• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemetaan Kawasan High Conservation Value (HCV) .2 Kawasan High Conservation Value 1 (HCV 1) .2 Kawasan High Conservation Value 1 (HCV 1)

Dalam dokumen PEMETAAN HIGH CONSERVATION VALUE AREA`S (Halaman 56-66)

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.3 Pemetaan Kawasan High Conservation Value (HCV) .2 Kawasan High Conservation Value 1 (HCV 1) .2 Kawasan High Conservation Value 1 (HCV 1)

High Conservation Value 1 merupakan kawasan hutan yang

mempunyai konsentrasi nilai-nilai keanekaragaman hayati yang penting secara global, regional atau nasional (misalnya spesies endemi, spesies hampir punah, tempat untuk menyelamatkan diri (refugia)) (Daryatun et

al, 2003). Salah satu komponen dari HCV 1 ini adalah kawasan lindung.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada beberapa tempat di areal perkebunan kebun Kertowono bagian Kajaran yang merupakan kawasan lindung, baik berupa kawasan hutan lindung, sempadan sungai, serta kawasan perlindungan lainnya dalam hal ini adalah lahan basah (wet land).

Kawasan hutan lindung di areal perkebunan kebun Kertowono bagian Kajaran tersebar di dua tempat yaitu di daerah Bestik dengan luasannya sekitar 1,485 Ha dan di hutan Sumur Windu dengan luasan 14,194 Ha. Kawasan hutan lindung Sumur Windu merupakan bagian dari kawasan hutan Sumur Windu. Kawasan hutan lindung Sumur Windu ini berada di

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 Hutan Danyang Hutan Sumur Windu Lahan basah-Gumuk Winong Semak belukar N il ai I n d e k s K ean e k ar aga m an Habitat

Gambar 19 Perbandingan Nilai Indeks Keanekaragaman Jenis pada setiap Habitat

3.089 2.956 2.893

43

dalam kawasan perkebunan dan terpisah dari hutan lindung milik Perum PERHUTANI yang berada di sekitar perkebunan kebun Kertowono bagian Kajaran. Sedangkan kawasan hutan lindung Bestik masih menyatu dengan hutan lindung milik Perum PERHUTANI di luar kawasan perkebunan.

Kawasan sempadan sungai sebagian besar terdapat di afdeling Kaliwelang dengan luasan sekitar 72,457 Ha. Kawasan perlindungan lainnya atau lahan basah (wetland) terdapat di afdeling Bedengan, kawasan ini berdekatan dengan perbukitan kecil (Gumuk Winong) dengan tingkat kemiringan lereng agak curam oleh masyarakat sekitar dinamakan daerah Lahan Basah/rawa-Gumuk Winong dengan luasan 3,115 Ha (Gambar 20).

Lahan basah-Gumuk Winong sebagian digunakan masyarakat menjadi lahan budidaya berupa persawahan, tapi masih ada beberapa tempat yang ditumbuhi semak-semak. Pada daerah ini ada beberapa spesies burung yang dilindungi menurut PP. No 7 Tahun 1999 dan IUCN (Tabel 15). Lahan basah ini masih menyatu dengan daerah rawa yang lebih luas yang terdapat di luar kawasan perkebunan kebun Kertowono bagian Kajaran. Untuk selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 21 berikut :

Lahan basah

Gambar 20 Lahan basah-Gumuk Winong

45

Ketiga tempat kawasan lindung tersebut dilakukan penilaian terhadap keberadaan spesies-spesies yang dapat dijadikan indikasi HCVAs, terdapat dua tempat yang dijadikan tempat penilaian kawasan HCV 1 yaitu hutan lindung Sumur Windu dan Lahan basah-Gumuk Winong tentang keberadaan spesies hampir punah dan konsentrasi spesies endemik.

Hutan lindung Sumur Windu terdapat enam spesies burung yang mempunyai nilai penting pada keanekaragaman hayati secara global dan nasional yaitu burung Haliaeetus leucogaster (Elang laut perut putih),

Spilornis cheela (Elang ular bido), Aceros undulatus (Julang emas), Pavo muticus (Merak hijau), Megalaima javensis (Takur tulung-tumpuk) dan Pitta guajana (Paok pancawarna). Spesies-spesies tersebut kecuali Megalaima javensis (Takur tulung-tumpuk) masuk dalam kategori CITES Apendiks II

yang artinya spesies-spesies tersebut masuk dalam daftar spesies yang tidak terancam kepunahan, tapi mungkin terancam punah bila perdagangan berlanjut tanpa adanya pengaturan dan secara nasional masuk dalam daftar dilindungi di PP. No 7 tahun 1999 (Gambar 21).

