• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

E. Stock Split

Kebijakan manajemen dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok besar, yaitu kebijakan investasi, kebijakan pembiayaan, dan kebijakan deviden (Van Horne, 1995 dalam Achmad Rifa’i dan Rudi Handoko, 2005). Stock split

merupakan salah satu kebijakan deviden perusahaan. Stock split memiliki pengaruh yang sama dengan deviden saham. Satu-satunya perbedaan antara deviden saham dan pemecahan saham berhubungan dengan perlakuan akutansinya (Keown, et.al. 1996 dalam Achmad Rifa’i dan Rudi Handoko, 2005). Dengan kata lain, tidak ada bedanya dalam hal ekonomi antara deviden saham dan pemecahan saham. Keduanya merupakan distribusi yang proposional dari saham tambahan kepada pemegang saham sekarang. Tapi, untuk tujuan akuntansi, pemecahan saham didefinisikan sebagai deviden saham yang melebihi 25%.

Menurut Baridwan (1993) dalam Ade Wirman (2002) definisi stock split

adalah sebagai berikut:

Stock split adalah suatu kebijakan yang ditempuh oleh manajemen perusahaan dengan cara menarik kembali saham yang beredar dan

ditukar dengan saham yang nilai nominalnya lebih kecil atau menarik

kembali saham yang beredar dan ditukar dengan saham yang nilai

nominalnya lebih besar.

Menurut Hilman (1989) dalam Ade Wirman (2002) mendefinisikan stock split up adalah:

A corporation may wish to reduce the par value of its stock or to reduce

the price at which the stock is being sold where by the number of shares

outstanding are increased and the par of stated value per share is usually

reduced. The total capitalized value of the outstanding shares remains the

same and there is no change in retained earnings.

Namun demikian, Kieso mempunyai pandangan yang lebih sempit dibandingkan pandangan yang telah disampaikan oleh para ahli sebelumnya. Menurut Kieso (1989) dalam Ade Wirman (2002) stock split adalah:

A stock split is employed when the management of corporation thinks that

the market price of his stock is too high. The market price of his stock must

be sufficiently low to be within range of the majority of potential investors.

So, the lower the market price of a stock the more readily it can be

better public relations, wider ownership of the corporation stock is

desirable.

Dari semua pandangan dan pernyataan yang disampaikan oleh para ahli tentang stock split, maka dapat disimpulkan definisi stock split adalah:

1. Stock split adalah suatu kebijakan untuk memecah saham atau melakukan perubahan atas nilai nominal saham yang beredar-yang ditempuh oleh manajemen perusahaan-dalam rangka mengurangi harga pasar saham yang beredar sehingga saham perusahaan dapat dimiliki oleh banyak investor (kecil) lainnya.

2. Stock split-pada umumnya atau biasanya-berarti perubahan nilai nominal saham menjadi nilai nominal saham yang lebih kecil.

3. Stock split adalah kebijakan untuk memecah saham perusahaan yang tidak mengakibatkan adanya perubahan pada nilai total modal saham dan nilai laba ditahan perusahaan.

Untuk dapat memahami lebih dalam mengenai stock split, berikut disajikan contoh dari stock split. Asumsikan bahwa Chen Industries memiliki total ekuitas pemegang saham seperti yang diperlihatkan dalam sisi kiri di tabel 2.1. Chen Industries kemudian melakukan stock split 2 untuk 1 sehingga jumlah saham yang beredar menjadi dua kali lipat. Total akun ekuitas pemegang saham digambarkan pada sisi kanan di tabel 2.1.

Tabel 2.1

Stock Split 2 untuk 1 di Chen Industries

Sebelum Sesudah Saham biasa (nilai nominal $5; 400.000 lembar $2.000.000 Saham biasa (nilai nominal $2,5; 800.000 lembar $2.000.000 Tambahan modal disetor $1.000.000 Tambahan modal disetor $1.000.000

Laba ditahan $7.000.000 Laba ditahan $7.000.000

Ekuitas total pemegang

saham $10.000.000

Ekuitas total pemegang

saham $10.000.000

Sumber : James C. Van Horne dan John Wachowich, Jr., 2007:290

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa stock split tidak merubah akun saham biasa, modal disetor, laba ditahan dan tentu saja ekuitas total pemegang saham. Satu-satunya perubahan dalam nilai nominal saham biasa, yang berdasarkan per lembarnya, kini setengah dari yang sebelumnya.

Stock split merupakan kebijakan yang ditempuh oleh manajemen perusahaan dalam rangka memanfaatkan psikologis pemodal sehingga upaya meningkatkan likuiditas saham dapat direalisasikan. Hal ini dikarenakan stock split semata-mata hanya penambahan jumlah saham beredar, dengan mengalikan jumlah saham yang dipegang investor dengan rasio stock split. Tindakan stock split akan menimbulkan efek fatamorgana bagi investor, yaitu investor akan merasa seolah- olah menjadi lebih makmur karena memegang saham dalam jumlah yang lebih banyak.

