• Tidak ada hasil yang ditemukan

Metode dan Pendekatan Pendidikan Akhlak dalam Islam

Artinya :“Dan tolonglah menolonglah kamu dalam (mengerjakan)

D. Setrategi Pendidikan Akhlak dalam Perspektif Pendidikan Islam 1. Setrategi Pendidikan Akhlak

2. Metode dan Pendekatan Pendidikan Akhlak dalam Islam

Dalam proses pendidikan, diperlukan metode-metode pendidikan yang mampu menanamkan nilai-nilai karakter baik pada siswa, sehingga siswa bukan hanya tahu tentang moral atau moral knowing, tetapi juga diharapkan mereka mampu melaksanakan moral action yang menjadi tujuan utama pendidikan karakter. Berkaitan dengan hal ini, berikut beberapa metode yang ditawarkan An-Nahlawi tersebut adalah sebagai berikut: 175

a. Metode Hiwar atau Percakapan

Metode Hiwar (dialog) ialah percakapan silih berganti antara dua pihak atu lebih melalui tanya jawab mengenai suatu topik, dan dengan sengaja diarahkan kepada satu tujuan yang dikehendaki. Pentingnya sebuah komunikasi atau dialog antar pihak-pihak yang terkait dalam hal

173 Muchlas Samani & Hariyanto, 2012 Konsep dan Model Pendidikan Karakter., Hlm.49

174 Muchlas Samani & Hariyanto, 2012 Konsep dan Model Pendidikan Karakter Hlm. 50

ini guru dan murid. Sebab, dalam prosesnya pendidikan hiwar mempunyai dampak yang sangat mendalam terhadap jiwa pendengar (mustami‟ ) atau pembaca yang mengikuti topik percakapan dengan seksama dan penuh perhatian.

b. Metode Qishah atau Cerita

Menurut kamus Ibn Manzur (1200 H), kisah berasal dari kata qashsha-yaqushshu-qishshatan, mengandung arti potongan berita yang diikuti dan pelacak jejak. Menurut al-Razzi, kisah merupakan penelusuran terhadap kejadian masa lalu. Dalam pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah, kisah sebagai metode pendukung pelaksanaan pendidikan karakter disekolah, kisah sebagai metode pendukung pelaksanaan pendidikan memiliki peran yang sangat penting, karena dalam kisah-kisah terdapat berbagai keteladanan, edukasi dan

mempunyai dampak psikologis bagi anak.176

c. Metode Uswah atau Keteladanan

Dalam penanaman karakter kepada peserta didik di sekolah, keteladanan merupakan metode yang lebih efektif dan efisien. Karena peserta didik (terutama siswa pada usia pendidikan dasar dan menengah) pada umumnya cenderung meneladani (meniru) sosok guru atau

pendidiknya.177 Hal ini memang disebabkan secara psikologis, pada

fase-fase itu siswa memang senang meniru, tidak saja yang baik, bahkan terkadang yang jeleknya pun mereka tiru.

176 Muchlas Samani & Hariyanto, 2012. Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Hlm. 88-96.

177 Muhibbin Syah. 2014. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, Hlm. 132.

Begitu pula Al-qur‟ an menandaskan dengan tegas pentingnya teladan dan pergaulan yang baik dalam usaha membentuk pribadi seseorang. Sebagaimana Al-qur‟ an menyuruh kita untuk dapat tunduk kepada Rasulullah Saw, dan menjadikannya sebagai uswatu hasanah. Pembiasaan adalah sesuatu yang sengaja dilakukan secara berulang-ulang agar sesuatu itu dapat menjadi kebiasaan. Pembiasaan (habituation) sebenarnya berintikan pada pengalaman yang dilakukan secara

berulang-ulang.178 Bagi anak usia dini, pembiasaan ini sangat penting. Karena

dengan pembiasaan itulah akhirnya suatu aktivitas akan menjadi milik anak dikemudian hari. Pembiasaan yang baik akan membentuk sosok manusia yang berkepribadian baik pula sebaliknya pembiasaa yang buruk akan membentuk sosok manusia yang berkepribadian yang buruk pula.

