METODOLOGI PENELITIAN
D. Metode Analisis
1. Metode Analisis Likuiditas
Pendekatan atau indicator yang digunakan untuk membandingkan likuiditas antara sebelum dan sesudah pelaksanaan stock split atau reverse stock split adalah dengan menggunakan data volume perdagangan. Kemudian menghitung trading volume activity untuk menyesuaikan volume perdagangan dengan perubahan jumlah lembar saham. Software SPSS 17 digunakan untuk mengolah data dalam analisis likuiditas.
Setiap saham yang diperbandingkan, akan ditarik rentang waktu 60 hari sebelum pelaksanaan (t-60) dan 60 hari setelah pelaksanaan (t+60) dengan t0 sebagai hari pelaksanaan stock split dan reverse stock split. Hari pelaksanaan (t0) tidak dimasukan sebagai data yang diperbandingkan untuk menghilangkan efek yang berlebihan dari pelaksanaan split.
Langkah pertama dalam menganalisa perubahan likuiditas adalah dengan melakukan uji normalitas data. Selanjutnya, jika data berdistribusi normal, dalam menguji hipotesis digunakan paired sampel t-test. Namun, jika data memiliki distribusi yang tidak normal maka menggunakan sign-test. Kedua prosedur ini akan dilakukan dua kali, satu kali pada sampel emiten yang melakukan stock split dan satu kali pada sampel emiten yang melakukan
a. Uji normalitas data
Uji normalitas data adalah pengujian tentang kenormalan distribusi data. Uji ini bertujuan untuk menguji apakah variabel yang digunakan mempunyai distribusi yang normal atau tidak. Ada beberapa cara untuk mendeteksi normalitas data, salah satunya dengan penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik. Dasar pengambilan keputusan dalam uji normalitas data adalah:
o Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis
diagonal maka variabel-variabel tersebut memenuhi asumsi normalitas.
o Jika data menyebar dari garis diagonal dan tidak mengikuti arah garis
diagonal maka variabel-variabel tersebut tidak memenuhi asumsi normalitas.
b. Paired sampel t-test
Paired sampel t-test bertujuan untuk melihat pergerakan perubahan volume secara agregat pada hari pelaksanaan split. Pengujian ini digunakan karena jenis datanya berpasangan dan tidak saling bebas (dependen).
Perbandingan pada dua sampel dependen berarti membandingkan setiap data dari kelompok pertama dengan data kelompok kedua yang diambil dari sumber yang sama biasa disebut data berpasangan. Pasangan- pasangan ini diperbandingkan dengan melihat perbedaan atau selisih dari masing-masing data. Hipotesis yang diuji adalah apakah rata-rata dari
perbedaan ini sama dengan nol atau tidak. Statistik hitung untuk menguji hipotesis tersebut adalah sebagai berikut:
Sb =
(
1)
2 − n nd
dimana:Sb = standar error dua mean yang berhubungan
t =
(
)
Sb B Sb B = −0) dimana:B = beda antara pengamatan tiap pasang
B = mean dari beta pengamatan c. Uji tanda (sign test)
Jika hasil uji normalitas data menunjukkan bahwa distribusi data dalam penelitian ini tidak bersifat normal melainkan deskret, maka harus digunakan metode non parametrik. Adapun alat uji yang digunakan adalah uji tanda (sign test). Penelitian dengan uji tanda seperti ini juga pernah dilakukan oleh Ade Wirman (2002).
