• Tidak ada hasil yang ditemukan

5.2 Metode Analisis Identifikasi Potensi di Kabupaten Kupang

5.2.3 Metode Analisis Data

Metode analisis data dalam identifikasi potensi terbagi atas tiga bagian yaitu analisis spasial/keruangan, analisis daya dukung dan analisis kelayakan usaha/finansial. Berikut ini adalah penjelasan mengenai ketiga analisis tersebut.

a. Analisis Spasial – Kesesuaian Lahan

Analisis keruangan digunakan untuk melihat kesesuaian pemanfaatan ruang secara visual dalam bentuk peta untuk beberapa potensi sumberdaya perairan di kawasan budidaya laut. Analisis dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu (1) mendeliniasi batas kajian yang mencakup lahan daratan dan perairan di sekitar Kabupaten Kupang, (2) untuk lahan perairan, pengumpulan data lapangan berupa titik (point information) yang mengandung informasi karakteristik perairan, (3) menganalisis secara spasial titik yang berisi informasi tersebut dengan metode interpolasi yaitu pengolahan data titik menjadi area (polygon) untuk membuat tema-tema yang akan di overlay berdasarkan kriteria kesesuaian pada masing-masing peruntukan (Lampiran 2).

Metode ini menggunakan metode Nearest Neighbour (Burrough & McDonnell, 1998; Morain, 1999), (4) untuk lahan daratan, pengumpulan data primer dan sekunder berupa data tabular (attribute) dan spasial yang dihimpun dalam suatu basis data. Peta tematik yang dihasilkan dari hasil interpolasi tersebut, selanjutnya diberikan skor dan bobot kemudian di overlay untuk mendapatkan lokasi yang sesuai bagi berbagai peruntukan berdasarkan berbagai kriteria kesesuaian lahan yang disusun sebelumnya. Pada setiap tahapan tersebut, data diolah dengan menggunakan Software Arc View GIS. Informasi yang diharapkan dari hasil analisis spasial ini adalah kesesuaian peruntukan ruang untuk pengembangan minapolitan budidaya laut berdasarkan hasil analisis peta land system, peta kemiringan lahan (slope), peta land use, dan peta RBI.

Analisis kesesuaian lahan berdasarkan nilai hasil pembobotan dan skoring pada masing-masing parameter yang menjadi indikator kesesuaian. Pembobotan pada setiap faktor pembatas/parameter ditentukan berdasarkan pada dominannya parameter tersebut terhadap peruntukan. Besarnya pembobotan ditunjukkan pada suatu parameter untuk seluruh evaluasi lahan, sebagai contoh : keterlindungan dan kedalaman mempunyai bobot yang lebih tinggi untuk budidaya keramba dan rumput laut dibandingkan dengan penangkapan ikan.

Pemberian nilai (scoring) ditujukan untuk menilai beberapa faktor pembatas/parameter/kriteria terhadap suatu evaluasi kesesuaian. Adapun kriteria dan matriks kesesuaian lahan (lokasi) yang dapat digunakan sebagai acuan pada setiap peruntukan dan urutan overlay dapat dilihat pada Lampiran 1. Dalam peneltian ini, penentuan kelas kesesuaian lahan didasarkan pada klasifikasi menurut FAO (1976), namun dengan pertimbangan lahan yang dievaluasi (perairan) cukup sempit sehingga kelas kesesuaian dibagi ke dalam tiga kelas yaitu kelas sangat sesuai (SS), sesuai (S) dan tidak sesuai (TS) dengan nilai skor masing-masing 3, 2, dan 1 (DKP, 2002).

Analisis overlay yang digunakan adalah index overlay model. Benham dan Carter (1994) dalam Subandar (1999), menyatakan bahwa setiap coverage memiliki bobot (weight) dan setiap kelas dalam model memiliki nilai (score) sesuai dengan tingkat kepentingannya. Dalam model ini setiap coverage memiliki urutan kepentingan dimana coverage yang memiliki pengaruh yang paling besar diberikan penilaian yang lebih tinggi dari yang lainnya, begitu juga dengan urutan

overlay harus berdasarkan urutan tingkat kepentingan atau pengaruh yang paling besar ke tingkat yang paling kecil. Model matematis disajikan sebagai berikut :

………(2)

dimana : S = Indeks terbobot pada area objek atau area terpilih Sij = Skor pada kelas ke-j dari peta ke-i

