalamnya.

Adapula mikroorganisme dapat tumbuh pada suhu lebih dari 900C, khususnya yang berada dekat sumber air panas. Kebanyakan

mikroororganisme yang ditemukan dalam air, tanah, bahan-bahan yang

sedang membusuk, maupun kebanyakan yang patogen suhu kardinalnya

(37)

c. Pengujian oksidase

Pengujian oksidase dikorelasikan dengan adanya sitokrom dalam

kadar yang tinggi, yang dapat dipakai untuk mengenal bakteri tertentu yang

termasuk dalam genus Pseudomonas dan Neisseria. Oksidasi dari

p-aminodimetilanilina menjadi warna merah tua sampai hitam, dapat dipakai

sebagai ukuran aktivitas sitokrom.

Irianto (2007) menjelaskan bahwa koloni-koloni yang segera menjadi

berwarna merah tua, menunjukan bahwa organisme itu diduga mengandung

sitokrom-c. Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa semua koloni dapat

menjadi merah tua dengan reagen oksidase, bila dibiarkan berada dalam

cahaya. Karena itu pengujian harus segera diperiksa setelah reagen diberikan.

Cara lain untuk menguji oksidase, adalah menggunakan potongan

kecil kertas saring yang dicelupkan kedalam satu persen

tetrametil-p-fenilendiamindihidroklorida (atau oksalat). Kertas saring yang berwarna biru

tidak boleh dipakai. Dengan ose platina yang bersih dikerok sedikit biakan

muda, dan digosokkan diatas kertas saring. Tes oksidase positif

menghasilkan warna biru dalam waktu 10 detik. Ose yang kotor

menghasilkan positif palsu dan biakan tua tidak dapat dipercaya untuk

pengujian ini.

5. Tahap identifikasi spesies Campylobacter

Identifikasi dilakukan menentukan jenis Campylobacter dan dilakukan

terhadap beberapa pengujian, antara lain: uji TSIA, uji katalase, uji terhadap

asam nalidiksat dan cefalotin, uji hidrolisis hipurat dan uji hidolisis indoksil

asetat.

a. Pertumbuhan pada Triple sugar iron agar (TSIA)

Untuk diferensiasi pendahuluan jenis-jenis Enterobacteriaceae, setelah dilakukan isolasi, sering digunakan TSIA. Bakteri Salmonella dan Shigella dapat dikenal karena tidak dapat memfermentasi laktosa (Irianto

2007). Selain laktosa, Campylobacter jejuni juga tidak mampu

memfermentasi glukosa dan galaktosa sehingga karbohidrat bukan

(38)

mengandung glukosa, laktosa, sakarosa, dan ferosulfat. Medium pembiakan

ini disediakan dalam bentuk agar miring.

Irianto (2007) menjelaskan bahwa konsentrasi glukosa dalam medium

pembiakkan TSI agar adalah 1/10 dari konsentrasi laktosa dan sakarosa.

Konsentrasi yang kecil ini dimaksudkan untuk mengetahui bila hanya

glukosa saja yang difermentasi, maka hasil fermentasi dibagian ”slant” karena sedikit, segera teroksidasi sehingga warna indikator tidak berubah. Di

bagian ”butt” tegangan oksigen lebih rendah, sehingga reaksi asam tetap dipertahankan. Itulah sebabnya tutup tabung tidak boleh terlalu rapat untuk

memungkinkan pertukaran udara secara bebas, sehingga keadaan alkalis

dibagian ”slant” dapat dipertahankan. Bila tabung ditutup terlalu rapat, dan

bila hanya glukosa yang difermentasi, bagian slant pun akan berwarna kuning

(asam), yang mengakibatkan timbul salah tafsir. Ferosulfat dalam medium ini

dimaksudkan untuk melihat pembentukkan hidrogensulfida. Bila H2S

dibentuk, bagian ”butt” akan berwarna hitam. Sebagai pengganti dapat

digunakkan potongan kertas saring yang diimpregnasi dengan timbal asetat (

kertas indikator) yang diselipkan antara mulut tabung dan tutup tabung. Bila

H2S terbentuk, maka kertas saring akan menjadi hitam.