Dengan menggunakan uji tanda ini, peneliti hanya akan membandingkan rata-rata likuiditas saham perusahaan sampel sebelum dan sesudah saham tersebut di-split. Kemudian dengan memperhatikan hasil perbandingan tersebut, dapat ditarik kesimpulan tentang apakah stock
split dan reverse stock split mempunyai pengaruh terhadap likuiditas atau
2. Metode Analisis Return Saham
Data yang digunakan untuk menghitung return saham adalah harga saham yang termasuk kedalam data deret waktu (time series). Deret waktu merupakan barisan data yang memiliki jarak waktu (interval) yang sama yang diobservasi selama periode tertentu. Ada dua tujuan dari analisis deret waktu yaitu mengidentifikasi karakter alami (nature) dari deret waktu dan melakukan peramalan terhadap bagaimana deret tersebut berlanjut pada waktu ke depan. Kedua tujuan tersebut membutuhkan identifikasi pola (pattern) dari deret sehingga dapat diinterpretasikan dan diintegrasikan dengan informasi lainnya.
Secara teoritis, ada tiga kemungkinan pola yang terjadi yaitu horizontal, musiman dan trend. Pola horizontal diindikasikan oleh pola data yang berfluktuasi disekitar rataan dan biasanya deret itu disebut sebagai deret yang stasioner. Pola musiman diindikasikan oleh pola data yang dipengaruhi oleh faktor musiman seperti bulan tertentu selama setahun atau hari tertentu selama seminggu. Sedangkan pola trend diindikasikan oleh pola yang mengalami kecendrungan tertentu baik meningkat atau menurun selama periode deret.
Namun dalam prakteknya, sebagian besar deret memiliki pola yang tidak jelas. Seringkali deret yang pada awalnya diasumsikan musiman, menunjukkan pola yang tidak wajar pada titik tertentu sehingga menyulitkan dalam pengambilan keputusan penggunaan model yang tepat. Salah satu metode yang sangat populer untuk mengatasi hal tersebut adalah metode ARIMA. (Nuryadin, 2004).
Oleh karena itu, dalam penelitian ini digunakan metode ARIMA
(Autoregressive Integrated Moving Avarage Model) untuk mengestimasi
return wajar saham (expected return), yaitu dengan mencari model terbaik
saham berdasarkan periode estimasi dengan menstasionerkan data yang ada sebagaimana dilaksanakan oleh Nuryadin (2004). Dalam pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software Eviews 5.
ARIMA merupakan kombinasi dari model autoregressive dan moving
avarage yang dapat dijabarkan secara singkat seperti dibawah ini, yaitu:
1. Autoregressive (AR)
Autoregressive merupakan model linier yang meregresikan suatu variabel
dengan variabel itu sendiri pada masa lalu. Autoregressive berasumsi bahwa keragaman suatu variabel pada saat ini dapat dijelaskan oleh keragaman variabel itu sendiri pada masa lalu. Secara matematis,
autoregressve dengan order p atau AR (p) dapat dituliskan sebagai
berikut: t p t p t t t =ϑΥ +ϑ Υ + +ϑ Υ +ε Υ 1 −1 2 −2 ... − dimana:
Yt = data pada hari ke-t
Yt-n = data pada hari ke t-n (n = 1,2,3,...,p) n
ϑ = koefisien regresi order n (n = 1,2,3,...,p)
t
3. Moving Avarage (MA)
Moving Avarage merupakan model linier yang meregresikan variabel
tertentu dengan residualnya pada masa lalu. Moving avarage berasumsi bahwa keragaman suatu variabel dapat dijelaskan keragaman residual variabel itu sendiri pada masa lalu. Secara matematis, persamaan moving
avarage dengan order q atau MA (q) adalah sebagai berikut:
t q t p t t t =θε +θ ε + +θ ε +ε Υ 1 −1 2 −2 ... − dimana:
Yt = data pada hari ke-t n
t−
ε = residual pada hari ke t-n
n
θ = koefisien regresi order n
t
ε = residual pada hari ke-t
3. Autoregressive-Moving Avarage (ARMA)
Seringkali perilaku suatu data time series dapat dijelaskan dengan baik melalui penggabungan antara model AR dan model MA. Model gabungan ini disebut autoregressive-moving avarage (ARMA). Secara umum bentuk model dari ARMA dapat ditulis dalam bentuk persamaan sebagai berikut: q t q t t t p t p t t t = + Υ− + Υ− + + Υ− + + − + − + + − Υ ϑ0 ϑ1 1 ϑ2 2 ... ϑ θ0ε θ1ε 1 θ2ε 2 ... θ ε
4. Autoregressive Integrated Moving Avarage (ARIMA)
Model AR, MA dan ARMA sebelumnya mensyaratkan bahwa data time
series yang diamati mempunyai sifat stasioner. Data time series dikatakan
Namun dalam kenyataannya data time series seringkali tidak stasioner dan baru stasioner pada proses diferensi (difference). Model dengan data yang stasioner melalui proses differencing ini disebut model ARIMA.
