• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

D. Metode Analisis Data

Dalam suatu analisis statistik, hal yang paling mendasar untuk suatu analisis adalah deskripsi dari suatu data (Ahmad Rodoni, 2004:6). Selain mendesksripsi hasil penelitian dalam bentuk tulisan, penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif, yaitu penelitian yang dirancang untuk menentukan tingkat hubungan variabel yang berbeda dengan suatu populasi. Peneliti dapat mengetahui seberapa besar kontribusi variabel bebas terhadap variabel terikat serta besarnya arah hubungan yang terjadi.

Dalam penelitian ini untuk menganalisis pendapatan nasional (PDB), nilai tukar/kurs, tingkat suku bunga SBI dan uang primer terhadap jumlah uang beredar digunakan alat analisis regresi OLS (ordinary Least Square) dengan data time series. Adapun metode analisis yang digunakan untuk mengestimas model penelitian ini adalah metode Error Corection Model (ECM) yang diperkenalkan oleh Sargan dan dipopulerkan oleh Eagle dan Granger (1987). Model koreksi kesalahan mampu meliputi banyak variabel dalam menganalisis fenomena ekonomi, baik jangka pendek maupun jangka panjang serta mengkaji konsistensi tidaknya model empirik dengan teori ekonomika. Selain itu, model ini mampu mencari pemecahan terhadap persoalan variabel runtun waktu yang tidak stasioner dan regresi lancung dalam ekonometrika.

Pengujian ECM baru dapat dilakukan bila terdapat indikasi adanya hubungan jangka panjang dengan menggunakan uji kointegrasi. Variabel-variabel

dikatakan terkointegrasi bila stasioner pada ordo yang sama. Untuk menguji kestasioneran data, maka pada penelitian ini digunakan Augmented Dickey-Fuller (ADF) test. Maka dalam penelitian ini dilakukan beberapa tahapan sebagai berikut:

1. Uji Stasioneritas

Dalam ekonometrika dikenal dengan beberapa pengujian unit root dan data ekonomi makro pada umumnya adalah time series yang rentan dengan ketidakstasioneran, untuk itu sebelumnya dilakukan uji stasioner. Tujuan uji stasioner ini adalah agar meannya stabil dan random errornya = 0, sehingga model regresi yang diperoleh adalah regresi semu.

Uji Augmented Dickey-Fuller memasukkan adanya autokorelasi di dalam variabel gangguan dengan memasukkan variabel independen berupa kelambanan diferensi. Augmented Dickey-Fuller (ADF) membuat uji akar unit dengan menggunakan metode statistik nonprametrik dalam menjelaskan adanya autokorelasi antara variabel gangguan tanpa memasukkan variabel penjelas kelambanan diferensi. Adapun uji akar unit dari ADF sebagai berikut:

ΛYt = a0 + a1T + yYt-1 + et Dimana t = adalah trend waktu

Statistik distributif t tidak mengikuti statistik distributif normal tetapi mengikuti distributif statistik ADF sedangkan nilai kritisnya digunakan nilai kritis yang dikemukakan oleh Mackinnon.

Prosedur untuk menentukan apakah data stasioner atau tidak dengan cara membandingkan antara nilai statistik ADF dengan nilai kritisnya yaitu distribusi statistik Mackinnon. Jika nilai absolut statistik ADF lebih besar dari nilai

kritisnya, maka data yang diamati menunjukkan stasioner dan jika sebaliknya nilai absolut statistik ADF lebih kecil dari nilai kritisnya maka data tidak stasioner.

Langkah-langkah pengujian sebagai berikut: Hipotesis:

Ho : Data tersebut tidak stasioner pada derajat Nol Ha : Data tersebut stasioner pada derajat Nol

Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria:

 Jika ADF test statistik > ADF tabel (critical value α = 5%) maka Ho ditolak, data stasioner pada derajat nol

 Jika ADF test statistik < ADF tabel (critical value α = 5%) maka Ha ditolak, data tidak stasioner pada derajat nol

2. Uji Derajat Integrasi

Dalam uji akar unit ADF bila menghasilkan kesimpulan bahwa data tidak stasioner, maka diperlukan proses diferensi data. Uji stasioner data melalui proses diferensi ini disebut uji derajat integrasi. Adapun formulasi uji derajat integrasi dari ADF sebagai berikut:

Λ2Yt = a0 + a1T + yΛYt-i + et Dimana:

Λ2Yt = ΛYt – ΛYt-1

Seperti uji akar unit ADF, keputusan sampai pada derajat keberapa suatu data akan stasioner dapat dilihat dengan membandingkan antara nilai statistik ADF yang diperoleh dari koefisien y dengan nilai kritis distribusi statistik Mackinnon. Jika nilai absolut dari statistik ADF lebih besar dari nilai kritisnya pada diferensi tingkat pertama, maka data dikatakan stasioner pada derajat satu.

Akan tetapi, jika nilainya lebih kecil maka uji derajat integrasi perlu dilanjutkan pada diferensi yang lebih tinggi sehingga diperoleh data yang stasioner.

