• Tidak ada hasil yang ditemukan

Metode Analisa Data .1 Analisa Data Spasial .1 Analisa Data Spasial

Dalam dokumen PEMETAAN HIGH CONSERVATION VALUE AREA`S (Halaman 31-36)

Data Spasial yang berupa data peta rupa bumi, peta jenis tanah, serta citra landsat 7-ETM+ diolah dengan menggunakan konversi data sehingga dapat dibaca dan dilihat di dalam software yang akan digunakan dengan dijadikan peta digital. Ada dua macam format data yang digunakan dalam data spasial yaitu data yang berupa format raster dan data format vektor. Data format raster yang digunakan dalam penelitian ini adalah citra landsat 7-ETM+ dan data format vektor yang digunakan adalah peta rupa bumi, peta jenis tanah dan peta geologi.

Ada beberapa tahapan yang dilakukan dalam pengolahan data spasial meliputi :

A.1 Pembuatan Peta Digital

Data spasial format vektor yang berupa peta rupa bumi dan peta jenis tanah masing–masing diolah dan dijadikan peta digital. Peta batas kawasan di digitasi. Data keluaran ini kemudian digunakan sebagai data acuan penentuan wilayah penelitian serta untuk koreksi geometrik pada pengolahan citra (Gambar 8).

Gambar 8 Bagan alir pembuatan peta digital

A.2 Pengolahan Citra

Pengolahan citra ini dilakukan pada data spasial yang berformat raster, yang mana data ini berupa citra satelite landsat 7-ETM+ tahun 2004 untuk wilayah Kab. Lumajang Jawa Timur. Citra satelite ini kemudian diolah untuk

Peta batas kawasan digital Peta batas kawasan Atributing Digitasi on Screen Koreksi koordinat Scan Peta

menentukan tipe penggunaan lahan dengan menggunakan software ERDAS Imagine 9.0 dengan tahapan sebagai berikut :

a. Koreksi Geometrik

Koreksi Geometrik merupakan proses memproyeksi peta ke dalam suatu sistem proyeksi peta tertentu. Penyeragaman data – data ke dalam sistem koordinat dan proyeksi yang sama perlu dilakukan guna mempermudah proses pengintegrasian data – data. Proyeksi yang digunakan adalah koordinat UTM dan sistem koordinat geografis.

b. Pemotongan Citra / cropping

Pemotongan citra dilakukan dengan memotong wilayah yang menjadi obyek penelitian, dimana peta rupa bumi hasil digitasi (peta digital) dapat dijadikan acuan pemotongan citra. Sehingga didapatkan peta daerah penelitian.

c. Klasifikasi Citra

Pembagian kelas klasifikasi dibuat berdasarkan kondisi penutupan lahan dilapangan dan dibatasi menurut kebutuhan pengklasifikasian. Proses tersebut dapat dilakukan dengan teknik klasifikasi terbimbing (supervised

classification), sehingga diperoleh peta penutupan lahan (landcover)

A.3 Pembuatan Kelas Lereng

Dalam pembuatan kelas kemiringan lereng data yang digunakan adalah peta kontur digital. Pembuatan kelas lereng ini diolah pada sofware Arcview dimana operasi dilakukan adalah pembuatan TIN, convert to grid, derive

slope, reclasify. Tabel 1 merupakan pengkelasan kelas kemiringan lereng.

Tabel 1. Pengkelasan Kemiringan Lereng

No Kelas (%) Bentuk Lereng

1 0-8% Datar

2 8-15% Landai

3 15-30% Agak Curam

4 25-40% Curam

5 ≥ 40% Sangat Curam

Sumber : SK. Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/1980 revisi KEPPRES No. 32 Tahun 1990 A.4 Pembuatan Buffer/ Buffering

Pembuatan buffer ini dilakukan pada kawasan jalur pengaman sungai 100 meter kiri kanan sungai besar dan 50 meter dari kiri kanan anak sungai,

19

merupakan pelindung mata air, sekurang – kurangnya dengan jari – jari 200 meter di sekeliling mata air tersebut, serta 50 – 100 m dari tepi waduk/ danau.

Buffer atau zona penyangga dibangun dengan arah keluar untuk

melindungi elemen – elemen yang bersangkutan. A.5 Pembuatan peta kawasan lindung

Peta kawasan lindung dibuat berdasarkan SK. Menteri Pertanian N0.837/Kpts/Um/1980 (Gambar 9).

Kawasan hutan lindung dibuat dengan berdasarkan SK. Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/1980 tentang Kriteria dan Tata Cara Penetapan Hutan Lindung, maka klasifikasi kelas kemiringan lereng, kelas jenis tanah, dan kelas curah hujan dikalikan masing-masing yaitu 20, 15 dan 10. Untuk menentukan fungsi hutan dari suatu wilayah hutan, maka ketiga jenis peta tersebut di-overlay. Peta yang terbentuk ditentukan fungsinya berdasarkan penjumlahan nilai skor tersebut. Klasifikasi fungsi hutan berdasarkan penjumlahan nilai skor disajikan dalam Tabel 2.

