• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.2. Metode Importance Performance Analysis (IPA)

Metode Importance Performance Analysis (IPA) pertama kali diperkenalkan oleh Martilla dan James (1977) dengan tujuan untuk mengukur hubungan antara persepsi konsumen dan prioritas peningkatan kualitas produk/jasa yang dikenal pula dengan quadrat analysis. Metode IPA telah diterima secara umum dan dipergunakan pada berbagai bidang kajian karena kemudahan untuk diterapkan dan tampilan hasil analisa yang memudahkan usulan perbaikan kinerja (Martinez, 2003).

Ada dua macam metode untuk menampilkan data IPA, yaitu: pertama menempatkan garis perpotongan kuadran pada nilai rata-rata sumbu tingkat kepuasan dan sumbu prioritas penanganan dengan tujuan untuk mengetahui secara umum penyebaran data terletak pada kuadran berapa, kedua enempatkan garis perpotongan kuadran pada nilai rata-rata hasil pengamatan pada sumbu tingkat kepuasan dan sumbu prioritas penanganan dengan tujuan untuk mengetahui secara spesifik masing- masing faktor terletak pada kuadran berapa (Martinez, 2003). Grafik IPA hasil selengkapnya Kuesioner disajikan pada Gambar 9.

Gambar 9. Pembagian kuadran IPA terhadap hasil pengukuran Tingkat Kinerja dan Kualitas kinerja Gapoktan

Kualitas Kinerja K u al it a s K in er ja

60

Berdasarkan grafik IPA pada Gambar 9 di atas, maka indikator yang berkaitan dengan tingkat kinerja dan kualitas kinerja Gapoktan yang berada di kabupaten Karawang dapat dikelompokkan dalam masing-masing kuadran sebagai berikut:

1. Kuadran A : Tingkatkan Kinerja

Pada kuadran A terdapat sembilan variabel (39,13%) yang dinilai sangat penting namun tidak sesuai dengan keinginan anggotanya. Variabel-variabel tersebut diantaranya :

a. Keterlibatan anggota Gapoktan dalam pembuatan RUB (B1), b. Ketersediaan dana PUAP (B2),

c. Pemahaman terhadap kesesuaian dana yang diterima dengan kebutuhan sehari-hari (C2),

d. Pemahaman akan jaminan/angunan untuk pinjaman dana PUAP (C3), e. Ketepatan pengambalian dana PUAP (D1),

f. Perguliran dana PUAP pada kelompok lain (D2), g. Gapoktan mengadakan saprodi pertanian (E1), h. Penggunaan teknologi dalam usaha tani (E2), dan

i. Gapoktan mengadakan kerjasama pengadaan saprodi (E4).

Variabel yang terdapat dalam kuadran ini dianggap sebagai faktor yang sangat penting naum kondisinya saat ini belum memuaskan responden, sehingga lembaga perlu meningkatkan kinerja pada berbagai sektor tersebut.

Pada aspek penyaluran dana PUAP, variabel keterlibatan anggota Gapoktan dalam pembuatan RUB dan ketersediaan dana PUAP merupakan variabel yang dinilai belum optimal. Pada aspek pemanfaatan dana program PUAP, terdapat variabel yang dinilai tidak optimal yakni pemahaman terhadap kesesuaian dana yang diterima dengan kebutuhan usaha tani dan pemahaman akan jaminan/agunan untuk pinjaman dana PUAP. Pada aspek pengembalian dana PUAP, variabel yang dinilai tidak optimal yakni ketepatan pengembalian dana PUAP dan peningkatan unit usaha. Sedangkan pada aspek usaha tani, variabel yang dinilai tidak optimal adalah Gapoktan mengadakan saprodi pertanian, penggunaan teknologi dalam usaha tani, dan Gapoktan mengadakan kerjasama

61

pengadaan saprodi. Berdasarkan hasil analisis, maka variabel-variabel yang termasuk dalam kuadran A adalah sebagai prioritas utama bagi Gapoktan untuk menentukan alternatif strategi agar kinerja Gapoktan menjadi lebih optimal di kemudian hari.

2. Kuadran B : Pertahankan Kinerja

Pada kuadran B terdapat delapan variabel (34,78%) yang dinilai sudah optimal dalam pelaksanaannya. Variabel tersebut adalah

a. Gapoktan memiliki struktur organisasi (A1), b. Gapoktan memberikan uraian tugas pokok (A2), c. Adanya peran penyuluh pendamping (A4), d. Kemudahan persyaratan penerima PUAP (B3), e. Seleksi calon penerima PUAP (B5),

f. Sebagai unit simpan pinjam/LKM-A (C1),

g. Gapoktan mengadakan saprodi pertanian (E3), dan h. Pemasaran bersama dilakukan oleh Gapoktan (E5).

