• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.2. Penelitian Utama

4.2.7. Umur simpan fish snack (produk ekstrusi)

4.2.7.1. Metode konvensional

Penentuan umur simpan dengan metode konvensional dilakukan dengan menyimpan snack TF dan snack DF dalam kemasan pada suhu ruang selama empat minggu. Kemasan yang dipakai adalah kemasan plastik PP tebal dan disimpan pada kisaran 30±2 0C. Kedua jenis sampel dianalisis perubahan yang terjadi terhadap kadar proksimat, nilai organoleptik (hedonik), nilai kerenyahan, TPC (Total Plate Count), kadar TBA, dan derajat pengembangan. Analisis tersebut dilakukan dengan selang penyimpanan tiap satu minggu hingga fish snack mulai menunjukkan tidak dapat diterima atau tidak layak dikonsumsi secara keseluruhan dari hasil pengujian.

a. Analisis proksimat

Grafik hasil uji proksimat fish snack (produk ekstrusi) TF dan DF pada penyimpanan tiap minggu dapat dilihat pada Gambar 17 dan Gambar 18.

Gambar 17. Kadar proksimat fish snack (produk ekstrusi)TF selama penyimpanan

Gambar 18. Kadar proksimat fish snack (produk ekstrusi)DF selama penyimpanan Berdasarkan Gambar 17 dan Gambar 18 di atas diketahui bahwa kadar proksimat snack TF maupun snack DF mengalami perubahan selama penyimpanan hingga minggu keempat. Secara keseluruhan dari grafik tersebut terlihat bahwa kadar air dan kadar lemak pada snack TF mengalami peningkatan selama penyimpanan namun tidak signifikan. Kadar protein snack TF mengalami penurunan dengan bertambahnya waktu penyimpanan. Melalui analisis ragam uji Tukey diperoleh keterangan bahwa kadar protein dan kadar abu snack TF tidak berbeda nyata selama penyimpanan hingga minggu keempat. Lama penyimpanan

yang diberikan tidak mempengaruhi kadar protein dan kadar abu akhir snack TF. Kadar air menunjukkan perbedaan selama penyimpanan yaitu penyimpanan snack TF minggu ke-1 berbeda nyata dengan penyimpanan minggu ke-3 dan minggu ke-4. Begitu pula dengan penyimpanan minggu ke-2 berbeda nyata dengan penyimpanan minggu ke-3 dan minggu ke-4. Kadar lemak pada penyimpanan snack TF minggu ke-1 berbeda nyata dengan penyimpanan minggu ke-4. Sehingga dapat disimpulkan bahwa lama penyimpanan yang diberikan berpengaruh terhadap kadar air dan kadar lemak snack TF.

Gambar 18 menunjukkan bahwa kadar air dan kadar abu snack DF mengalami peningkatan sedangkan kadar protein dan kadar lemak mengalami penurunan selama penyimpanan. Berdasarkan analisis ragam uji Tukey diperoleh keterangan bahwa kadar air, kadar protein, kadar lemak, dan kadar abu snack DF berbeda nyata selama penyimpanan. Lama penyimpanan yang diberikan mempengaruhi kadar air, kadar protein, kadar lemak, dan kadar abu akhir snack DF.

Kadar air penyimpanan snack DF minggu ke-1 berbeda nyata dengan penyimpanan minggu ke-2, minggu ke-3, dan minggu ke-4 sedangkan dengan penyimpanan minggu ke-2, minggu ke-3, dan minggu ke-4 tidak saling berbeda nyata. Kadar protein penyimpanan snack DF minggu ke-1 berbeda nyata dengan penyimpanan minggu ke-2, minggu ke-3, dan minggu ke-4. Kadar protein penyimpanan minggu ke-2 dan minggu ke-3 berbeda nyata dengan penyimpanan minggu ke-1 dan minggu ke-4. Kadar protein minggu ke-4 berbeda nyata dengan penyimpanan minggu ke-1, minggu ke-2, dan minggu ke-3.

Kadar lemak penyimpanan snack DF minggu ke-1 berbeda nyata dengan penyimpanan minggu ke-3 dan minggu ke-4. Namun penyimpanan minggu ke-2 tidak berbeda nyata dengan penyimpanan minggu ke-1, minggu ke-3, dan minggu ke-4. Kadar abu penyimpanan minggu ke-1 hanya berbeda nyata dengan penyimpanan minggu ke-4. Dapat disimpulkan bahwa lama penyimpanan yang diberikan berpengaruh terhadap kadar air, kadar protein, kadar lemak, dan kadar abu akhir snack DF.