Penelitian ini menggunakan jumlah periode estimasi selama 100 hari, dengan t-110 sebagai awal dari perhitungan estimasi dan t-10 sebagai akhir dari periode estimasi. Tanggal yang dianggap sebagai event pengumuman stock
split dan reverse stock split (announcement date) adalah tanggal emiten
mengumumkan stock split dan reverse stock split. Tanggal ini selanjutnya dianggap sebagai periode nol (t0). Berdasarkan tanggal pengumuman tersebut kemudian ditentukan periode investigasi, 10 hari sebelum (t-10) sampai dengan 5 hari setelah (t+5) pengumuman stock split dan reverse stock split. Jadi, t-10 adalah ending point pada periode estimasi sekaligus starting point untuk menghitung abnormal Return, sementara t+5 merupakan ending point untuk menghitung abnormal return.
Periode investigasi t-10 digunakan untuk mengantisipasi adanya kebocoran informasi sebelum pengumuman stock split dan reverse stock split, sedangkan t+5 dipilih sebagai ending point periode investigasi, karena rata-rata perusahaan di Indonesia melaksanakan stock split atau reverse stock split 5-10 hari setelah tanggal pengumuman.
Pada dasarnya, penyusunan model dengan pendekatan ARIMA merupakan suatu proses trial and error dengan melibatkan beberapa prosedur yang terdiri dari langkah-langkah berikut:
a. Mempersiapkan data
Tujuan dari tahap ini adalah untuk memastikan data memenuhi persyaratan permodelan ARIMA yaitu data bersifat stasioner. Suatu data runtun waktu dikatakan stasioner jika nilai rata-rata (mean), variance, dan
autocovariance-nya bukan merupakan fungsi dari waktu (time invariant),
jika data time series tidak memenuhi kriteria tersebut maka data dikatakan tidak stasioner. Dengan kata lain data time series dikatakan tidak stasioner jika rata-ratanya maupun variance-nya tidak konstan, berubah-ubah sepanjang waktu (time-varying mean and variance).
Untuk memastikan kestasioneran data, maka dilakukan uji unit root
dengan metode Augmented Dickey-Fuller Regression (ADF). Pengujian ini dilakukan dengan cara membandingkan nilai statistik ADF dengan nilai kritis Mackinnon untuk mengetahui derajat integrasi stasioneritas suatu variabel. Suatu variabel disebut stasioner jika nilai statistik ADF lebih besar dari nilai kritis Mackinnon.
Apabila ternyata data belum stasioner maka harus dilakukan
differencing orde pertama yaitu mengurangkan data pada hari ke-t dengan
data pada hari ke-t-1. Apabila belum stasioner juga maka perlu dilakukan
differencing orde kedua dengan mengurangkan data yang telah di-
differencing hari ke-t terhadap hari ke-t-1. Demikian seterusnya sampai
mendapat data yang stasioner. Namun pada umumnya, differencing orde pertama telah dapat merubah data menjadi stasioner.
b. Penentuan Model Tentatif
Setelah mendapatkan data yang stasioner, maka selanjutnya adalah menentukan model ARIMA. Metode baku yang digunakan untuk pemilihan model ARIMA adalah melalui plot correlogram. Tujuan plot
correlogram adalah untuk melihat pola autocorrelation dan partial
autocorrelation pada plot correlogram dilakukan sampai dengan lag 30.
