• Tidak ada hasil yang ditemukan

Depresiasi menurut metode anuitas didasarkan pada konsep aktiva tetap, suatu perusahaan melakukan investasi yang menyerupai suatu anuitas (investasi dengan tingkat keuntungan return yang tetap dalam jangka waktu tertentu). Dengan metode ini, depresiasi priodik dihitung dengan rumus :

Dalam hal ini PV adalah faktor nilai tunai dari Rp 1,- berdasar asumsi suku bunga atau tingkat keuntungan tertentu yang berlaku selama masa manfaat aktiva tetap. PVOA adalah faktor nilai tunai anuitas sebesar Rp 1,- berdasarkan asumsi suku bunga atau tingkat keuntungan yang berlaku selama masa manfaat aktiva tetap, seperti tampak pada hasil perhitungan ini :

D = [Rp 6.000.000 – (Rp 1.000.000 x 0.62092)] / (3.79079) D = Rp 1.418.897

Pendapatan bunga diakui sebesar nilai buku aktiva tetap pada awal tahun berjalan dikalikan dengan suku bunga yang dianggap tetap, dan akumulasi depresiasi sebesar selisih lebih beban depresiasi di atas pendapatan bunga yang

Nafir Robihan Pohan : penerapan psak no. 16 dan 17 tentang aktiva tetap pada PT. Askes (Persero) Cabang Utama Medan, 2010.

diakui dalam tahun berjalan. Oleh karena pendapatan bunga akan semakin berkurang dari tahun ke tahun, maka jumlah yang dikredit ke dalam rekening akumulasi depresiasi akan semakin bertambah dari tahun ke tahun. Aplikasi konsep anuitas ini untuk aktiva tetap No. 1234 adalah sebagai berikut :

Tabel 2.3

Skedul Depresiasi Aktiva Tetap No. 1234 Akhir Tahun Beban Depresiasi Pendapatan Bunga Akumulasi Depresiasi Saldo Akumulasi Depresiasi Nilai Buku 0 - - - - Rp 6.000.000 1 Rp 1.418.987 Rp 6.000.000 Rp 818.987 Rp 818.987 Rp 5.181.013 2 Rp 1.418.987 Rp 518.101 Rp 900.886 Rp 1.719.873 Rp 4.280.127 3 Rp 1.418.987 Rp 428.013 Rp 990.974 Rp 2.710.847 Rp 3.289.153 4 Rp 1.418.987 Rp 328.915 Rp 1.090.072 Rp 3.800.919 Rp 2.199.081 5 Rp 1.418.987 Rp 219.908 Rp 1.199.081 Rp 5.000.000 Rp 1.000.000 Sumber : Harnanto (2002) Perhitungan :

1. Pendapatan Bunga Adalah nilai buku aktiva pada awal tahun berjalan dikalikan dengan suku bunga sebesar 10 %. Sebagai contoh, untuk tahun -1 = 0,01 X Rp 6.000.000,00 = Rp 600.000,00 untuk tahun -2 = 0,01 X Rp 5.181.013,00 = Rp 518.101,00.

2. Kredit rekening akumulasi depresiasi sebesar selisih lebih beban depresiasi minus pendapatan bungan dalam tahun berjalan. Sebagai contoh untuk tahun -1 = Rp 1.418.987 – Rp 600.000 = Rp 818.987,- Untuk tahun ke -2 = Rp 1.418.987 – Rp 518.101 = Rp 900.886.

Kelemahan terpenting metode anuitas terletak pada total beban depresiasi yang lebih besar dari depreciable cost dari aktiva tetap, disamping asumsi suku bunga yang berlaku selama masa manfaat aktiva tetap. Dengan metode ini, total beban depresiasi akan lebih besar dalam jumlah yang sama dengan pendapatan bunga yang diakui dalam masa manfaat aktiva tetap dibanding depreciable cost. 3. Sistem Persediaan (Inventory System)

Penentuan beban depresiasi periodik berdasarkan sistem persediaan dapat dikatakan sebagai identik atau pararel dengan penentuan beban yang berhubungan dengan pemakaian atau konsumsi suku cadang atau suplay sebagai suatu aktiva. Aktiva berupa persediaan suku cadang atau persediaan suplay didebet pada saat terjadinya transaksi pembelian suku cadang. Pada setiap akhir tahun buku dilakukan perhitungan fisik untuk menentukan jumlah suku cadang yang masih dalam persediaan. Selisih antara saldo rekening persediaan suku cadang dengan

Nafir Robihan Pohan : penerapan psak no. 16 dan 17 tentang aktiva tetap pada PT. Askes (Persero) Cabang Utama Medan, 2010.

hasil perhitungan fisik suku cadang yang masih dalam persediaan pada akhir tahun buku yang telah disesuaikan dengan nilai sebagai akibat dari kerusakan atau penurunan kondisi fisik diakui sebagai beban depresiasi atau pemakaian suku cadang atau suplays dalam tahun buku berjalan.