Hasil penjelasan tersebut, bahwa stock split menyebabkan meningkatnya jumlah saham yang beredar dan membuat harga lebih rendah sehingga terjangkau oleh lebih banyak pemodal. Akibatnya permintaan akan saham cendrung naik dan saham akan lebih aktif diperdagangkan di lantai di bursa. Oleh sebab itu besar

kemugkinan harga saham tersebut akan naik. Dan pada akhirnya akan mempengaruhi bauran pemegang saham karena pemilik individual akan semakin banyak dan pemilik institusional akan menurun.

Perusahaan emiten jarang mempertahankan dividen tunai yang sama per lembarnya sebelum dan sesudah stock split. Akan tetapi perusahaan mungkin akan menaikan dividen efektif bagi para pemegang saham. Contohnya, perusahaan mungkin memecah saham biasanya 2 untuk 1 dan membuat tarif dividen tahunan sebesar $1,20 per lembar sementara sebelumnya tarif tersebut adalah $2 per lembar. Seorang pemegang saham yang memiliki 100 lembar saham sebelum

stock split akan menerima $200 dividen tunai per lembar tahun. Sesudah stock split, pemegang saham tersebut akan memiliki 200 lembar saham dan akan menerima dividen sebesar $240 per tahun. Hal inilah yang membuat pasar menginterpretasikan bahwa pengumuman stock split sebagai suatu sinyal yang baik mengenai akan adanya kenaikan deviden tunai. (Van Horne dan Wachowicz, 2002:510).

Selain itu, jika investor berkeinginan menjual beberapa lembar saham untuk mendapat penghasilan, stock split akan membuatnya lebih mudah melakukan hal tersebut. Tanpa stock split, pemegang saham juga dapat menjual beberapa lembar saham yang awalnya mereka miliki untuk mendapatkan penghasilan. Dalam situasi yang mana pun, penjualan saham mewakili penjualan pokok sekuritas (principal) dan dikenai pajak atas keuntungan modal. Mungkin saja investor tertentu tidak memandang penjualan saham tambahan yang merupakan hasil dari

keuntungan tidak rutin. Mereka dapat menjual saham tambahan dan tetap mempertahankan kepemilikan awalnya. Stock split dapat memiliki pengaruh yang menguntungkan terhadap para pemegang saham ini. (Van Horne dan Wachowich, 2007:292).

Stock split merupakan sinyal positif yang diberikan oleh manajer perusahaan kepada pasar mengenai kinerja dan prospek yang bagus di masa depan dari perusahaan yang melakukan aktivitas tersebut.

Penelitian mengenai hal ini telah dilakukan oleh Grinblatt, et.al. (1984) dalam Ahmad Rifa’i dan Rudi Hanoko (2005) yang menemukan bahwa efek atas informasi pemecahan saham pada perusahaan yang tercatat tidak membayarkan dividen tunai lebih tinggi daripada perusahaan yang tercatat melakukan pembayaran dividen tunai sebelumnya, dengan return yang signifikan secara statistik sekitar 3.44%. Berdasarkan penelitian ini, Grinblatt, Masulis, dan Tiltman menginterpretasikan bahwa pengumuman pemecahan saham sebagai suatu sinyal yang baik mengenai cash flow perusahaan di masa depan.

Hanya perusahaan yang mempunyai kinerja yang bagus saja yang bisa melakukan stock split, karena untuk melakukan aktivitas tersebut, perusahaan harus menanggung biaya-biaya yang diakibatkan oleh aktivitas pemecahan saham. Menurut Mc Gough dalam Endah Lestari (2006) satu kerugian dilakukannya pemecahan saham bagi perusahaan adalah adanya biaya pemecahan yang termasuk didalamnya biaya transfer agen untuk proses sertifikat dan biaya lainnya, sedangkan bagi pemegang saham tidak ada kerugiannya. Biaya broker

setelah stock split menimbulkan bertambahnya biaya yang dikeluarkan perusahaan akibat stocksplit.

Penjelasan bahwa stock split dapat memberikan sinyal informatif mengenai prospek perusahaan yang menguntungkan, menurut Brennan dan Copeland (1988) dalam Wang Sutrisno (2000), adalah bahwa aktivitas split memberikan sinyal yang mahal terhadap informasi manager karena biaya perdagangan tergantung pada besarnya harga saham dimana kedua variable tersebut memiliki hubungan yang negative. Apabila aktivitas split dapat meningkatkan biaya likuiditas kepada investor, maka split menunjukkan sinyal yang valid.

Hal ini didukung oleh Brennan dan Hughes (1986) dalam Wang Sutrisno (2000). Menurut mereka semakin tinggi tingkat komisi saham dengan semakin rendahnya harga saham menimbulkan bertambahnya biaya yang harus dikeluarkan perusahaan akibat split. Tingkat komisi saham yang semakin tinggi merupakan daya tarik bagi broker untuk melakukan analisis setepat mungkin agar harga saham berada pada tingkat perdagangan yang optimal serta mampu memberikan informasi yang menguntungkan bagi perusahaan dan investor.

Dokumen terkait