• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENENTUAN UMUR SIMPAN FISH SNACK (PRODUK EKSTRUSI) MENGGUNAKAN METODE AKSELERASI DENGAN PENDEKATAN KADAR AIR KRITIS DAN METODE KONVENSIONAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENENTUAN UMUR SIMPAN FISH SNACK (PRODUK EKSTRUSI) MENGGUNAKAN METODE AKSELERASI DENGAN PENDEKATAN KADAR AIR KRITIS DAN METODE KONVENSIONAL"

Copied!
127
0
0

Teks penuh

(1)

PENENTUAN UMUR SIMPAN FISH SNACK

(PRODUK EKSTRUSI) MENGGUNAKAN METODE

AKSELERASI DENGAN PENDEKATAN KADAR AIR KRITIS

DAN METODE KONVENSIONAL

Oleh :

NICOLAS HUTASOIT C34104901

Skripsi

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009

(2)

RINGKASAN

NICOLAS HUTASOIT. C34104901. Penentuan Umur Simpan Fish Snack (produk ekstrusi) Menggunakan Metode Akselerasi Dengan Pendekatan Kadar Air Kritis dan Metode Konvensional. Dibimbing oleh MALA NURILMALA dan AGOES M. JACOEB.

Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani. Ikan patin (Pangasius sp) merupakan salah satu komoditi yang berprospek cerah karena sudah berhasil dibudidayakan dengan baik. Fish snack (produk ekstrusi) merupakan suatu jajanan makanan ringan yang didalamnya ditambahkan dengan ikan untuk meningkatkan nilai gizi. Kadar air menjadi titik kritis dan memegang peranan penting dalam menentukan karakteristik snack selama produksi dan penyimpanan. Pendugaan umur simpan fish snack dilakukan dengan metode akselerasi berdasarkan kadar air kritis dengan pendekatan kurva sorpsi. Penelitian ini bertujuan untuk menduga umur simpan produk fish snack dengan pendekatan kadar air kritis yaitu pendekatan kurva sorpsi isotermis dan membandingkannya dengan umur simpan yang ditentukan melalui perhitungan secara manual.

Penelitian ini dibagi menjadi 2 tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan dilakukan dalam beberapa tahap diantaranya pembuatan fish snack, penentuan parameter kerusakan snack melalui survei konsumen, dan penentuan karakteristik awal produk dengan analisis proksimat dan uji kerenyahan. Penelitian utama berupa metode konvensional analisis kadar proksimat, TPC, TBA, kerenyahan, dan organoleptik tiap minggu selama penyimpanan pada suhu 30 0C.

Penentuan kadar air kritis, kadar air kesetimbangan, model dan kurva sorpsi isotermis, nilai MRD, slope, permeabilitas kemasan, bobot serta luas kemasan untuk perhitungan umur simpan Labuza pada metode akselerasi dengan pendekatan kadar air kritis.

Berdasarkan hasil penelitian, model persamaan terpilih yaitu model persamaan Caurie. Kadar air kritis kedua jenis produk secara hedonik yaitu fish snack tanpa flavor sebesar 0,125 g H2O/g solid dan fish snack dengan flavor sebesar 0,078 g H2O/g solid.

Berdasarkan uji rating kadar air kritis kedua jenis produk yaitu fish snack tanpa flavor sebesar 0,124 g H2O/g solid dan fish snack dengan flavor sebesar 0,077 g H2O/g solid.

Nilai kerenyahan yang diperoleh pada uji hedonik adalah 1164,74 gf untuk snack TF dan 874,54 gf untuk snack DF. Berdasarkan uji rating diperoleh nilai kerenyahan 1164,04 gf untuk snack TF dan 861,38 gf untuk snack DF. Nilai aw untuk snack TF adalah 0,15 dan

0,16 untuk snack DF.

Umur simpan fish snack melalui pendekatan kurva sorpsi isotermis berkisar 2,9 – 4,3 bulan untuk snack TF dan 0,4 – 0,9 bulan untuk snack DF secara uji rating maupun uji hedonik dengan penyimpanan pada kondisi RH ruangan sekitar 85 %. Semakin rendah RH penyimpanan maka umur simpan produk yang disimpan akan semakin panjang. Pada penyimpanan dengan metode konvensional, fish snack sudah menunjukkan terjadinya kemunduran mutu hingga penyimpanan empat minggu namun masih layak dikonsumsi.

Pendekatan kurva sorpsi isotermis merupakan metode yang lebih tepat dalam penentuan umur simpan fish snack meskipun memiliki kurva yang tidak sigmoid sempurna, sesuai pernyataan Labuza. Faktor-faktor yang mempengaruhi umur simpan secara umum adalah kadar air awal, kadar air kritis, kadar air kesetimbangan, RH, dan kemasan. Dari penelitian yang dilakukan dapat dibuktikan bahwa pendekatan kurva sorpsi isotermis memiliki keuntungan yaitu mudah dilakukan, efektif, efisien, dan lebih murah dibandingkan metode konvensional dalam penentuan umur simpan fish snack

(3)

PENENTUAN UMUR SIMPAN FISH SNACK

(PRODUK EKSTRUSI) MENGGUNAKAN METODE

AKSELERASI DENGAN PENDEKATAN KADAR AIR KRITIS

DAN METODE KONVENSIONAL

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Institut Pertanian Bogor

Oleh

NICOLAS HUTASOIT C34104901

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009

(4)

Judul : PENENTUAN UMUR SIMPAN FISH SNACK (PRODUK EKSTRUSI) MENGGUNAKAN METODE AKSELERASI DENGAN PENDEKATAN KADAR AIR KRITIS DAN METODE KONVENSIONAL

Nama : NICOLAS HUTASOIT

NRP : C34104901

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Mala Nurilmala, S.Pi, M.Si Dr. Ir. Agoes M. Jacoeb

NIP. 132 315 793 NIP. 131 578 852

Mengetahui,

Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc NIP. 131 578 799

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih, pimpinan, dan penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Penentuan Umur Simpan Fish Snack (Produk Ekstrusi) Menggunakan Metode Akselerasi dengan Pendekatan Kadar Air Kritis dan Metode Konvensional” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu Mala Nurilmala, S.Pi, M.Si dan Bapak Dr. Ir. Agoes M. Jacoeb selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan pengarahan, bimbingan, semangat kepada penulis selama menyusun skripsi ini.

2. Bapak Dr. Ir. Bustami Ibrahim, MSc dan Bapak Ir. Djoko Poernomo selaku penguji atas masukan, saran, dan kritikan yang disampaikan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

3. Ibu Desniar, S.Pi, M.Si selaku pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan selama menjalani masa perkuliahan.

4. Bapa dan Mama atas doa, saran, nasihat, kasih sayang, serta dukungannya baik secara moril maupun materil yang tiada henti selama ini.

5. Keluarga (adik dan kakak) tercinta atas dukungan dan bantuannya serta kasih sayang yang selalu mereka berikan kepada penulis.

6. Seluruh staf dosen (Ibu Ema, Mbak Icha, Mas Zacky, Mas Saiful, dan Umi) dan staf TU THP (Pak Jamhuri, Pak Tatang, Pak Ade, Mba Heni, Mas Mail) atas bantuan dan kerjasamanya selama ini.

7. Ibu Rubiyah, atas bantuan dan kerjasamanya dalam penyelesaian skripsi ini. 8. Pak Deni dan Pak Junaedi selaku staf dan teknisi Seafast Center IPB yang

berperan besar dalam pembuatan produk fish snack.

9. Sahabat baikku, Yugha Subagja dan Hangga Damai Putra yang selalu memberikan dukungan dan semangat melalui persahabatan mereka kepada penulis.

(6)

10.Teman-temanku seperjuangan (badminton), Andi Patria, Marglory Siburian, Taufiqurrahman, M Ubit Adam Mitarsyah, Dede Saputra, dan Reza Tri Kurniawan atas perjuangan dan persahabatan selama di lapangan.

11.Erlangga atas atas bantuan dan dukungan yang diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.

12.Teman-teman Al-Demy, Amelia, Isnani, Estrid, Ranti, Masikah atas bantuan dan dukungan yang diberikan

13.Teman-teman THP’41 lainnya, Anang, Andika, An’im, Nuzul, Windy, Ika, Eka, Nia, Sereli, Dilla, Rijal, Gilang, Yudha, Dery, Vera, Ima, Syeni, Indah, Luh Putu Ari, Tetha, Dwi, Rini, Fahmi, Dhias, Rijan, Alim, Fuji, Deslina dan teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Terima kasih atas kebersamaan dan pertemanan selama ini.

14.Teman-teman asisten PBB, Dewi, Rodiesier, Purwati, Anggi, Ulie, Anne, dan Aan yang selalu setia memberi dukungan selama penyusunan skripsi ini. 15.Alina Hadianti, terima kasih atas senyuman, dukungan, dan pertemanan yang

diberikan selama ini.