Contoh.

PT. NEC menggunakan banyak macam dan jumlah alat – alat kerja bukan mesin di dalam proses produksinya. Perusahaan tidak menghitung depresiasi alat – alat kerja bukan mesin yang relatif murah harganya secara individual, tetapi menghitung depresiasinya berdasarkan sistem atau metode persediaan. Berikut adalah ikhtisar rekening alat – alat kerja bukan mesin dalam tahun 2002.

Tabel 2.4

Ikhtisar Rekening Alat – Alat Kerja Bukan Mesin Tahun 2002 Alat – Alat Kerja Bukan Mesin

Tanggal Deskripsi Debet Kredit Saldo

01/01/02 Saldo Rp - Rp - Rp 63.750.000 05/03/02 Pembelian alat kerja baru Rp 6.500.000 Rp - Rp 70.250.000 30/08/02 Pembelian alat kerja baru Rp 27.100.000 Rp - Rp 97.350.000 10/10/02 Pembelian alat kerja baru Rp 17.500.000 Rp - Rp114.850.000 Sumber : Harnanto (2002)

Dari hasil perhitungan fisik yang dilakukan pada akhir tahun 2002 masih terdapat berbagai macam alat kerja bukan mesin sebesar Rp 84.187.500 rata – rata masih dalam kondisi 80% baru. Sesuai dengan kondisi fisik alat – alat kerja tersebut, beban depresiasi kerja dapat ditentukan sebagai berikut :

Tabel 2.5

Nafir Robihan Pohan : penerapan psak no. 16 dan 17 tentang aktiva tetap pada PT. Askes (Persero) Cabang Utama Medan, 2010.

Depresiasi Jumlah

Total cost alat kerja bukan mesin dipakai dalam tahun 2002 Dik : Nilai alat kerja bukan mesin pada akhir tahun

(= 0,80 x Rp 84.187.500)

Rp 114.850.000

Rp 67.350.000 Depresiasi Alat Kerja Bukan Mesin Tahun 2002 Rp 47.500.000 Sumber : Harnanto (2002)

Berdasarkan keterangan di atas, maka ayat jurnal yang diperlukan : Tabel 2.6

Ayat Jurnal Alat Kerja Bukan Mesin

Tanggal Rekening dan Deskripsi Debet Kredit

1 Jan s/d 31 Des

Alat Kerja Bukan Mesin Kas (Hutang Dagang)

Rp 51.100.000

Rp 51.100.000 31 Des Depresiasi Alat Kerja Bukan Mesin

Alat Kerja Bukan Mesin

Rp 47.500.000

Rp 47. 500.000 Sumber : Harnanto (2002)

Secara sistematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

Diaplikasikan pada contoh di atas, beban alat kerja bukan mesin dalam tahun 2002 adalah Rp 47.500.000,- dari hasil perhitungan sebagai berikut :

Depresiasi tahun 2002 =(Rp 63.750.000 +Rp 51.100.000) - (0.80x Rp 84.187.500) =(Rp 114.850.000 – Rp 67.350.900)

=Rp 47. 000.000

Beban depresiasi dalam tahun 2002 sebesar Rp 47.500.000,- tersebut berjumlah Rp 3.600.000,- lebih kecil dibanding total cost alat kerja bukan mesin yang dibeli dan ditempatkan dalam tahun berjalan ( Rp 51.100.000). Sebagaimana halnya cost barang dijual, beban depresiasi periodik dapat juga ditentukan berdasar saling hubungannya dengan total cost alat – alat kerja bukan mesin yang dibeli dan ditempatkan dalam tahun berjalan dan perubahan persediaan pada awal dan akhir periode dengan formula sebagai berikut :

Depresiasi Periodik = (Saldo Awal +Cost Aktiva Ditempatkan) – Saldo Akhir

Nafir Robihan Pohan : penerapan psak no. 16 dan 17 tentang aktiva tetap pada PT. Askes (Persero) Cabang Utama Medan, 2010.

