Artinya :“Dan tolonglah menolonglah kamu dalam (mengerjakan)
5. Perbedaan Pendidikan Akhlak dengan Pendidikan Karakter
Mengenai penjelasan akhlak secara luas, banyak sekali tokoh yang memberikan pengertian secara bervariasi. Diantaranya M. Abdullah Darraz,
118 Novan Ardy Wiyani. 2013. Membumikan Pendidikan Karakter di SD;Konsep, Praktik dan Strategi. Jakarta: Ar-Ruzz Media. Hlm. 70-72
119 Fakrur Rozi. 2012. Model Pendidikan Karakter dan Moralitas Siswa di Sekolah Islam Modern; Studi pada SMP Pondok Pesantren Selamat Kendal. Semarang, IAIN Walisongo. Hlm. 44
menurut beliau akhlak adalah sesuatu kekuatan dalam kehendak yang
mantap, kekuatan dan kehendak mana berkombinasi membawa
kecenderungan pada pemilihan pihak yang benar (akhlak yang baik) atau
pihak yang jahat (akhlak yang jahat).120
Akhlak dipahami oleh banyak pakar dalam arti “kondisi kejiwaan yang menjadikan pemiliknya melakukan sesuatu secara mudah, tidak memaksakan diri, bahkan melakukannya secara otomatis.” Apa yang dilakukan bisa merupakan sesuatu yang baik, dan ketika itu ia dinilai memiliki akhlak karimah/mulia/terpuji, dan bisa juga sebaliknya, dan ketika itu ia dinilai menyandang akhlak yang buruk. Baik dan buruk tersebut berdasar nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat dimana yang bersangkutan berada.
Bentuk jamak pada kata akhlak mengisyaratkan banyak hal yang dicakup olehnya. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa ia bukan saja aktifitas yang berkaitan dengan hubungan antar manusia tetapi juga hubungan manusia dengan Allah, dengan lingkungan. Baik lingkungan maupun bukan, serta hubungan diri manusia secara pribadi. Di samping itu juga perlu diingat bahwa Islam tidak hanya menuntut pemeluknya untuk bersikap baik terhadap pihak lain dalam bentuk lahiriah, sebagaimana yang ditekankan oleh sementara moralis dalam hubungan antar-manusia, tetapi Islam menekankan perlunya sikap lahiriah itu sesuai dengan sikap batiniah.
120 Erwin Yudi Prahara, Materi Pendidikan Agama Islam (Ponorogo: STAIN Po Press, 2009), Hlm. 182.
Pendidikan akhlak sebagaimana dirumuskan oleh Ibn Miskawaih dan dikutip oleh Abudin Nata, merupakan upaya ke arah terwujudnya sikap batin yang mampu mendorong secara spontan lahirnya perbuatan-perbuatan yang bernilai baik dari seseorang. Dalam pendidikan akhlak ini, kreteria benar dan salah untuk menilai perbuatan yang muncul merujuk kepada al-Qur‟an dan Sunah sebagai sumber tertinggi ajaran Islam. Dengan demikian maka pendidikan akhlak bisa dikatakan sebagai pendidikan karakter dalam diskursus pendidikan Islam.
Telaah lebih dalam terhadap konsep akhlak yang telah dirumuskan oleh para tokoh pendidikan Islam masa lalu seperti Ibnu Miskawaih, Al-Qabisi, Ibn Sina, Al-Ghazali dan Al-Zarnuji, menunjukkan bahwa tujuan puncak pendidikan akhlak adalah terbentuknya karakter positif dalam perilaku anak didik. Karakter positif ini tiada lain adalah penjelmaan
sifat-sifat mulia Tuhan dalam kehidupan manusia.121
Hadits Nabi yang berkaitan dengan konsep pendidikan karakter adalah hadits yang diriwayatkan oleh imam Bukhari-Muslim sebagai berikut:
)
(
121 Siswanto, Perbedaan pendidikan karakter dengan pendidikan akhlak, pendidikan moral, dan pendidikan nilai, http:// siswantozheis.wordpress.com. Diakses tanggal 04 Mei 2014.
“Usamah bin Zaid ra. berkata: Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda: Akan dihadapkan orang yang berilmu pada hari kiamat, lalu keluarlah semua isi perutnya, lalu ia berputar-putar dengannya, sebagaimana himar yang ber-putar-putar mengelilingi tempat tambatannya. Lalu penghunineraka disuruh mengelilinginya seraya bertanya: Apakah yang menimpamu? Dia menjawab: Saya pernah menyuruh orang pada kebaikan, tetapi saya sendiri tidak mengerjakan-nya, dan saya mencegah orang dari kejahatan, tetapi saya sendiri yang mengerjakannya”. (Muttafaq Alaih)122
Dalam hadits riwayat Bukhori-Muslim di atas menguraikan bahwa pembentukan karakter yang didasari keteladanan akan menuai kebaikan bagi dirinya sendiri dan orang lain.