16.Semua teman-teman dan adik kelas THP 42, 43, 44 serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu penulis melalui dukungan dan semangat yang telah diberikan.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan adanya saran dan kritik yang membangun untuk kesempurnaan penulisan skripsi ini sehingga dapat memberikan manfaat bagi pihak yang memerlukan.

Bogor, Mei 2009

(7)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Penentuan Umur Simpan Fish Snack (Produk Ekstrusi) Menggunakan Metode Akselerasi dengan Pendekatan Kadar Air Kritis dan Metode Konvensional

adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada pihak manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Mei 2009

Nicolas Hutasoit C34104901

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 13 April 1987. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Farel Hutasoit dan Ibu Shinta Damerys Sirait. Penulis mengawali studinya di TK Mardi Yuana 2 Bogor pada tahun 1991, dilanjutkan ke SD Mardi Yuana 2 Bogor (1993-1999), SLTP Mardi Yuana 2 Bogor (1999-2002). Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SMU Negeri 3 Bogor (2002-2004) dan selanjutnya pada tahun 2004 diterima di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Pada tahun 2006, penulis pindah dan melanjutkan studinya di Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor

Semasa kuliah, penulis aktif dalam berbagai kegiatan kepanitiaan di kampus, diantaranya PORIKAN (2006-2007), OMBAK (2006-2007), GMI (Gemar Makan Ikan) (2007), sebagai peserta dalam Seminar dan Sosialisasi Hak Kekayaan Intelektual (HKI) (2005), Sosialisasi Standarisasi (2008), dan PKM (Program Kreatifitas Mahasiswa) (2007-2009). Penulis juga berkecimpung dalam organisasi Persekutuan Mahasiswa Kristen (2005-2006). Selain itu, penulis juga aktif dalam bidang akademik sebagai asisten mata kuliah Pengetahuan Bahan Baku Hasil Perairan (2007-2009).

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis melakukan penelitian dengan judul

Penentuan Umur Simpan Fish Snack (Produk Ekstruksi) Menggunakan Metode Akselerasi Dengan Pendekatan Kadar Air Kritis dan Metode Konvensionaldibawah bimbingan Mala Nurilmala, S.Pi, M.Si dan Dr. Ir. Agoes M. Jacoeb.

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR... xi

DAFTAR LAMPIRAN... xii

1. PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Tujuan Penelitian... 3

2. TINJAUAN PUSTAKA... 4

2.1. Definisi Snack... 4

2.2. Bahan Pembuat Snack... 5

2.3. Proses Pembuatan FishSnack (Produk Ekstrusi)... 6

2.4. Karakteristik Mutu Snack... 7

2.5. Penurunan Mutu Snack... 8

2.6. Aktivitas air (aw)... 9

2.7. Kadar Air Kesetimbangan (Me, Moisture equilibrium) ... 10

2.8. Kurva Sorpsi Isotermis ... 11

2.9. Model Persamaan Sorpsi Isotermis ... 12

2.10. Kemasan ... 14

2.11. Umur Simpan dan Metode Akselerasi... 16

2.12. Bilangan TBA (thiobarbituric-acid) ... 1

3. METODOLOGI... 19

3.1. Waktu dan Tempat ... 19

3.2. Alat dan Bahan ... 19

3.3. Metode Penelitian... 20

3.3.1. Penelitian pendahuluan... 20

3.3.1.1. Pembuatan fish snack (produk ekstrusi) ... 20

3.3.1.2. Penentuan atribut utama dan kerusakan snack... 21

3.3.1.3. Penentuan karakteristik awal fish snack (produk ekstrusi)... 22

3.3.2. Penelitian utama ... 22

3.3.2.1. Penentuan kadar air kritis (Mc, Moisture critic) ... 22

3.3.2.2. Penentuan kadar air kesetimbangan (Me, Moisture equilibrium) ... 23

(10)

3.3.2.3. Penentuan kurva dan model persamaan sorpsi isotermis. 23

3.3.2.4. Uji ketepatan model (Walpole 1990). ... 24

3.3.2.5. Penentuan nilai slope kurva sorpsi isotermis (Labuza 1982). ... 25

3.4. Variabel Pendukung Umur Simpan... 25

3.4.1. Penentuan permeabilitas kemasan (ASTM F 1249-2006) ... 25

3.4.2. Penentuan bobot padatan per kemasan dan luas kemasan ... 26

3.5. Perhitungan Umur Simpan FishSnack (Labuza 1982) ... 26

3.6. Metode Analisis... 27

3.6.1. Metode analisis kimia ... 27

3.6.1.1. Analisis kadar air (AOAC 1995)... 27

3.6.1.2. Analisis kadar abu (AOAC 1995) ... 27

3.6.1.3. Analisis kadar lemak metode soxhlet (AOAC 1995) ... 28

3.6.1.4. Analisis kadar protein metode mikro kjedahl (AOAC 1995)... 28

3.6.1.6. Analisis bilangan TBA (Ketaren 1986)... 29

3.6.2. Metode pengujian fisik ... 30

3.6.2.1. Rendemen (AOAC 1995) ... 30

3.6.2.2. Rasio pengembangan (RP) (Muchtadi et al. 1988) ... 30

3.6.2.3. Kerenyahan (Faridah et al. 2006)... 30

3.6.2.4. Sifat organoleptik (Rahayu 1997) ... 31

3.7. Analisis Mikrobiologi (SNI 01-2332.03-2006))... 31

3.8. Rancangan Percobaan (Steel dan Torrie 1991) ... 32

4. HASIL DAN PEMBAHASAN... 34

4.1. Penelitian Pendahuluan ... 34

4.1.1. Pembuatan fish snack (produk ekstrusi) ... 34

4.1.2. Karakteristik dan kadar air awal (Mi) fish snack (produk ekstrusi)... 35

4.2. Penelitian Utama ... 37

4.2.1. Kadar air kritis (Mc) fish snack (produk ekstrusi) ... 37

4.2.2. Tekstur kritis fishsnack (produk ekstrusi)... 42

4.2.3. Kadar air kesetimbangan (Me) fish snack (produk ekstrusi) ... 44

4.2.4. Kurva dan model sorpsi isotermis fishsnack (produk ekstrusi) ... 46

4.2.5. Nilai slope (b) kurva sorpsi isotermis fish snack (produk ekstrusi)... 52

4.2.6. Variabel pendukung umur simpan fish snack (produk ekstrusi)... 53

4.2.7. Umur simpan fish snack (produk ekstrusi) ... 55

4.2.7.1. Metode konvensional... 55

a. Kadar proksimat ... 56

b. Nilai TBA (thiobarbituric-acid) ... 58

c. Nilai TPC (Total Plate Count) ... 60

d. Rasio pengembangan (RP)... 61

(11)

4.2.7.2. Metode akselerasi kadar air kritis dengan pendekatan

kurva sorpsi isotermis ... 64

5. KESIMPULAN DAN SARAN... 70

5.1. Kesimpulan... 70

5.2. Saran ... 71

DAFTAR PUSTAKA... 72

(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Syarat mutu makanan ringan ekstrudat (SNI 01-2886-2000) ... 7 2. Hasil analisis proksimat fish snack (produk ekstrusi) TF dan DF ... 37 3. RH larutan garam jenuh pada suhu 30 0C... 46 4. Kadar air kesetimbangan (Me) fish snack (produk ekstrusi) TF dan DF

dan waktu tercapainya pada beberapa RH penyimpanan ... 47 5. Model persamaan kurva sorpsi isotermis fish snack (produk ekstrusi) TF.. 49 6. Model persamaan kurva sorpsi isotermis fish snack (produk ekstrusi) DF . 49 7. Hasil perhitungan nilai MRD model persamaan sorpsi isotermis ... 50 8. Perhitungan umur simpan fish snack (produk ekstrusi) TF pada berbagai

RH penyimpanan berdasarkan model Caurie dengan uji rating... 66 9. Perhitungan umur simpan fish snack (produk ekstrusi) DF pada berbagai RH penyimpanan berdasarkan model Caurie dengan uji rating... 67 10. Perhitungan umur simpan fish snack (produk ekstrusi) TF pada berbagai

RH penyimpanan berdasarkan model Caurie dengan uji hedonik... 68 11. Perhitungan umur simpan fish snack (produk ekstrusi) DF pada berbagai

(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Kurva sorpsi isotermis secara umum ... 11