Pavo muticus (Merak hijau) untuk tingkat keterancaman dalam IUCN

termasuk kategori vulnerable atau rentan artinya spesies ini memiliki resiko kepunahan yang tinggi di alam, untuk Megalaima javensis (Takur tulung-tumpuk) masuk kategori IUCN Near Threathed atau hampir terancam artinya spesies ini memiliki keterancaman paling dekat.

Haliaeetus leucogaster (Elang laut perut putih) dan Spilornis cheela

(Elang ular bido) termasuk dalam famili Accipitridae, famili ini dilindungi oleh pemerintah Indonesia dan CITES, dikarenakan burung ini memiliki fungsi yang sangat penting bagi penyeimbang ekosistem (Darmawan, 2006). Jenis burung pemangsa ini memiliki fungsi untuk menjaga keseimbangan ekosistem dari populasi hama tikus dan populasi ular yang berlebihan dengan cara memangsanya (Sozer et al 1999 dalam Darmawan, 2006).

Aceros undulatus (Julang emas) termasuk dalam famili Bucerotidae.

Famili Bucerotidae dilindungi pada tingkat suku/famili oleh pemerintah Indonesia dan CITES dikarenakan jenis ini memiliki manfaat yang besar sebagai indikator kesehatan hutan. Menurut Kemp (1993) dalam Darmawan

(2006), jenis burung anggota Bucerotidae memegang peranan penting dalam penyebaran biji. Bucerotidae ini menyenangi habitat hutan dengan penutupan tajuk lebar pohon dengan diameter besar dan banyak terdapat pohon buah. Sehingga suku tersebut dapat digunakan untuk melihat tingkat kesehatan atau kelestarian hutan, selain itu populasi jenis ini dialam sangatlah terbatas, dan rentan terhadap gangguan sehingga perlu dilindungi. Ada beberapa alasan suatu jenis burung perlu dilindungi pada tingkat spesies atau jenis karena jenis burung tersebut memiliki potensi diperdagangkan yang tinggi, terancam populasinya atau populasi di alam sedikit penyebarannya terbatas serta memiliki manfaat terhadap keseimbangan dan kelestarian lingkungan (Sozer

et al, 1999).

Hutan sumur windu mempunyai dua spesies pohon Ficus spp. yaitu Ficus

variegata dan Ficus hispida yang merupakan sumber makanan dari Aceros undulatus (Julang emas). Menurut Meijaard et al (2006), ada tiga jenis buah

yang dimakan oleh rangkong Asia yaitu buah yang kaya lemak dan berbentuk kapsul seperti Aglaia spp dan Myristica spp., buah berdaging dan berbiji dari marga Lauraceae dan Annonaceae, serta buah berkandungan gula tinggi seperti Ficus spp. Walaupun spesies-spesies Ficus ini tidak dilindungi oleh Undang-Undang tapi keberadaannya memegang peranan penting sebagai daya dukung untuk habitat burung famili Bucerotidae.

Nilai dominansi untuk Aceros undulatus (Julang emas) dan Arachnothera

affinis (Pijantung gunung) adalah 8,571% dan 5,714% untuk Pitta guajana ini

berarti spesies burung tersebut dapat sering dijumpai di hutan lindung Sumur Windu. Haliaeetus leucogaster (Elang laut perut putih) Spilornis cheela (Elang ular bido), Pavo muticus (Merak hijau) dan Megalaima javensis (Takur tulung-tumpuk) nilai dominansinya masing-masing adalah 2,857% artinya spesies ini sub dominan dan jarang ditemukan di sekitar lokasi. Gambar 22 menunjukkan gambar burung Aceros undulatus (Julang emas) dan Pitta

47

Terdapat satu spesies burung yang masuk kategori dilindungi secara nasional dalam daftar PP. No 7 tahun 1999 adalah Arachnotera affinis.

Pada habitat Sumur Windu ini ada dua spesies burung yang endemik pulau Jawa yaitu Megalaima javensis (Takur tulung-tumpuk), dan Prinia inornata (Prenjak padi). Jenis-jenis endemik dan dilindungi dipandang memiliki tingkat urgensi tertinggi untuk dijaga keberadaannya mengingat jenis-jenis tersebut sangat tergantung pada keberlangsungan habitat asli yang didiaminya. Keberadaan jenis endemik ini bisa dijadikan sebagai inspirasi bagi masyarakat sekitar untuk tetap menjaga keberadaan hutan tanaman tersebut (Dewi, 2005).