Langkah-langkah pengujian sebagai berikut: Hipotesis:

Ho : Data tersebut tidak stasioner pada derajat 1, 2, ... dan seterusnya. Ha : Data tersebut stasioner pada derajat 1, 2, ...dan seterusnya.

Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria:

 Jika ADF test statistik > ADF table (critical value α = 5%) maka Ho ditolak, data stasioner pada derajat 1, 2, ……dan seterusnya.

 Jika ADF test statistik < ADF table (critical value α = 5%) maka Ha ditolak, data tidak stasioner pada derajat 1, 2, ……dan seterusnya.

3. Uji Kointegrasi

Uji kointegrasi merupakan kelanjutan dari uji akar unit. Tujuan dilakukannya uji kointegrasi adalah untuk mengkaji stasioneritas residual regresi kointegrasi. Stasioneritas penting jika ingin mengembangkan suatu model dinamis, terutama ECM yang mencakup variabel-variabel kunci pada regresi kointegrasi terikat.

Pada umumnya data time series tidak stasioner pada level atau mengandung unit root, bila data tersebut sudah stasioner pada ordo yang sama,

misalnya 1(1) maka dapat dilakukan uji kointegrasi untuk melihat apakah terdapat adanya hubungan keseimbangan antara variabel-variabel tersebut dalam jangka panjang.

Langkah-langkah pengujian sebagai berikut: Hipotesis:

Ho : Tidak terdapat hubungan jangka panjang antara variabel independent dan variabel dependent.

Ha : Terdapat hubungan jangka panjang antara variabel independent dan variabel dependent.

Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria:

 Jika ADF test statistik > ADF tabel (critical value α = 5%) maka Ho ditolak, terdapat hubungan jangka panjang antara variabel independent dan variabel dependen

 Jika ADF test statistik < ADF tabel (critical value α = 5%) maka Ha ditolak, tidak terdapat hubungan jangka panjang antara variabel independent dan variabel dependent.

4. Uji Asumsi Klasik a). Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi variabel terikat dan variabel bebasnya mempunyai model regresi yang baik. Model regresi yang baik adalah jika distribusi data normal atau mendekati normal. Pengujian dilakukan dengan menggunakan Uji Jargue-Bera Test atau J-B

test.

Langkah-langkah pengujian sebagai berikut: Hipotesis

Ho: residual berdistribusi tidak normal Ha: residual berdistribusi normal

Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria:

 Bila probabilitas obs*R2 > 0.05 maka signifikan, Ho ditolak (distribusi data normal)

 Bila probabilitas obs*R2 < 0.05 maka tidak signifikan Ha ditolak (distribusi data tidak normal)

b). Uji Linieritas

Uji yang sangat populer untuk menguji masalah linieritas adalah uji yang dikembangkan oleh J.B Ramsey tahun 1969 untuk lebih dikenal dengan nama

Ramsey RESET test. Uji ini biasanya didesain untuk menguji apakah suatu

variabel penjelas cocok atau tidak dimasukan dalam suatu model estimasi. Akan tetapi menurut Kennedy (1996) uji yang dikembangkan oleh J.B Ramsey ini digunakan untuk menguji apakah bentuk fungsi suatu model estimasi linier atau tidak linier.

Langkah-langkah pengujian sebagai berikut: Hipotesis

Ho: model tidak linier Ha: model linier

Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria:

 Bila probabilitas obs*R2 > 0.05 maka signifikan, Ho ditolak (model linier)  Bila probabilitas obs*R2 < 0.05 maka tidak signifikan Ha ditolak (model

tidak linier)

c). Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya hubungan linier yang sempurna antara semua variabel bebas.

Jika terjadi hubungan linear yang sempurna maka terdapat problem multikolinearitas. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi hubungan yang linear diantara variabel bebasnya.

Menurut Montgomery dan Hinies dalam blog Dicky Rahardiyantoro (2006) dijelaskan bahwa multikolinearitas data mengakibatkan koefisien regresi yang dihasilkan oleh analisis regresi berganda menjadi sangat lemah atau tidak dapat memberikan hasil analisis yang mewakili sifat atau pengaruh dari variable bebas yang bersangkutan. Dalam banyak masalah multikolinearitas dapat menyebabkan uji t menjadi tidak siginifikan.

Pengujian dilakukan dengan menggunakan matriks korelasi (Corelation Matrix).

Dengan langkah pengujian sebagai berikut: Hipotesis:

Ho: tidak bersifat Multikolinearitas Ha: bersifat Multikolinearitas

Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria:

 Bila hubungan antara X1 dan X2 > 0.8 → Ho ditolak, model bersifat multikolinearitas

 Bila hubungan antara X1 dan X2 < 0.8 → Ho diterima, model tidak bersifat multikolinieritas

d). Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Jika nilai dari variannya tetap maka disebut homoskedastisitas,

sedangkan jika variannya berbeda disebut heteroskedastisitas, dimana model regresi yang baik adalah yang tidak terjadi heteroskedastisitas.