Pada contoh di atas, rekening alat kerja bukan mesin mengalami kenaikan sebesar Rp 3.600.000 (Rp 67.350.000 – 63.750.000) sehingga beban depresiasi dalam tahun buku 2002 juga berjumlah Rp 3.600.000,- kurang dari total cost alat kerja bukan mesin yang dibeli dan ditempatkan dalam tahun tersebut, seperti pada hasil perhitungan berikut ini :

Depresiasi tahun 2002 = (Rp 51.000.000) – (Rp 67.350.000 – Rp 63.750.000) = (Rp 51.000.000 – Rp 3.600.000)

= Rp 47. 500.000 D. Penghentian Aktiva Tetap

Aktiva dapat dihentikan penggunaannya dengan cara menjual, menukarkan atau membuatnya. Pada umumnya, pada waktu aktiva dilepaskan, penyusutan yang belum dicatat untuk periode bersengkutan dicatat sampai tanggal pelepasan. Dengan demikian nilai buku pada tanggal pelepasan dapat dihitung sebagai selisih antara harga perolehan aktiva itu dan akumulasi penyusutannnya. Jika harga pelepasan lebih besar daripada nilai buku, diakui sebagai keuntungan. Sebaliknya , jika harga pelepasan lebih kecil daripada nilai buku diakui sebagai kerugian.

Keuntungan atau kerugian dilaporkan pada pelaporan laba rugi sebagai pendapatan dan keuntungan lain-lain atau beban dan kerugian lain-lain pada tahun pelepasan aktiva. Sebagai bagian dari ayat pelepasan, saldo dalam perkiraan aktiva dan akumulasi penyusutan untuk aktiva tersebut dihapuskan.

1. Penghentian Penggunaan Aktiva Melalui Penjualan.

2. Penghentian Penggunaan Aktiva Melalaui Pertukaran Dengan Aktiva Non Moneter Lainnya.

3. Penghentian Penggunaan Aktiva Karena Konversi Terpaksa. E. Penyajian dan Pengungkapan Aktiva Tetap

Nafir Robihan Pohan : penerapan psak no. 16 dan 17 tentang aktiva tetap pada PT. Askes (Persero) Cabang Utama Medan, 2010.

Aktiva tetap, sumber daya alam dan aktiva tak berwujud biasanya dilaporkan secara terpisah di neraca. Baik nilai perolehan kotor maupun akumulasi penyusutan aktiva tetap harus diungkapkan. Pengungkapan demikian tidak diperlukan untuk aktiva tak berwujud dan aktiva habis pakai, dan banyak perusahaan melaporkan hanya nilai bersih aktiva ini. Karena ada beberapa metode alternatif untuk menghitung beban alokasi harga perolehan aktiva tersebut, maka metode yang digunakan harus diungkapkan dalam laporan keuangan. Tanpa informasi ini, pemakai laporan keuangan dapat keliru dalam usahanya untuk membandingkan hasil keuangan suatu perusahaan dengan perusahaan lainnya. Metode alokasi harga perolehan biasanya dilaporkan dalam penjelasan pertama laporan keuangan.

Dengan kata lain penyusutan aktiva tetap dapat dilakukan dengan mengakumulasi nilai perolehan yang terpakai dalam suatu periode akuntansi. Aktiva tetap yang dicantumkan dalam neraca merupakan nilai perolehan aktiva tetap setelah dikurangkan dengan penyusutan. Hal ini dilakukan agar para pembaca informasi tidak mengalami salah penafsiran. Menurut Smith Skousen (1997 : 455) “FASB mengharuskan pengungkapan baik nilai perolehan maupun akumulasi penyusutan untuk harta tetap neraca atau penjelasan laporan keuangan”.

Penyusutan dapat dihitung tiap bulan atau ditunda sampai pada akhir tahun fiskal. Apabila laporan keuangan intern di buat secara bulanan maka penyusutan yang dilakukan secara bulanan akan lebih dapat mencerminkan posisi keuangan dan hasil usaha dalam bulan yang bersangkutan. Ayat jurnal yang digunakan untuk mencatat perkiraan adalah sebagai berikut :

Nafir Robihan Pohan : penerapan psak no. 16 dan 17 tentang aktiva tetap pada PT. Askes (Persero) Cabang Utama Medan, 2010.

Biaya penyusutan xxx

Akumulasi penyusutan xxx Atau dapat pula digunakan jurnal sebagai beriut :

Biaya penyusutan xxx

Cadangan penyusutan xxx

Namun pada penggunaan perkiraan cadangan penyusutan ini jarang digunakan oleh perusahaan, karena penggunaan kalimat cadangan sering kali menimbulkan kesalahpahaman, seolah olah kata cadangan disama artikan dengan laba yang dicadangkan untuk tujuan tertentu. Biaya penyusutan merupakan perkiraan sementara yang pada akhir tahun akan ditutup ke perkiraan sisa laba bersama – sama dengan perkiraan sementara yang lain. Perkiraan akumulasi penyusutan akan digunakan untuk mencatat jumlah penyusutan yang telah dilakukan, sehingga selisih antara harga perolehan dengan akumulasi penyusutan merupakan nilai bersih aktiva tetap yang dimiliki oleh perusahaan. Selisih ini biasanya disebut dengan nilai buku (book value) aktiva tersebut.

BAB III

Dokumen terkait