Wi = Bobot pada input peta ke-i n = Jumlah peta

Hasil analisis kesesuaian lahan untuk kegiatan pengembangan budidaya rumput laut, keramba jaring apung, penangkapan ikan dan kawasan lindung (konservasi) akan diperoleh peta yang mendeskripsikan pola penggunaan lahan yang sesuai bagi peruntukan kawasan tersebut. Dengan demikian diharapkan pemilihan lokasi untuk berbagai kawasan ini akan memberikan dampak positif bagi masyarakat pengguna ruang maupun pemerintah.

b. Analisis Daya Dukung Lahan

Berkaitan dengan semakin meningkatnya pertambahan jumlah penduduk, maka kebutuhan lahan juga semakin bertambahan yang akhirnya berdampak kepada semakin terbatasnya lahan, baik untuk tempat tinggal (permukiman) maupun untuk kegiatan pemanfaatan lainnya. Oleh karena itu diperlukan suatu analisis untuk menentukan seberapa besar daya dukung suatu lahan untuk menampung suatu kegiatan pemanfaatan pada suatu wilayah tanpa merusak kelestarian lingkungan yang ada.

Daya dukung yang dianalisis dalam kajian ini hanya dibatasi pada daya dukung kemampuan lahan (ruang) dalam menampung suatu kegiatan ditinjau dari aspek kesesuaian lahan (fisik) dan sosial budaya masyarakat setempat, sedangkan daya dukung lingkungan perairan yang berhubungan erat dengan produktifitas lestari perairan tersebut. Hasil analisis ini akan memberikan informasi mengenai seberapa besar luas lahan dan jumlah unit kegiatan dalam mendukung suatu kawasan tertentu untuk diusahakan. Berikut ini uraian analisis daya dukung bagi berbagai peruntukan yang akan dikembangkan pada kawasan Kabupaten Kupang. Pertama, untuk perhitungan daya dukung lahan budidaya rumput laut dapat dianalisis dengan menggunakan pendekatan luas areal budidaya sesuai (kategori sangat sesuai dan sesuai), kapasitas lahan dan metode budidaya yang diterapkan. Parameter yang menjadi acuan dalam penentuan daya dukung lahan tersebut menurut Rauf (2008) antara lain :

a) Luas lahan budidaya rumput laut yang sesuai

Luas lahan (areal perairan) budidaya rumput laut yang sesuai dapat diperoleh dari hasil analisis kesesuaian lahan dengan menggunakan SIG. Dalam studi ini dibagi dua musim dimana luas pada musim peralihan lebih besar dari musim timur atau barat sehingga analisis-nya pun dipisahkan.

b) Kapasitas lahan perairan

Kapasitas lahan diartikan sebagai luasan lahan perairan yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan budidaya rumput laut secara terus menerus dan secara sosial tidak menimbulkan konflik serta secara ekologi tidak mengganggu ekosistem pesisir. Besarnya kapasitas lahan yang ditetapkan dalam studi ini dianalisis dengan formula sebagai berikut :

KL =

= ………(3)

dimana : KL = Kapasitas lahan ΔL = L2– L1

L1 = Luas unit budidaya

L2 = Luas yang sesuai untuk satu unit budidaya l1 = Lebar unit budidaya

l2 = Lebar yang sesuai untuk satu unit budidaya p1 = Panjang unit budidaya

p2 = Panjang yang sesuai untuk satu unit budidaya

Kapasitas lahan ditentukan dari selisih antara luas lahan yang sesuai dengan luas unit budidaya dibagi dengan luas lahan yang sesuai kali 100%. Luas unit budidaya (L1) ditentukan berdasarkan luas rata-rata unit budidaya yang ada di Kabupaten Kupang. Luas yang sesuai untuk satu unit budidaya (L2) ditentukan berdasarkan hasil evaluasi kesesuaian lahan.

c) Luasan unit budidaya

Luasan unit budidaya adalah besaran yang menunjukkan luasan dari satu unit budidaya rumput laut, dimana setiap luasan unit budidaya berbeda-beda tergantung dari metode budidaya yang digunakan. Dalam kajian ini luasan satu unit budidaya didasarkan pada metode long line dengan ukuran 30 m x 100 m = 3000 m2 atau 0,003 km2.

d) Daya dukung lahan

Daya dukung lahan menunjukkan kemampuan maksimum lahan yang mendukung aktivitas budidaya secara terus menerus tanpa menimbulkan terjadinya penurunan kualitas, baik lingkungan biofisik maupun sosial. Berdasarkan pendekatan tersebut di atas maka daya dukung lahan untuk budidaya rumput laut dapat dihitung dengan formula sebagai berikut :

DDLRL = LLS x KL……….…………(4)

dimana : DDLRL = Daya dukung lahan budidaya rumput laut (ha) LLS = Luas lahan sesuai (ha)