Rasulullah Saw telah mengajarkan metodologi membentuk moralitas yang mulia, terkait dengan akhlak manusia terhadap Allah, diri sendiri maupun kepada sesama makhluk. Beliau tidak hanya memerintahkan fungsi teori belaka, namun juga realitas konkrit suri teladan umatnya. Semua akhlak yang diajarkan Rasulullah tak lain adalah moralitas yang bermuara
pada Al-Qur‟an.123 Dengan demikian, jelas bahwa Rasulullah Saw. memiliki
tingkah laku yang mulia, beliau selalu bertindak sesuai dengan petunjuk yang berada dalam Al-Qur‟an. Dalam Islam sendiri, yang menjadi dasar atau landasan pendidikan akhlak manusia adalah Al-Qur‟an dan al-Sunnah. Segala sesuatu yang baik menurut Al-Qur‟an dan al-Sunnah, itulah yang baik dijadikan pegangan dalam kehidupan sehari-hari. Sebaliknya, segala sesuatu yang buruk menurut Al-Qur‟an dan Al-Sunnah, berarti tidak baik
dan harus dijauhi. 124
122
Abubakar Muhammad. 1997 Hadits Tarbawi III, Surabaya: Karya Abditama. Hlm. 70.
123 FKI LIM, Gerbang Pesantren, Pengantar Memahami Ajaran Ahlussunnah wal Jama‟ah (Kediri: Bidang Penelitian dan Pengembangan LIM PP Lirboyo, 2010), 7.
Dalam kaitannya dengan pendidikan akhlak, terlihat bahwa pendidikan karakter mempunyai orientasi yang sama dengan pendidikan akhlak yaitu pembentukan karakter. Perbedaan bahwa pendidikan akhlak terkesan timur dan Islam sedangkan pendidikan karakter terkesan Barat dan sekuler, bukan alasan yang dipertentangkan. Pada kenyataannya keduanya memiliki ruang untuk saling mengisi. Bahkan Lickona sebagai Bapak Pendidikan Karakter di Amerika justru mengisyaratkan keterkaitan erat antara karakter dengan spiritualitas.
Adapun istilah karakter, kata karakter berasal dari bahasa latin “kharakter”, “kharassein”, “kharax”, dalam bahasa Inggris: character dan Indonesia “karakter”, Yunani character, dari charassein yang berarti
membuat tajam, membuat dalam.125 karakter juga bisa diartikan sikap,
tabiat, akhlak, kepribadian yang stabil sebagai hasil proses konsolidasi
secara progresif dan dinamis.126 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
karakter diartikan sebagai tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain. Karakter dapat diartikan sebagai tabiat perangai atau perbuatan yang selalu dilakukan
(kebiasaan).127
Istilah karakter dipakai secara khusus dalam konteks pendidikan baru muncul pada akhir abad-18, dan untuk pertama kalinya dicetuskan oleh
125
Heri Gunawan. 2012 Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi,Bandung : Alfabeta. Hlm.1.
126
Yahya Khan. 2010. Pendidikan Karakter Berbasis Potensi Diri: Mendongkrak Kualitas Pendidikan. Yogyakarta: Pelangi Publishing. Hlm. 1.
127
WJS. Poerwardarminta. 1997. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka. Hlm..20.
pedadog Jerman F.W. Foerster. Terminologi ini mengacu pada pendekatan idealis-spiritualis dalam pendidikan yang juga dikenal dengan teori normatif yang menjadi prioritas adalah nilai-nilai transenden yang dipercaya sebagai motor penggerak sejarah, baik bagi individu maupun bagi sebuah perubahan sosial.128
Sedangkan secara terminologi, istilah karakter diartikan sebagai sifat manusia pada umumnya dimana manusia mempunyai banyak sifat yang tergantung dari faktor kehidupannya sendiri. Karakter adalah sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang menjadi ciri khas seseorang atau sekelompok orang. Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama,
budaya, dan adat istiadat.129
Menurut Simon Philips dalam buku Refleksi Karakter Bangsa, karakter adalah kumpulan tata nilai yang menuju pada suatu sistem yang melandasi pemikiran, sikap dan prilaku yang ditampilkan. Sementara itu,
Koesoema A, mengatakan bahwa karakter sama dengan kepribadian.130
Kepribadian disini dianggap beliau sebagai ciri atau karakteristik atau gaya
128
M. Mahbubi. 2012. Pendidikan Karakter Implementasi Aswaja sebagai Nilai Pendidikan Karakter. Yogyakarta : Pustaka Ilmu. Hlm.41.
