• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMETAAN HIGH CONSERVATION VALUE AREA`S

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMETAAN HIGH CONSERVATION VALUE AREA`S"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

PEMETAAN HIGH CONSERVATION VALUE AREA`S

(HCVA`s) DENGAN MENGGUNAKAN

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

Studi Kasus : Kebun Kertowono bagian Kajaran

PTPN XII Kabupaten Lumajang Provinsi Jawa Timur

ARIYANTO WIBOWO

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009

(2)

PEMETAAN HIGH CONSERVATION VALUE AREA`S

(HCVA`s) DENGAN MENGGUNAKAN

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

Studi Kasus : Kebun Kertowono bagian Kajaran

PTPN XII Kabupaten Lumajang Provinsi Jawa Timur

ARIYANTO WIBOWO

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009

(3)

RINGKASAN

Pemetaan High Conservation Value Area`s (HCVA`S) dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografis (Studi Kasus : Kebun Kertowono bagian Kajaran, PT. Perkebunan Nusantara XII, Kab. Lumajang, Prov. Jawa Timur). Oleh Ariyanto Wibowo (E34104067) di bawah bimbingan Dr. Ir Lilik Budi Prasetyo, M.Sc dan Ir. Jarwadi Budi Hernowo, M.ScF.

Pertambahan jumlah penduduk di pulau Jawa menyebabkan pertambahan akan sandang, pangan, papan juga meningkat. Pertambahan jumlah penduduk mengakibatkan kebutuhan lahan juga meningkat sehingga banyak terjadi konversi kawasan hutan menjadi kawasan pemukiman atau budidaya. Peningkatan konversi kawasan hutan ini menyebabkan bencana ekologis berupa penurunan biodiversitas pada flora dan fauna. Kebanyakan kawasan konservasi terfragmentasi oleh lahan bukan hutan dan pemukiman. Dari situasi tersebut tindakan-tindakan konservasi perlu segera dilaksanakan baik di dalam kawasan konservasi maupun kawasan non konservasi. Perhatian tersebut juga perlu pada kawasan budidaya yang kemungkinan ada beberapa spesies penting ada disana. Konsep HCVs merupakan suatu gagasan untuk mempromosikan pengelolaan lestari pada kawasan non konservasi. Konsep HCVAs dimulai dari identifikasi dan pemetaaan kawasan HCVs. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-Juni 2009 di kebun Kertowono bagian Kajaran PT. Perkebunan Nusantara XII Kab. Lumajang Prov. Jawa Timur. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui jenis-jenis penutupan lahan, memetakan kawasan HCVA`s dan menerapkan kriteria dan prinsip HCVA`s di perkebunan. Pengambilan data primer berupa data spasial yang digunakan untuk proses identifikasi awal kawasan HCV`s kemudian pengambilan data satwa burung dengan metode kombinasi IPA (Index Point of Abundance) dan transect serta data vegetasi dengan metode analisis vegetasi sebagai penilaian kawasan HCV`s selanjutnya.

Jenis penutupan lahan yang ada di Kebun Kertowono bagian Kajaran adalah semak belukar 370,99 Ha, hutan/vegetasi rapat 64,39 Ha, lahan terbuka dan terbangun 15,35 Ha, lahan basah/rawa 4,28 Ha, areal perkebunan 650,88 Ha. Kawasan yang ada nilai HCVAs1 adalah hutan danyang dengan 24 jenis burung (6 jenis yang dilindungi) dan 24 jenis pohon dalam 0,2 Ha (2 jenis yang dilindungi), hutan sumur windu 22 jenis burung ( 7 jenis yang dilindungi) dan 25 jenis pohon dalam 0,2 Ha (1 jenis yang dilindungi), lahan basah-gumuk winong 36 jenis burung (8 jenis yang dilindungi). Kawasan yang ada nilai HCVAs2 adalah hutan danyang, hutan sumur windu dan Bestik. Kawasan yang ada nilai HCVAs4 adalah kawasan sempadan sungai di areal perkebunan. Jenis-jenis yang dilindungi adalah : Aceros undulatus (Julang emas), Pitta guajana (Paok pancawarna), Egretta alba (Kuntul besar), Egretta garzetta (Kuntul kecil), Leptotilus javanicus (bangau tongtong), Haliaeetus leucogaster (Elang laut perut putih), Spilornis cheela (Elang ular bido), Pavo muticus (Merak hijau), Alcedo meninting (Raja udang-meninting), Alcedo

coerulescens (Raja udang-biru), Rhipidura javanica (Kipasan belang), Megalaima javensis (Takur

tulung tumpuk), Nectarinia jugularis (Burung madu sriganti), Anthreptes malacensis (Burung madu kelapa), Arachnotera longirostra (Pijantung kecil), Arachnotera affinis (Pijantung gunung). Jenis vegetasi yang dilindungi : Aleurites mollucana (L) Wild. (Kemiri) dan Pterospermum

javanicum (Bayur), Shorea sp. (Meranti)

Kesimpulan dari penelitian ini adalah jenis penutupan lahan Kebun Kertowono bagian Kajaran semak belukar, hutan/vegetasi rapat, lahan terbuka dan terbangun, lahan basah/rawa dan areal perkebunan. Kawasan yang ada nilai HCVAs adalah hutan danyang, hutan sumur windu, lahan basah-gumuk winong, sempadan sungai dan hutan Bestik.

(4)

System (Case Study in Kertowono Plantation, part of Kajaran, PT. Perkebunan Nusantara XII, Lumajang Regency, East Java). By: Ariyanto Wibowo (E34104067), Supervised by:Lilik Budi Prasetyo and Jarwadi Budi Hernowo.

Population growth in Java Island has caused increase demand of food, and clothes. It is also lead to land and forest conversion for settlement and cultivation areas. Those convension may cause ecological inbalance clue to flora and fauna extinction. More over conservation area`s were fragmented by non forested land and settlement. Regording to the above situation conservation action both in conservation area`s and non conservation area`s should be taken. Attention should be given also in plantation area`s where over some important species might be exist. HCVs concept is idea to promote sustanable management in non conservation area. The HCVs concept initiated by identification and mapping HCV Area`s.

This study was conducted during March-June 2009 in Kertowono Plantation part of Kajaran PT. Perkebunan Nusantara XII, Regency of Lumajang East Java. The aims of this study are detecting the types of land cover, mapping of HCVAs and implementing the criteria and principle of HCVAs in plantation. The primary data includes: spatial data that used for beginning identification process, the data of bird species that is taken by using combination method between IPA (Index Point of Abundance) and transect and also the data of vegetation that is taken by using vegetation analysis method in order to score the next HCVAs.

The types of land cover in Kertowono Plantation part of Kajaran are scrubs (370,99 Ha), closed vegetation (64,39 Ha), open area (15,35 Ha), swamp land (4,28 Ha) and plantation area 650,88 Ha. The area which possesses HCVAs 1 index are Danyang forest with 24 bird species (6 of them are protected species) and 24 tree species in 0,2 Ha (2 of them are protected species); Sumur Windu forest with 22 bird species (7 of them are protected species) and 25 tree species in 0,2 Ha (one is protected species); Gumuk Winong swamp land with 36 bird species (8 of them are protected species) The area which have HCVAs 2 index are Danyang; Sumur Windu dan Bestik forest. While area which has HCVAs 4 index are river boundaries in plantation areal. Protected species of birds are included: Aceros undulatus (Wreathed Hornbill), Pitta guajana (Banded Pitta),

Egretta alba (Great egret), Egretta garzetta (Little Egret) ,Leptoptilus javanicus (Lesser

Adjutant), Haliaeetus leucogaster (White-bellied Sea-eagle), Spilornis cheela (Crested Serpent Eagle), Pavo muticus (Green Peafowl), Alcedo meninting (Blue-eared Kingfisher), Alcedo

coerulescens (Small Blue Kingfisher), Rhipidura javanica (Pied Fantail), Megalaima javensis

(Takur tulung tumpuk), Nectarinia jugularis (Olive-backed Sunbird), Anthreptes malacensis (Plain-throathed Sunbird), Arachnotera longirostra (Little Spiderhunter), Arachnotera affinis (Grey-breasred Spiderhunter). The protected species of plants are Candlanut (Aleurites

moluccana), Bayur (Pterospermum javanicus),Meranti (Shorea sp.)

The type of land cover in Kertowono plantation part of Kajaran are scrubs, covered vegetation, open area, swamp land and plantation. The area which have HCVAs index are Danyang forest, Sumur Windu forest, Gumuk Winong swamp land, river boundaries and Bestik forest.

(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Pemetaan High

Conservation Value Area`s (HCVA`s) dengan Menggunakan Sistem

Informasi Geografis (Studi Kasus : Kebun Kertowono bagian Kajaran PTPN XII Kabupaten Lumajang Provinsi Jawa Timur) adalah benar-benar hasil

karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

(6)

INFORMASI GEOGRAFIS, Studi Kasus di : Kebun Kertowono bagian Kajaran, PTPN XII Kabupaten Lumajang Provinsi Jawa Timur.