Variabel kinerja yang terletak pada kuadran ini dianggap sebagai faktor penunjang bagi pengembangan kelembagaan Gapoktan penerima dana PUAP. Pada aspek organisasi, variabel struktur organisasi Gapoktan, uraian tugas pokok Gapoktan dan peranan penyuluh pendamping telah terlaksana dengan baik sehingga memberikan kepuasan bagi seluruh anggotanya. Pada aspek penyaluran dana PUAP, variabel kemudahan persyaratan penerima PUAP dan seleksi calon penerima PUAP telah berjalan sesuai ketentuan, sehingga memuaskan anggota Gapoktan. Pada aspek pemanfaatan dana PUAP, variabel unit simpan pinjam/LKM-A telah berjalan optimal dan dari segi aspek usaha tani, variabel kerjasama keuangan dan pemasaran bersama anggota Gapoktan juga dinilai penting dan memiliki kinerja yang baik. Semua variabel yang telah dijelaskan tersebut patut untuk dipertahankan sehingga dapat meningkatkan kinerja Gapoktan secara keseluruhan.

62 3. Kuadran C : Prioritas rendah

Pada kuadran C terdapat tiga variabel (13,04%) yang dinilai tingkat kepentingan dan kinerjanya rendah. Adapun ketiga variabel tersebut adalah

a. Adanya peran PMT (A5),

b. Keterlibatan dalam pengambilan keputusan (A7), dan c. Peningkatan unit usaha (D3).

Variabel yang terdapat pada kuadran ini mempunyai tingkat kepuasan yang rendah namun juga dianggap tidak penting bagi petani responden. Artinya, pada aspek organisasi, peran PMT dinilai masih belum optimal atau tidak sesuai dengan keinginan anggota. Selain itu, keterlibatan anggota Gapoktan dalam proses pengambilan keputusan juga dinilai masih kurang, sehingga untuk poin ini para anggota Gapoktan merasa tidak puas. Disisi lain, pada aspek pengembalian dana PUAP, variabel unit usaha dinilai juga tidak berjalan optimal.

4. Kuadran D : Cenderung berlebihan

Pada kuadran D juga terdapat tiga variabel (13,04%) yang dinilai memiliki tingkat kepentingan rendah dengan kinerja tinggi, dengan kata lain pada kuadran ini beberapa variabel dilaksanakan secara berlebihan.. Variabel tersebut yakni : a. Gapoktan menyelenggarakan rapat/pertemuan pengurus (A3),

b. Keterlibatan dalam perencanaan kegiatan (A6), dan c. Sosialisasi program PUAP (B4).

Variabel yang terletak pada kuadran ini dianggap sudah baik namun tidak dianggap penting oleh petani reponden. pada aspek organisasi, variabel penyelenggaraan rapat pengurus serta keterlibatan anggota Gapoktan dalam perencanaan kegiatan dianggap kurang penting namun dianggap memiliki kinerja yang baik (memuaskan anggotanya). Selain itu, pada aspek penyaluran dana PUAP, variabel sosialisasi program PUAP dinilai tidak penting walaupun demikian memberikan hasil yang baik.

63 5.3. Analisis Pendapatan Petani

Pada akhirnya usahatani yang dilakukan akan memperhitungkan biaya-biaya yang telah dikeluarkan dengan penerimaan yang diperoleh. Selisih antara biaya yang dikeluarkan dengan penerimaan yang diperoleh tersebut merupakan pendapatan usahatani yang dijalankan petani. Tujuan dari analisis pendapatan petani adalah menggambarkan keadaan sekarang suatu kegiatan usahatani. Analisis pendapatan petani memerlukan dua keterangan pokok, yaitu keadaan penerimaan (input) dan keadaan pengeluaran (output) selama jangka waktu tertentu. Penerimaan merupakan total nilai produk yang dihasilkan yang diperoleh dari perkalian antara jumlah produk yang dihasilkan (output) dengan harga produk tersebut. Sedangkan pengeluaran atau biaya merupakan semua pengorbanan sumberdaya ekonomi dalam satuan uang yang diperlukan untuk menghasilkan suatu output dalam suatu periode produksi.

Penggunaan input dalam kegiatan usahatani responden kelompok PUAP dan Non PUAP di Kabupaten Karawang menunjukkan bahwa secara umum penggunaan input di kedua kelompok tersebut tidak terlalu berbeda hanya saja tingkat penggunaan input di kelompok Non PUAP lebih besar dibandingkan dengan kelompok PUAP. Data penggunaan input disajikan pada Tabel 17 berikut ini.