Tabel 2 Klasifikasi Fungsi Hutan

No. Jumlah Nilai Skor Klasifikasi Fungsi Hutan

1 < 124 Hutan Produksi

2 125 – 175 Hutan Produksi terbatas

3 >175 Hutan Lindung

Sumber : SK. Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/1980

Kelas klasifikasi tanah dibuat untuk mengetahui lokasi-lokasi rawan erosi, peta ini dibuat berdasarkan kepekaan tanah terhadap erosi. Untuk jenis tanah kompleks, penentuan kelasnya adalah kelas dari jenis tanah yang terpeka

Kriteria Kawasan Lindung

Kawasan hutan lindung

Kemiringan lereng Sempadan sungai

Skor > 175 50 m kanan/kiri

sungai Kemiringan

lereng > 40%

terhadap erosi yang terdapat dalam jenis tanah kompleks tersebut. Klasifikasi tanah disajikan dalam Tabel 3.

Tabel 3 Klasifikasi Jenis Tanah

Kelas Tanah Jenis Tanah Klasifikasi

I Aluvial, Tanah Glei, Planosol, Hidromorf kelabu,

Laterite Air Tanah

Tidak Peka

II Latosol Agak Peka

III Brown Forest Soil, Non Calcics Brown,

Mediteran

Kurang Peka

IV Andosol, Laterits, Grumusol, Podsol, Podsolik Peka

V Regosol, Litosol, Organosol, Renzina Sangat Peka

Sumber : SK. Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/1980

Menurut SK. Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/1980 tentang Kriteria dan Tata Cara Penetapan Hutan Lindung, skor untuk parameter Intensitas hujan disajikan pada Tabel 4 berikut :

Tabel 4 Skoring parameter Intensitas hujan

No. Intensitas Hujan (mm/hari hujan) Skor

1 Sangat Rendah (<13,6) 1

2 Rendah (13,6-20,7) 2

3 Sedang (20,7-27,7) 3

4 Tinggi (27,7-34,8) 4

5 Sangat Tinggi (>34,8) 5

Penggunaan Sistem Informasi Geografis ini digunakan untuk menentukan kawasan lindung dan untuk melakukan pemetaan akhir kawasan hasil analisa perbedaan.

3.6.2 Analisa Data Burung

a) Indeks Kekayaan Jenis Burung

Pendugaan kekayaan jenis burung dengan metode Margalef yaitu :

Keterangan : Dmg = Indeks Margalef

N = Jumlah Individu seluruh jenis S = Jumlah Jenis

b) Dominansi

Dominansi digunakan untuk mengetahui jenis burung yang dominan di dalam kawasan penelitian. Ditentukan dengan rumus :

21

Keterangan : ni = jumlah individu suatu jenis N = jumlah individu dari seluruh jenis

c) Indeks Keanekaragaman Jenis Burung

Indeks Keanekaragaman Shanon-Winner digunakan untuk menghitung keanekaragaman jenis yaitu :

Atau H` = -Keterangan :

H` = Indeks keanekaragaman jenis Pi = Proporsi nilai penting

Ln = Logaritma normal

d) Indeks Kemerataan Jenis Burung

Untuk mengetahui proporsi kelimpahan jenis burung digunakan indeks kemerataan ( Index of Evennes) yaitu :

S Keterangan :

E = Indeks kemerataan jenis H` = Indeks keanekaragaman jenis S = Jumlah Jenis

Ln = Logaritma normal

e) Status perlindungan ( PP. N0 7 tahun 1999, daftar CITES, IUCN) 3.6.3 Analisa Data Flora

Analisis data dilakukan secara kuantitatif dengan tabel. Selain itu dianalisis juga secara kualitatif yaitu dengan deskriptif. Untuk analisis vegetasi, pengolahan data dilakukan dengan menggunakan rumus-rumus sebagai berikut:

Kerapatan (batang/ha) = Jumlah individu suatu jenis

Luas seluruh petak

Kerapatan Relatif (%) = Kerapatan suatu jenis x 100 %

Dominansi (m2/ha) = Luas bidang dasar suatu jenis Luas seluruh petak

Dominansi Relatif (%) = Dominansi suatu jenis x 100 %

Dominansi seluruh jenis

Frekuensi = Jumlah petak terisi suatu jenis

Jumlah seluruh petak

Frekuensi Relatif (%) = Frekuensi suatu jenis x 100 %

Frekuensi seluruh jenis

Indeks Nilai Penting = KR + FR +DR

Indeks Nilai Penting = KR + FR (Tumbuhan bawah)

Luas bidang dasar suatu jenis = 2

. . 4 1 i d Keterangan :

di = diameter jenis ke-i KR = Kerapatan Relatif FR = Frekuensi Relatif DR = Diameter Relatif

- Status perlindungan (PP. N0 7 tahun 1999, SK. Mentan No.

54/Kpts/Um/1972, SK. Menhut N0. 261/Kpts-IV/1990, daftar CITES)

Dalam dokumen PEMETAAN HIGH CONSERVATION VALUE AREA`S (Halaman 31-36)