Lemak merupakan salah satu komponen utama bahan pangan selain air, protein, dan karbohidrat yang memiliki peranan cukup penting terutama dalam

menentukan karakteristik bahan pangan (Apriyantono 2001). Adanya penambahan flavor sebagai perlakuan pada penyimpanan fish snack berpengaruh terhadap perbandingan kadar lemak kedua jenis snack, dimana dengan jelas terlihat snack DF memiliki kadar lemak yang lemak yang jauh lebih tinggi yaitu 9,50 % dibandingkan snack TF yang sebesar 1,58 % dengan fortifikasi grit ikan patin sebagai sumber utamanya. Jumlah minyak nabati yang digunakan sebagai media saat penambahan flavor juga berpengaruh terhadap kadar lemak akhir dari produk tersebut. Selama penyimpanan terjadi peningkatan kadar lemak hingga 2,50 % pada snack TF. Pada snack DF terjadi penurunan menjadi 7,83 % setelah penyimpanan selama empat minggu. Naik kadar lemak fish snack diduga dikarenakan adanya reaksi oksidasi lemak oleh oksigen yang masuk bersamaan dengan uap air saat proses adsorpsi akibat perbedaan RH lingkungan dan bahan pangan.

b. Nilai TBA (thiobarbituric-acid)

Analisis TBA merupakan uji spesifik untuk hasil oksidasi asam lemak tidak jenuh (PUFA). Umumnya diterapkan pada lemak pangan yang mengandung asam lemak dengan derajat ketidakjenuhan lebih tinggi seperti linoleat yang dapat mempengaruhi stabilitas flavour (Ketaren 1986). Asam lemak tidak jenuh (PUFA) banyak ditemukan pada hasil perairan termasuk ikan patin (Pangasius sp.) yang diketahui mengandung lemak cukup tinggi. Grafik perubahan nilai TBA kedua jenis fish snack selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 19.

Gambar 19. Nilai TBA fish snack (produk ekstrusi) TF dan DF selama penyimpanan

Berdasarkan Gambar 19 di atas diketahui bahwa nilai TBA (thiobarbituric-acid) hasil analisis untuk snack TF berkisar antara 0,30 – 0,49 mg malonaldehid/kg minyak yang mengalami peningkatan tiap minggu selama penyimpanan 4 minggu. Hal ini juga terjadi pada snack DF selama penyimpanan

yaitu dengan nilai TBA hasil analisis yang berkisar antara 0,25 – 0,43 mg malonaldehid/kg minyak. Adapun nilai TBA minimal yang masih dapat

diterima adalah kurang dari 2 mg malonaldehid/kg minyak (Tokur et al. 2006). Berdasarkan nilai tersebut maka kedua jenis fish snack baik tanpa maupun dengan penambahan flavor masih layak untuk dikonsumsi.

Perubahan ini menunjukkan adanya proses oksidasi yang terjadi terhadap asam lemak tidak jenuh yang terdapat dalam fish snack. Reaksi tersebut akan menurunkan mutu dari minyak atau lemak bahan pangan. Kerusakan yang ditimbulkan berupa terbentuknya bau tengik pada produk. Reaksi ketengikan terjadi karena adanya reaksi autooksidasi dari radikal asam lemak tidak jenuh yang terdapat dalam minyak (Ketaren 1986).

Melalui analisis ragam uji Tukey diperoleh keterangan bahwa nilai TBA snack TF berbeda nyata selama penyimpanan. Lama penyimpanan yang diberikan berpengaruh terhadap jumlah malonaldehid yang terbentuk pada snack TF. Nilai TBA penyimpanan snack TF minggu ke-1 berbeda nyata dengan penyimpanan minggu ke-2, minggu ke-3, dan minggu ke-4. Nilai TBA dengan penyimpanan minggu ke-2, minggu ke-3, dan minggu ke-4 tidak saling berbeda nyata.

Untuk snack DF, berdasarkan analisis ragam uji Tukey diperoleh keterangan bahwa nilai TBA snack DF juga berbeda nyata selama penyimpanan. Lama penyimpanan mempengaruhi jumlah malonaldehid yang terbentuk pada snack DF. Nilai TBA penyimpanan snack DF minggu ke-1 berbeda nyata dengan penyimpanan minggu ke-2, minggu ke-3, dan minggu ke-4. Nilai TBA penyimpanan minggu ke-2 dan minggu ke-3 berbeda nyata dengan penyimpanan minggu ke-1 dan minggu ke-4. Nilai TBA minggu ke-4 berbeda nyata dengan penyimpanan minggu ke-1, minggu ke-2, dan minggu ke-3. Dapat disimpulkan bahwa lama penyimpanan mempengaruhi nilai TBA snack TF maupun snack DF.