2. Lima tipe kurva sorpsi isotermis... 12

3. Desikator kecil (modifikasi toples kaca)... 20

4. Diagram alir proses pembuatan fish snack (produk ekstrusi) ... 22

5. Parameter kritis produk snack... 36

6. Grafik hubungan lama penyimpanan dengan skor hedonik fish snack (produk ekstrusi)... 40

7. Kurva penentuan kadar air kritis fishsnack (produk ekstrusi) berdasarkan uji hedonik... 40

8. Grafik hubungan lama penyimpanan dengan skor rating fishsnack (produk ekstrusi)... 41

9. Kurva penentuan kadar air kritis fishsnack (produk ekstrusi) berdasarkan uji rating ... 42

10. Grafik hubungan lama penyimpanan dengan kerenyahan fishsnack (produk ekstrusi)... 43

11. Kurva hubungan skor organoleptik dengan kerenyahan fishsnack (produk ekstrusi) ... 45

12. Grafik hubungan aktifitas air dengan kadar air kesetimbangan fishsnack (produk ekstrusi) ... 48

13. Kurva sorpsi isotermis model Caurie dan hasil percobaan untuk fishsnack (produk ekstrusi) TF... 51

14. Kurva sorpsi isotermis model Caurie dan hasil percobaan untuk fishsnack (produk ekstrusi) DF ... 52

15. Penentuan slope kurva sorpsi isotermis model Caurie untuk fishsnack (produk ekstrusi) TF ... 53

16. Penentuan slope kurva sorpsi isotermis model Caurie untuk fishsnack (produk ekstrusi) DF ... 54

17. Kadar proksimat fishsnack (produk ekstrusi)TF selama penyimpanan ... 57

18. Kadar proksimat fishsnack (produk ekstrusi) DF selama penyimpanan... 57

19. Nilai TBA fishsnack (produk ekstrusi) TF dan DF selama penyimpanan .. 59

20. Nilai TPC fishsnack (produk ekstrusi) TF selama penyimpanan... 61

21. Nilai TPC fishsnack (produk ekstrusi) DF selama penyimpanan ... 62 22. Kerenyahan fishsnack (produk ekstrusi) TF dan DF selama penyimpanan 63

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Form kuisioner penentuan atribut utama dan kerusakan snack... 78

2. Contoh form organoleptik... 79

3. Penentuan kadar proksimat awal fish snack (produk ekstrusi) ... 80

4. Hasil analisis ragam dan uji lanjut proksimat penyimpanan fish snack (produk ekstrusi) selama empat minggu... 81

5. Hasil uji organoleptik secara hedonik kerenyahan fish snack (produk ekstrusi) tanpa flavor ... 88

6. Hasil uji organoleptik secara hedonik kerenyahan fish snack (produk ekstrusi) dengan flavor... 89

7. Hasil uji organoleptik secara rating kerenyahan fish snack (produk ekstrusi) tanpa flavor ... 90

8. Hasil uji organoleptik secara rating kerenyahan fish snack (produk ekstrusi) dengan flavor... 91

9. Penentuan kadar air kritis dengan uji hedonik... 92

10. Penentuan kadar air kritis dengan uji rating ... 93

11. Penentuan k/x kemasan... 94

12. Penentuan berat padatan per kemasan (g) dan luas kemasan (m2) ... 94

13. Modifikasi model-model persamaan sorpsi isotermis dari persamaan non-linear menjadi persamaan linear ... 94

14. Penentuan kadar air kesetimbangan berdasarkan model sorpsi isotermis .... 96

15. Penentuan nilai MRD model-model persamaan sorpsi isotermis ... 97

16. Perhitungan MRD, konstanta, dan modifikasi model persamaan GAB ... 102

17. Kurva-kurva sorpsi isotermis berdasarkan model-model persamaan sorpsi isotermis untuk fishsnack TF (produk ekstrusi) dan DF ...104

18. Komposisi flavor rasa keju yang digunakan dalam penelitian ...108

19. Gambar bahan-bahan dan alat-alat yang digunakan dalam penelitian...108

20. Sketsa desikator (modifikasi toples kaca)...109

21. Tahapan penentuan umur simpan fish snack metode kadar air ktitis dengan pendekatan kurva sorpsi isotermis...110

(15)

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Snack (makanan ringan) adalah makanan yang dikonsumsi diantara ketiga waktu makan utama dalam sehari. Jenis makanan ringan ini sangat banyak, baik dalam bentuk, cara pengolahan, maupun cara penyajian (Muchtadi et al. 1988). Perkembangan bisnis snack di Indonesia dalam lima tahun terakhir ini semakin meningkat. Survey CIC (Corinthian Infopharma Corpora) tahun 2005 menyebutkan bahwa pada tahun 2004 pangsa pasar snack modern mencapai 59.500 ton atau naik dari tahun 2003 yang hanya sebesar 53.600 ton. Sementara, nilai bisnisnya pada tahun 2004 sebesar Rp. 1,9 triliun sedangkan tahun 2003 sebesar Rp. 1,7 triliun. Sampai pertengahan tahun 2005 terdapat 124 perusahaan yang berkiprah di industri snack modern di Indonesia dengan total kapasitas produksi 144.000 ton (Hidayat 2006).

Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani. Berbagai cara telah diupayakan untuk dapat meningkatkan konsumsi ikan sehingga kebutuhan protein hewani dapat terpenuhi di masyarakat. Ikan patin (Pangasius sp) sebagai ikan konsumsi air tawar merupakan komoditi yang berprospek cerah, dibandingkan beberapa jenis ikan air tawar lainnya, karena sudah berhasil dibudidayakan dengan baik. Hal ini ditunjukkan dengan produksi ikan patin di Indonesia yang meningkat dalam beberapa tahun terakhir ini, yaitu dari sekitar 15.600 ton/tahun pada tahun 2005 menjadi 20.000 ton/tahun pada tahun 2006 dengan 80 – 90 % berasal dari jenis patin siam (Pangasius hypothalmus Sauvage). Tahun 2009 ditargetkan untuk ekspor ikan patin akan mencapai 35.000 ton/tahun (DKP 2005). Selain daging yang putih, ikan patin memiliki keistimewaan antara lain rasanya khas, gurih, struktur dagingnya kenyal dan lunak.

Fish snack (produk ekstrusi) merupakan suatu jajanan makanan ringan yang didalamnya ditambahkan dengan ikan untuk meningkatkan nilai gizi. Pembuatan produk fish snack (produk ekstrusi) merupakan salah satu alternatif dalam upaya diversifikasi produk olahan ikan yang berprotein tinggi. Mutu merupakan sifat-sifat spesifik suatu produk yang membedakan produk yang satu dengan yang lainnya. Penentuan mutu bahan makanan umumnya sangat

(16)

bergantung pada beberapa faktor, diantaranya citarasa, penampakan, aroma, tekstur, dan nilai gizinya (Winarno 1994).

Kadar air merupakan parameter penting yang menentukan kualitas produk pada industri snack. Kadar air menjadi titik kritis dan memegang peranan penting dalam menentukan karakteristik fisiko-kimia, mikrobiologi, dan organoleptik selama produksi dan penyimpanan snack.

Umur simpan merupakan suatu parameter ketahanan produk selama penyimpanan. Salah satu kendala yang selalu dihadapi oleh industri dalam pendugaan umur simpan suatu produk adalah masalah waktu, karena bagi produsen hal ini akan mempengaruhi jadwal pemasaran suatu produk pangan. Oleh karena itu, metode pendugaan umur simpan yang dipilih harus metode yang paling cepat, mudah, memberikan hasil yang tepat, dan sesuai dengan karakteristik produk pangan yang bersangkutan.

Pendugaan umur simpan dapat dilakukan dengan metode konvensional dan metode akselerasi. Metode konvensional membutuhkan waktu lama dan biaya yang mahal karena pendugaan umur simpan dilakukan dalam kondisi normal sehari-hari. Namun demikian, metode ini sangat akurat dan tepat. Metode akselerasi dapat dilakukan dalam waktu relatif singkat pada kondisi ekstrim namun tetap memiliki ketepatan dan akurasi yang tepat (Arpah 2001).

Penerapan metode akselerasi perlu memperhatikan karakteristik dan penyebab kerusakan produk yang akan ditentukan umur simpannya. Metode akselerasi dapat dilakukan dengan pendekatan model Arrhenius dan model kadar air kritis. Model Arrhenius biasanya digunakan untuk produk yang sensitif terhadap perubahan suhu penyimpanan, sedangkan model kadar air kritis biasanya digunakan untuk produk yang mudah rusak karena penyerapan air dari lingkungan selama penyimpanan. Model kadar air kritis memiliki dua pendekatan yaitu pendekatan kurva sorpsi isotermis dan kadar air kritis termodifikasi (Kusnandar 2006).

Pendekatan tersebut didasarkan pada karakteristik mutu dari produk pangan yang digunakan. Produk pangan kering seperti snack dapat diduga umur simpannya dengan menggunakan pendekatan kurva sorpsi isotermis dimana produk pangan tersebut mempunyai kurva sorpsi isotermis berbentuk sigmoid,

(17)

sedangkan produk pangan yang memiliki kandungan sukrosa tinggi dapat diduga umur simpannya dengan pendekatan kadar air kritis termodifikasi.