Begitulah biasanya yang terlihat dan yang terjadi pada diri seseorang.179

Dalam realitanya memang benar jika menanamkan kebiasaan yang baik terhadap anak memang tidak mudah, kadang-kadang makan waktu yang lama. Tetapi suatu yang sudah menjadi kebiasaan sukar pula untuk mengubahnya. Maka adalah penting pada awal kehidupan anak, menanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik saja dan jangan sekali-sekali mendidik anak berdusta, tidak disiplin, suka berkelahi dan lain

sebagainya.180 Tetapi tanamkanlah kebiasaan seperti ikhlas melakukan

puasa, gemar menolong orang yang kesulitan, suka membantu fakir

178 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam. (Bandung : PT Rosdakarya. 2007), Hlm.144

179

Abdullah Nashin Ulwan. 2007. Ibid. Hlm. 256.

180

miskin, gemar melakukan salat lima waktu, aktif berpartisipasi dalam kegiatan yang baik-baik, dan lain sebagainya. Maka dari itu pengaruh lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat tidak bisa dielakkan dalam hal ini.

Sedangkan menurut Doni Koesoema, metodologi pendidikan

karakter adalah sebagaimana berikut: 181

a. Pengajaran

Mengajarkan pendidikan karakter dalam rangka memperkenalkan pengetahuan teoretis tentang konsep-konsep nilai. Pemahaman konsep ini mesti menjadi bagian dari pemahaman pendidikan karakter itu sendiri. Sebab, anak-anak akan banyak belajar dari pemahaman dan pengertian tentang nilai-nilai yang difahami oleh para guru dan pendidik dalam setiap perjumpaan mereka.

b. Keteladanan

Keteladanan menjadi salah satu hal klasik bagi berhasilnya sebuah tujuan pendidikan karakter. Tumpuan pendidikan karakter ada pada pundak guru. Konsistensi dalam mengajarkan pendidikan karakter tidak sekadar melalui sesuatu yang dikatakan melalui pembelajaran di kelas, melainkan nilai itu juga tampil dalam diri sang guru, dalam kehidupannya yang nyata di luar kelas. Karakter guru menentukan warna kepribadian anak didik (meskipun tidak selalu).

181 Jamal M‟ mur Asmani.2011. Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter di Sekolah. Jogjakarta: DIVA press. Hlm.68.

Keteladanan sebagaimana yang telah dibicarakan merupakan metode terbaik dalam pendidikan moral. Keteladanan selalu menuntut adanya sikap yang konsisten serta kontinyu baik dalam perbuatan ataupun budi pekerti yang luhur. Karena sekali memberikan contoh yang

buruk akan mencoreng seluruh budi pekerti luhur yang telah dibangun.182

c. Menentukan Prioritas

Lembaga pendidikan memiliki prioritas dan tuntutan dasar atas karakter yang ingin diterapkan di lingkungan mereka. Pendidikan karakter menghimpun banyak kumpulan nilai yang dianggap penting bagi pelaksanaan dan realisasi atas visi lembaga pendidikan. Oleh karena itu lembaga pendidikan pasti memiliki standar atas karakter yang akan ditawarkan kepada peserta didik sebagai bagian dari kierja kelembagaan

mereka.183

d. Praktis Prioritas

Unsur lain yang sangat penting bagi pendidikan karakter adalah bukti dilaksanakannya prioritas nilai pendidikan karakter tersebut. Berkaitan dengan tuntutan lembaga pendidikan atas prioritas nilai yang menjadi visi kinerja pendidikannya, lembaga pendidikan kemajuan. Refleksi merupakan kemampuan sadar manusia. Dengan kemampuan sadar ini, manusia mampu mengatasi diri dan meningkatkan kualitas hidupnya dengan lebih baik. Jadi, setelah tindakan dan praksis

182

Khatib Ahmad Santhut. 1998. Menumbuhkan Sikap Sosial, Moral dan Spiritual Anak Dalam Keluarga Muslim. Yogyakarta: Mitra Pustaka. Hlm..85

183 Jamal M‟ mur Asmani, Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter di Sekolah Op.cit, Hlm. 68

pendidikan karakter itu terjadi, perlulah diadakan semacam pendalaman dan refleksi untuk melihat sejauh mana lembaga pendidikan telah berhasil atau gagal dalam melaksanakan pendidikan akhlak atau

karakter.184

Dari beberapa metodologi pendidikan akhlak atau karakter tersebut menjadi catatan penting bagi semua pihak, khususnya guru sebagai pendidik yang berinteraksi langsung kepada anak didik. Meskipun lima hal yang dijelaskan diatas bukan lah satu-satunya metode yang dapat digunakan, sehingga masing-masing tertantang untuk menyuguhkan alternative pemikiran dan gagasan baru untuk memperkaya metodologi pendidikan karakter yang sangat dibutuhkan bangsa ini dimasa yang akan datang.