Uji ketengikan dilakukan untuk mengetahui derajat ketengikan dengan mengukur jumlah senyawa-senyawa hasil oksidasi yang terbentuk. Pengukuran

dapat dilakukan melalui penentuan bilangan peroksida, jumlah karbonil, oksigen aktif, uji TBA (thiobarbituric-acid), dan uji oven Schaal (Winarno 1994). Senyawa-senyawa yang dihasilkan dari degradasi lipid diantaranya hidrokarbon, aldehid, keton, asam karboksilat, alkohol, dan heterosiklik. Oksidasi lipid ini akan menurunkan jumlah lipid yang dapat dicerna maupun yang tersedia sebagai sumber energi dalam tubuh. Selain itu, oksidasi lipid dapat menghasilkan senyawa-senyawa radikal yang akan terserap dan memicu terbentuknya senyawa radikal bebas dalam tubuh melalui makanan yang dikonsumsi.

c. Uji TPC (Total Plate Count)

Uji ini berguna untuk mengetahui banyaknya mikroba yang terdapat pada suatu produk. Uji mikrobiologis dilakukan dengan perhitungan jumlah bakteri yang ada dalam sampel dengan pengenceran sesuai keperluan dan dilakukan secara duplo. Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah koloni yang ada di dalam cawan petri. Jumlah koloni bakteri yang dihitung adalah cawan petri yang mempunyai koloni bakteri antara 30 - 300 koloni.

Angka lempeng total (TPC) merupakan salah satu metode untuk menentukan jumlah mikroorganisme dalam sampel secara tidak langsung. Metode ini lebih akurat dibandingkan dengan pengamatan langsung melalui mikroskop. Setiap sel yang hidup akan berkembang menjadi satu koloni. Jumlah koloni yang muncul pada cawan merupakan indeks bagi mikroorganisme dalam sampel dapat hidup (Fardiaz 1992). Grafik hasil perhitungan TPC untuk snack TF dan snack DF selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 20 dan Gambar 21.

Gambar 21. Nilai TPC fish snack (produk ekstrusi) DF selama penyimpanan Hasil uji mikrobiologi pada Gambar 20 dan Gambar 21 di atas menunjukkan bahwa fish snack tanpa penambahan flavor dan fish snack dengan penambahan flavor mengalami peningkatan nilai log TPC (Total Plate Count)

selama 4 minggu penyimpanan. Secara logaritmik diperoleh persamaan y = 2,637 ln(x) + 2,682 untuk snack TF dengan nilai koefisien determinasi (R2)

0,93. Pada snack DF memiliki persamaan logaritmik y = 3,583 ln(x) + 2,254 dengan nilai koefisien determinasi 0,99 yang menunjukkan ketepatan dalam menggambarkan kondisi sebenarnya hasil percobaan. Semakin tinggi nilai r (koefisien korelasi) persamaan tersebut semakin tinggi tingkat keeratan hubungan antara kedua faktor yang dibandingkan. Sehingga kedua kurva dan persamaan logaritmik tersebut dapat mewakili kondisi sebenarnya dari percobaan dimana bertambahnya lama penyimpanan mempengaruhi nilai log TPC berupa peningkatan jumlah koloni per volume (CFU/ml).

Peningkatan nilai log TPC hingga minggu keempat dipengaruhi oleh adanya nutrien pada produk, kontaminasi udara, RH lingkungan, aw produk, dan suhu penyimpanan. Pertumbuhan mikroorganisme tersebut efektif dihambat jika diberikan perlakuan bahan pengawet yang dikombinasikan dengan proses refrigerasi sehingga dapat memperpanjang umur simpan produk (Flores 2004).

d. Kerenyahan

Kerenyahan fish snack pada minggu keempat pada penyimpanan konvensional adalah 1288 gf untuk snack TF dan 868 gf untuk snack DF.

Nilai kerenyahan fish snack secara akselerasi yaitu pada uji hedonik adalah 1164,74 gf untuk snack TF dan 874,54 gf untuk snack DF. Berdasarkan uji rating diperoleh nilai kerenyahan 1164,04 gf untuk snack TF dan 861,38 gf untuk snack DF.

Nilai kerenyahan dengan metode akselerasi merupakan nilai kerenyahan kritis atau tekstur kritis yang diperoleh dari persamaan linear dan dibatasi skor penilaian organoleptik yaitu tiga dimana kerenyahan snack TF dan snack DF sudah tidak dapat diterima lagi. Nilai kerenyahan fish snack dengan metode konvensional berdasarkan penilaian secara hedonik (kesukaan) panelis yang dapat dipengaruhi oleh parameter organoleptik lainnya seperti aroma, rasa, warna, dan penampakan. Nilai tersebut bersifat subjektif yang juga dipengaruhi oleh banyak faktor baik internal maupun eksternal. Faktor internal berupa komposisi produk, kadar proksimat, dan kondisi responden sedangkan faktor eksternal dapat berupa pengaruh suhu, RH, cahaya, dan kemasan. Hubungan lama penyimpanan dengan kerenyahan fish snack (produk ekstrusi) dapat dilihat pada Gambar 22.