Pendeteksian heteroskedastisitas dapat dilakukan melalui Uji White. Dengan langkah-langkah pengujian sebagai berikut:

Hipotesis;

Ho: tidak terjadi Heteroskedastisitas Ha: Terjadi Heteroskedastisitas

Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria:

 Bila probabilitas Obs*R2 < 0.05 → Ho ditolak, terjadi heteroskedatisitas  Bila probabilitas Obs*R2 > 0.05 → Ho diterima, tidak terjadi

heteroskedatisitas

e. Uji autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi liniear terdapat korelasi atau tidak.

Model regresi yang baik adalah model regresi yang tidak terdapat problem autokorelasi.

Pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi adalah sebagai berikut : a. Bila D-W di bawah -2 berarti terdapat autokorelasi positif.

b. Bila D-W diantara -2 s.d. +2 tidak terdapat autokorelasi.

c. Bila D-W di atas +2 terdapat autokorelasi negatif.

Untuk mengetahui ada atau tidaknya penyakit autokorelasi dalam suatu model, dapat dilihat dari nilai statistik Durbin-Watson.

Tabel 3.1 Uji Durbin-Watson Ada autokorelasi positif Tidak dapat diputuskan Tidak ada autokorelasi Tidak dapat diputuskan Ada autokorelasi negatif 0 dl du 2 4-du 4-dl 4 1.10 1.54 2.46 2.90 Langkah-langkah pengujian sebagai berikut:

Hipotesis:

Ho: tidak terdapat Autokorelasi Ha: Terdapat Autokorelasi

Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria:

 Bila nilai DW tidak berada antara 1.54 – 2.46 → Ho ditolak, model terdapat autokorelasi

 Bila nilai DW berada antara 1.54 – 2.46 → Ho diterima, model tidak terdapat autokorelasi

Selain dengan menggunakan uji Durbin Watson, untuk melihat ada tidaknya penyakit autokorelasi dapat juga digunakan uji Langrange Multiplier

(LM Test) dengan membandingkan nilai probabilitas R-Squared dengan α = 0.05 (Gujarati: 2006)

Langkah-langkah pengujian sebagai berikut: Hipotesis:

Ho: tidak terjadi Autokorelasi Ha: Terjadi Autokorelasi

Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria:

 Bila probabilitas Obs*R2 < 0.05 → Ho ditolak, terjadi autokorelasi  Bila probabilitas Obs*R2 > 0.05 → Ho diterima, tidak terjadi autokorelasi 5. Uji Error Corection Model (ECM)

Pengujian ECM dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Model Dasar : M2 = f (PDB, KURS, SBI, UP)

Model Ekonometrika :M2t = βo+β1PDB t +β2KURS t +β3SBI t + β4UP t + e Dengan model linier dinamis menggunakan fungsi biaya kuadrat tunggal, dapat diturunkan model koreksi kesalahan (error correction model). Bentuk ECM

dari studi ini adalah

DM2t = βot+ β1DPDBt+ β2DKURSt + β3DSBIt+ β4DUPt + β5BPDBt + β6BKURSt + β7BSBIt + β8BUPt + Β9ECTt + e

Jika diuraikan dalam bentuk natural log akan berubah menjadi sebagai berikut:

DLNM2t = βo +β1DLNPDBt+ β2DLNKURSt+ β3DLNSBIt+ β4DLNUPt + β5BLNPDBt + β6BLNKURSt + β7BLNSBIt + β8BLNUPt + β 9ECTt + e

Sehingga rumus ECM yang terbentuk untuk penelitia ini adalah

DLNM2 C DLNPDB DLNKURS DLNSBI DLNUP LNPDB(-1) LNKURS(-1)

LNSBI(-1) LNUP(-1) ECT

Ket : βo = Konstanta (constant)

β1, …, β9 =Koefisien regresi variabel bebas M2 = Jumlah Uang Beredar Arti Luas PDB = Produk Domestik Bruto

KURS = Nilai Tukar

SBI = Tingkat Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia UP = Uang Primer

e = Error Term

t = Periode Waktu

Setelah model ECM terbentuk, maka pengujian dilanjutkan ke tahap berikutnya yaitu uji ECT

6. Uji Error Corection Term (ECT)

ECT adalah bagian dari pengujian analisa dinamis yaitu ECM. Nilai ECT diperoleh dari penjumlahan variabel independen tahun sebelumnya dikurangi variabel dependen tahun sebelumnya. Hal ini dimaksudkan untuk melihat bagaimana pengaruh dari model tersebut baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

Model ECT yang terbentuk pada penelitian ini adalah:

ECT = LNPDBt(-1)+LNKURSt(-1)+LNSBIt(-1)+LNUPt(-1)–LNM2 t(-1)

Jika variabel ECT positif dan signifikan 5% maka spesifikasi model sudah sahih (valid) dan dapat menjelaskan variabel dependen.

Dokumen terkait