Nama Mahasiswa : Ariyanto Wibowo

NRP : E34104067

Menyetujui : Komisi Pembimbing Ketua,

Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo M.Sc NIP. 19620316 198803 1 002

Anggota,

Ir. Jarwadi Budi Hernowo MSc.F NIP. 19581111 198703 1 002

Mengetahui : Dekan Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr. NIP. 19611126 198601 1 001

(7)

i

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil`alamin, penulis memanjatkan puji syukur ke pada

Allah Rabb semesta alam atas segala limpahan rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Skripsi ini merupakan hasil pembahasan secara ilmiah antara perkembangan teknologi Sistem Informasi Geografis dengan bidang kehutanan terutama kaitannya dengan konservasi sumberdaya alam. Semoga tulisan ini dapat menjadi salah satu bagian dari ilmu pengetahuan yang dapat berguna bagi umat manusia.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc dan Bapak Ir. Jarwadi Budi Hernowo, M.ScF selaku dosen pembimbing atas segala arahan dan nasehat yang tiada terputus bagi penulis. Selain itu, penghargaan juga disampaikan kepada pihak Kebun Kertowono Kabupaten Lumajang khususnya Bapak Ir. Kasto selaku pimpinan di Kebun Kertowono bagian Kajaran yang telah memberikan bantuan baik fisik dan moril serta rekan-rekan peneliti mahasiswa di Laboratorium Pemodelan Spasial dan Laboratorium Satwa Liar. Ucapan terimakasih penulis sampaikan ke ibu, bapak, kakak dan saudaraku atas iklhasnya lantunan doa dan kasih sayang.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2009

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Klaten, Jawa Tengah pada tanggal 17 Januari 1986 dari pasangan Bapak Buyakhman WS dan Ibu Tasik Annah.

Riwayat pendidikan penulis diawali pada tahun 1992-1998 di SDN Kedungan II dan melanjutkan ke pendidikan tingkat menengah di SLTPN 1 Pedan pada tahun 1998-2001. Tahun 2001 meneruskan pendidikan ke SMAN 1 KLATEN dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun itu juga penulis lulus seleksi masuk Perguruan Tinggi di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis memilih Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan.

Selama menuntut ilmu di Perguruan Tinggi IPB, penulis aktif di sejumlah organisasi kemahasiswaan yaitu sebagai anggota dan pengurus Organisasi Mahasiswa Daerah Keluarga Mahasiswa Klaten (OMDA KMK) dari tahun 2004-2007, anggota dan pengurus di Departemen PSDM Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan (HIMAKOVA) tahun 2005-2006, ketua Departemen PSDM Lembaga Dakwah Fakultas DKM `Ibaadurrahmaan Fakultas Kehutanan tahun 2007, dan tahun 2008 diamanahkan sebagai anggota tim MS DKM `Ibaadurrahmaan, serta sejumlah kepanitiaan kegiatan kemahasiswaan IPB dari tahun 2004-2008.

Penulis dalam profesinya pernah melakukan Praktek Pengenalan Hutan di Cilacap dan KPH Banyumas Barat, dan Praktek Pengelolaan Hutan di Kampus Getas, provinsi Jawa Timur pada tahun 2007 serta kegiatan Praktek Kerja Lapang dan Profesi (PKLP) di Balai Besar Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TN BBS) di Provinsi Lampung dan Bengkulu pada tahun 2008.

Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Pemetaan High Conservation Value Area`s (HCVA`s) dengan

Menggunakan Sistem Informasi Geografis (Studi Kasus : Kebun Kertowono bagian Kajaran PTPN XII Kabupaten Lumajang Provinsi Jawa Timur) di

bawah bimbingan Dr. Ir Lilik Budi Prasetyo M.Sc dan Ir Jarwadi Budi Hernowo MS.

(9)

iii

UCAPAN TERIMA KASIH

Bismillahirrahmaanirrahim….

Assalamu`alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Segala puji syukur hanya kepada Allah SWT, Rabb semesta alam atas segala nikmat yang berikan dari sejak lahir hingga sampai waktu ini. Sholawat serta salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada qudwah hasanah (teladan yang baik) yaitu Rasulullah Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat dan ummatnya yang tetap istiqomah/bertahan dalam meniti dan menyusuri jalan panjang perjuangan untuk mengharapkan keridhoaan dan ampunan Allah SWT.

Skripsi yang berjudul Pemetaan High Conservation Value Area`s

(HCVA`s) dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografis (Studi Kasus : Kebun Kertowono bagian Kajaran PTPN XII Kabupaten Lumajang Provinsi Jawa Timur) alhamdulillah akhirnya bisa terselesaikan. Selama penelitian dan

penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis hanya bisa menyampaikan penghargaan terhadap pihak-pihak yang telah membantu hingga skripsi bisa terselesaikan meskipun tak banyak yang bisa dilakukan selain menghaturkan ucapan terima kasih kepada :

1. Kedua orang tua, Bapak Buyakhman WS dan Ibunda Tasik Annah atas segala kasih sayang, nasehat, ikhtiar dan lantunan doa yang tiada pernah putus hingga tetesan air mata dan keringat.

2. Keluarga Besarku tercinta, My Team Mba Nurasih W, Mas Agus W, Mas Nugroho W dan Mba Retno Fajar W atas doa, dukungan dalam pembangun keluarga kita selama ini (matursuwun nggih…), serta yang tak terlupakan pasangan hidupku (teman main, diskusi, curhat)/saudara kembarku Ananto W.

3. Bapak Dr. Ir Lilik Budi Prasetyo M.Sc dan Bapak Ir. Jarwadi Budi Hernowo MS, selaku dosen pembimbing atas segala kesabaran dan keikhlasan dalam memberikan bimbingan dan arahan bagi penulis.

4. Bapak Prof. Dr. Ir. Surdiding Ruhendi, M.Sc Dosen Penguji dari Departemen Hasil Hutan dan Ibu Dra. Sri Rahayu M.Si Dosen Penguji dari Departemen

(10)

Manajemen Hutan atas saran, kritik dan nasehat perbaikan yang disampaikan kepada penulis.

5. Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) IPB telah membantu dalam memberikan data.

6. Pihak PT. Perkebunan Nusantara XII Kebun Kertowono Kabupaten Lumajang, Provinsi Jawa Timur.

7. Dwi S, Puji W, S.Hut atas bantuan alat dan pengetahuannya.

8. Para Murobbiku dan crew the little city circle, betapa indah dan nikmatnya bisa berbagi tausiyah sehingga saya masih bisa di berikan kekuatan dalam meniti jalan yang panjang ini.

9. Ustadz Syamsudin dan para pengurus Asistensi Mata Kuliah PAI-IPB tahun 2008(Toni,Hary,Anhar,Adit/Ari,Hendro/Ahmad,Yudi,Ikin,Aul,Fithriya,Atika, Ratih,Ucha,Rohmah,Shanty,Tri,Obi,Ayiz), betapa beruntungnya bisa satu amanah dan kerjasama dengan kalian.

10. Keluarga Besar DKM `Ibaadurrahmaan Fakultas Kehutanan IPB

(special to Al `Asry Family) terima kasih atas ukhuwah dan lantunan doanya kepada penulis sehingga bisa terus kuat dalam menjalankan berbagai amanah.

Jazakumullah akhi/ukhti!

11. Keluarga Mahasiswa Klaten Angkatan 41,40,39-up atas bantuannya kepada penulis dalam menapaki jalan kehidupan di IPB.

12. Keluarga satu atap Wisma CLA-X, Wisma Madinah, dan DarE`Syabaab, indahnya bersama dalam lingkungan keluarga kecil.

13. Civitas akademika Fahutan IPB (KSH/terutama teman seperjuangan dalam menuntut ilmu anak-anak KSH41,BDH,MNH,THH) dan staf pengajar.

14. Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu karena keterbatasan penulis, terimakasih atas bantuan dan masukannya.

(11)

v

DAFTAR ISI

Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI ... v DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 3

1.3 Manfaat Penelitian ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemetaan ... 4

2.2 Kebijakan Umum Konservasi ... 4

2.3 Kawasan Lindung... 6

2.4 High Conservation Value Area (HCVAs) ... 7

2.5 Sistem Informasi Geografis ( SIG ) ... 8

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ... 11

3.2 Bahan dan Alat ... 11

3.3 Metode Penelitian... 12

3.4 Metode Pengumpulan Data... 13

3.5 Metode Penentuan Kawasan HCV ... 15

3.6 Metode Analisa Data ... 17

3.7 Pemetaan Kawasan HCV... 22

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah singkat Kebun Kertowono... 24

4.2 Letak Geografis ... 25

4.3 Kondisi Fisik ... 25

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Fisik Kebun Kertowono bagian Kajaran ... 27

5.2 Kondisi Biotik Kebun Kertowono bagian Kajaran ... 35

5.3 Pemetaan Kawasan High Conservation Value (HCV) ... 42

5.4 Bentuk Gangguan dan Kerusakan ... 53

5.5 Implementasi Terhadap Kebijakan Pengelolaan Kebun Kertowono Bagian Kajaran ... 54

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 58

6.2 Saran ... 59

DAFTAR PUSTAKA ... 60

(12)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Pengkelasan Kemiringan Lereng ... 18

2. Klasifikasi fungsi hutan ... 19

3. Klasifikasi jenis tanah ... 20

4. Skoring parameter curah hujan ... 20

5. Jenis Penutupan lahan berdasarkan atas ijin areal konsesi perkebunan ... 25

6. Jenis penutupan lahan di Kebun Kertowono bagian Kajaran berdasarkan hasil klasifikasi Citra Satelite Landsat tahun 2004 ... 27

