• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENELITIAN

C. Metode Analisis Data

1.Analisis Uji Kelayakan Perangkat Pembelajaran dan Tanggapan Siswa terhadap LKS yang Dikembangkan.

Data tentang instrumen penilaian kelayakan perangkat pembelajaran dan tanggapan siswa terhadap LKS dianalisis secara deskriptif persentase dengan rumus sebagai berikut (Sudijono, 2006).

� = � × % Keterangan:

P : skor yang diharapkan f : jumlah skor yang diperoleh N : jumlah skor maksimum

Persentase kelayakan perangkat pembelajaran yang diperoleh dikonversikan dengan persentase sesuai kriteria penerapan.

Cara menentukan kriteria penerapan adalah dengan menentukan persentase tertinggi dan terendah terlebih dahulu dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

Persentase tertinggi:

∑ item x ∑ responden x skor nilai tertinggi

∑ item x ∑ responden x skor nilai tertinggi × % Persentase terendah:

∑ item x ∑ responden x skor nilai terendah

∑ item x ∑ responden x skor nilai tertinggi × %

Setelah diperoleh persentase tertinggi dan terendah langkah selanjutnya adalah menentukan interval kelas dengan rumus:

Interval kelas =% tertinggi − % terendahkelas yang diinginkan

Tabel 3.2. Kriteria penilaian perangkat pembelajaran dengan deskriptif persentase Interval Kriteria 25 % < skor ≤ 43,75 % 43,75 % < skor ≤ 62,50 % 62,50 % < skor ≤ 81,25 % 81,25 % < skor ≤ 100 % Tidak layak Cukup layak Layak Sangat layak

2. Data tentang tanggapan guru dan siswa tentang penggunaan perangkat pembelajaran dianalisis dengan uji deskriptif persentase dengan rumus berikut (Sudijono, 2006).

� = � × % Keterangan:

P : skor yang diharapkan f : jumlah skor yang diperoleh N : jumlah skor maksimum

Kriteria penskoran sebagai berikut. Sangat baik = 81,25% < P ≤ 100%

Baik = 62,5% < P ≤ 81,25% Cukup baik = 43,75% < P ≤ 62,5%

Tidak baik = 25% < P ≤ 43,75% 3. Analisis kelayakan soal

3.1. Analisis validitas soal

Sebuah soal dikatakan valid bila soal tersebut dapat mengukur apa yang hendak diukur (Arikunto, 2006). Butir soal yang valid atau sahih mempunyai validitas yang tinggi. Validitas dihitung dengan menggunakan rumus product moment sebagai berikut.

2 2



2 2

) ( ) ( ) )( ( Y Y N X X N Y X XY N rXY            Keterangan:

rXY : koefisien korelasi antara X dan Y N : jumlah peserta tes

∑x : jumlah skor butir soal

∑x2 : jumlah kuadrat skor butir soal ∑y : jumlah skor total

∑y2 : jumlah kuadrat skor total

∑xy : jumlah perkalian skor butir soal dengan skor total

Kemudian hasil rXY dibandingkan dengan r tabel product moment dengan α = 5%, jika rXY > rtabel maka butir soal valid (Arikunto 2006).

Kriteria koefisien korelasi adalah: 0,81-1,00 = sangat tinggi

0,41-0,60 = cukup 0,21-0,40 = rendah

0,00-0,20 = sangat rendah 3.2. Analisis Reliabilitas

Suatu soal dikatakan mempunyai nilai reliabilitas tinggi apabila tes tersebut mempunyai hasil yang konsisten dalam mengukur yang hendak diukur (Sukardi 2010). Reliabilitas soal bentuk uraian dihitung dengan menggunakan rumus Alfa Cronbach.

Rumus:

= − [ −∑ �] Keterangan:

: reliabilitas yang dicari n : jumlah soal dalam tes �� : varians total

Σ : jumlah varians butir tes

Harga r yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan harga r tabel dengan taraf signifikan 5%. Bila rhitung > rtabel maka soal tersebut reliabel (Arikunto 2009).

Kriteria koefisien reliabilitas: 0,00 – 0,20 = sangat rendah 0,21 – 0,40 = rendah 0,41 – 0,60 = sedang 0,61 – 0,80 = tinggi 0,81 – 1,00 = sangat tinggi 3.3. Taraf Kesukaran

Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar (Arikunto 2009). Rumus mencari tingkat kesukaran soal adalah

JS B

P

Keterangan:

P : indeks Kesukaran

B : banyaknya siswa yang menjawab soal dengan benar JS : jumlah seluruh siswa peserta tes

Kriteria tingkkat kesukaran soal: 0,00 – 0,30 = soal tergolong sukar 0,31 – 0,70 = soal tergolong sedang

0,71 – 1,00 = soal tergolong mudah 3.4. Indeks pembeda soal

Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk dapat membedakan antara siswa yang telah menguasai materi dan siswa yang belum menguasai materi. Rumus untuk menentukan daya pembeda soal adalah

Jb Bb Ja Ba DP Keterangan: DP : daya pembeda

Ba : jumlah siswa kelompok atas yang menjawab benar soal Bb : jumlah siswa kelompok atas yang menjawab salah soal Ja : jumlah siswa pada kelompok atas

Jb : jumlah siswa pada kelompok bawah Kriteria daya pembeda soal adalah

0,00 – 0,20 = jelek 0,21 – 0,40 = cukup 0,41 – 0,70 = baik 0,71 – 1,00 = sangat baik (Arikunto, 2009) 4. Data efektivitas

a. Kemampuan berpikir kritis, sikap, dan keterampilan siswa

Data kemampuan berpikir kritis, sikap, dan keterampilan siswa dianalisis dengan uji deskriptif persentase dengan rumus sebagai berikut (Arikunto, 2006).

