C. Bagi Sekolah
II. KAJIAN PUSTAKA
2.3 Metode Bermain Peran (Role Playing Method)
Bermain peran (role playing) adalah metode pembelajaran yang diarahkan untuk bermain peran dan menciptakan situasi tertentu sesuai dengan peristiwa
yang ingin disimulasikan (Maryani, 2011: 38). Sedangakan Sanjaya (2008:
161) mendefinisikan bermain peran (Role playing) merupakan metode pembelajaran sebagai bagian dari simulasi yang diarahkan untuk mengkreasi
peristiwa sejarah, peristiwa aktual atau kejadian yang akan datang. Metode
bermain peran (role playing) ini dikategorikan sebagai metode belajar yang berumpun kepada metode perilaku yang diterapkan dalam kegiatan
pengembangan. Karakteristiknya adalah adanya kecenderungan memecahkan
tugas belajar dalam sejumlah perilaku yang berurutan, konkret dan dapat
khayalan, fantasi, make belive, atau simbolik. Menurut Piaget, awal main peran dapat menjadi bukti perilaku anak. Beliau menyatakan bahwa bermain
peran ditandai oleh penggunaan cerita pada objek dan mengulang perilaku
menyenangkan yang diingatnya. Piaget menyatakan bahwa keterlibatan anak
dalam main peran dan upaya anak mencapai tahap yang lebih tinggi
dibandingkan dengan anak lainnya disebut sebagai collective symbolism. Beliau juga menerangkan percakapan lisan yang anak lakukan dengan diri
sendiri sebagaiidiosyncratic soliloquies.
Bermain peran adalah mendramatisasikan cara bertingkah laku orang-orang
tertentu dalam posisi yang membedakan peranan masing-masing dalam suatu
organisasi atau kelompok di masyarakat (Nawawi, 1993: 295). Jadi, secara
singkat metode bermain peran adalah cara atau jalan untuk mendramatisasikan
cara bertingkah laku orang-orang tertentu didalam posisi yang membedakan
peranan masing-masing. Apabila ditinjau secara istilah, metode bermain peran
adalah bentuk metode mengajar dengan mendramakan memerankan cara
bertingkah laku dalam hubungan sosial, yang lebih menekankan pada
kenyataan-kenyataan dimana para murid diikutsertakan dalam memainkan
peranan di dalam mendramakan masalah-masalah hubungan sosial. Metode ini
kadang-kadang disebut dengan dramatisasi (Zuhairini, dkk, 1983: 101-102).
Metode bermain peran (role playing) anak diberi kesempatan untuk mengembangkan imajinasinya dalam memerankan seorang tokoh atau
benda-benda tertentu dengan mendapat ulasan dari guru agar mereka menghayati
diberi kebebasan untuk menggunakan benda-benda sekitarnya dan
mengkhayalkannya jika benda tersebut diperlukan dalam memerankan tokoh
yang dibawakan. Contoh kegiatan ini misalnya anak memerankan bagaimana
Bapak tani mencangkul sawahnya, bagaimana kupu-kupu yang menghisap
madu bunga, bagaimana gerakan pohon yang ditiup angin, dan sebagainya
(Kartini, 2007: 32). Dawson mengemukakan bahwa simulasi merupakan suatu
istilah umum berhubungan dengan menyusun dan mengoperasikan suatu
model yang mereplikasi proses-proses perilaku (Dimyati dan Mudjiono, 1992:
80). Sedangkan Ali mengemukakan bahwa metode simulasi adalah suatu cara
pengajaran dengan melakukan proses tingkah laku secara tiruan (Ali, 1996:
83).
Metode pengajaran simulasi terbagi menjadi 3 kelompok sebagai berikut.
Sosiodrama: semacam drama sosial berguna untuk menanamkan kemampuan menganalisa situasi sosial tertentu, Psikodrama: hampir mirip dengan sosiodrama. Perbedaan terletak pada penekannya. Sosia drama menekankan kepada permasalahan sosial, sedangkan psikodrama menekankan pada pengaruh psikologisnya dan Role-Playing: role playing atau bermain peran bertujuan menggambarkan suatu peristiwa masa lampau (Ali, 1996: 83).
Moedjiono & Dimyati juga membagi metode pengajaran simulasi menjadi 3
kelompok sebagai berikut.