3. Relasi Pendidikan Akhlak dengan Pendidikan Islam

Manusia adalah makhluk Allah. Manusia dan alam semesta bukan terjadi sendirinya, tetapi dijadikan oleh Allah. Manusia diciptakan oleh Allah sebagai penerima dan pelaksana ajaran. Oleh karena itu, manusia

ditempatkan pada kedudukan mulia.185 Manusia adalah makhluk

pedagogik yaitu makhluk Allah yang dilahirkan membawa potensi dapat dididik dan dapat mendidik. Manusia memiliki potensi dapat didik dan mendidik sehingga mampu menjadi khalifah di bumi, pendukung dan pengembang kebudayaan. Manusia dilengkapi dengan fitrah Allah, berupa bentuk atau wadah yang dapat diisi dengan berbagai kecakapan

184 Jamal M‟ mur Asmani, Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter di Sekolah Op.cit, Hlm. 69.

dan ketrampilan yang dapat berkembang, sesuai dengankedudukannya sebagai makhluk mulia. Pikiran, perasaan dan kemampuannya berbuat merupakan komponen dari fitrah itu. Itulah fitrah Allah yang melengkapi

penciptaan manusia. 186

Oleh karena itu, demi terlaksananya pencapaian kemuliaan tersebut maka manusia harus tunduk dan patuh dengan penuh tanggung jawab untukmerealisasikan kehendak Allah yang telah diamanahkannya

menjadi khalifah. Untuk mencapai tujuan tersebut, manusia

membutuhkan pendidikan karena manusia adalah makhluk pedagogik. Di kalangan umat Islam, istilah populer yang digunakan dalam pendidikan adalah al-tarbiyyah. Dengan demikian, secara populer istilah tarbiyyah digunakan untuk menyatakan usaha pendidikan dalam membimbing dan mengembangkan subyek didik agar benar-benar menjadi makhluk yang

beragama dan berbudaya.187 Pertumbuhan dan perkembangan subyek

didik perlu diupayakan mencapai kesempurnaannya. Oleh sebab itu, agar kesempurnaan yang optimal dapat dicapai, maka berbagai potensi bawaan yang ada pada dirinya harus dikembangkan sedemikian rupa untuk mencapai kemampuan yang nyata dalam menjalani hidup dan kehidupan yang semestinya dalam suatu kepribadian yang utuh.

Penjelasan tentang pengertian pendidikan akhlak dan pendidikan akhlak di atas, dapat disimpulkan bahwa konsep dasar pendidikan karakter dalam pendidikan Islam berasal dari perkataan akhlaq bentuk

186 Abdullah Nashin Ulwan. Ibid. Hlm. 4.

jamak dari khuluq yang menurut bahasa diartikan budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Rumusan pengertian akhlak timbul sebagai media yang memungkinkan adanya hubungan baik antara Khaliq dan makhluk serta antara makhluk dan makhluk.

Implementasi Pendidikan akhlak dalam Islam tersimpul dalam akhlak pribadi Rasulullah saw. Dalam pribadi Rasul, bersemi nilai-nilai akhlak yang mulia dan agung. Allah berfirman dalam Al-Quran surah al-Ahzab ayat 21:

Artinya : “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah”. 188

Sebagai usaha yang identik dengan ajaran agama, perlu dimengerti bahwa Islam diturunkan oleh Allah SWT sebagai agama dan tuntunan hidup bagi umat manusia yang ada di dunia. Islam sebagai rangkaian nilai diharapkan mampu untuk membawa kedamaian dan kesejahteraan bagi seluruh umat manusia. Islam tidak hanya diperuntukkan bagi segelintir orang dan kelompok, melainkan kepada seluruh alam semesta, serta pengejawantahan nilai-nilai keislaman seharusnya dirasakan oleh

seluruh manusia, termasuk kepada manusia yang tidak memeluk Islam.189

188 Departemen Agama. 1993. Al-Qur`an dan Terjemahannya. Srabaya : Surya Cipta Aksara. Hlm. 670.

189 Romie Ziadul Fadlan, Universalitas Ajaran Islam: Membangun Konsensus PemahamanAgama,artikel.Dapatdiakses.dihttp://rhomiezf.wordpress.com/2010/03/16/univer salitas-ajaran-Islam-membangun-konsensus-pemahaman-agama/(02 Desember 2012).

Implementasi nilai-nilai universal keislaman adalah ketika Rasul di Mekkah al-Mukarramah yang telah membawa perubahan pada sistem nilai kehidupan masyarakat pada waktu itu. Nilai-nilai universal Islam yang sangat fundamental dalam membangun tatanan kehidupan manusia yang tercerahkan dalam menopang sistem keyakinan. Dan bahkan pada prinsipnya nilai-nilai ini berlaku bagi semua agama, terlebih dalam

Islam.190

Universalitas Islam berlaku sama untuk semua pemeluk Islam tanpa mempertimbangkan perbedaan ruang dan waktu pelaksanaan ajaran. Hal ini mengingat sumber dari universalitas Islam adalah al-Qur'an. Al-Qur‟an merupakan sumber pendidikan terlengkap, baik pendidikan kemasyarakatan, moral (akhlak), spiritual, material (kejasmanian) dan

alam semesta.191 Al-Qur‟an merupakan sumber nilai yang absolut dan

utuh dan tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Penerapan nilai-nilai universal Islam dalam tataran empiris tidak dapat dipisahkan oleh Hadist Nabi. Hal ini disebabkan, secara umum Al-Qur‟an masih bersifat global. Hadist Nabi merupakan penjelas dan penguat hukum-hukum qur‟aniah sekaligus petunjuk dan pedoman bagi kemaslahatan hidup manusia dalam semua aspeknya. Dengan demikian sebagai pemeluk Islam perlu memperhatikan dua hal, yaitu produktivitas mencapai tujuan dan esensi ajaran Islam yang bersifat universal serta penerapan nilai universal dalam

190 Tim Penulis Rumah Kitab. 2014. Pendidikan Karakter Berbaisis Pesantren. Jakarta : Rumah Kitab. Hlm. 17.

tataran empiris adalah dengan menjujung nilai kebenaran, keadilan, anti kekerasan, kesetaraan, kasih sayang, cinta dan toleransi.

Pendidikan akhlak dalam Islam memiliki keunikan dan perbedaan dengan pendidikan akhlak di dunia Barat. Perbedaan-perbedaan tersebutmencakup penekanan terhadap prinsip-prinsip agama yang abadi, aturan dan hukum dalam memperkuat moralitas, perbedaan pemahaman tentang kebenaran, penolakan terhadap otonomi moral sebagai tujuan pendidikan moral, dan penekanan pahala di akhirat sebagai motivasi perilaku bermoral. Inti dari perbedaan-perbedaan ini adalah keberadaan wahyu Ilahi sebagai sumber dan rambu-rambu pendidikan akhlak dalam Islam. Perbedaan-perbedaan diatas karena adanya pemahaman yang berbeda tentang keyakinan yang dianut.

Dari penjelasan teoritis di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter dan pendidikan akhlak memiliki kesamaan yaitu untuk menjadikan manusia lebih baik, pendidikan akhlak bersumber pada nilai-nilai kebaikan universal (nilai-nilai kehidupan yang baik atau buruknya diakui oleh seluruh umat manusia), dan pada dasarnya ajaran Islam adalah agama yang mengandung nilai-nilai universal yang dapat diterima oleh seluruh umat manusia.

Dengan demikian maka pendidikan akhlak bisa dikatakan sebagai pendidikan akhlak atau pembentukan karakter sesuai dengan nilai-nilai Islam yang bersumber pada ajaran Islam yang universal (al-Qur‟an dan Hadist).

Dokumen terkait