7. Kepekaan Jenis Tanah pada Kebun Kertowono bagian Kajaran ... 30

8. Luas masing-masing tingkat kelerengan di Kebun Kertowono bagian Kajaran ... 31

9. Luas kawasan yang diduga adanya HCVAs ... 35

10. Jumlah jenis dan keanekaragaman jenis vegetasi pada berbagai tingkat di habitat Hutan Danyang ... 35

11. Jumlah jenis dan keanekaragaman jenis vegetasi pada berbagai tingkat di habitat Hutan Sumur Windu ... 37

12. Spesies burung yang dilindungi di hutan Danyang... 39

13. Spesies burung yang dilindungi di Hutan Sumur Windu ... 40

14. Spesies Burung yang Dilindungi di Lahan Basah-Gumuk Winong ... 41

15. Spesies Burung yang Dilindungi di Lahan Basah-Gumuk Winong menurut PP. No 7 tahun 1999 ... 48

16. Spesies Burung yang Dilindungi di Hutan Danyang menurut PP. No 7 tahun 1999 ... 49

(13)

vii

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Alur Perumusan Masalah ... 3

2. Metode Penelitian ... 12

3. Metode IPA dan Transect ... 14

4. Bentuk jalur analisis vegetasi ... 15

5. Identifikasi HCV 1 ... 15

6. Identifikasi HCV 2 ... 16

7. Identifikasi HCV 4 ... 16

8. Bagan alir pembuatan Peta Digital ... 17

9. Kriteria kawasan lindung ... 19

10. Proses Pembuatan Peta Kawasan Lindung untuk Identifikasi HCV 1 ... 23

11. Lokasi penelitian ... 26

12. Peta penutupan lahan Kebun Kertowono bagian Kajaran ... 29

13. Peta jenis tanah Kebun Kertowono bagian Kajaran... 32

14. Grafik curah hujan tahunan di kebun Kertowono bagian Kajaran Tahun 1994-2004 ... 33

15. Grafik Curah Hujan Bulanan Tahun 1994, 1999, dan 2004 di Kebun Kertowono bagian Kajaran ... 34

16. Habitat hutan Danyang ... 36

17. Habitat hutan Sumur Windu ... 37

18. Perbandingan jumlah jenis burung di setiap habitat ... 38

19. Perbandingan nilai Indeks Keanekaragaman jenis burung di setiap habitat ... 42

20. Lahan basah-Gumuk winong ... 43

21. Peta Kawasan lindung Kebun Kertowono bagian Kajaran ... 44

22. Burung-burung yang masuk CITES ... 47

23. Peta batas kawasan Kebun Kertowono bagian Kajaran ... 52

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Daftar Indeks Nilai Penting dan Indeks Keanekaragaman

pada berbagai tingkat Vegetasi di Hutan Danyang ... 64 2. Daftar Indeks Nilai Penting dan Indeks Keanekaragaman

pada berbagai tingkat Vegetasi di Hutan Sumur Windu ... 66 3. Status Perlindungan Spesies Vegetasi ... 69 4. Nilai Indeks Keanekaragaman dan Jenis Makanan

Satwa Burung di Hutan Danyang ... 71 5. Nilai Indeks Keanekaragaman dan Jenis Makanan

Satwa Burung di Hutan Sumur Windu ... 73 6. Nilai Indeks Keanekaragaman dan Jenis Makanan

Satwa Burung di Lahan basah-Gumuk Winong ... 75 7. Nilai Indeks Keanekaragaman dan Jenis Makanan Satwa Burung

di Habitat Semak Belukar ... 78 8. Status Perlindungan Burung ... 79

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kawasan hutan di Indonesia mengalami berbagai macam tekanan terhadap luasannya terutama dengan adanya pertambahan areal non kehutanan dalam kawasan hutan. Salah satu contoh pertambahan areal non kehutanan adalah pertambahan areal perkebunan dan pertanian. Menurut World Bank (1990) dalam Sunderlin dan Resosudarmo (1997) menyatakan bahwa besar kemungkinan pendirian perkebunan atau areal budidaya baru, berada pada areal yang berhutan karena sangat sulit untuk mencari lahan yang tidak berhutan. Khususnya hutan di pulau Jawa mengalami keterancaman dalam luasannya, hal ini disebabkan karena sekitar 59,1% penduduk Indonesia dari data Statistik Indonesia tahun 2000 bertempat tinggal di pulau Jawa yang luasannya hanya sekitar tujuh persen dari luas wilayah daratan Indonesia. Hal ini dikuatkan dengan pendapat Frasser (1996)

dalam Sunderlin dan Resosudarmo (1997) yang menyatakan bahwa tiap-tiap

kenaikan 1% penduduk terjadi penurunan tutupan hutan sekitar 0,3%. Data Statistik Indonesia tahun 2000 menunjukkan bahwa terjadi kenaikan laju pertumbuhan penduduk sebesar 0,40% di DKI Jakarta dari periode sebelumnya.

Tekanan – tekanan terhadap hutan selain menyebabkan kerusakan hutan juga menyebabkan penurunan biodiversitas flora dan fauna di dalamnya. Jika hal ini dibiarkan terus menerus tanpa adanya tindakan yang nyata dapat dipastikan biodiversitas tersebut dapat musnah.

Tindakan – tindakan konservasi perlu segera dilakukan untuk mengatasi penurunan pada biodiversitas. Salah satu tindakan yang perlu segera dilakukan baik pemerintah atau institusi lainnya adalah usaha untuk memetakan kawasan konservasi dengan batasan-batasan yang jelas. Tindakan yang kedua adalah bagaimana menyelaraskan kepentingan dan kebijakan antara tindakan konservasi sumberdaya alam dengan kebijakan kehutanan sendiri serta pertanian atau perkebunan sehingga tidak terjadi benturan-benturan.

Munculah ide bahwa konservasi sudah harus dilakukan pada kawasan di luar kawasan konservasi (misalnya: hutan produksi) karena selama ini konservasi ditangani dan dilakukan di wilayah yang telah ditetapkan menjadi kawasan

(16)

konservasi. Konsep ini menggeser perdebatan kehutanan dari sekedar membicarakan pengertian jenis–jenis hutan tertentu (misalnya: hutan primer) atau metode–metode pemanenan hutan (misalnya: penebangan oleh industri) ke penekanan pada berbagai nilai – nilai yang membuat suatu kawasan bernilai penting. Tahun 1999, pertama kali munculah ide mengenai hutan bernilai konservasi tinggi (High Conservation Value Forests, HCVFs) dikembangkan oleh

Forest Stewardship Council (FSC). Mengidentifikasi nilai–nilai kunci dan

menjamin bahwa nilai–nilai tersebut dipertahankan atau bahkan ditingkatkan, sangat dimungkinkan kemudian untuk membuat keputusan pengelolaan yang rasional dan konsisten dengan pemeliharaan nilai–nilai lingkungan dan sosial yang penting (Daryatun et al, 2003). HCVFs ini menjadi penting karena membuka peluang untuk konservasi spesies dan sebagainya di luar kawasan konservasi.

Bidang perkebunan mulai digerakkan untuk bagaimana mengelola kawasan yang ramah terhadap lingkungan dan berbasis pada konservasi sehingga menjamin kelestarian. Pada perkebunan sawit sudah diterapkan prinsip pengelolaan lestari yang coba dilakukan oleh sebuah organisasi dunia yaitu The

Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) yang didalamnya ada pengaturan

prinsip dan kriteria tentang tanggung jawab lingkungan hidup dan pelestarian sumber daya alam serta keanekaragaman hayati perlindungan terhadap areal atau kawasan yang bernilai konservasi tinggi / High Conservation Values Areas (HCVAs).

Penelitian ini tergolong baru karena mencoba untuk memetakan dan menerapkan prinsip HCVA`s ke dalam perkebunan kakao seperti yang sudah dilakukan pada perkebunan sawit, sehingga memudahkan unit pengelola perkebunan dalam mengelola kawasan yang masuk dalam kriteria HCVAs.

Gambar 1 di bawah ini menunjukkan alur permasalahan yang melatarbelakangi adanya penelitian ini.

(17)

3

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi penutupan lahan area perkebunan di Kebun Kertowono bagian Kajaran PT. Perkebunan Nusantara XII Kabupaten Lumajang.

2. Menerapkan prinsip dan kriteria High Conservation Value Area`s (HCVA`s) dalam pengelolaan kawasan di Kebun Kertowono bagian Kajaran PT. Perkebunan Nusantara XII Kabupaten Lumajang.

3. Memetakan kawasan yang bernilai konservasi tinggi di di Kebun Kertowono bagian Kajaran PT. Perkebunan Nusantara XII Kabupaten Lumajang di dalam perencanaan pengelolaan kawasan.

1.3 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Memberikan informasi kawasan bernilai konservasi tinggi di Kebun Kertowono bagian Kajaran PT. Perkebunan Nusantara XII Kabupaten Lumajang.

2. Memberikan masukan, informasi dan saran kepada pengambil kebijakan terutama pengelola kawasan dalam hal ini Kebun Kertowono bagian Kajaran PT. Perkebunan Nusantara XII Kabupaten Lumajang dalam usaha perencanaan pengelolaan kawasannya.