Peningkatan kadar air suatu produk pangan dalam hal ini snack dapat menyebabkan perubahan terhadap karakterisitik produk terutama kerenyahan akibat terjadinya penyerapan uap air dari lingkungan selama penyimpanan. Pengemasan yang baik dan pemilihan bahan kemasan yang tepat akan mempertahankan kerenyahan dan mutu dari produk tersebut. Pola distribusi uap air melalui kemasan ke dalam produk membantu dalam penentuan umur simpan produk dengan pendekatan kadar air kritis. Mengingat pentingnya nilai umur simpan bagi berbagai pihak, maka penelitian umur simpan dan kajian pendugaan umur simpan terhadap produk snack ini dianggap penting untuk dilakukan.

1.2. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menduga umur simpan produk fish snack (produk ekstrusi) dengan pendekatan kadar air kritis yaitu pendekatan kurva sorpsi isotermis dan membandingkannya dengan umur simpan yang ditentukan melalui metode konvensional.

(18)

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Snack

Snack (makanan ringan) adalah makanan yang dikonsumsi diantara ketiga waktu makan utama dalam sehari. Dalam pengertian ini, maka jenis makanan ringan sangat banyak, baik dalam bentuk, cara pengolahan, maupun cara penyajian (Muchtadi et al. 1988). Oleh karena itu, makanan ini biasa juga disebut snack yang berarti sesuatu yang dapat mengobati rasa lapar seseorang dan memberikan suplai energi yang cukup untuk tubuh. Snack juga dapat dikatakan sebagai makanan yang sering disantap di luar waktu makanan utama bahkan sering disebut dengan makanan selingan. Dapat dilakukan pada selang waktu antara sarapan dan makan siang, antara makan siang dan makan malam atau bahkan setelah makan malam (Muaris 2007).

Berdasarkan perkembangannya snack terbagi dalam tiga kelompok, yaitu (1) snack generasi pertama adalah produk-produk konvensional tanpa melalui proses ekstrusi seperti keripik kentang, singkong dan crackers; (2) snack generasi kedua, mengalami proses lebih lanjut setelah keluar dari ekstruder yaitu pemotongan menjadi bagian yang lebih kecil dan pengeringan untuk menurunkan kadar air, contohnya seperti cheese ball yang merupakan salah satu produk collet dengan berbagai bentuk sederhana dan penambahan flavor; (3) snack generasi ketiga yaitu snack yang setelah diekstrusi masih memerlukan pengolahan lebih lanjut seperti pengeringan dan penggorengan. Adapun contoh makanan ringan dari kelompok ini adalah onion ring (Harper 1981).

Snack generasi kedua merupakan snack ekstrusi yang paling banyak beredar di pasaran. Snack mengembang (puffed snack) dapat diproduksi dalam berbagai jenis berdasarkan kandungan gizinya, seperti tinggi kandungan proteinnya, rendah kalori, termasuk tinggi kandungan seratnya.

Makanan ringan ekstrusi dibedakan menjadi dua macam berdasarkan bahan dasarnya. Kelompok makanan ringan pertama adalah makanan ringan yang menggunakan bahan baku utama produk-produk ekstrusi seperti dari jagung dan kemudian ditambah garam dan bumbu penyedap sedangkan kelompok makanan ringan yang kedua yaitu makanan ringan yang memakai campuran dari beberapa

(19)

sumber pati seperti campuran jagung dan beras, bahkan dicampur pula dengan kacang-kacangan seperti kedelai, kacang hijau dan lain-lain (Harper 1981).

Makanan ringan yang dibuat dengan proses ekstrusi sangat banyak bentuknya, seperti tabung, roda, cincin, topi, tangkai jamur, piringan dan lain sebagainya. Banyak jenis produk ekstrusi yang dikenal dewasa ini misalnya snack food (makanan ringan), breading substitution (makanan pengganti roti), beverage bases (campuran minuman), soups (makanan sup) dan blended food (makanan campuran) (Harper 1981).

2.2. Bahan Pembuat Fish Snack (Produk Ekstrusi)

Bahan baku utama yang umumnya digunakan dalam pembuatan snack adalah bahan baku yang mengandung pati seperti kombinasi jagung dan beras, atau campuran sereal lainnya. Bahan-bahan tersebut dicampur dalam bentuk grit menjadi suatu adonan yang siap untuk diekstrusi. Tujuan pencampuran tersebut

adalah untuk memperoleh produk ekstrusi yang mempunyai nilai gizi yang lebih baik, daya cerna, mutu fisik (organoleptik) yang lebih tinggi (Muchtadi et al. 1988).

Jagung digunakan dalam pembuatan produk ekstrusi karena bahan ini dapat mengembang dengan sangat baik dalam kepingan crispi dan memiliki rasa jagung. Kebanyakan snack yang dijual saat ini menggunakan bahan dasar jagung karena relatif murah untuk bahan baku dan menghasilkan tekstur yang baik (Matz 1997).

Beras atau tepung beras produk ekstrusi mampu mengembang dalam densitas yang rendah, berwarna putih, mudah hancur dan produk yang dihasilkan lunak dengan tekstur yang lebih renyah (crispi) (Matz 1997).

Bahan lain yang biasa digunakan dalam pembuatan snack adalah garam. Garam berperan sebagai pelapis bagian luar atau coating sehingga pengaruh dari rasa cepat dirasakan. Garam juga direkomendasikan sebagai bahan yang sangat baik untuk distribusi bahan-bahan mikro secara merata dari beberapa macam bahan (flavor, vitamin, antioksidan) pada keseluruhan produk akhir (Matz 1997).

Grit ikan patin dalam pembuatan fish snack (produk ekstrusi) digunakan sebagai bahan baku yang ditambahkan untuk meningkatkan kandungan protein dari produk bersangkutan. Mengingat ikan patin memiliki kadar lemak yang

(20)

tinggi maka adanya minyak dan lemak dalam grit akan menghaluskan tekstur, memberikan penampakan dan cita rasa pada fish snack (produk ekstrusi).

2.3. Proses Pembuatan Fish Snack (Produk Ekstrusi)

Proses pembuatan fishsnack (produk ekstrusi) terdiri dari dua tahap yaitu pembuatan adonan dan pemasakan suhu tinggi dalam ekstruder. Pembuatan adonan dilakukan hanya dengan mencampurkan seluruh bahan berupa jagung, beras, grit ikan, dan garam hingga merata. Pada proses pemasakan (ekstrusi), bahan dimasukkan ke dalam wadah pengisi. Pada tahap ini udara didorong keluar dan bahan dimampatkan hingga masif kemudian mengisi seluruh ruangan di antara ulir dan barrel. Bahan didorong ke dalam bagian kompresi dimana bahan akan mendapatkan tekanan yang cukup tinggi. Tekanan timbul karena terjadi penyempitan ruangan yang menyebabkan energi mekanis dan gaya geser terhadap bahan meningkat sehingga suhu bahan pun mulai naik. Di bagian dalam alat pemanas, kecepatan geser (shear rate) yang sangat tinggi akan disertai kenaikan suhu yang cepat. Suhu mencapai maksimum sebelum bahan disemprotkan melalui lubang-lubang kecil atau lubang pelepas di ujung selubung (die). Kenaikan suhu yang sangat tinggi dapat menyebabkan bahan mengalami perubahan fisiko kimia (Soewarno 1978 diacu dalam Azman 1988).

Hasil pemasakan proses ekstrusi adalah gelatinisasi pati, denaturasi protein, serta inaktivasi enzim yang terdapat pada bahan mentah. Perubahan struktur bahan mentah selama ekstrusi tergantung pada jenis bahan dan kondisi proses. Suhu optimum untuk proses ekstrusi bahan yang berasal dari pati-patian sekitar 170 - 200 ºC. Kondisi ini akan menghasilkan produk dengan kerenyahan dan pengembangan yang baik. Kondisi paling optimum untuk bahan pati-patian yaitu suhu 170 ºC, tekanan 438 - 5516 KPa, kecepatan ulir 300 rpm, dan waktu diam bahan sekitar 10 detik (Harper 1981).

Faktor utama yang perlu diperhatikan saat proses ekstrusi adalah suhu pemasakan. Suhu proses yang digunakan adalah 60 ºC. Suhu tersebut akan memanaskan barrel dengan cepat dan secara otomatis ulir akan menekan bahan. Selain itu juga pengaturan suhu dari pemanas ekstruder tunggal tersebut yaitu maksimal pada suhu 80 ºC. Suhu akan naik dengan cepat ketika putaran ulir yang digerakkan oleh pemutar ulir pertama kali, suhu meningkat antara 80 - 150 ºC.