Berdasarkan data yang diperoleh untuk vegetasi yang dilindungi menurut SK. Mentan No 54/Kpts/Um/1972 di Sumur Windu ini adalah Pterospermum

javanicum (Bayur). Pada habitat sumur windu juga terdapat spesies Macaranga sp. yang menandakan bahwa habitat sumur windu telah

mengalami kerusakan, karena spesies Macaranga sp. merupakan spesies pohon yang umumnya terdapat pada habitat yang rusak.

Habitat Lahan basah-Gumuk Winong juga memiliki nilai keanekaragaman hayati yang penting secara global menurut IUCN adalah Leptoptilos javanicus (Bangau tongtong) dalam kategori vulnerable atau rentan. Habitat Lahan basah-Gumuk Winong sering dikunjungi spesies burung ini karena kebiasaan burung ini yang suka mengunjungi persawahan, padang rumput terbuka yang kebanjiran dan mangrove.

Gambar 22 Burung-burung yang masuk CITES

Aceros undulatus

Foto : Andi NC

Pitta guajana

Untuk burung yang dilindungi secara nasional menurut PP. No 7 tahun 1999 yang disajikan dalam Tabel 15 berikut :

Tabel 15 Spesies Burung yang Dilindungi di Lahan Basah-Gumuk Winong menurut PP. No 7 tahun 1999

No. Nama Lokal Nama Ilmiah Nama Inggris

1 Kuntul besar Egretta alba Great egret

2 Kuntul kecil Egretta garzetta Little egret

3 Raja udang meninting Alcedo meninting Blue-eared Kingfisher 4 Raja udang biru Alcedo coerulescens Small blue Kingfisher 5 Kipasan belang Rhipidura javanica Pied fantail

6 Burung madu kelapa Anthreptes malacensis Plian-throated Sunbird 7 Burung madu sriganti Nectarinia jugularis Olive-backed Sunbird

Sumber : Data primer hasil penelitian (diolah)

Pada habitat lahan basah-Gumuk Winong spesies burung endemik pulau Jawa adalah Stachyris thoracica (Tepus leher putih).

5.3.3 Kawasan High Conservation Value 2 (HCV 2)

High Conservation Value 2 merupakan kawasan hutan yang mempunyai

tingkat lanskap yang luas yang penting secara global, regional dan lokal yang berada di dalam unit pengelolaan, atau yang mempunyai unit pengelolaan didalamnya, dimana sebagian besar atau semua populasi spesies berada pada pola-pola alami atau distribusi dan kelimpahan (Daryatun et al, 2003). Hasil penelitian didapatkan ada tiga tempat tutupan lahan yang masih berupa hutan/vegetasi rapat yaitu di hutan Danyang dengan luasan 4,189 Ha, hutan Sumur Windu luasannya 54,728 Ha dan Bestik luasannya 5,473 Ha (Gambar 12, hal. 39).

Hutan Danyang dan hutan di Bestik dilihat dari citra klasifikasi Lansdsat 7 –ETM+ tahun 2004 (Gambar 23) merupakan bagian dari hutan lindung yang berada di luar kawasan perkebunan yang lebih luas sehingga hutan Danyang dan hutan Bestik termasuk ke dalam HCV 2. Dalam teori “biogeografi pulau”, hutan Danyang dan hutan Bestik merupakan daratan bagian dari pulau yang besar. Pada hutan Danyang terdapat empat spesies pada marga/famili Pycnonotidae (kutilang) dibandingkan pada habitat hutan sumur windu yang hanya ada dua spesies pada marga/famili Pycnonotidae, hal ini menandakan kemungkinan secara lansekap hutan Danyang yang luasnya 4,189 Ha merupakan tepian hutan karena banyak spesies dari kutilang umumnya hidup pada tepian hutan (Meijaard et al , 2006)

49

Penilaian lebih lanjut dilakukan tentang keberadaan spesies yang ada di hutan Danyang yang telah masuk HCV 2 di dapatkan bahwa ada spesies yang masuk kategori keanekaragaman hayati yang penting secara global dan nasional yaitu spesies burung Spilornis cheela (Elang ular bido), Aceros

undulatus (Julang emas), Pavo muticus (Merak hijau), dan Megalaima javensis (Takur tulung-tumpuk) yang masuk dalam daftar CITES Apendiks II

dan PP. No 7 tahun 1999 pemerintah Republik Indonesia dan IUCN. Ada juga beberapa spesies burung yang masuk dalam daftar dilindungi secara nasional menurut PP. No 7 tahun 1999, diperoleh data yang disajikan dalam Tabel 16 berikut ini :

Tabel 16 Spesies Burung yang Dilindungi di Hutan Danyang menurut PP. No 7 tahun 1999

No Nama Lokal Nama Ilmiah Nama Inggris

1 Pijantung kecil Arachnotera longirostra Little Spiderhunter

2 Pijantung gunung Arachnothera affinis Grey-breasred Spiderhunter Sumber : Data primer hasil penelitian (diolah)

Pada habitat hutan Danyang spesies endemik yang ditemukan adalah

Megalaima javensis (Takur tulung-tumpuk). Selain itu, ditemukan satu spesies

burung migran yaitu Muscicapa dauurica (Sikatan bubik).