Permainan simulasi (simulation games) yakni suatu permainan di mana para pemainnya berperan sebagai tempat pembuat keputusan, bertindak seperti jika mereka benar-benar terlibat dalam suatu situasi yang sebenarnya, dan / atau berkompetisi untuk mencapai tujuan tertentu sesuai dengan peran yang ditentukan untuk mereka, Bermain peran(role playing) yakni memainkan peranan dari peran-peran yang sudah pasti berdasarkan kejadian terdahulu, yang dimaksudkan untuk menciptakan kembali situasi sejarah/peristiwa masa lalu, menciptakan kemungkinan-kemungkinan kejadian masa yang akan datang, menciptakan peristiwa mutakhir yang dapat diperkaya atau mengkhayal situasi pada suatu
tempat dan/ atau waktu tertentu, dan Sosiodrama (sociodrama) yakni suatu pembuatan pemecahan masalah kelompok yang dipusatkan pada suatu masalah yang berhubungan dengan relasi kemanusiaan. Sosiodrama memberikan kesempatan kepada siswa untuk menentukan alternatif pemecahan masalah yang timbul dan menjadi perhatian kelompok (Dimyati dan Mudjiono, 1992: 80).
Tahapan-tahapan pembelajaran dengan model bermain peran (role playing)
meliputi beberapa tahap sebagai berikut.
a. Penjelasan umum b. Memilih para pelaku c. Menentukan observer d. Menentukan jalan cerita e. Pelaksanaan (main) f. Diskusi dan penilaian g. Permainan ulang h. Diskusi dan penelaahan
i. Generalisasi (Hidayati, dkk. 2008: 37).
Selain tahapan-tahapan di atas yang telah dikemukakan oleh Hidayati, dkk.
Maryani juga menjelaskan tahapan-tahapan yang dapat diterapkan dalam
pembelajaran bermain peran(role playing)sebagai berikut.
a. Menentukan peristiwa/topik yang akan dijadikan tema kegiatan bermain peran(role playing)dan apa tujuannya.
b. Guru membuat skenario bermain peran (role playing), termasuk di dalamnya ruang dan waktu.
c. Guru memberikan gambaran situasi yang ingin disimulasikan bila perlu putarkan film tentang peristiwa tertentu.
d. Membentuk kelompok dan menetapkan pemain yang akan terlibat dalam simulasi.
e. Setiap anak membaca dan menghayati skenario, serta meyakini kapan peran tokoh harus muncul dan bagaimana penghayatan nilai serta perilakunya.
f. Membuat setting ruang sesuai peristiwa yang akan dikreasikan. g. Melaksanakan simulasi.
h. Melakukan penilaian.
Kelebihan metode bermain peran(role playing)antara lain sebagai berikut. 1. Siswa merasa tertarik perhatiannya pada ajaran, karena masalah-masalah
sosial sangat berguna bagi mereka.
2. Siswa dengan berperan seperti orang lain, maka ia dapat menempatkan diri seperti watak orang lain itu.
3. Siswa dapat merasakan perasaan orang lain dan dapat menghargai pendapat orang lain sehingga menumbuhkan sikap saling pengertian, tenggang rasa, toleransi dan cinta kasih terhadap orang lain (Roestiyah, 2001: 92).
Kekurangan metode bermain peran(role playing)antara lain sebagai berikut. 1. Jika guru tidak menguasai tujuan instruksional pembelajaran, maka model
bermain peran tidak akan berhasil.
2. Apabila guru tidak memahami langkah-langkah pelaksanaan model ini, maka akan mengacaukan berlangsungnya bermain peran, karena yang memegang peranan atau penonton tidak tahu arah bersama.
3. Dengan adanya model bermain peran, dapat menumbuhkan prasangka buruk, ras diskriminasi, balas dendam, sehingga menyimpang dari tujuan semula (Roestiyah, 2001: 92).
Kelebihan dan kekurangan dari motode bermain peran (role playing)tersebut dapat dijadikan bahan acuan peneliti untuk menerapkan motode bermain peran
(role playing) pada penelitian yang akan dilakukan. Berdasarkan kutipan tersebut, berarti metode bermain peran adalah metode pembelajaran yang di
dalamnya menampakkan adanya perilaku pura-pura dari siswa yang terlihat
dan/ atau peniruan situasi dari tokoh-tokoh sejarah sedemikian rupa. Metode
bermain peran dengan demikian dapat diartikan sebagai metode yang
melibatkan siswa untuk pura-pura memainkan peran/ tokoh yang terlibat
dalam proses sejarah. Pembelajaran akan lebih menyenangkan bila didukung
oleh seorang guru yang aktif. Strategi pembelajaran yang digunakan guru yang
aktif itu sangat berivariasi, dinamis, tidak monoton, senantiasa disesuaikan
Pembelajaran yang menyenangkan dapat dilakukan dengan berbagai cara/
metode oleh karenanya guru tidak mempunyai alasan guna mencapai tujuan
pembelajaran.