(21)

Bentuk cetakan yang digunakan juga berpengaruh terhadap tekstur dan bentuk akhir snack. Cetakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bentuk silinder berdiameter 3 mm. Bentuk dan ukuran produk ditentukan oleh bentuk cetakan dan kecepatan pisau pemotong. Setelah ekstruder panas, bahan baku dimasukkan melalui bagian pengisian. Ketika bahan didorong sepanjang lorong laras berulir, bahan akan mengalami pencampuran, pemanasan, dan pemotongan sekaligus. Waktu tinggal produk di dalam ekstruder sekitar 10 - 15 detik (Guy 2001).

2.4. Karakteristik Mutu Snack

Syarat mutu dari makanan ringan ekstrudat berdasarkan SNI dapat dilihat pada tabel 1 sebagai berikut :

Tabel 1. Syarat mutu makanan ringan ekstrudat (SNI 01-2886-2000)

No. Jenis uji Satuan Persyaratan

1 1.1 1.2 1.3 Keadaan Bau Rasa Warna - - - Normal Normal Normal

2 Kadar air % b/b Maks.4

3 3.1 3.2 Kadar lemak Tanpa proses penggorengan Dengan proses penggorengan % b/b % b/b Maks.30 Maks.38

4 Kadar silikat % b/b Maks. 0,1

5 5.1 5.2 Bahan tambahan makanan Pemanis buatan Pewarna - -

Sesuai SNI 01-0222-1995 dan permenkes no.722/Menkes/Per/IX/1988 s.d.a 6 6.1 6.2 6.3 6.4 Cemaran logam Timbal (Pb) Tembaga (Cu) Seng (Zn) Raksa (Hg) mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg Maks. 1,0 Maks. 10 Maks. 40 Maks. 0,05

7 Arsen (As) mg/g Maks. 0,5

8 8.1 8.2 8.3

Cemaran mikroba Angka Lempeng Total Kapang E.coli Koloni/g Koloni/g APM/g Maks. 1,0 × 104 Maks. 50 negatif Sumber: BSN (2000)

Karakteristik fungsional pada produk pangan dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar yaitu: sifat fisik (morfologi, sifat termal, sifat reologi dan sifat spektral), sifat kimia (komposisi kimia, senyawa kimia aktif,

(22)

bahan kimia tambahan, bahan kimia pengolahan) dan sifat mikrobiologi (mikroba alami, mikroba kontaminan, mikroba patogen dan mikroba pembusuk) (Muhandri dan Kadarisman 2005). Karakteristik fungsional lebih bersifat objektif

dalam menentukan sifat mutu pangan, sedangkan penilaian sifat mutu yang bersifat subjektif dilakukan menggunakan evaluasi sensori.

Makanan ringan ekstrudat adalah makanan ringan yang dibuat melalui proses ekstrusi dari bahan baku tepung dan atau pati untuk pangan dengan penambahan bahan makanan lain serta bahan tambahan makanan lain yang diizinkan dengan atau tanpa melalui proses penggorengan (BSN 2000).

2.5. Penurunan Mutu Snack

Produk pangan akan mengalami perubahan mutu selama proses penanganan, pengolahan, penyimpanan, dan distribusi produk pangan. Penyimpangan suatu produk dari mutu awalnya disebut deteriorasi. Reaksi deteriorasi dimulai dengan persentuhan produk denga udara, oksigen, uap air, cahaya, dan akibat perubahan suhu. Reaksi deteriorasi dapat disebabkan oleh interaksi dengan berbagai faktor, baik faktor lingkungan eksternal maupun faktor lingkungan internal. Faktor eksternal dapat berupa pengaruh dari udara, uap air, suhu, oksigen, dan cahaya sedangkan komposisi produk sebagai faktor internal juga mempengaruhi mutu snack. Tingkat deteriorasi produk dipengaruhi oleh lamanya penyimpanan, sedangkan laju deteriorasi dipengaruhi oleh kondisi lingkungan penyimpanan (Arpah 2001).

Produk pangan dibagi ke dalam dua kelompok dalam hubungannya dengan perubahan kadar air selama penyimpanan, yaitu produk pangan yang menyerap uap air dan produk pangan yang mengalami kehilangan kandungan air. Snack termasuk dalam produk pangan yang mudah rusak apabila meyerap uap air yang berlebihan dari lingkungan karena perbedaan tekanan antara snack dengan lingkungan. Perubahan kadar air merupakan faktor utama yang menyebabkan penurunan mutu snack dan produk pangan kering lainnya. Kerusakan ini cukup kompleks karena dapat melibatkan atau memicu berbagai jenis reaksi deteriorasi lain yang sensitif terhadap perubahan aw. Reaksi-reaksi seperti pencoklatan

non-enzimatis, perubahan organoleptik, kerusakan vitamin, oksidasi lipida, dan reaksi pembentukan off-flavor dapat terjadi secara spontan selama proses.

(23)

Kerusakan produk pangan kering sperti snack lebih sering dihubungkan dengan kerusakan tekstur. Kadar air dan nilai aw yang rendah memberikan

karakteristik snack yang renyah. Kerenyahan dipengaruhi oleh sejumlah air terikat pada matriks karbohidrat. Produk sereal seperti snack memiliki tekstur renyah dalam keadaan gelas dan mengalami plastisasi akibat peningkatan kadar air atau suhu yang menyebabkan terjadinya perubahan material menjadi karet (rubbery) sehingga produk menjadi lembek (sogginess). Proses plastisasi terjadi akibat penyerapan uap air lingkungan ke dalam pati atau protein yang menyebabkan penurunan kerenyahan (Navarrete et al. 2004).

2.6. Aktivitas Air (aw)

Aktifitas air (aw) digunakan untuk menggambarkan hubungan kandungan

air dalam bahan pangan dengan daya tahan bahan pangan tersebut. Istilah ini menunjukkan jumlah air bebas dalam bahan pangan yang dapat menunjang reaksi biologis dan kimiawi. Kadar air dalam bahan pangan juga ikut menentukan acceptability, kesegaran, dan daya tahan bahan pangan tersebut. Aktivitas air merupakan faktor utama bagi pertumbuhan mikroba, produksi racun, reaksi enzimatis, dan sebagainya (Mercado dan Canovas 1996).

Kadar air dan aktivitas air (aw) sangat berpengaruh dalam menentukan

mutu dan umur simpan produk selama penyimpanan. Faktor-faktor penting ini akan mempengaruhi kestabilan dari produk pangan kering berupa sifat-sifat fisik (kekerasan dan kekeringan) dan sifat-sifat fisikokimia, perubahan-perubahan kimia (pencoklatan non enzimatis), kerusakan mikrobiologis, dan perubahan enzimatis terutama pada produk pangan tidak diolah (Winarno dan Jennie 1983).

Aktivitas air (aw) menunjukkan sifat bahan tersebut sedangkan ERH

(Equilibrium Relative Humidity) menggambarkan sifat lingkungan di sekitarnya yang berada dalam keadaan seimbang dengan bahan tersebut. Secara umum aktifitas air (aw) berhubungan erat dengan sifat fisik, kimia, dan biologi suatu

bahan pangan daripada kandungan airnya (Cardenas 2000). Peranan air dalam produk pangan dinyatakan dengan kadar air dan aw sedangkan peranan air di

udara dinyatakan dengan kelembaban relatif dan kelembaban mutlak. Kadar air bebas dapat berubah secara signifikan selama penyimpanan pada suhu lingkungan terutama untuk parameter higroskopisitas produk seperti snack (Sithole 2005).

(24)

Hubungan antara aktivitas air dan mutu makanan yang dikemas adalah sebagai berikut :

1. Pada selang aw 0,7-0,75 atau lebih, mikroorganisme berbahaya mulai

tumbuh dan produk menjadi beracun.

2. Pada selang aw 0,6-0,7, jamur mulai tumbuh.

3. Pada selang aw 0,35-0,5, makanan ringan mulai kehilangan kerenyahannya.

4. Pada selang aw 0,4-0,5, produk pasta yang terlalu kering akan mudah

hancur dan rapuh selama dimasak atau adanya guncangan mekanis (Labuza 1982).

2.7. Kadar Air Kesetimbangan (Me, Moisture equilibrium)

Kadar air kesetimbangan suatu bahan pangan adalah kadar air bahan pangan ketika tekanan uap air bahan tersebut dalam kondisi setimbang dengan lingkungannya dimana produk sudah tidak mengalami penambahan atau pengurangan bobot produk (Fellows 1990). Kadar air kesetimbangan adalah kadar air dari suatu produk pangan pada kondisi lingkungan tertentu dalam periode waktu yang lama (Brooker et al. 1992).