Spesies vegetasi yang dilindungi di hutan Danyang adalah spesies

Aleurites mollucana (L) Medic. (kemiri) menurut SK. Mentan No.

54/Kpts/Um/1972 dan Shorea sp. (meranti) menurut SK. Menhut N0. 261/Kpts-IV/1990 dan PP No 7 tahun 1999. Dari data tersebut menunjukkan bahwa hutan Danyang selain merupakan kawasan HCV 2, juga merupakan kawasan HCV 1 karena terdapat spesies yang dilindungi baik secara global maupun nasional.

Hutan Sumur Windu merupakan kawasan hutan yang terpisah dari tingkat lanskap hutan yang lebih luas di luar kawasan perkebunan yaitu hutan lindung milik PERHUTANI. Hutan Sumur Windu adalah habitat yang terfragmentasi. Fragmentasi habitat dapat memperkecil potensi suatu spesies untuk menyebar dan kolonisasi. Banyak spesies burung pada daerah pedalaman hutan tidak dapat menyeberangi daerah terbuka karena adanya bahaya dimakan pemangsa (Primarck, 1998). Fragmentasi juga berakibat pada pengurangan jelajah dari hewan asli.

Teori “biogeografi pulau” menjelaskan hubungan antara luas area dengan jumlah spesies. Menurut Primarck (1998), diasumsikan bahwa penyempitan habitat alami pada suatu pulau yang memiliki sejumlah spesies akan

menyebabkan berkurangnya jumlah spesies-spesiesnya. Hutan yang

terfragmentasi adalah sebuah pulau yang dikelilingi oleh lautan habitat rusak atau habitat budidaya. Hutan sumur windu perlu dilindungi agar spesies-spesies burung dan vegetasi yang dilindungi disana tidak mengalami kepunahan.

Hutan Sumur Windu terdapat spesies vegetasi yang hampir sama dengan yang ada di hutan Danyang, misalnya : Orophea sp1, Bischofia javanica Bl.,

Antidesma mentanum Bl., Macaranga gigantea, Heritria litoralis dan

sebagainya (Lampiran 2 dan 3). Dilihat dari spesies kunci yang ada, di hutan Sumur Windu memiliki spesies kunci yang hampir sama dengan di hutan Danyang yaitu Aceros undulatus (Julang emas), Spilornis cheela (Elang ular bido), Pavo muticus (Merak hijau), Megalaima javensis (Takur tulung tumpuk) dan Arachnotera affinis (Pijantung gunung) sehingga dapat dinyatakan sebagai HCV 2 karena hutan Sumur Windu merupakan bagian integral dari hutan dengan tingkat lanskap yang luas.

5.3.4 Kawasan High Conservation Value Areas 4 (HCV 4)

High Conservation Value 4 merupakan kawasan hutan yang memberikan

pelayanan dasar dalam situasi yang kritis (e.g. perlindungan daerah aliran sungai, pengendalian erosi) (Daryatun et al, 2003). HCV 4 berkaitan erat dengan kawasan hidrologi yang berada di dalam kawasan perkebunan. Pada kawasan perkebunan terdapat aliran mata air yang sepanjang tahun mengalir dan kadangkala digunakan untuk mandi, minum dan sebagainya walaupun sebenarnya masyarakat terutama para buruh perkebunan yang tinggal di pemukiman/emplacement di dalam perkebunan ada yang mempunyai sumur sendiri. Mereka juga menggunakan aliran mata air ini sebagai cadangan air. Menurut masyarakat aliran mata air ini akan menjadi besar jika terjadi hujan deras. Kawasan HCV 4 ini bisa menjadi HCV 5 jika digunakan masyarakat

51

untuk kebutuhan-kebutuhan penting sehari-hari yaitu memasak, mandi, dan mencuci.

Kawasan HCV 4 ini menjadi penting karena daerah ini mempunyai fungsi sebagai daerah tangkapan air, adanya hutan di sekitar anak sungai membuat daerah ini semakin kecil dalam resiko kekeringan.

Gambar 23 Peta Batas Kawasan

Dalam dokumen PEMETAAN HIGH CONSERVATION VALUE AREA`S (Halaman 56-66)