Gambar 22. Kerenyahan fish snack (produk ekstrusi) TF dan DF selama penyimpanan

Hasil analisis Kruskal Wallis untuk uji organoleptik dengan metode konvensional diketahui bahwa bertambahnya waktu penyimpanan (tiap minggu) mempengaruhi kerenyahan produk fish snack tanpa flavor maupun dengan flavor. Oleh karena itu dilakukan uji lanjut Multiple Comparisons dimana penyimpanan snack TF minggu ke-4 berbeda nyata terhadap penyimpanan minggu ke-1, ke-2, dan ke-3. Sedangkan penyimpanan snack DF minggu ke-4 berbeda nyata dengan

penyimpanan minggu 1 dan minggu 2. Penyimpanan snack DF minggu ke-4 tidak berbeda nyata dengan penyimpanan minggu ke-3.

Berdasarkan hasil uji Tukey untuk uji organoleptik (hedonik) dengan metode akselerasi berupa pendekatan kurva sorpsi isotermis diketahui bahwa bertambahnya waktu penyimpanan (tiap 30 menit) mempengaruhi kerenyahan produk fish snack tanpa flavor maupun dengan flavor. Oleh karena itu dilakukan uji lanjut Multiple Comparisons dimana penyimpanan snack TF menit ke-180 berbeda nyata terhadap semua penyimpanan dari menit ke-0 hingga menit ke-150. Penyimpanan snack TF menit ke-0 tidak berbeda nyata dengan penyimpanan menit ke-30. Sedangkan penyimpanan snack TF menit ke-60 tidak berbeda nyata dengan penyimpanan menit ke-90.

Begitu pula dengan penyimpanan snack DF menit ke-180 berbeda nyata terhadap penyimpanan menit ke-0 hingga menit ke-150. Penyimpanan snack DF menit ke-0 tidak berbeda nyata dengan penyimpanan dari menit ke-30. Sehingga dapat disimpulkan lama penyimpanan sangat mempengaruhi tingkat kerenyahan produk fish snack.

Hasil uji Tukey untuk uji organoleptik (rating) dengan metode akselerasi berupa pendekatan kurva sorpsi isotermis juga menunjukkan hasil yang sama yaitu bahwa bertambahnya waktu penyimpanan (tiap 30 menit) mempengaruhi kerenyahan produk fish snack baik tanpa flavor maupun dengan flavor. Oleh karena itu dilakukan uji lanjut Multiple Comparisons dimana penyimpanan snack TF menit ke-180 berbeda nyata terhadap semua penyimpanan dari menit ke-0 hingga menit ke-150. Penyimpanan snack TF menit ke-0 tidak berbeda nyata dengan penyimpanan menit ke-30. Penyimpanan snack TF menit ke-30 tidak berbeda nyata dengan penyimpanan menit ke-0 dan menit ke-60. Penyimpanan snack TF menit ke-60 tidak berbeda nyata dengan penyimpanan menit ke-30 dan menit ke-90.

Keseluruhan hasil analisis terhadap parameter-parameter di atas digunakan untuk menentukan umur simpan dari fish snack tersebut secara konvensional berdasarkan kondisi-kondisi yang menunjukkan kemunduran mutu pada hasil organoleptik, kadar proksimat, kerenyahan, nilai TBA, dan nilai TPC. Secara organoleptik nilai kesukaan panelis terhadap kerenyahan fish snack baik snack TF

maupun snack DF masih dapat diterima oleh konsumen. Nilai rata-rata hasil organoleptik hingga minggu keempat pada snack TF adalah 5,33 dan 5,07 untuk snack DF. Kedua nilai tersebut berada di atas skor kritis organoleptik yaitu skor 3 dimana snack sudah tidak diterima atau tidak layak lagi untuk dikonsumsi setelah 4 minggu penyimpanan. Kadar air baik snack TF dan snack DF hingga minggu keempat adalah 7,57 % (BB). Nilai tersebut berada di bawah kadar air kritis (BK) kedua jenis produk yaitu snack TF sebesar 0,125 g H2O/g solid dan snack DF sebesar 0,077 g H2O/g solid melalui metode akselerasi. Sehingga dengan kondisi kadar air tersebut, kedua jenis snack masih layak untuk dikonsumsi.

4.2.7.2. Metode akselerasi kadar air kritis dengan pendekatan kurva sorpsi