Kadar air kesetimbangan pada produk pangan digunakan untuk menentukan dan menggambarkan kurva sorpsi isotermis produk tersebut. Kurva tersebut digunakan untuk mendapatkan informasi tentang perpindahan air selama proses adsorpsi atau desorpsi (Pavinee 1998). Proses penyerapan air (adsorpsi) terjadi saat kelembaban relatif lingkungan lebih tinggi dibandingkan kelembaban relatif bahan pangan. Kelembaban relatif lingkungan yang lebih rendah daripada kelembaban bahan menyebabkan terjadinya distribusi uap air dari bahan ke lingkungan melalui proses penguapan (desorpsi). Kadar air kesetimbangan meningkat dengan menurunnya suhu pada kondisi aktifitas air yang konstan (Kapseu 2006). Selain itu ditemukan pula hubungan secara eksponensial dalam menggambarkan ketergantungan antara sorpsi isotermis panas dengan kadar air kesetimbangan (Goula 2008).

Terdapat dua metode untuk menentukan kadar air kesetimbangan yaitu dengan metode statis dan metode dinamis. Metode statis dilakukan dengan cara meletakkan bahan pangan pada tempat dengan RH dan suhu yang terkontrol. Dalam metode dinamis, kadar air kesetimbangan ditentukan dengan meletakkan

(25)

bahan pangan pada kondisi udara yang bergerak. Metode dinamis sering digunakan untuk pengeringan, dimana pergerakan udara digunakan untuk mempercepat proses pengeringan dan menghindari penjenuhan uap air di sekitar bahan (Brooker et al. 1992).

2.8. Kurva Sorpsi Isotermis

Kurva sorpsi isotermis merupakan kurva yang menggambarkan hubungan antara aktivitas air (aw) atau kelembaban relatif kesetimbangan pada ruang

penyimpanan (ERH) dengan kandungan air per gram suatu bahan pangan (Winarno 1994). Kurva ini menunjukkan aktivitas menyerap air (adsorpsi) dan melepaskan air yang dikandung (desorpsi) pada bahan pangan sehingga banyak digunakan dalam penentuan umur simpan, penyimpanan, pengemasan, dan pengeringan. Kurva sorpsi isotermis juga menggambarkan proses hidrasi yang terjadi dalam hubungannya dengan interaksi kimiawi air pada molekul permukaan, pelepasan struktur molekul dalam mempercepat perpindahan, dan perubahan volume oleh molekul yang terbuka (Ballesteros 2007).

Kurva sorpsi isotermis terbagi menjadi 3 daerah yang dipengaruhi oleh keberadaan air dalam suatu bahan pangan. Daerah A merupakan bagian adsorpsi yang bersifat satu lapis molekul air (monolayer), daerah B merupakan bagian terjadinya penambahan lapisan-lapisan di atas satu lapis molekul air (multilayer), dan daerah C merupakan bagian terjadinya kondensasi air pada pori-pori bahan. (kondensasi kapiler) (Winarno 1994). Kurva sorpsi isotermis secara umum dapat dilihat pada Gambar 1.

(26)

Pada umumnya kurva sorpsi isotermis bahan pangan berbentuk sigmoid (menyerupai huruf S). Kurva adsorpsi (penyerapan uap air) dan kurva desorpsi (pelepasan uap air) tidak pernah berhimpit. Keadaan seperti ini disebut sebagai fenomena histeresis. Besarnya histeresis dan bentuk kurva sangat beragam tergantung pada beberapa faktor seperti sifat alami bahan pangan, perubahan fisik yang terjadi selama perpindahan air, suhu, kecepatan desorpsi atau adsorpsi dan tingkatan air yang dipindahkan selama desorpsi atau adsorpsi (Fennema 1996).

Fenomena histeresis menjelaskan bahwa nilai aw yang berbeda diperoleh

pada pengukuran makanan dengan kadar air sama, tergantung pada bagaimana cara tercapainya kadar air tersebut, melalui proses adsorpsi atau desorpsi (Buckle et al. 1985). Fenomena histeresis hanya dapat terjadi pada selang aktifitas air (Kapseu 2006).

Secara umum dapat dikatakan bentuk kurva sorpsi isotermis khas untuk setiap bahan pangan. Sorpsi isotermis dapat menggambarkan karakteristik bahan pangan dan memberikan informasi-informasi tentang kondisi relatif serangan dari mikroba selama penyimpanan (Kapseu 2006). Selain itu, kurva sorpsi isotermis juga dapat menggambarkan kandungan air yang dimiliki bahan tersebut sebagai keadaan relatif tempat penyimpanan (Winarno 2004). Perubahan air mempengaruhi mutu produk pangan, maka dengan mengetahui pola penyerapan airnya dan menetapkan nilai kadar air kritisnya, umur simpan dapat ditentukan (Winarno 2004).

(27)

2.9. Model Persamaan Sorpsi Isotermis

Model matematika untuk persamaan sorpsi isotermis telah banyak dikembangkan oleh para ahli baik secara teoritis, semi teoritis, maupun empiris (Chirife dan Iglesias 1978; Van den Berg dan Bruin 1981). Model-model matematika tersebut tidak dapat menggambarkan keseluruhan kurva sorpsi isotermis dan hanya dapat memprediksikan kurva sorpsi isotermis salah satu dari ketiga daerah sorpsi isotermis. Tujuan penggunaan model sorpsi isotermis tergantung pada tingkat kemulusan kurva yang diinginkan melalui persamaan yang tepat (Labuza 1982).

Salah satu model persamaan sorpsi isotermis yang diakui secara internasional model GAB (Guggenheim, Anderson dan de Boer). Model ini bisa menggambarkan sorpsi isotermis bahan pangan pada kisaran aw yang lebih luas

dari model BET, yaitu 0,05 < aw < 0,9 (Spiess dan Wolf 1987). Persamaan GAB

merupakan persamaan yang tepat untuk menggambarkan kurva sorpsi isotermis pada sebagian besar produk pangan. Model sorpsi isotermis GAB dapat dinyatakan sebagai berikut :

) 1 )( 1 ( K aw K aw C K aw aw K C Xm Me × × + × − × − × × × = Keterangan : Me = kadar air (BK) aw = aktifitas air

Xm = kadar air monolayer (%) K = konstanta

C = konstanta energi

Secara empiris, Henderson mengemukakan persamaan yang menggambarkan hubungan antara kadar air kesetimbangan bahan pangan dengan kelembaban relatif ruang simpan. Persamaan ini merupakan salah satu persamaan sorpsi isotermis yang paling banyak digunakan pada kebanyakan bahan pangan kering terutama biji-bijian (Chirife dan Iglesias 1978). Berikut model persamaan Henderson :

1-aw = exp(-KMen)

Keterangan :

Me = kadar air kesetimbangan K dan n = konstanta

(28)

Caurie dari hasil percobaannya mendapatkan model yang berlaku untuk kebanyakan bahan pangan pada aw 0,0 sampai 0,85. Berikut model persamaan

Caurie :

Ln Me = ln P1 – P2* aw

Hasley mengembangkan persamaan yang dapat menggambarkan proses kondensasi pada lapisan multilayer. Persamaan ini dapat digunakan untuk bahan makanan dengan aw antara 0,1 sampai 0,81. Berikut model persamaan Hasley :

aw = exp [-P1/(Me)P2]

Persamaan Oswin dapat berlaku untuk bahan pangan pada aw 0,0 sampai

0,85 dan cocok untuk kurva sorpsi isotermis yang berbentuk sigmoid. Berikut model persamaan Oswin :

Me = P1[aw/(1-aw)]P2

Chen Clayton juga telah membuat model matematika yang berlaku untuk semua bahan pangan pada semua nilai aw. Berikut model persamaan Chen

Clayton: aw = exp[-P1/exp(P2*Me)] Keterangan : aw = aktivitas air P1 dan P2 = konstanta 2.10. Kemasan

Kemasan merupakan suatu wadah atau tempat yang dapat digunakan untuk memberikan perlindungan terhadap bahan didalamnya. Pengemasan sebagai bagian integral dari proses produksi dan pengawetan bahan pangan dapat mempengaruhi mutu pangan seperti perubahan fisik dan kimia karena migrasi zat-zat kimia dari bahan pengemas dan perubahan aroma, warna dan tekstur oleh perpindahan uap air dan oksigen (Syarief 1990).

Tujuan suatu produk pangan dikemas yaitu untuk mengawetkan makanan, mempertahankan mutu kesegaran, menarik konsumen, memberikan kemudahan dalam distribusi dan penyimpanan, serta dapat menekan peluang terjadinya

(29)

kontaminasi dari udara, air, dan tanah baik oleh mikroorganisme maupun bahan-bahan kimia berbahaya atau racun (Winarno dan Jenie 1983).