KL = Kapasitas lahan (%)

Untuk menghitung berapa jumlah unit budidaya yang dapat didukung oleh lahan berdasarkan daya dukung yang diperoleh, dapat dianalisis dengan persamaan sebagai berikut :

JUBRL = ………..………..…………(5)

dimana : JUBRL = Jumlah unit budidaya rumput laut (unit) DDL = Daya dukung lahan (ha)

LUB = Luas unit budidaya (unit/ha)

Kedua, analisis daya dukung lahan perairan Kabupaten Kupang untuk kegiatan budidaya ikan dengan keramba jaring apung dilakukan dengan pendekatan luas areal kegiatan budidaya yang sesuai dan kapasitas lahan. Parameter yang menjadi acuan dalam penentuan daya dukung lahan tersebut, antara lain :

a) Luas lahan budidaya ikan dengan KJA yang sesuai

Luas lahan (areal perairan) budidaya ikan dengan KJA yang sesuai dapat diperoleh dari hasil analisis kesesuaian lahan.

b) Kapasitas lahan perairan

Besarnya kapasitas lahan yang digunakan untuk kegiatan budidaya dengan KJA dianalisis seperti formula yang digunakan pada budidaya rumput laut. Yang membedakan adalah luas unit budidaya yang digunakan secara umum di perairan Indonesia (Sunyoto, 2000) yaitu dengan luas (12 x 12) m2 = 144 m2 = 0,00014 km2.

c) Luasan unit rakit KJA

Luasan unit rakit KJA adalah besaran yang menunjukkan luasan dari satu unit rakit dengan empat keramba berukuran (3x3x2,5) m3.

d) Daya dukung lahan

Daya dukung lahan menunjukkan kemampuan maksimum lahan yang mendukung aktivitas budidaya secara terus menerus tanpa menimbulkan terjadinya penurunan kualitas, baik lingkungan biofisik maupun sosial. Berdasarkan pendekatan tersebut di atas maka daya dukung lahan untuk budidaya KJA dapat dihitung dengan formula sebagai berikut :

DDLKJA = LLS x KL……….…………(6)

dimana : DDLKJA = Daya dukung lahan budidaya KJA (ha) LLS = Luas lahan sesuai (ha)

KL = Kapasitas lahan (%)

Untuk menghitung berapa jumlah unit budidaya yang dapat didukung oleh lahan berdasarkan daya dukung yang diperoleh, dapat dianalisis dengan persamaan sebagai berikut :

JUBKJA = ………..…..………..…………(7)

dimana : JUBKJA = Jumlah unit budidaya KJA (unit) DDL = Daya dukung lahan (ha)

LUB = Luas unit budidaya (unit/ha)

Analisis daya dukung lahan perairan di Kabupaten Kupang untuk kegiatan budidaya teripang dan tiram mutiara memakai teknik perhitungan yang sama dengan KJA, namun disesuaikan dengan luasan unit budidaya teripang dan tiram mutiara.

c. Analisis Kelayakan Usaha Budidaya Laut

Dalam mengkaji suatu pengembangan usaha, di samping menganalisis tingkat kelayakan lahan dan perairan yang sesuai bagi peruntukannya juga dilakukan analisis terhadap kelayakan usaha dari sisi finansial. Analisis kelayakan usaha dimaksudkan untuk menilai keberhasilan usaha pada suatu bidang produksi dengan menilai besarnya pendapatan (keuntungan) yang diperoleh, sedangkan analisis finansial diperlukan untuk penetapan alternatif pemanfaatan budidaya dan pegembangan minapolitan secara berkelanjutan.

Untuk menentukan keuntungan, dilakukan perhitungan besar manfaat (benefit) yang diperoleh dan besarnya biaya (cost) yang dikeluarkan selama satu kali produksi (Soekartawai, 1986). Secara matematis, fungsi keuntungan dapat dirumuskan sebagai berikut :

RC = TR -TC………..…..………..…………(8)

dimana : RC = Keuntungan

TR = Total penerimaan usaha (Rp/ha/tahun) TC = Total pengeluaran (Rp/ha/tahun)

Sementara itu untuk mengetahui sejauh mana hasil yang diperoleh usaha tersebut telah layak dilanjutkan atau tidak, digunakan analisis perimbangan antara penerimaan dan biaya yang dirumuskan sebagai berikut :

………..…..………..…………(9)

dimana : R/C = Perbandingan pendapatan dan pengeluaran pi = Harga output produk ke-i

yi = Jenis output produk ke-i pj = Harga input ke-j

xj = Jenis input ke-j

Untuk kepentingan pengambilan keputusan R/C dinilai dengan menggunakan kriteria sebagai berikut :