3. Sebagai bahan acuan bagi penelitian-penelitian selanjutnya. Penambahan areal non kehutanan di kawasan hutan

Penurunan biodiversitas ekosistem hutan

Bencana ekologis/kerusakan hutan

Upaya pelestarian dan konservasi di luar kawasan hutan/konservasi dengan penerapan HCV

Pengelolaan kawasan lestari Gambar 1. Alur Perumusan masalah

(18)

2.1 Pemetaan

Pemetaan dapat didefinisikan sebagai suatu proses terpadu yang mencakup pengumpulan, pengolahan dan visualisasi dari data spasial (keruangan). Data spasial umumnya didefinisikan sebagai data keruangan yang terkait dengan permukaan Bumi (termasuk dasar laut) serta obyek, fenomena dan proses yang berada, terjadi atau berlangsung di atasnya. Produk suatu proses pemetaan adalah suatu informasi spasial yang dapat divisualisasikan dalam bentuk atlas (kertas maupun elektronis), peta (kertas maupun dijital), basis data dijital maupun Sistem Informasi Geografis (SIG).

2.2 Kebijakan Umum Konservasi

Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 merupakan suatu aturan dasar di bawah Undang Undang Dasar 1945 yang mengatur seluruh aktivitas yang terkait dengan pemanfaatan sumberdaya alam hayati beserta ekosistemnya. Undang undang ini disusun mengingat bahwa sumber daya alam hayati Indonesia dan ekosistemnya yang mempunyai kedudukan serta peranan penting bagi kehidupan adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa, oleh karena itu perlu dikelola dan dimanfaatkan secara lestari, selaras, serasi dan seimbang bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia pada khususnya dan umat manusia pada umumnya, baik masa kini maupun masa depan;

Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya merupakan tanggung jawab dan kewajiban pemerintah serta masyarakat. Kegiatan konservasi tersebut meliputi:

1. Perlindungan sistem penyangga kehidupan,

2. Pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta eksistemnya; dan

3. Pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya.

Perlindungan sistem penyangga kehidupan ditujukan bagi terpeliharanya proses ekologis yang menunjang kelangsungan kehidupan untuk meningkatkan

(19)

5

kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia. Untuk mewujudkan tujuan sistem penyangga kehidupan, pemerintah menetapkan wilayah tertentu sebagai wilayah perlindungan sistem penyangga kehidupan;

1. Pola dasar pembinaan wilayah perlindungan sistem penyangga kehidupan;

2. Pengaturan cara pemanfaatan wilayah perlindungan sistem penyangga kehidupan.

Oleh karena hal tersebut, maka setiap pemegang hak atas tanah dan hak pengusahaan di perairan di dalam wilayah sistem penyangga kehidupan wajib menjaga kelangsungan fungsi perlindungan wilayah tersebut. Wilayah sistem penyangga kehidupan yang mengalami kerusakan secara alami dan/atau oleh karena pemanfaatannya serta oleh sebab-sebab lainnya diikuti dengan upaya restorasi maupun rehabilitasi secara berencana dan berkesinambungan.

Pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, dilaksanakan melalui kegiatan :

1. Pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya;

2. Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa.

Pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, yang dilakukan baik di dalam maupun di luar kawasan suaka alam, dilaksanakan dengan (tetap) menjaga keutuhan kawasan hutan alam agar tetap dalam keadaan asli.

Pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dilakukan melalui kegiatan :

1. Pemanfaatan kondisi lingkungan kawasan pelestarian alam; 2. Pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar.

Pemanfaatan kondisi lingkungan kawasan pelestarian alam dilakukan dengan tetap menjaga kelestarian fungsi kawasan. Pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar dilakukan dengan memperhatikan kelangsungan potensi, daya dukung, dan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa liar.

(20)

2.3 Kawasan Lindung

Menurut Keputusan Presiden No. 32 tahun 1990, kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian hidup yang mencakup Sumber Daya Alam (SDA) dan Sumber Daya Buatan, meliputi (1) kawasan yang memberikan perlindungan bawahnya, (2) kawasan perlindungan setempat, (3) kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam dan cagar budaya, (4) kawasan rawan bencana.

Kriteria dan tata cara penetapan hutan lindung menurut Surat Keputusan Mentari Pertanian No. 837 tahun 1980 adalah sebagai berikut :

 Mempunyai lereng lapang lebih besar dari 45%

 Tanah yang sangat peka terhadap erosi yaitu tanah regosol, litosol, organosol, dan rensina dengan lereng lapangan lebih dari 15%

 Merupakan jalur pengaman aliran sungai / air, sekurang – kurangnya 100 m di kanan kiri sungai atau aliran air tersebut atau 100 m sekeliling mata air tersebut

 Merupakan pelindung mata air, sekurang – kurangnya dengan jari – jari 200 m di sekeliling mata air

 Mempunyai ketinggian 2000 m atau lebih diatas permukaan air laut

Kriteria kawasan lindung menurut Keputusan Presiden No. 32 tahun 1990 adalah sebagai berikut :

 Kawasan hutan dengan faktor – faktor lereng lapang, jenis tanah, curah hujan yang melebihi skor 175

 Kawasan hutan mempunyai lereng lapang ≥ 40%

 Kawasan hutan dengan ketinggian 2000 m

 100 m kiri kanan sungai besar dan 50 m dari kiri kanan anak sungai

 Merupakan pelindung mata air, sekurang – kurangnya dengan jari – jari 200 m di sekeliling mata air tersebut

 50 – 100 m dari tepi waduk / danau

(21)

7

2.4 High Conservation Value Area (HCVAs)

Pada umumnya konservasi ditangani dan dilakukan di wilayah yang telah ditetapkan. Namun demikian sudah harus dilakukan pengelolaan kawasan di luar kawasan konservasi ( misalnya hutan produksi ) yang membuka peluang untuk konservasi spesies dan sebagainya. Pengelolaan ” Hutan Bernilai Konservasi Tinggi” (HCVF) kemudian menjadi elemen baru yang amat penting dalam kebijakan kehutanan di tingkat nasional maupun internasional (Meijaard et al, 2006).

Daryatun et al (2003)) menyatakan kawasan hutan dengan nilai konservasi tinggi adalah kawasan hutan yang memiliki satu atau lebih ciri – ciri berikut :

HCV1.Kawasan hutan yang mempunyai konsentrasi nilai – nilai keanekaragaman hayati yang penting secara global, regional dan lokal (misalnya spesies endemi, spesies hampir punah,

tempat menyelamatkan diri (refugia)).

HCV2. Kawasan hutan yang mempunyai tingkat lanskap yang luas yang penting secara global, regional dan lokal, yang berada di dalam atau mempunyai unit pengelolaan, dimana sebagian besar populasi spesies, atau seluruh spesies yang secara alami ada di kawasan tersebut berada dalam pola – pola distribusi kelimpahan alami. HCV3. Kawasan hutan yang berada di dalam atau mempunyai ekosistem

yang langka, terancam atau hampir punah.

HCV4. Kawasan hutan yang berfungsi sebagai pengatur alam dalam situasi yang kritis (seperti perlindungan daerah aliran sungai, pengendalian erosi).

HCV5. Kawasan hutan yang sangat penting untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat lokal (mis, pemenuhan kebutuhan pokok, kesehatan).

HCV6. Kawasan hutan yang sangat penting untuk identitas budaya tradisional lokal ( kawasan budaya, ekologi, ekonomi, agama yang penting yang diidentifikasi bersama dengan masyarakat lokal yang bersangkutan).

(22)

2.5 Sistem Informasi Geografis ( SIG ) 2.5.1 Definisi

Pengertian Sistem Informasi Geografis (SIG) menurut Aronoff (1989)

dalam Febriana (2004) merupakan sistem berbasiskan komputer yang digunakan

untuk menyimpan dan memanipulasi informasi – informasi geografis. SIG dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan dan menganalisis objek – objek dan fenomena dimana lokasi geografis merupakan karakteristik yang penting atau kritis untuk dianalisis. Dengan demikian SIG mempunyai empat kemampuan dalam menangani data yang bersifat geografi yaitu, pemasukan data, pengelolaan atau manajemen data (penyimpanan dan pengaktifan kembali), analisis dan manipulasi data serta keluaran data yang mana pemasukan data kedalam SIG ini dilakukan dengan cara digitasi dan tabulasi.

Selain itu juga, Barus (1999) menyatakan bahwa kelebihan SIG terutama berkaitan dengan kemampuannya dalam menggabungkan berbagai data yang berbeda struktur, format, dan tingkat ketepatan.

2.5.2 Komponen Sistem Informasi Geografis (SIG)

Ardiansyah et al. (2002) mengelompokkan komponen SIG ke dalam 4 komponen yaitu :

1. Perangkat keras

Perangkat keras komputer utama dalam SIG adalah sebuah Personal Computer (PC) yang terdiri dari :

Central Processing Unit (CPU) sebagai pemroses data

Keyboard untuk memasukkan data atau perintah

Mouse untuk memasukkan perintah

Monitor untuk menyajikan hasil atau menampilkan proses yangsedang

berlangsung

Harddisk untuk menyimpan data.

Perangkat keras tambahan yang diperlukan adalah :

Digitizer untuk memasukkan data spasial yang nantinya akan

(23)

9

Scanner untuk memasukkan data spasial yang nantinya akan tersimpan

sebagai data raster

Plotter untuk mencetak hasil keluaran data spasial berkualitas tinggi

baik untuk data vekor atau data raster

CD Writer sebagai media penyimpanan cadangan (backup) selain hard disk

2. Perangkat lunak

SIG juga merupakan sistem perangkat lunak yang tersusun secara modular dimana basis data memegang peranan kunci. Saat ini banyak sekali perangkat lunak SIG baik yang berbasis vektor maupun yang berbasis raster. Nama perangkat lunak SIG yang berbasis vektor antara lain ARC/INFO. Arc View, Map INFO, CartaLINX dan AUTOCAD Map; sedangkan perangkat lunak SIG yang berbasis raster antara lain ILWIS, IDRISI,ERDAS, dan sebagainya.