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam pengemasan bahan pangan antara lain sifat bahan pangan, kondisi lingkungan, dan jenis bahan pengemas. Jenis bahan pengemas dalam hubungannya dengan daya awet bahan pangan yang dikemas ditentukan berdasarkan permeabilitasnya. Permeabilitas merupakan transfer molekul air atau gas melalui kemasan baik dari produk ke lingkungan ataupun sebaliknya. Permeabilitas uap air kemasan merupakan kecepatan atau laju transmisi uap air melalui suatu unit luasan bahan dengan ketebalan tertentu akibat adanya perbedaan tekanan uap air antara produk dengan lingkungan pada suhu dan kelembaban tertentu (Robertson 1992).

Bahan pangan mempunyai sifat yang berbeda-beda dalam kepekaannya terhadap lingkungan. Produk pangan kering akan berada dalam keadaan setimbang dengan lingkungan dengan cara menyerap uap air dari lingkungan (Syarief 1990). Sehingga diperlukan suatu barrier antara produk dengan lingkungan berupa kemasan dengan daya tembus atau permeabilitas uap air yang rendah untuk menghambat penurunan mutu produk akibat distribusi uap air ke dalam bahan pangan kering yang bersifat hidrofilik tersebut (Buckle et al. 1985).

Plastik merupakan bahan pengemas yang paling banyak digunakan dalam industri pangan karena harganya yang murah, ringan, transparan, kuat, mudah dibentuk, selektif dalam permeabilitasnya terhadap uap air, O2, dan CO2 serta

mengurangi biaya transportasi.

PP (polypropylene) adalah salah satu jenis plastik yang sering digunakan sebagai pengemas bahan pangan. Sifat-sifat pengemas polypropylene antara lain sebagai berikut :

1. Ringan, mudah dibentuk, tembus pandang, dan jernih dalam bentuk film, namun tidak transparan dalam bentuk kemasan kaku.

2. Mempunyai kekuatan tarik yang lebih besar dari polietilen. Rapuh pada suhu rendah sehingga tidak bisa digunakan sebagai kemasan beku.

3. Lebih kaku dan tidak gampang sobek sehingga mudah dalam penanganan dan distribusi.

(30)

4. Permeabilitas uap air rendah, permeabilitas gas sedang, dan tidak baik untuk produk yang peka terhadap oksigen.

5. Tahan terhadap suhu tinggi, tahan terhadap asam kuat, basa, dan minyak. 6. Titik leburnya tinggi sehingga susah dibuat kantung dengan sifat kelim

panas yang baik (Syarief et al. 1989).

Sebagai bahan pembungkus, plastik dapat digunakan dalam bentuk tunggal, komposit, atau berupa lapisan-lapisan dengan bahan lain seperti kertas atau alufo. Kombinasi antara beberapa kemasan plastik berbeda atau plastik dengan non plastik (kertas, alumunium foil, dan selulosa) dengan ketebalan tiap lapisan utamanya lebih dari 6 mikron yang diproses baik dengan cara laminasi ekstrusi maupun laminasi adhesif disebut sebagai kemasan laminasi (Robertson 1993). Adanya kemasan tersebut dapat membantu mencegah atau mengurangi kerusakan, melindungi bahan pangan didalamnya dari bahaya pencemaran, serta gangguan fisik berupa gesekan, benturan, dan getaran.

2.11. Umur Simpan dan Metode Akselerasi

Institute of Food Technology mendefinisikan umur simpan produk pangan sebagai selang waktu antara saat produksi hingga konsumsi dimana produk berada dalam kondisi yang memuaskan pada sifat penampakan, rasa, aroma, tekstur, dan nilai gizi (Arpah 2001). Menurut National Food Processor Association, umur simpan adalah suatu produk dikatakan berada pada kisaran umur simpannya bila kualitas produk secara umum dapat diterima untuk tujuan seperti yang diinginkan konsumen dan selama bahan pengemas masih memiliki integritas serta memproteksi isi kemasan (Arpah dan Syarief 2000).

Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi umur simpan bahan pangan yang dikemas adalah sebagai berikut :

1. Keadaan alamiah atau sifat makanan dan mekanisme berlangsungnya perubahan seperti kepekaan terhadap air dan oksigen serta kemungkinan terjadinya perubahan kimia internal dan fisik.

2. Ukuran kemasan dalam hubungannya dengan volume.

3. Kondisi atmosfer terutama suhu dan kelembaban dimana kemasan dapat bertahan selama transit dan sebelum digunakan (Syarief et al. 1989).

(31)

Umur simpan produk pangan dapat diduga dan ditetapkan waktu kadaluarsanya dengan menggunakan dua konsep studi penyimpanan produk pangan yaitu dengan Extended Storage Studies (ESS) atau metode konvensional dan Accelerated Storage Studies (ASS) atau metode akselerasi (Floros 1993). Metode konvensional dilakukan dengan menyimpan satu seri produk pada kondisi normal sehari-hari sambil dilakukan pengamatan penurunan mutunya. Metode ini cukup akurat dan tepat namun memerlukan waktu yang lama dan analisis yang relatif banyak. Metode ini umumnya memiliki masa kadaluarsa produk kurang dari 3 bulan (Arpah 2001). Metode akselerasi diterapkan pada produk pangan dengan memvariasikan kondisi kelembaban relatif (RH), suhu, dan intensitas cahaya baik secara individu maupun gabungannya (Floros 1993). Keuntungan metode ini adalah memerlukan waktu yang relatif singkat tetapi tetap memiliki ketepatan dan akurasi yang tinggi.

Penentuan umur simpan produk dengan metode akselerasi dapat dilakukan melalui dua pendekatan yaitu model Arrhenius dan model kadar air kritis. Model Arrhenius umumnya digunakan untuk menduga umur simpan produk pangan yang sensitif terhadap perubahan suhu, diantaranya produk pangan yang mudah mengalami ketengikan (oksidasi lemak), perubahan warna oleh reaksi pencoklatan atau kerusakan vitamin C. Prinsipnya adalah menyimpan produk pangan pada suhu ekstrim dimana produk pangan menjadi lebih cepat rusak dan umur simpan produk ditentukan berdasarkan ekstrapolasi ke suhu penyimpanan. Oleh karena itu, umur simpan yang diperoleh merupakan nilai perkiraan yang validitasnya sangat ditentukan oleh model matematika dari hasil percobaan (Kusnandar 2006).

Metode akselerasi yang banyak diterapkan pada produk pangan kering adalah melalui pendekatan kadar air kritis. Produk disimpan pada kondisi RH lingkungan penyimpanan yang ekstrim dan mengalami penurunan mutu akibat penyerapan uap air. Diperlukan persamaan matematika untuk deskripsi kuantitatif dari sistem yang terdiri dari dari produk, bahan pengemas, dan lingkungan (Arpah 2001). Model kadar air kritis dapat dilakukan melalui pendekatan kurva sorpsi isotermis dan pendekatan kadar air kritis termodifikasi. Pendekatan kurva sorpsi isotermis digunakan untuk produk pangan yang mempunyai kurva sorpsi isotermis berbentuk sigmoid. Pendekatan kadar air kritis termodifikasi digunakan

(32)

untuk produk yang memiliki kelarutan tinggi seperti produk dengan kadar sukrosa tinggi (Labuza 1982).

Model Labuza cocok digunakan untuk menentukan umur simpan produk pangan yang memiliki kurva sorpsi isotermis membentuk sigmoid. Model ini disebut model pendekatan kurva sorpsi isotermis :

t = ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − − b Po Ws A x k Mc Me Mi Me ln Keterangan :

t = waktu untuk mencapai kadar air kritis atau umur simpan (hari) Me = kadar air kesetimbangan produk (g H2O/g solid)

Mi = kadar air awal produk (g H2O/g solid) Mc = kadar air kritis produk (g H2O/g solid)

k/x = konstanta permeabilitas uap air kemasan (g/m2.hari.mmHg) A = luas permukaan kemasan (m2)

Ws = bobot padatan per kemasan (g) P0 = tekanan uap jenuh (mmHg)

b = kemiringan kurva sorpsi isotermis

2.12. Bilangan TBA (thiobarbituric-acid)

Ketengikan dalam bahan pangan dapat diukur melalui analisis nilai TBA (thiobarbituric-acid). Nilai ini diukur berdasarkan atas pigmen merah yang terbentuk sebagai hasil kondensasi antara 2 molekul thiobarbiturat dengan satu molekul malonaldehid. Intensitas warna merah tersebut menunjukkan tingkat ketengikan bahan pangan yang dihasilkan dari pengukuran spektrofotometer pada panjang gelombang 528 nm (Syarief dan Halid 1993). Persenyawaan malonaldehid secara teoritis dapat dihasilkan oleh pembentukan di-peroksida pada gugus pentadehida yang diikuti dengan pemutusan rantai molekul atau dengan cara oksidasi lebih lanjut 2-enol yang dihasilkan dari penguraian monohidro peroksida.