129
Tobroni, Pendidikan Karakter Dalam Perspektif Islam. http://tobroni.
staff.umm.ac.id/2010/11/24/ Pendidikan-Karakter-dalam-Perspektif-Islam-pendahulan/,diakses pada 19 Oktober 2012
130
Masnur Muslich.2011. Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional, Jakarta : Bumi Aksara. Hlm. 70
atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan.
Sedangkan Imam Ghazali menganggap bahwa karakter lebih dekat dengan akhlak, yaitu spontanitas manusia dalam bersikap, atau perbuatan yang telah menyatu dalam diri manusia sehingga ketika muncul tidak perlu dipikirkan lagi. Hermawan Kertajaya, mendefinisikan karakter sebagai “ciri khas” yang dimiliki oleh suatu benda atau individu. Hermawan Kertajaya, mendefinisikan karakter sebagai “ciri khas” yang dimiliki oleh suatu benda
atau individu.131 Ciri khas tersebut adalah asli, dalam artian tabiat atau
watak asli yang mengakar pada kepribadian benda atau individu tersebut, dan merupakan mesin pendorong bagaimana seseorang bertindak, bersikap,
berujar, serta merespon sesuatu.132
Hal ini juga menurut Imam Ghazali di atas, bahwa istilah karakter dapat diartikan dengan akhlak dan budi pekerti, sebab keduanya mengandung makna yang sama. Baik budi pekerti, akhlak maupun karakter sama-sama mengandung makna yang ideal, tergantung pada pelaksanaan atau penerapannya. Menurut Ibnu Miskawaih dan dikutip oleh Abudin Nata, beliau mengemukakan bahwa, pendidikan akhlak merupakan upaya ke arah terwujudnya sikap batin yang mampu mendorong secara spontan lahirnya
perbuatan-perbuatan yang bernilai baik dari seseorang.133 Sedangkan
sebagian ulama, mendefinisikan Akhlak sebagai suatu keadaan yang
131
Abdul Majid & Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, Hlm. 11
132
Heri Gunawan. 2012 Pendidikan Karakter Konsep dan Impementasi. Bandung : Alfabeta Hlm.2
melekat pada jiwa manusia yang melahirkan perbuatan baik ataupun
buruk.134
Dalam kaitannya dengan hal ini, maka sikap/karakter atau budi pekerti telah mengandung lima rumusan atau jangkauan atau integritas sebagai berikut: a) sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan Tuhan, b) sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan diri sendiri, c) sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan keluarga, d) sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan masyarakat dan bangsa, dan e) sikap dan perilaku
dalam hubungannya dengan alam sekitar.135
Thomas Lickona mendefinisikan orang yang berkarakter sebagai sifat alami seseorang dalam merespons situasi secara bermoral yang dimanifestasikan dalam tindakan nyata melalui tingkah laku yang baik, jujur, bertanggung jawab, menghormati orang lain dan karakter mulia lainnya. Pengertian ini mirip dengan apa yang diungkapkan oleh Aristoteles, bahwa karakter itu erat kaitannya dengan “habit” atau kebiasaan yang terus menerus dilakukan. Lebih jauh, Thomas Lickona menekankan pada tiga komponen karakter yang baik Menurutnya keberhasilan pendidikan karakter
dimulai dengan pemahaman moral, perasaan moral dan tindakan moral.136
Dari beberapa definisi karakter tersebut dapat disimpulkan secara ringkas bahwa karakter adalah sikap, tabiat, akhlak, kepribadian yang stabil sebagai hasil proses konsolidasi secara progresif dan dinamis; sifat alami
134 Muhammad Daud Ali. 1998. Pendidikan Agama Islam, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Hlm. 345
135 Muchlas Samani, & Hariyanti. 2012. Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Hlm. 46-47.
seseorang dalam merespons siruasi secara bermoral; watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbgai kebajikan, yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap dan bertindak; sifatnya jiwa manusia, mulai dari angan-angan sampai menjelma menjadi tenaga yang menjadi prilaku
manusia yang berhubungan dengan Tuhan.137
Dari definisi yang telah disebutkan terdapat perbedaan sudut pandang yang menyebabkan perbedaan pada pendefinisiannya. namun demikian, jika melihat esensi dari definisi-definisi tersebut ada terdapat kesamaan bahwa karakter itu mengenai sesuatu yang ada dalam diri seseorang, yang membuat orang tersebut disifati.