Pada pemeriksaan dengan TSI agar perlu diperhatikkan bahwa reaksi

medium harus diperiksa dalam waktu 18-24 jam secara mikroaerofilik, dan

tidak dapat ditafsirkan secara sempurna bila medium pembiakkan telah

dieramkan lebih dari 48 jam secara mikroaerofilik (Irianto 2007).

b. Uji Katalase

Uji katalase dilakukan pada koloni yang diduga Campylobacter jejuni

dengan menggunakan H2O2. Uji katalase dilakukan dengan meneteskan H2O2

pada koloni yang diduga Campylobacter jejuni. Jika terbentuk gelembung gas (gas oksigen), maka dikatakan katalase positif. Campylobacter jejuni

merupakan bakteri katalase positif karena bakteri tersebut mampu

memproduksi enzim katalase yang dapat mengatalisis reaksi pemecahan

H2O2 menjadi gas oksigen dan air. Hidrogen peroksida (H2O2) dan

(39)

senyawaan oksigen. Kedua molekul tersebut merupakan racun bagi

Campylobacter jejuni.

c.Uji terhadap asam nalidiksat dan cefalotin

Antibiotika adalah suatu substansi (zat-zat) kimia yang diperoleh dari

atau dibentuk dan dihasilkan oleh mikoorgansme, dan zat-zat dalam jumlah

yang sedikit pun mempunyai daya penghambat kegiatan mikroorganisme

yang lain. Antibiotika tersebar di alam, dan memegang peranan penting

dalam mengatur populasi mikoba dalam tanah, air, limbah, dan kompos.

Antibiotika berbeda dalam susunan kimia dan cara kerjanya. Antibiotika

yang kini banyak digunakan, kebanyakan dari genus Bacillus, Penicillium, dan Strepcomyces (Irianto 2006).

Antibiotika ada yang mempunyai spektrum luas, artinya antibiotika

yang efektif digunakan bagi banyak spesies bakteri, baik kokus, basil,

maupun spiril; ada juga antibiotika berspektrum sempit, artinya hanya efektif

digunakan untuk spesies tertentu. Penisilin hanya efektif untuk memberantas

terutama jenis kokus, karena itu jenis penisilin dikatakan mempunyai

spektrum yang sempit. Tetrasiklin efektif bagi kokus basil, dan jenis spiril

tertentu; karena itu antibiotika ini dikatakan mempunyai spektrum yang luas

(Irianto 2006).

Sebelum antibiotika digunakan untuk keperluan pengobatan

penyakit-penyakit infeksi, maka perlu lebih dahulu diuji efeknya terhadap spesies

bakteri tertentu. Pada medium agar-agar yang telah disebari spesies bakteri

tertentu diletakan beberapa kepingan kertas yang masing-masing

mengandung antibiotika yang diuji dalam konsentrasi tertentu. Jika setelah

24 jam secara mikroaerofilik kemudian tidak nampak pertumbuhan bakteri

sekitar kepingan-kepingan kertas tersebut, maka hal yang demikian berarti

bakteri itu tercekik pertumbuhannya oleh antibiotika yang terkandung

didalam kertas. Besar kecilnya daerah kosong sekitar kepingan kertas itu

sesuai dengan konsentrasi antibiotika yang terkandung didalamnya (Irianto

2006).