3. Data dan Informasi Geografi

Data yang dapat diolah dalam SIG merupakan fakta – fakta data di permukaan bumi yang memiliki referensi keruangan baik referensi secara relatif maupun referensi secara absolut, dan disajikan dalam sebuah format yang bernama peta. SIG dapat mengumpulkan dan menyimpan data dan informasi yang diperlukan baik secara tidak langsung dengan cara

meng-import-nya dari perangkat – perangkat lunak SIG yang lain maupun secara

langsung dengan cara mendigitasi data spasialnya dari peta dan memasukkan data atributnya dari tabel – tabel dan laporan dengan menggunakan keyboard (Gistut 1994 dalam Prahasta 2001).

4. Sumberdaya Manusia

Komponen terakhir yang tidak terelakkan dari SIG adalah sumberdaya manusia yang terlatih. Peranan sumberdaya manusia ini adalah untuk menjalankan sistem yang meliputi pengoperasian perangkat keras dan perangkat lunak, serta menangani data geografis dengan kedua perangkat tersebut. Sumberdaya manusia juga merupakan sistem analisis yang

(24)

menterjemahkan permasalahan riil di permukaan bumi dengan bahasa SIG,

sehingga permasalahan tersebut bisa teridentifikasi dan memilliki

pemecahannya.

2.5.3 Fungsi Sistem Informasi Geografis

Menurut Scholten dan Stillwell (1990) dalam Febriana (2004) Sistem Informasi Geografis memiliki tiga fungsi utama; pertama, berfungsi menyimpan, mengatur, dan mengintegrasikan sejumlah besar data spasial yang telah diambil; kedua, mengartikan dan menganalisis data komponen geografis yang berhubungan secara khusus; ketiga, mengorganisasikan dan memanajemen sejumlah besar data dengan berbagai cara hingga informasi dapat diperoleh dengan mudah oleh pengguna.

Sistem Informasi Geografis dapat digunakan untuk perencanaan lalu lintas dan transportasi, perencanaan pertanian, manajemen sumberdaya alam dan lingkungan, perencanaan rekreasi, lokasi/alokasi keputusan, perencanaan tata guna lahan (landuse), perencanaan pelayanan umum (pendidikan, pelayanan sosial, kepolisian, dan lain – lain). Penerapan SIG lainnya dapat dilakukan antara lain dalam kegiatan jaringan jalan dan pipa, pertanian, penggunaan tanah, kehutanan, pengelolaan kehidupan liar, geologi, dan perencanaan kota ( Aronof (1989) dalam Febriana (2004)).

(25)

23

BAB III

METODOLOGI

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret - Juni 2009 di Kebun Kertowono bagian Kajaran Perkebunan PTPN XII Kabupaten Lumajang Provinsi Jawa Timur . Sampling area berada di Lahan basah-Gumuk Winong afdeling Bedengan dan hutan Sumur Windu, hutan Danyang, dan Bestik di afdeling Kaliwelang.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa : 1. Citra Satelit Landsat TM Kabupaten Lumajang 2. Peta Digital Rupa Bumi Kabupaten Lumajang 3. Peta Digital Hidrologi Kabupaten Lumajang 4. Peta Digital Jenis Tanah di Kabupaten Lumajang 5. Peta Kontur Kabupaten Lumajang

6. Peta Kebun Kertowono bagian Kajaran PTPN XII Kabupaten Lumajang Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Seperangkat komputer (hardware) yang terdiri dari Personal Computer,

Printer dan Scanner serta perangkat lunak (software) berupa ERDAS

Imagine 9.0, Arc/View 3.2 dan Microsoft Office 2007 2. Global Positioning System (GPS)

3. Kamera Digital

4. Buku Toolkit HCVs, Fielguide Burung, Daftar CITES, Red List IUCN 5. Binokuler

6. Tali Tambang 7. Stopwatch

(26)

3.3 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam pengamatan adalah penggunaan pendekatan metode High Conservation Value Forests (hutan bernilai konservasi tinggi) ke dalam kawasan di luar hutan dalam hal ini perkebunan sehingga di dapatkan kawasan bernilai konservasi tinggi (High Conservation Value Area).

Penggunaan metode High Conservation Values Areas (HCVAs) ini dalam bentuk toolkit Indonesia yang dimulai dari identifikasi pendahuluan yang disebut saringan kasar setelah didapatkan maka diproses lebih lanjut dengan penilaian yang menyeluruh/lengkap (full assesment). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam diagram alir berikut :

Kawasan/Area Identifikasi Awal/Pendahuluan HCV dengan toolkit Identifikasi Menyeluruh/Full Assesment

Tidak Ada Ada

Monitoring

Pengelolaan

High Conservation Value Area

PENELITIAN

(27)

13

3.4 Metode Pengumpulan Data

Kegiatan pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi : 1. Data Primer, berupa :

a. Data Spasial

Citra Satelite Landsat 7 –ETM+ tahun 2004 dari PPLH IPB.

Peta Rupa Bumi Kabupaten Lumajang Jawa Timur. Skala 1 : 250.000 yang diperoleh dari BAPPEDA Tingkat II

Lumajang.

Peta Digital Geologi yang diperoleh dari Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat ( PUSLITTANAK ) Bogor.

Peta Kontur yang bersumber dari Shuttle Radar Topography

Mission (SRTM) ukuran pixel 90 meter.

Peta Jenis Tanah daerah Kabupaten Lumajang Jawa Timur dengan skala 1 : 250.000 yang diperoleh dari Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat ( PUSLITTANAK ) Bogor.

b. Foto-foto tipe penutupan lahan dengan pemotretan menggunakan kamera digital.

c. Data yang menyatakan posisi keberadaan sesuatu di permukaan bumi dalam bentuk koordinat yang disebut Grand Control Point ( GCP ). Data ini didapatkan dengan melakukan cek langsung di lapangan. Data GCP ini selanjutnya dijadikan acuan dalam interpretasi citra satelite landsat 7-ETM+ dengan klasifikasi terbimbing untuk membuat peta penutupan lahan.

d. Data satwaliar dan vegetasi

2. Data Sekunder, berupa data kondisi umum lokasi penelitian dan pustaka melalui studi literatur yang berasal dari instansi terkait.

3.4.1 Pengumpulan Data Satwaliar

Pengumpulan data dilakukan melalui observasi lapangan, wawancara dengan petugas lapangan, penelusuran data dokumen dan studi literatur. Pengamatan satwaliar difokuskan pada pengamatan burung. Pengambilan data burung dengan menggunakan kombinasi metode IPA (Indices Point of

(28)

jumlah, dan penyebaran. Waktu yang diperlukan pengamatan untuk setiap titik adalah 15 menit. Setiap jenis burung yang dijumpai pada setiap titik dalam jalur pengamtan dicatat dengan segala bentuk aktifitasnya. Pengamatan ulang dalam penelitian dilakukan sebanyak tiga kali pada waktu yang berbeda.

Ketentuan dalam IPA menurut van Helvoort (1981) yaitu : 1) burung dalam keadaan tetap yaitu tidak mendekat atau menjauhi pengamat; 2) burung tidak melakukan pergerakan migrasi selama periode penghitungan; 3) perilaku burung tidak mempengaruhi satu sama lain; 4) burung dapat dideteksi sepenuhnya dalam pengamatan; 5) kegagalan dalam empat asumsi diatas tidak ada hubungannya dengan habitat atau elemen dalam rancangan penelitian; 6) burung sepenuhnya dapat diidentifikasi oleh pengamat; 7) penentuan jarak yang dilakukan tepat.

3.4.2 Pengumpulan Data Flora

Pengumpulan data dilakukan melalui observasi lapangan, wawancara dengan pengelola, masyarakat dan tokoh masyarakat dan studi literatur. Observasi lapang menggunakan metode analisis vegetasi. Analisis vegetasi merupakan suatu cara mempelajari susunan (komposisi jenis) dan bentuk (struktur) vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan. Metode ini digunakan untuk menggambarkan kondisi vegetasi habitat satwaliar. Metode yang digunakan adalah metode garis berpetak yaitu dengan membuat petak-petak contoh di sepanjang jalur pengamatan. Ukuran petak adalah 20m x 20m untuk tingkat pertumbuhan pohon. Dalam petak dibuat sub plot berukuran 2m x 2m untuk tingkat pertumbuhan semai, 5m x 5m untuk tingkat pertumbuhan pancang dan 10m x 10m untuk tingkat pertumbuhan tiang (Gambar 4). Data yang dikumpulkan untuk tingkat pertumbuhan pohon dan tiang adalah jenis pohon, diameter setinggi dada, tinggi

50 meter 50 meter r = 50 m 150 meter 150 meter r = 5 0 m r = 5 0 m

(29)

15

5 m 5 m

2 m

bebas cabang, dan tinggi total. Untuk tingkat pertumbuhan pancang dan semai meliputi jenis tumbuhan dan jumlah individu setiap jenis.

10 m

10 m

Gambar 4 Bentuk jalur analisis vegetasi

3.5 Metode Penentuan Kawasan HCV

Penentuan kawasan bernilai konservasi tinggi (HCV) ini menggunakan toolkit HVC 1, HCV 2 dan HCV 4.