R/C > 1, usaha budidaya laut untung

R/C = 1, usaha budidaya laut berada pada titik impas (break even point) R/C < 1, usaha budidaya laut rugi

Selanjutnya untuk menentukan prospek pengembangan berbagai kegiatan peruntukan di Kabupaten Kupang, maka dilakukan perhitungan besar manfaat (benefit) dan besarnya biaya (cost) yang dihitung berdasarkan nilai sekarang (net present value). Menurut Abelson (1979), beberapa indikator yang biasa digunakan dalam analisis ini, yaitu :

a) Net Present Value (NPV)

Net Present Value (NPV) atau nilai bersih sekarang adalah nilai kini dari keuntungan bersih yang akan diperoleh pada masa yang akan datang, dengan menghitung selisih antara manfaat dan biaya kini. Secara matematis NPV dapat dirumuskan sebagai berikut :

dimana : Bi = Keuntungan kotor tahunan, selama i tahun Ci = Biaya kotor tahunan, selama i tahun 1/(1+r)i = Discount factor (DF)

r = Tingkat suku bunga bank (discount rate) n = Umur ekonomis dari unit usaha

i = 0,1,2,3,…. tahun ke n

Kriteria pengambilan keputusan adalah sebagai berikut : NPV > 0 berarti budidaya laut layak diusahakan

NPV = 0 berarti budidaya laut berada pada titik impas (break even point) NPV < 0 berarti budidaya laut tidak layak diusahakan

b) Internal Rate of Return (IRR)

IRR merupakan suku bunga maksimal untuk sampai kepada NPV = 0, jadi dalam keadaan batas untung-rugi. Disamping itu juga dianggap sebagai tingkat keuntungan atas investasi bersih dalam suatu proyek, asal setiap manfaat yang diwujudkan secara otomatis ditanam kembali pada tahun berikutnya dan mendapatkan tingkat keuntungan yang sama dan diberi bunga selama sisa umur proyek. IRR digunakan untuk mengetahui tingkat pengembalian bunga usaha, dapat juga dianggap sebagai tingkat keuntungan atas investasi dalam suatu usaha (Kadariah et al., 1999). Secara matematis dituliskan :

………..………..…………(11)

dimana : i+ = tingkat suku bunga yang menghasilkan NPV positif i- = tingkat suku bunga yang menghasilkan NPV negatif NPV+ = NPV pada tingkat suku bunga i+

NPV- = NPV pada tingkat suku bunga i

-Dengan kriteria pengambilan keputusan :

 IRR > i+ artinya kegiatan usaha budidaya laut dapat dilanjutkan

 IRR > i- artinya kegiatan usaha budidaya laut tidak dapat dilanjutkan c) Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C)

Merupakan perbandingan antara jumlah total nilai kini (present value) dari keuntungan bersih pada tahun-tahun dimana keuntungan bersih bernilai positif dengan keuntungan bersifat negatif. Secara matematis, net benefit cost ratio (B/C) dapat dituliskan :

………..………..…………(12)

dimana : B = Keuntungan bersih tahunan yang diharapkan C = Modal investasi yang diharapkan

r = Tingkat suku bunga per tahun n = Jumlah tahun kegiatan

Kriteria pengambilan keputusan adalah sebagai berikut :

Net B/C > 1 berarti kegiatan usaha budidaya laut layak untuk diusahakan Net B/C = 1 berarti kegiatan usaha budidaya laut berada pada titik impas Net B/C < 1 berarti kegiatan usaha budidaya laut tidak layak untuk diusahakan

d) Pay Back of Period (PBP)

Pay Back of Period adalah suatu analisis yang dilakukan untuk melihat lama waktu yang diperlukan oleh kegiatan usaha untuk mengembalikan investasi, yaitu dengan membandingkan investasi dengan tingkat keuntungan selama satu periode produksi (1 tahun) (Kadariah et al., 1999). Secara matematis dituliskan sebagai berikut :

Pay Back of Period = Investasi / Tingkat keuntungan..……….(13) e) Break Event Point (BEP)

Break Event Point (BEP) merupakan sebuah pengukuran untuk mengetahui berapa volume atau kapasitas produksi minimum agar investasi itu tidak menderita rugi tetapi juga belum memperoleh keuntungan/laba, yang diformulasikan sebagai berikut :

BEP = (TBT+TBV/ TH ) x TP……….….……….(14)

dimana: TBT = Total biaya tetap TBV = Total biaya variabel TH = Total harga

5.3 Hasil dan Pembahasan Analisis Potensi Wilayah di Kabupaten Kupang