� = � × % Keterangan:

P : skor yang diharapkan n : jumlah skor yang diperoleh N : jumlah skor maksimal

Kriteria penskoran sebagai berikut, 81.25< x <100 = sangat baik

62.5< x <81.25 = baik

43.75< x <62.5 = kurang baik 25< x <43.75 = tidak baik

b. Peningkatan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa

Peningkatan hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa dilihat dari perbedaan antara nilai pretest dan posttest yang dihitung dengan menggunakan rumus N-gain sebagai berikut.

��� =S maksimal − S S − S

Untuk mengintepretasikan N-gain yang diperoleh menggunakan kriteria sebagai berikut.

0,00 - 0,29 = rendah 0,30 - 0,69 = sedang 0,70 - 1,00 = tinggi (Hake, 1999)

c. Ketuntasan klasikal siswa dihitung dari rata-rata nilai tugas (LKS) dan nilai posttest yang dianalisis secara deskriptif kuantitatif. Akumulasi nilai akhir sebagai nilai hasil belajar siswa dinilai dengan rumus sebagai berikut (Arikunto, 2009). NA =A + B Keterangan: NA : nilai akhir A : rata-rata nilai LKS B : nilai posttest

Setelah didapatkan data nilai hasil belajar, data dianalisis untuk mengetahui ketuntasan belajar secara klasikal. Persentase ketuntasan belajar secara klasikal dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

� = ∑ �∑ × % Keterangan:

P : ketuntasan belajar klasikal ∑ni : jumlah siswa yang tuntas ∑n : jumlah total siswa

Penilaian kualitas hasil belajar dilakukan dengan mengkonfirmasikan persentase ketuntasan klasikal dengan parameter sebagai berikut.

0% - 20% = jelek 21% - 40% = kurang 41% - 60% = cukup 61% - 80% = baik

81% - 100% = sangat baik

Ketuntasan klasikal kelas dicapai jika ≥ 75 % siswa mencapai nilai KKM. D. Indikator Kelayakan

1. Perangkat pembelajaran dikatakan layak digunakan apabila rata-rata validasi pakar mencapai >62,50% dengan kategori layak sesuai dengan instrumen penilaian yang digunakan.

2. Perangkat pembelajaran dikatakan dapat diterapkan dalam pembelajaran jika tanggapan guru dan siswa minimal baik dengan skor >62,50%.

3. Perangkat pembelajaran dikatakan efektif apabila terdapat peningkatan hasil belajar dan keterampilan berpikir kritis dengan kategori sedang berdasarkan kriteria N-gain, ketuntasan klasikal minimal dengan kategori baik, yaitu ≥75% siswa mencapai nilai KKM 75, nilai sikap dan keterampilan berpikir kritis siswa mencapai > 62, 50% dengan kategori baik sampai sangat baik.

BAB V PENUTUP

A. Simpulan

Simpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Perangkat pembelajaran berbasis Problem Based Learning (PBL) yang dikembangkan layak diterapkan dalam pembelajaran materi Virus. Skor kelayakan silabus mencapai 92,25%, kelayakan RPP mencapai 88,75%, dan kelayakan lembar kerja siswa mencapai 87,7% dengan kategori sangat layak. 2. Perangkat pembelajaran berbasis PBL berpengaruh positif terhadap

keterampilan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran, dengan rata-rata persentase keterampilan berpikir kritis secara klasikal mencapai 74,9% dengan peningkatan sebesar 0,63 berdasarkan analisis N-gain.

3. Perangkat pembelajaran berbasis PBL efektif digunakan dalam pembelajaran materi virus, dengan rata-rata nilai N-gain sebesar 0,58 yang menunjukkan peningkatan hasil belajar sedang, ketuntasan klasikal mencapai 81,25%, rata-rata sikap ilmiah siswa mencapai 83%.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian, diberikan beberapa saran sebagai berikut.

1. Pengembangan kegiatan pada LKS berbasis PBL selain menyajikan permasalahan terkini juga perlu diselingi dengan kegiatan yang lebih menarik seperti game kompetisi agar siswa tidak jenuh.

2. Frekuensi alokasi waktu pada pembelajaran menggunakan model PBL perlu dimaksimalkan agar hasil pencapaian tujuan pembelajaran maksimal.

3. Sebagian besar siswa dalam pembelajaran mengalami kesulitan dikarenakan siswa belum terbiasa memecahkan masalah, sehingga pembelajaran berbasis masalah masih perlu dilanjutkan.

Dokumen terkait