Tabel. 17 Perbandingan rata-rata penggunaan input dan hasil antara kelompok PUAP dan Non PUAP

Uraian PUAP NON

PUAP Selisih

Produksi

Luas lahan (ha) Hasil (kg/ha) 1,34 8.754,57 1,33 7.768,67 0,01 985,9 Input 1. Benih (kg/ha) 2. Pupuk (kg/ha) a. Urea b. SP 36 c. Phoska

3. Tenaga kerja (HOK)

27,20 231 136,5 80 95,77 28,43 305,2 191,8 33,3 116,37 (1,23) (74,17) (55,3) 46,67 20,6 Sumber : Analisis data primer, 2011

64

Berdasarkan Tabel 17 penggunaan input pada kelompok PUAP lebih sedikit dibandingkan pada kelompok Non PUAP namun hasil produksinya lebih banyak yakni berselisih 985,9 kg. Hal ini bisa jadi sebagai efek dari keberadaan Gapoktan yang biasa memiliki program pembinaan terhadap anggotanya. Penggunaan pupuk di kelompok PUAP dapat dikatakan lebih efektif dibandingkan dengan kelompok Non PUAP. Penggunaan tenaga kerja di kelompok Non PUAP lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok PUAP yakni berselisih 20,6 HOK. Hal ini disebabkan proporsi penggunaan tenaga kerja oleh petani Non PUAP untuk penanaman dan pemanenan cenderung dilakukan dengan sistem borongan.

Pendapatan usahatani padi sawah dalam penelitian ini diperoleh dari penerimaan dikurangi biaya produksi usahatani. Rata-rata penerimaan, biaya dan pendapatan petani padi reponden di kelompok PUAP dan Non PUAP per hektar di kabupaten Karawang dapat dilihat pada Tabel 18 berikut.

Tabel 18 Perbandingan rata-rata biaya dan pendapatan petani antara kelompok PUAP dan Non PUAP

Uraian

PUAP NON PUAP

Selisih Rata-rata (%) Rata-rata (%) Penerimaan (Rp) 22.046.363 19.607.190 2.439.172,5 Pengeluaran (Rp) 1. Benih 269.433 5,4 276.533 5,1 7.100 2. Pupuk a. Urea 415.417 8,3 433.250 7,9 17833,33 b. SP 36 322.583 6,5 335.633 6,1 13.050 c. Phoska 197.133 3,9 81.667 1,5 115.466 3. Tenaga kerja 4.059.661 81,3 4.619.400 84,4 559.739 Total Biaya Tunai 4.994.794 100 5.469.950 100 475.156 Pendapatan atas biaya

tunai 17051569 14.137.240 2.914.329

R/C rasio atas biaya

tunai 4,4 3,6 0,8

65

Berdasarkan Tabel 18 di atas diketahui bahwa nilai selisih rata-rata penerimaan petani antara petani PUAP dan Non PUAP sebesar Rp 243.917,- dengan penerimaan dari kelompok PUAP lebih besar. Dukungan Gapoktan sudah terlihat dengan adanya program yang mendukung kegiatan usahatani angotanya walaupun secara nilai tidak berbeda dengan petani yang tidak menerima bantuan PUAP.

Biaya rata-rata terhadap benih, pupuk dan tenaga kerja di kedua kelompok tidak terlalu jauh berbeda. Komponen biaya terbesar yang dialokasikan petani untuk usahatani padi sawah adalah biaya tenaga kerja. Petani non PUAP mengalokasikan biaya untuk tenaga kerja yang lebih besar, sehingga secara keseluruhan biaya total usahatani yang dikeluarkan petani non PUAP lebih besar dibandingkan dengan petani di kelompok PUAP.

Nilai R/C rasio pada kelompok PUAP dan Non PUAP masing-masing sebesar 4,4 dan 3,6. Hal ini menerangkan bahwa usaha tani yang dijalankan oleh kedua kelompok tersebut secara ekonomi masih menguntungkan. Berdasarkan tabel di atas nilai R/C rasio pada kelompok PUAP lebih tinggi dibandingkan dengan R/C pada kelompok non PUAP.

Pendapatan total petani PUAP lebih besar sebanyak Rp 2.914.329,- dibandingkan dengan petani Non PUAP. Hasil tersebut menjadikan sedikit tanda bahwa keberadaan pogram PUAP masih dapat meningkatkan pendapatan petani padi walaupun dengan selisih pendapatan yang tidak jauh berbeda dengan petani yang tidak mengaksesnya.

Dokumen terkait