Pola autocorrelation dan partial autocorrelation yang dihasilkan dari plot
correlogram setidaknya akan terdiri dari empat kemungkinan, yaitu:
o Tidak ada autocorrelation dan partial autocorrelation pada data.
Artinya model ARIMA kurang sesuai, sehingga permodelan cukup dilakukan dengan metode regresi.
o Data bersifat musiman, yang ditunjukkan oleh autocorrelation
dan/atau partial autocorrelation yang sangat signifikan pada lag berkelipatan.
o Jika autocorrelation menurun drastis pada lag tertentu dan pola partial
autocorrelation-nya turun secara perlahan, maka model MA (q)
kemungkinan cocok untuk diterapkan. Sedangkan partial
autocorrelation menurun drastis pada lag tertentu dan pola
autocorrelation-nya turun secara perlahan maka model AR (p)
kemungkinan cocok untuk digunakan.
o Jika tidak jelas model AR atau MA yang dapat diterapkan, maka dapat
digunakan model gabungan AR dan MA atau salah satu diantara keduanya.
c. Estimasi Parameter Model Tentatif
Setelah model tentatif diperoleh, pada tahap ini dilakukan estimasi terhadap parameter model tersebut dengan metode Least Square. Metode
Least Square merupakan salah satu metode regresi yang meminimalkan
jumlah kuadrat dari residual-nya (sum of square error). d. Pembentukan Model Akhir
Sebagian dari koefisien dugaan parameter sangat mungkin tidak signifikan, sehingga variabel yang bersangkutan harus dikeluarkan dari model. Jika lebih dari satu variable tidak signifikan, maka variable harus dikeluarkan satu per satu. Dengan dikeluarkannya variabel yang tidak signifikan secara satu per satu, variabel lain yang sebelumnya tidak signifikan bisa berubah menjadi signifikan.
Setelah semua variabel signifikan, maka ketepatan model harus diuji lagi dengan melakukan plot terhadap residualnya seperti yang dilakukan pada tahap kedua.
Pencarian model dapat dilakukan dengan terus mengulang langkah kedua sampai langkah keempat. Ukuran lain yang dapat dijadikan pertimbangan adalah Akaike Info Criterion (AIC), Schwarz Info Criterion
(SIC), Adjusted R2, dan Standar Error of Regression. Ketika memutuskan menambah satu variabel tertentu yang ternyata signifikan, maka penambahan tersebut dapat diterima jika Adjusted R2 meningkat, sedangkan Akaike Info Criterion (AIC), Schwarz Info Criterion (SIC) dan
Model dari setiap saham yang telah didapatkan diatas digunakan untuk melakukan peramalan return wajar (expected return) masing-masing saham, dengan persamaan berikut:
ARit = Rit - E(Rit)
dimana:
ARit = return tidak normal sekuritas ke-i pada periode investigasi ke-t
Rit = return saham yang terjadi untuk sekuritas ke-i pada periode investigasi ke-t
E(Rit) = expected return sekuritas ke-i pada periode investigasi ke-t
berdasarkan permodelan ARIMA
Selanjutnya, AR untuk setiap saham selama periode estimasi dan periode investigasi dirata-ratakan untuk mendapatkan AR harian dengan formula sebagai berikut: AARj = = n i ij AR N 1 1 dimana:
AARj = rata-rata abnormal return pada periode investigasi ke-j
ARij = abnormal return saham-i pada periode investigasi ke-j
Sedangkan standar deviasi selama periode estimasi didefinisikan sebagai berikut: SAR = 1 ) ( 2 1 − − = T AR AR T j j dimana:
SAR = standar deviasi dari AR
AR = rataan dari AR dari hari ke-1 sampai hari ke-T T = jumlah hari pada periode estimasi
Dari dua formula diatas, maka t-statistik (two-tailed) untuk abnormal return dapat dituliskan sebagai berikut:
t-stat = SAR
ARt
E. Operasional Variabel Penelitian