1. Proses indentifikasi HCV 1 terdiri dari komponen-komponen : Kawasan Lindung

Spesies hampir punah

Konsentrasi spesies hampir punah, terancam atau endemik

Gambar 5 menunjukkan suatu kawasan yang mau dinilai ada tidaknya HCV diidentifikasi awal dengan menggunaan SIG menurut Keppres No 32 tahun 1990. Setelah didapatkan kawasan pendugaan kemudian dilakukan pengecekan lapangan untuk penilaian HCV mengenai data flora dan faunanya (survey, wawancara, pengamatan). Hasilnya kemudian dianalisis Kawasan Identifikasi dengan spasial (Keppres No 32) Th.1990) Analisis CITES/IUCN Analisis Konsentrasi Data Spesies Flora/Fauna Kawasan Lindung Penilaian menyeluruh HCV 1 Gambar 5 Identifikasi HCV 1

(30)

mana yang masuk kriteria punah, dilindungi, hampir punah dan sebagainya sehingga daerah tersebut layak ditetapkan menjadi kawasan yang ber HCV 1.

2. Proses identifikasi HCV 2

Gambar 6 menunjukkan suatu kawasan yang mau dinilai ada tidaknya HCV diidentifikasi awal dengan menggunaan SIG diklasifikasikan penutupan lahannya, kemudian dianalisis (pengamatan di lapang, survei) apakah kawasan hutan tersebut merupakan tingkat lanskap yang luas atau bagian integral dari tingkat lanskap yang luas jika benar maka kawasan tersebut masuk ke HCV 2.

3. Proses identifikasi HCV 4

Proses penilaian HCV 4 pada Gambar 7 mirip seperti sebelumnya dengan menggunakan identifikasi awal dari hasil pengolahan data spasial yang kemudian dilakukan proses buffering (Keppres No 32 tahun 1990) kemudian dinilai dan dianalisis. Jika daerah tersebut sesuai dengan kriteria HCV 4 maka kawasan tersebut layak ditetapkan menjadi kawasan yang ber HCV 4. Gambar 6 Identifikasi HCV 2 Kawasan Identifikasi dengan spasial (tutupan lahan) HCV 2 Bagian Integral Tingkat lanskap luas Sisa Kawasan Hutan

Penilaian menyeluruh

Kawasan

Identification

Sumber mata air sehari-hari

Tangkapan air dan pengendali erosi Kawasan Sempadan Sungai Full Assesment Gambar 7 Identifikasi HCV 4 HCV 4

(31)

17

3.6 Metode Analisa Data 3.6.1 Analisa Data Spasial

Data Spasial yang berupa data peta rupa bumi, peta jenis tanah, serta citra landsat 7-ETM+ diolah dengan menggunakan konversi data sehingga dapat dibaca dan dilihat di dalam software yang akan digunakan dengan dijadikan peta digital. Ada dua macam format data yang digunakan dalam data spasial yaitu data yang berupa format raster dan data format vektor. Data format raster yang digunakan dalam penelitian ini adalah citra landsat 7-ETM+ dan data format vektor yang digunakan adalah peta rupa bumi, peta jenis tanah dan peta geologi.

Ada beberapa tahapan yang dilakukan dalam pengolahan data spasial meliputi :

A.1 Pembuatan Peta Digital

Data spasial format vektor yang berupa peta rupa bumi dan peta jenis tanah masing–masing diolah dan dijadikan peta digital. Peta batas kawasan di digitasi. Data keluaran ini kemudian digunakan sebagai data acuan penentuan wilayah penelitian serta untuk koreksi geometrik pada pengolahan citra (Gambar 8).

Gambar 8 Bagan alir pembuatan peta digital

A.2 Pengolahan Citra

Pengolahan citra ini dilakukan pada data spasial yang berformat raster, yang mana data ini berupa citra satelite landsat 7-ETM+ tahun 2004 untuk wilayah Kab. Lumajang Jawa Timur. Citra satelite ini kemudian diolah untuk

Peta batas kawasan digital Peta batas kawasan Atributing Digitasi on Screen Koreksi koordinat Scan Peta

(32)

menentukan tipe penggunaan lahan dengan menggunakan software ERDAS Imagine 9.0 dengan tahapan sebagai berikut :

a. Koreksi Geometrik

Koreksi Geometrik merupakan proses memproyeksi peta ke dalam suatu sistem proyeksi peta tertentu. Penyeragaman data – data ke dalam sistem koordinat dan proyeksi yang sama perlu dilakukan guna mempermudah proses pengintegrasian data – data. Proyeksi yang digunakan adalah koordinat UTM dan sistem koordinat geografis.

b. Pemotongan Citra / cropping

Pemotongan citra dilakukan dengan memotong wilayah yang menjadi obyek penelitian, dimana peta rupa bumi hasil digitasi (peta digital) dapat dijadikan acuan pemotongan citra. Sehingga didapatkan peta daerah penelitian.

c. Klasifikasi Citra

Pembagian kelas klasifikasi dibuat berdasarkan kondisi penutupan lahan dilapangan dan dibatasi menurut kebutuhan pengklasifikasian. Proses tersebut dapat dilakukan dengan teknik klasifikasi terbimbing (supervised

classification), sehingga diperoleh peta penutupan lahan (landcover)

A.3 Pembuatan Kelas Lereng

Dalam pembuatan kelas kemiringan lereng data yang digunakan adalah peta kontur digital. Pembuatan kelas lereng ini diolah pada sofware Arcview dimana operasi dilakukan adalah pembuatan TIN, convert to grid, derive

slope, reclasify. Tabel 1 merupakan pengkelasan kelas kemiringan lereng.

Tabel 1. Pengkelasan Kemiringan Lereng

No Kelas (%) Bentuk Lereng

1 0-8% Datar

2 8-15% Landai

3 15-30% Agak Curam

4 25-40% Curam

5 ≥ 40% Sangat Curam

Sumber : SK. Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/1980 revisi KEPPRES No. 32 Tahun 1990 A.4 Pembuatan Buffer/ Buffering

Pembuatan buffer ini dilakukan pada kawasan jalur pengaman sungai 100 meter kiri kanan sungai besar dan 50 meter dari kiri kanan anak sungai,

(33)

19

merupakan pelindung mata air, sekurang – kurangnya dengan jari – jari 200 meter di sekeliling mata air tersebut, serta 50 – 100 m dari tepi waduk/ danau.

Buffer atau zona penyangga dibangun dengan arah keluar untuk

melindungi elemen – elemen yang bersangkutan. A.5 Pembuatan peta kawasan lindung

Peta kawasan lindung dibuat berdasarkan SK. Menteri Pertanian N0.837/Kpts/Um/1980 (Gambar 9).

Kawasan hutan lindung dibuat dengan berdasarkan SK. Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/1980 tentang Kriteria dan Tata Cara Penetapan Hutan Lindung, maka klasifikasi kelas kemiringan lereng, kelas jenis tanah, dan kelas curah hujan dikalikan masing-masing yaitu 20, 15 dan 10. Untuk menentukan fungsi hutan dari suatu wilayah hutan, maka ketiga jenis peta tersebut di-overlay. Peta yang terbentuk ditentukan fungsinya berdasarkan penjumlahan nilai skor tersebut. Klasifikasi fungsi hutan berdasarkan penjumlahan nilai skor disajikan dalam Tabel 2.

Tabel 2 Klasifikasi Fungsi Hutan

No. Jumlah Nilai Skor Klasifikasi Fungsi Hutan

1 < 124 Hutan Produksi

2 125 – 175 Hutan Produksi terbatas

3 >175 Hutan Lindung

Sumber : SK. Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/1980

Kelas klasifikasi tanah dibuat untuk mengetahui lokasi-lokasi rawan erosi, peta ini dibuat berdasarkan kepekaan tanah terhadap erosi. Untuk jenis tanah kompleks, penentuan kelasnya adalah kelas dari jenis tanah yang terpeka

Kriteria Kawasan Lindung

Kawasan hutan lindung

Kemiringan lereng Sempadan sungai

Skor > 175 50 m kanan/kiri

sungai Kemiringan

lereng > 40%

(34)

terhadap erosi yang terdapat dalam jenis tanah kompleks tersebut. Klasifikasi tanah disajikan dalam Tabel 3.

Tabel 3 Klasifikasi Jenis Tanah

Kelas Tanah Jenis Tanah Klasifikasi

I Aluvial, Tanah Glei, Planosol, Hidromorf kelabu,

Laterite Air Tanah

Tidak Peka

II Latosol Agak Peka

III Brown Forest Soil, Non Calcics Brown,

Mediteran

Kurang Peka

IV Andosol, Laterits, Grumusol, Podsol, Podsolik Peka

V Regosol, Litosol, Organosol, Renzina Sangat Peka

Sumber : SK. Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/1980

Menurut SK. Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/1980 tentang Kriteria dan Tata Cara Penetapan Hutan Lindung, skor untuk parameter Intensitas hujan disajikan pada Tabel 4 berikut :

Tabel 4 Skoring parameter Intensitas hujan

No. Intensitas Hujan (mm/hari hujan) Skor

1 Sangat Rendah (<13,6) 1

2 Rendah (13,6-20,7) 2

3 Sedang (20,7-27,7) 3

4 Tinggi (27,7-34,8) 4

5 Sangat Tinggi (>34,8) 5

Penggunaan Sistem Informasi Geografis ini digunakan untuk menentukan kawasan lindung dan untuk melakukan pemetaan akhir kawasan hasil analisa perbedaan.