Irianto (2006) menjelaskan bahwa mekanisme keja antibiotika yaitu

(40)

mempengaruhi dinding sel, (2) mengganggu fungsi membran sel, (3)

menghambat sintesis protein, dan (4) menghambat sintesis asam nukleat.

d. Uji hidrolisis hipurat

Tes ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi aktivitas enzim

hippurate hydralase dari bakteri grup Streptococci, Campylobacter jejuni, Gardnerella vulgaris dan mikroorganisme lain. Tes ini didasarkan pada hidrolisis substrat (sodium hipurat) oleh enzim hippurate hydralase dengan memproduksi asam benzoat dan glisin. Glisin diproduksi dari reaksi

enzimatik dan dengan penambahan khromogen (ninhidrin) akam

menghasilkan substrat berwarna biru sampai violet (Sigma 2008).

e. Uji hidrolisis indoksil asetat

Uji ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi aktivitas enzim esterase

pada kelompok bakteri Campylobacter spesies, Wolinella spesies dan

Helicobacter spesies. Enzim esterase akan menghasilkan indoksil secara spontan dari indoksil asetat dengan indikator adanya perubahan warna

menjadi biru dengan adanya oksigen.

F. VALIDASI METODE ANALISA

Validasi adalah konfirmasi melalui pengujian dan pengadaan bukti yang

obyektif bahwa persyaratan tertentu untuk suatu maksud khusus dipenuhi. Validasi

metode adalah suatu proses untuk mengonfirmasi bahwa suatu metode mempunyai

unjuk kerja yang konsisten, sesuai dengan apa yang dikehendaki dalam penerapan

metode tersebut. Laboratorium harus memvalidasi metode analisa jika: (1) metode

tidak baku, (2) metode yang dikembangkan oleh laboratorium, (3) metode baku yang

digunakan diluar lingkup yang dimaksudkan dan (4) metode baku yang dimodifikasi.

Laboratorium juga harus merekam hasil yang diperoleh, prosedur yang digunakan

untuk validasi dan pernyataan bahwa metode tersebut tepat untuk penggunaan yang

dimaksud (ISO/IEC 17025 – 2005 dalam Udin 2007).

Sac (2002) menjelaskan bahwa karakteristik kinerja (performance

(41)

sensitivitas, (4) spesifisitas, (5) penetapan batas terendah dari kisaran hitung (limit

deteksi), (6) limit kuantitasi, (7) ketahanan, (8) kekasaran, dan (9) linearitas.

Akurasi adalah kemampuan suatu metode untuk mengukur suatu nilai yang

aktual atau sebenarnya dari suatu analit, misalnya mikroba target. Apabila suatu

analit (mikroba target) secara alami ada di dalam suatu sampel atau di-spike ke dalam sampel sebagai bagian dari suatu tantangan atau uji profisiensi, metode

tersebut harus mampu mendeteksi atau memunculkan kembali (recover) analit atau mikroorganisme tersebut pada konsentrasi yang benar atau frekuensinya mendekati

akurat.

Presisi adalah tingkat kesamaan (degree of agreement) antar hasil uji individual ketika metode tersebut diterapkan secara berulang sampai dengan

penggandaan sampling dari suatu sampel homogenat. Presisi dari suatu metode

analisis biasanya ditunjukkan dengan simpangan baku relatif (relative standard deviation atau coefficient of variation) dari suatu seri pengukuran. Presisi dapat diukur dari tingkat repitabilitas atau tingkat reproduksibilitas dari metode analisa

yang dilakukan dalam kondisi normal. Repitabilitas adalah mengukur variasi dalam

hasil uji independen yang diperoleh dengan metode yang sama terhadap sampel uji

yang identik dalam laboratorium yang sama oleh operator (analis) yang sama

dengan menggunakan peralatan yang sama dalam interval waktu singkat. Sedangkan

Reproduksibilitas adalah mengukur variasi dalam hasil uji independen yang

diperoleh dengan metode yang sama terhadap sampel uji yang identik dalam

laboratorium yang berbeda dan peralatan berbeda, atau dengan analis dan peralatan

berbeda di dalam laboratorium yang sama.

Sensitifitas adalah kemampuan metoda untuk mendeteksi/mengukur

mikroorganisme target dalam jumlah sekecil mungkin.

Spesifisitas adalah kemampuan metode untuk mendeteksi/mengukur

mikroorganisme tertentu secara cermat dan seksama dengan adanya mikroorganisme

asing/bahan/matrik lain.