Mengacu pada berbagai pengertian dan definisi tentang pendidikan dan karakter secara sederhana dapat diartikan bahwa pendidikan karakter adalah upaya sadar yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang (pendidik) untuk menginternalisasikan nilai-nilai karakter pada seseorang yang lain (peserta didik) sebagai pencerahan agar peserta didik mengetahui,
berfikir dan bertindak secara bermoral dalam menghadapi setiap situasi. 138
Selanjutnya pendidikan karakter telah menjadi sebuah pergerakan pendidikan yang mendukung pengembangan sosial, pengembangan emosional, dan pengembangan etika para peserta didik. Merupakan suatu upaya proaktif yang dilakukan baik oleh sekolah maupun pemerintah untuk membantu siswa mengembangkan inti pokok dari nilai etik dan
137 Tim Penulis Rumah Kitab. 2014. Pendidikan Karakter Berbaisis Pesantren. Jakarta : Rumah Kitab. Hlm. 11
nilai kinerja, seperti kepedulian, kejujuran, kerajinan, fairness, keuletan dan ketabahan (fortitude), tanggung jawab, menghargai diri sendiri dan orang lain.
Seperti apa yang diungkapkan oleh Scerenko bahwa, pendidikan karakter dapat difahami atau dimaknai sebagai upaya yang sungguh-sungguh dengan cara mana ciri kepribadian positif dikembangkan, didorong, dan diberdayakan melalui keteladanan, kajian (sejarah, dan biografi para bijak dan pemikir besar), serta praktik emulsi (usaha maksimal untuk mewujudkan hikmah dari apa-apa yang diamati dan yang
dipelajari).139
Menurut Khan pendidikan karakter adalah proses kegiatan yang dilakukan dengan segala daya dan upaya secara sadar dan terencana untuk mengarahkan anak didik. Pendidikan karakter juga merupakan proses kegiatan yang mengarah pada peningkatan kualitas pendidikan dan pengembangan budi harmoni yang selalu mengajarkan, membimbing, dan membina setiap menusia untuk memiliki kompetensi intelektual, karakter, dan keterampilan menarik. Nilai-nilai pendidikan karakter yang dapat dihayati dalam penelitian ini adalah religius, nasionalis, cerdas, tanggung jawab, disiplin, mandiri, jujur, dan arif, hormat dan santun, dermawan, suka menolong, gotong-royong, percaya diri, kerja keras, tangguh, kreatif,
kepemimpinan, demokratis, rendah hati, toleransi, solidaritas dan peduli.140
139 Muchlas Samani & Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter, Hlm.45
140 Yahya Khan. 2010. Pendidikan Karakter Berbasis Potensi Diri. Yogyakarta : Pelangi Publishing. Hlm. 34.
Jadi dari beberapa statement diatas dapat disimpulkan bahwa, pendidikan karakter adalah proses pemberian tuntunan kepada peserta didik untuk menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter dalam dimensi hati, pikir, raga, serta rasa dan karsa. Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai pendidikan nilai, pendidikan moral, pendidikan budi pekerti, pendidikan watak yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk dapat memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik, dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati. Hal ini menjadi entry point bahwa pendidikan karakter memiliki ikatan
yang kuat dalam nilai-nilai spiritualitas dan agama141
Pendidikan karakter yang berbasis Al Qur‟an dan Assunnah, gabungan antara keduanya yaitu menanamkan karakter tertentu sekaligus memberi benih agar peserta didik mampu menumbuhkan karakter khasnya pada saat menjalani kehidupannya. Hanya menjalani sejumlah gagasan atau model karakter saja tidak akan membuat peserta didik menjadi manusia kreatif yang tahu bagaimana menghadapi perubahan zaman, sebaliknya membiarkan sedari awal agar peserta didik mengembangkan nilai pada dirinya tidak akan berhasil mengingat peserta didik tidak sedari
awal menyadari kebaikan dirinya.142
Melalui gabungan dua paradigma ini, pendidikan karakter akan bisa terlihat dan berhasil bila kemudian seorang peserta didik tidak akan hanya
141
Marfu`, Perbedaan pendidikan karakter dengan pendidikan akhlak, pendidikan moral, dan pendidikan nilai, http:// risetpendidikangmarfu‟.com, Diakses pada tanggal 20 Mei 2014.
142 Ni‟matulloh.et. all, Pendidikan Karakter Dalam Persfektif Pendidikan Islam, (http://nimatlloh. blogspot.com, diakses pada tanggal 20 Mei 2014)
memahami pendidikan nilai sebagai sebuah bentuk pengetahuan, namun juga menjadikannya sebagai bagian dari hidup dan secara sadar hidup
berdasar pada nilai tersebut.143
C. Etika dan Urgensinya dalam Pendidikan Islam