3.6.2 Analisa Data Burung

a) Indeks Kekayaan Jenis Burung

Pendugaan kekayaan jenis burung dengan metode Margalef yaitu :

Keterangan : Dmg = Indeks Margalef

N = Jumlah Individu seluruh jenis S = Jumlah Jenis

b) Dominansi

Dominansi digunakan untuk mengetahui jenis burung yang dominan di dalam kawasan penelitian. Ditentukan dengan rumus :

(35)

21

Keterangan : ni = jumlah individu suatu jenis N = jumlah individu dari seluruh jenis

c) Indeks Keanekaragaman Jenis Burung

Indeks Keanekaragaman Shanon-Winner digunakan untuk menghitung keanekaragaman jenis yaitu :

Atau H` = -Keterangan :

H` = Indeks keanekaragaman jenis Pi = Proporsi nilai penting

Ln = Logaritma normal

d) Indeks Kemerataan Jenis Burung

Untuk mengetahui proporsi kelimpahan jenis burung digunakan indeks kemerataan ( Index of Evennes) yaitu :

S Keterangan :

E = Indeks kemerataan jenis H` = Indeks keanekaragaman jenis S = Jumlah Jenis

Ln = Logaritma normal

e) Status perlindungan ( PP. N0 7 tahun 1999, daftar CITES, IUCN) 3.6.3 Analisa Data Flora

Analisis data dilakukan secara kuantitatif dengan tabel. Selain itu dianalisis juga secara kualitatif yaitu dengan deskriptif. Untuk analisis vegetasi, pengolahan data dilakukan dengan menggunakan rumus-rumus sebagai berikut:

Kerapatan (batang/ha) = Jumlah individu suatu jenis

Luas seluruh petak

Kerapatan Relatif (%) = Kerapatan suatu jenis x 100 %

(36)

Dominansi (m2/ha) = Luas bidang dasar suatu jenis Luas seluruh petak

Dominansi Relatif (%) = Dominansi suatu jenis x 100 %

Dominansi seluruh jenis

Frekuensi = Jumlah petak terisi suatu jenis

Jumlah seluruh petak

Frekuensi Relatif (%) = Frekuensi suatu jenis x 100 %

Frekuensi seluruh jenis

Indeks Nilai Penting = KR + FR +DR

Indeks Nilai Penting = KR + FR (Tumbuhan bawah)

Luas bidang dasar suatu jenis = 2

. . 4 1 i d Keterangan :

di = diameter jenis ke-i

KR = Kerapatan Relatif FR = Frekuensi Relatif DR = Diameter Relatif

- Status perlindungan (PP. N0 7 tahun 1999, SK. Mentan No.

54/Kpts/Um/1972, SK. Menhut N0. 261/Kpts-IV/1990, daftar CITES)

3.7 Pemetaan Kawasan HCV (High Conservation Value Area)

Pemetaan kawasan HCV dilakukan ketika sudah didapatkan kawasan yang benar-benar mengandung nilai konservasi tinggi melalui pengecekan lapang. Hasil pemetaan ini dapat dijadikan pedoman pengelolaan kawasan perkebunan.

(37)

23

Peta DAS Digital

Peta Kawasan Sempadan

Overlay

Buffering

Gambar 10 Proses Pembuatan Peta Kawasan Lindung untuk Identifikasi HCV Peta kawasan lindung/ peta dugaan

kawasan HCV Full Asessment/Penilaian menyeluruh Citra Satelite ETM Peta Rupa Bumi Cropping Digitasi,editing, transformasi koordinat,

map join, atributing

Digitasi,editing, transformasi koordinat,

map join, atributing

Peta Penutupan Lahan Peta curah hujan/klasfikasi curah hujan Peta Jenis Tanah Digitasi,editing, transformasi koordinat,

map join, atributing

Peta Jenis Tanah Digital

Peta Kontur

DEM Kontur

Peta Kemiringan Lereng

Scoring, Query builder & calculate

Peta kawasan hutan Lindung lindung Peta kawasan HCV In ERDas 9.1 In ArcView 3.2 Data Result Processing

(38)

4.1 Sejarah Singkat Kebun Kertowono

Kebun Kertowono dibuka pada tahun 1875 oleh Perusahaan Perkebunan

N.V Ticdeman Van Ker Chen (TVK) dengan tanaman kina. Pada tahun 1910

mulai ditanami teh beserta pembibitannya sebagai upaya diversifikasi usaha komoditi perkebunan.

Tahun 1942-1945 sebagian tanaman teh dan kina di bongkar untuk ditanami tanaman pangan, dan setelah Jepang meninggalkan Indonesia tanaman teh diperluas dengan mengganti sebagian tanaman kina.

Berdasarkan perkembangan waktu, dapat disampaikan :

Tahun 1957 : Masa nasionalisasi dimana perkebunan milik Belanda diambil

alih menjadi milik negara Indonesia.

Tahun 1959-1961 : Kebun Kertowono bergabung dalam PPN V.

Tahun 1961 : PPN IV bergabung dalam PPN Aneka Tanaman XII atau PPN

ANTAN XII

Tahun 1968 : Kebun Kajaran di wilayah Kecamatan Pasirian yang dikelola

NV. Kajaris (Expera) bergabung dengan kebun Kertowono.

Tahun 1972 : Menjadi Perusahaan Negara Perkebunan (PNP XXIII) yang

merupakan penggabungan PPN ANTAN XII dan PPN Karet XV.

Tahun 1995 : Kebun Gunung Gambir menjadi kebun bagian Kertowono

sesuai SK. Direksi PTP XXIV-XXV selaku Direksi PTP XXIII.

Tahun 1996 : Kebun Gunung Gambir kembali memisahkan diri dari Kebun

Kertowono dan menjadi kebun tersendiri. PT Perkebunan (XXIII, XXVI, XXIX ) bergabung menjadi PTP Nusantara XII (Persero) berdasarkan Peraturan Pemerintah No.17 tanggal 1996 dengan akta Notaris Harun Kamil, SH. No. 45 tanggal 11 Maret 1996.

(39)

25

4.2 Letak Geografis

Kebun Kajaran adalah kebun bagian dari kebun Kertowono. Kebun Kertowono yang total luas HGU 2223,415 Ha merupakan salah satu kebun dari beberapa kebun yang dikelola PTPN XII wilayah III Malang yang terletak di Kabupaten Lumajang Jawa Timur yang terbagi atas dua kebun bagian yaitu :

a. Kebun bagian Kertowono luasnya 1179,304 Ha terletak di Kecamatan Gucialit Kabupaten Lumajang yang terbagi menjadi tiga afdeling yaitu afdeling Puring, afdeling Kamar Tengah, Afdeling Kertosuko.

b. Kebun bagian Kajaran luasnya 1044,111 Ha terletak di Kecamatan Pasirian Kabupaten Lumajang yang terbagi menjadi dua afdeling yaitu afdeling Bedengan dan afdeling Kaliwelang.

4.3 Kondisi Fisik

Kebun bagian Kajaran terletak pada ketinggian 10-150 mdpl. Menurut Scmidht dan Ferguson tipe Iklim di kebun bagian Kajaran termasuk tipe B/C . Komoditi tanaman sebagian besar adalah tanaman Kakao dengan pohon selanya adalah Kelapa dan Sengon Laut. Ada beberapa lahan yang ditanami sengon, mahoni, dan akasia secara monokultur. Di beberapa bagian terdapat wilayah yang diperuntukkan sebagai hutan cadangan total luasnya sekitar 225,33 Ha dengan luas 30,36 Ha di afdeling Bedengan dan 194,97 Ha di afdeling Kaliwelang (sumber RKAP 2008).

Berdasarkan data yang didapatkan dari ijin konsesi perkebunan bagian Kajaran didapatkan ada 5 jenis penutupan lahan yang berada di perkebunan bagian Kajaran pada tabel 2 sebagai berikut :

Tabel 5 Jenis Penutupan Lahan berdasarkan atas Ijin Areal Konsesi Perkebunan

No. Jenis Penutupan Lahan Luas (Hektar/Ha)

Persentase luasan (%)

1 Areal perkebunan 780,87 70,61

2 Areal tidak bisa ditanami 55,53 5,02

3 Hutan Cadangan 225,33 20,37

4 Komplek perumahan,emplacement 13,93 1,26

5 Jalan, curah, dan lain-lain 30,24 2,73

(40)
(41)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Kondisi Fisik Kebun Kertowono bagian Kajaran 5.1.1 Penutupan lahan

Berdasarkan hasil klasifikasi dari Citra Satelite Landsat 7 –ETM+ tahun 2004 pada areal Kebun Kertowono bagian Kajaran PT. Perkebunan Nusantara XII didapatkan lima (5) jenis penutupan lahan yang berada pada areal konsesi perkebunan bagian Kajaran yaitu semak belukar, hutan /vegetasi rapat, lahan terbuka, lahan basah, dan areal pekebunan dengan luasan tiap-tiap jenis penutupan lahan disajikan Tabel 6 sebagai berikut :

Tabel 6 Jenis Penutupan lahan di Kabupaten Kertowono bagian Kajaran Berdasarkan Hasil Klasifikasi Citra Satelite Landsat tahun 2004

No. Jenis Penutupan Lahan Luas ( Hektar/Ha)

Persentase luasan (%)

1 Semak belukar Hutan/vegetasi rapat 64,39 5,82 2 Semak belukar 370,99 33,55 3 Lahan basah 4,28 0,38 4 Areal perkebunan 650,88 58,85 5 Lahan terbuka 15,35 1,38

Sumber : Data primer hasil penelitian (diolah)

Kondisi penutupan lahan di kebun Kertowono bagian Kajaran sebagian besar adalah perkebunan dengan tanaman komiditi utama adalah kakao dengan tanaman sela adalah kelapa dan sengon. Tutupan lahan yang berupa hutan yang terdapat di kawasan tersebut termasuk dalam kategori hutan pantai. Hutan tersebut masih satu lanskap dengan hutan lindung yang dikelola oleh Perum PERHUTANI yang berbatasan dengan kebun Kertowono bagian Kajaran disebelah Utara dan Barat. Pada tutupan lahan yang berupa semak belukar, sebagian besar kondisi vegetasinya berupa semak dan perdu serya sesbagian tanaman pisang. Tanaman pisang tersebut merupakan milik masyarakat sekitar yang menggunakan lahan perkebunan secara ilegal.