Penetapan batas terendah dari kisaran hitung (limit deteksi) adalah

konsentrasi terendah dari mikroorganisme dalam contoh yang dapat terdeteksi, akan

(42)

Limit kuantitasi adalah biasa juga disebut sebagai limit pelaporan adalah

konsentrasi terendah dari mikroorganisme yang dapat ditentukan dengan tingkat

presisi dan akurasi yang dapat diterima, dibawah kondisi pengujian yang disepakati.

Ketahanan adalah suatu ukuran dari kapasitasnya terhadap sisa yang tidak

dipengaruhi oleh sedikit tetapi variasi-variasi yang disengaja dalam

parameter-parameter metode dan memberikan suatu indikasi dari reliablilitasnya selama

penggunaan normal.

Kekasaran adalah kemampuan untuk memberikan hasil uji yang sama pada

contoh yang sama, tetapi keragaman kondisi pengujian berbeda. Bertujuan untuk

mengetahui pengaruh faktor eksternal terhadap metode (contoh dan metode sama,

tetapi laboratorium, alat, analis dan waktu pengujian berbeda).

Linearitas adalah kemampuan metode analisa yang menunjukkan bahwa

larutan sampel yang berada dalam rentang konsentrasi memiliki respon analit yang

proposional dengan konsentrasi, secara langsung atau melalui transformasi

matematika.

Jenis parameter yang harus dilakukan pada validasi primer, baik secara

kualitatif maupun kuantitatif secara ringkas dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Parameter validasi primer untuk uji mikrobiologi

Parameter Uji Kualitatif Uji Kuantitatif

Akurasi Tidak Ya

Presisi Tidak Ya

Spesifisitas Ya Ya

Limit Deteksi Ya Ya

Limit Kuantisasi Tidak Ya

Linearitas Tidak Ya

Dalam validasi primer, semua biakan positif tersangka dan negatif tersangka

harus diverifikasi. Validasi harus meliputi sampel alami yang dipelajari sepanjang

waktu (Sac 2002).

Validasi sekunder atau verifikasi adalah proses konfirmasi kembali untuk

menunjukkan metode sesuai dalam memenuhi kebutuhan laboratorium. Validasi

Gambar

Tabel  1   Karakterisitik dari spesies Campylobacter
Tabel  2   Batas Maksimum cemaran mikroba pada produk daging  Jenis cemaran mikroba Batas maksimum cemaran mikroba
Tabel 3  Parameter validasi primer untuk uji mikrobiologi
Tabel  5   Disain penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penulisan tesis ini merupakan dorongan dari keinginan penulis untuk mengetahui permasalahan-permasalahan yang ada dibidang hukum pertanahan khususnya mengenai putusan

Adalah gabungan dari produk asuransi berjangka (term insurance) dan investasi dimana Pemegang Polis mempunyai kebebasan untuk memilih penempatan Dana Investasi yang disediakan

Penelitian ini dapat digunakan sebagai sumbangan pemikiran bagi perusahaan manufaktur dengan menelaah pengaruh perencanaan pajak, beban pajak tangguhan dan

Reseksi marginal (reseksi enblok) merupakan teknik untuk mengangkat jaringan tumor dengan mempertahankan kontinuitas korteks tulang mandibula bagian bawah yang masih

• Facebook diawali dari kreatifitas Mark Zuckerberg saat kuliah di Harvard yang ingin membuat program untuk saling mengenal bagi.. para

Lebih lanjut Gatenby (1986) dan Abouheif et al (1993) menyatakan bahwa docking dimaksudkan untuk meningkatkan laju pertumbuhan domba, karena dengan docking penimbunan

Sebelumnya beliau pernah menjabat sebagai Komisaris PT Bumi Resources Tbk, Komisaris PT Bakrie Finance Corporation, Direktur Utama Bakrieland, Managing Director

Cyberbullying adalah mengirim atau memposting pesan yang berbahaya atau kejam yang merupakan bentuk lain dari kekejaman sosial menggunakan internet atau teknologi