Tutupan lahan terbuka dan terbangun merupakan tutupan lahan berupa tanah terbuka atau areal yang merupakan kawasan pemukiman yang dibangun pihak perkebunan sebagai tempat tinggal para karyawan dan buruh tani dari perkebunan (Gambar 12).

Dilihat dari kondisi aktual yang didapatkan dari pengolahn Citra Satelite Landsat 7 – ETM+ terjadi perbedaan kondisi luasan beberapa tutupan lahan dengan konsesi perkebunan.

(42)

Tutupan lahan berupa kebun menurut konsesi yang ada, luasan areal yang ditanami tanaman komoditi sebesar 780,87 Ha atau 70,61% total luasan dari ijin areal konsesi, sedangkan dari kondisi aktual dari pengolahan Citra Satelite Landsat 7 –ETM+ tahun 2004 didapatkan luasannya sekitar 650,88 Ha (58,85%). Penyusutan areal kebun ini kemungkinan disebabkan karena adanya proses peremajaan tanaman yang akan ditanami tanaman muda oleh pihak perkebunan sehingga pada Citra Satelite Landsat 7 –ETM+ terbaca sebagai semak belukar. Sebab yang lain, Kebun Kertowono bagian Kajaran juga pernah mengalami penjarahan lahan oleh masyarakat sekitar dan sampai sekarang masih ada beberapa tempat dalam areal kawasan yang digunakan masyarakat untuk bercocok tanam dengan komoditi non perkebunan lainnya.

Tutupan lahan berupa hutan juga mengalami penyusutan luasan dimana seharusnya tutupan lahan yang diperuntukkan sebagai hutan cadangan luasannya sebesar 225,33 Ha (20,37% dari total luasan) berkurang menjadi 64,39 Ha (5,82% dari total luasan). Hal ini disebabkan karena areal kawasan yang seharusnya diperuntukkan untuk hutan cadangan telah dijarah oleh masyarakat dan dialih fungsikan menjadi kawasan budidaya. Ada areal jarahan yang ditinggalkan sehingga menjadi semak belukar (Gambar 12).

(43)

29

(44)

5.1.1 Kepekaan Jenis Tanah dan Batuan Geologi

Penentuan kepekaan jenis tanah ini didasarkan atas SK Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/1980. Berdasarkan data yang didapatkan bahwa jenis tanah yang terdapat di kebun Kertowono bagian Kajaran termasuk jenis tanah kompleks, sehingga penentuan kelasnya adalah kelas dari jenis tanah yang terpeka terhadap erosi yang terdapat dalam jenis tanah kompleks tersebut.

Jenis tanah yang terdapat di Kebun Kertowono bagian Kajaran ada dua macam tanah yaitu kompleks Latosol Coklat Kemerahan dan Litosol dengan luasan sekitar ± 1037,22 Ha . Tingkat kepekaan dan kelas jenis tanah didasarkan pada jenis tanah yang terpeka erosi yaitu Litosol sehingga jenis tanah kompleks ini masuk pada kelas tanah V dengan kepekaan terhadap erosi termasuk dalam kegori sangat peka dan memiliki susunan batuan induk yaitu Tuf dan batuan volkan masam intermedier dan basis. Jenis tanah yang kedua adalah Asosiasi Aluvial Kelabu dan Coklat Kekelabuan Asosiasi dengan luasan ± 68,68 Ha. Tingkat kepekaan jenis tanah aluvial termasuk kategori tidak peka sehingga kelas jenis tanahnya masuk kategori kelas tanah I dengan batuan induk endapan liat (Tabel 7).

Tabel 7. Kepekaan Jenis Tanah pada Kebun Kertowono bagian Kajaran

No. Jenis Tanah Tingkat

Kepekaan

Luasan (Ha)

Persentase (%)

1 Latosol Coklat Kemerahan dan Litosol Sangat Peka 1037,22 93,8 2 Asosiasi Aluvial Kelabu dan Coklat

Kekelabuan Asosiasi

Tidak Peka 68,68 6,2

Sumber : Data primer hasil penelitian (diolah)

Rachim dan Suwardi (2002), menyatakan bahwa tanah Litosol merupakan tanah paling muda, dan batuan induknya seringkali dangkal (kurang dari 45 cm) sehingga jenis tanah ini sangat rentan terhadap erosi terlebih jika jenis tanah ini berada daerah dengan curah hujan tinggi. Berdasarkan Tabel 7 diatas menunjukkan bahwa sebagian besar kawasan kebun Kertowono bagian Kajaran memiliki jenis tanah yang sangat peka terhadap erosi sehingga untuk mempercepat proses pembentukan tanahnya dapat dilakukan tindakan dengan cara penanaman vegetasi baik berupa penghutanan atau tindakan lain untuk mempercepat proses pelapukan batuan induknya (Rachim dan Suwardi,

(45)

31

2002). Pola penyebaran jenis tanah pada kebun Kertowono bagian Kajaran disajikan pada Gambar 13.

5.1.2 Kemiringan Lereng

Kemiringan lereng ini di dapatkan dengan mengolah data digital DEM (Digital Elevation Model) dengan ukuran pixel 90 meter yang didapat dari data Shuttle Radar Topography Mission (SRTM). Data digital DEM kemudian dibuat klasifikasi tingkat kecuramannya sehingga didapatkan data pada tabel 8 sebagai berikut :

Tabel 8 Luas masing-masing tingkat kelerengan di Kebun Kertowono bagian Kajaran.

No. Kelas Bentuk lereng Luas (Hektar/Ha) Persentase luasan (%) 1 0-8 % Datar 615,65 55,67 2 8-15% Landai 97,21 8,79 3 15-25% Agak curam 103,59 9,37 4 25-40% Curam 134,35 12,15 5 >40% Sangat Curam 155,10 14,02

Sumber : Data primer hasil penelitian (diolah)

Menurut Purnamasari (2007), derajat dan panjang lereng adalah unsur yang mempengaruhi terjadinya longsor. Semakin tinggi derajat lereng maka akan memberikan bahaya rawan longsor yang lebih tinggi. Berdasarkan Tabel 8 diatas bahwa ada sebagian kawasan kebun Kertowono bagian Kajaran dari tingkat kemiringan lereng termasuk kategori sangat curam (14,02%) dan hal ini haruslah sangat diperhatikan karena jika nanti curah hujan di daerah tersebut tinggi, dan jenis tanahnya adalah Latosol Coklat Kemerahan dan Litosol, kemudian tutupan lahannya terbuka atau vegetasinya bukan merupakan pepohonan maka bisa menimbulkan bahaya rawan longsor karena tingkat kemiringan lereng yang sangat curam akan menambah kecepatan gerakan tanah yang mengalami longsor.

(46)

Gambar

Gambar 1. Alur Perumusan masalah
Gambar 2 Metode Penelitian
Gambar 3 Metode IPA dan Transect
Gambar 4 Bentuk jalur analisis vegetasi  3.5 Metode Penentuan Kawasan HCV
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini validasi data diambil untuk mengetahui kelayakan buku pop-up tentang rumah dan pakaian adat nusantara di Jawa sebelum diterapkan pada

Mereka, di samping ada juga peranan dari golongan lain, secara tidak langsung ikut berpartisipasi dalam menumbangkan cengkeraman kekuasaan Tokugawa dan yang

Hasil analisa ragam menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi terhadap parameter bobot segar konsumsi tanaman antara konsentrasi biourine dan dosis nitrogen (Tabel

Setelah mengadakan peneliatian tentang manajemen bimbingan pra nikah KUA Kecamatan Lambu Kabupaten Bima, dapat dipahami bahwa Manajemen bimbingan pra nikah yang dilaksanakan

Untuk mendukung sebuah gagasan yangada, mahasiswa perlu diberikan pendidikan literasi informasi agar mahasiswa mengetahui kebutuhan informasi dan menyeleksi informasi

Dalam Bab 5, Introduction to Lexical Semantics, Cruse membicarakan konsep dasar yang terkait dengan semantik leksikal seperti perbedaan antara makna leksikal

The results show that constraints Indonesia to retaliation because of the political power of the state is opposed to Indonesian dispute, lack of human resources in

Saat program dijalankan, maka mikrokontroller akan mengirimkan data 0 atau 1 secara bergantian maka rangkaian penerima akan menampilkan ketinggian level air 10 cm