Analisis TBA ini merupakan uji spesifik untuk hasil oksidasi asam lemak tidak jenuh (PUFA). Umumnya diterapkan pada lemak pangan yang mengandung asam lemak dengan derajat ketidakjenuhan lebih tinggi seperti linoleat yang dapat mempengaruhi stabilitas flavour (Ketaren 1986). Keunggulan dari analisis ini adalah pereaksi TBA dapat digunakan langsung untuk menguji fraksi lemak

(33)

dalam suatu bahan tanpa mengektraksi fraksi lemaknya. Kelemahannya adalah terdapatnya beberapa persenyawaan selain asam hasil oksidasi lemak yang ikut tersuling bersama uap dan selanjutnya terhadap destilat saat dilakukan analisis TBA.

(34)

3. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2008 - Januari 2009. Laboratorium yang digunakan yakni Laboratorium Pengolahan dan Karakteristik Bahan Baku Hasil Perikanan, Laboratorium Biokimia Hasil Perikanan Departemen Teknologi Hasil Perairan, Laboratorium Produktivitas Lingkungan Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Laboratorium Biokimia Pangan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, dan Laboratorium SEAFAST Center Institut Pertanian Bogor.

3.2. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah neraca analitik (electronic balance ER-120A AND), oven (Drying Oven DV41 Yamato), tanur (Muffle Furnace FM38 Yamato), cawan alumunium, cawan porselen, desikator, desikator kecil (toples yang dimodifikasi), Rheoner (RE-3305 Rheoner), hygrometer (HAAR-SYNTH HYGRO), awmeter (Shibaura Aw meter WA 360), Permatran Mocon W 3*31, pencapit logam, dan peralatan gelas untuk keperluan analisis.

Bahan-bahan utama yang digunakan dalam pembuatan fish snack (produk ekstrusi) adalah jagung, beras, grit ikan patin, dan garam serta flavor untuk perlakuan snack. Bahan-bahan untuk penelitian utama antara lain larutan garam jenuh (MgCl2, K2CO3, NaCl, KCl, KI, dan NaNO2), kemasan plastik PP

(polypropylene) tebal (0,8 mm), vaselin, dan akuades. Gambar desikator kecil yang merupakan modifikasi toples kaca dapat dilihat pada Gambar 3.

(35)

Desikator yang digunakan dalam penelitian ini merupakan hasil modifikasi terhadap toples kaca dengan menambahkan sebuah meja kaca di dalamnya sebagai penyangga wadah atau cawan untuk menyimpan sampel. Meja kaca dibuat dari kaca yang disusun membentuk sekat sehingga memudahkan distribusi uap air dari larutan garam jenuh dalam menciptakan RH desikator tersebut. Adanya bahan karet pada tutup toples membantu mempertahankan kondisi kedap udara saat ditutup dan disimpan pada suhu ruang.

3.3. Metode Penelitian

3.3.1. Penelitian pendahuluan

Penelitian pendahuluan dilakukan dalam beberapa tahap diantaranya pembuatan fish snack (produk ekstrusi), penentuan parameter kerusakan snack melalui survei konsumen, dan penentuan karakteristik awal produk dengan analisis proksimat dan uji kerenyahan sebagai tahapan dalam penentuan umur simpan fish snack (produk ekstrusi).

3.3.1.1. Pembuatan fish snack (produk ekstrusi)

Pada pembuatan fish snack (produk ekstrusi), seluruh bahan berupa grit jagung, grit beras, dan grit ikan dicampurkan secara manual hingga merata membentuk adonan. Penambahan sejumlah garam sebesar 2,5 % dari berat total adonan. Bahan yang telah tercampur rata dimasukkan dalam wadah pengisi dan akan mengalami proses pemasakan oleh ekstruder hingga dihasilkan ekstrudat. Suhu yang digunakan pada proses ekstrusi snack adalah 60 – 70 ºC. Pengemasan dilakukan segera setelah snack mencapai suhu sekitar 35 ºC ke dalam kemasan plastik PP agar terhindar dari kontaminasi.

Fish snack (produk ekstrusi) yang telah dikemas, kemudian diberikan perlakuan tanpa dan dengan penambahan flavor. Flavor yang digunakan adalah perasa keju yang merupakan produk komersil. Pemberian flavor pada produk fish snack dilakukan secara manual dengan menggunakan metode semprot (spray). Minyak disemprotkan pada snack hingga cukup merata dan dilanjutkan dengan pemberian flavor keju. Flavor dalam bentuk bubuk ditaburkan perlahan ke dalam wadah berisi snack sambil terus diaduk dan dikocok. Jumlah flavor yang ditambahkan sekitar 6 g untuk 100 g produk fish snack atau sebesar 6 %

(36)

sedangkan banyaknya minyak yang digunakan yaitu sekitar 62,5 ml minyak nabati untuk 350 g fish snack (produk ekstrusi).

Penambahan flavor selain meningkatkan cita rasa produk juga berperan sebagai coating yang akan memperbaiki penampakan dari produk tersebut. Kedua perlakuan fish snack tersebut selanjutnya disimpan dalam suhu ruang berkisar antara 28-32 0C sebagai sampel untuk penentuan umur simpan baik secara konvensional maupun dengan metode akselerasi. Diagram alir proses pembuatan fish snack (produk ekstrusi) dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Diagram alir proses pembuatan fishsnack (produk ekstrusi) (Subagja 2009)

3.3.1.2. Penentuan atribut utama dan kerusakan snack

Penentuan atribut utama fish snack dilakukan melalui survei kepada 30 responden (usia bervariasi) berupa pemberian kuisioner tentang penyebab kerusakan snack. Konsumen sebagai panelis harus memilih salah satu dari lima parameter yang paling berpengaruh terhadap kerusakan snack sehingga tidak layak dikonsumsi pada form diberikan. Parameter-parameter tersebut antara lain

Grit ikan (15 %) Pencampuran bahan

Pemasakan (ekstrusi) pada suhu 60 - 70 0C

Pengemasan dalam plastik PP tebal (0,8 mm)

Penyimpanan suhu ruang (30±2 0C) selama 4 minggu

Pendinginan Ekstrudat Grit beras (22,5 %) Grit jagung (62,5 %) Garam 2,5% bobot total

(37)

warna, aroma, rasa, tekstur (kerenyahan) dan penampakan. Contoh kuisioner dapat dilihat pada Lampiran 1.

3.3.1.3. Penentuan karakteristik awal fish snack (produk ekstrusi)

Penentuan dilakukan dengan menggunakan analisis kimia dan analisis fisik. Analisis kimia berupa analisis proksimat (AOAC 1995) meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak dan kadar karbohidrat serta aktifitas air (aw)

menggunakan awmeter. Analisis fisik meliputi analisis tekstur berupa kerenyahan fish snack menggunakan rheoner. Pembacaan nilai kerenyahan berupa puncak grafik (first peak) yang terbentuk.

3.3.2. Penelitian utama

Penelitian utama bertujuan untuk menentukan umur simpan produk fish snack (produk ekstrusi) dengan menggunakan metode konvensional dan metode akselerasi melalui pendekatan kadar air kritis. Dalam penentuan umur simpan fish snack (produk ekstrusi) dengan metode konvensional, sampel dianalisis kadar proksimat, TPC, TBA, kerenyahan, dan organoleptik tiap minggu selama penyimpanan pada suhu 30±2 0C. Penentuan umur simpan (Lampiran 21) dengan pendekatan kadar air kritis dimulai dengan tahapan penentuan kadar air kritis, kadar air kesetimbangan, dilanjutkan dengan penentuan model dan kurva sorpsi isotermis, nilai MRD, slope, permeabilitas kemasan, bobot serta luas kemasan. Parameter-parameter tersebut digunakan dalam perhitungan umur simpan Labuza.

3.3.2.1. Penentuan kadar air kritis (Mc, Moisture critic)

Sampel fish snack baik diberikan perlakuan penyimpanan tanpa kemasan pada suhu ruang (30±2 0C) selama 0, 30, 60, 90, 120, 150, dan 180 menit. Sampel dianalisis secara organoleptik, fisik, dan kimia untuk setiap penyimpanan. Analisis organoleptik meliputi uji rating dan uji hedonik terhadap parameter tekstur (kerenyahan) kepada 30 panelis tak terlatih. Form skor rating dan skor hedonik yang dipakai dapat dilihat pada Lampiran 2. Analisis fisik berupa uji tekstur yaitu kerenyahan fishsnack dengan rheoner (gf). Analisis kimia dilakukan dengan menentukan kadar air (AOAC 1995) fish snack tiap perlakuan penyimpanan.

(38)

Hasil uji organoleptik dibandingkan dengan uji fisik (tekstur fish snack) dan uji kimia (kadar air fish snack) sehingga diperoleh kurva hubungan antara kadar air snack selama penyimpanan dengan skor hedonik dan skor rating. Kadar air kritis ditentukan saat skor organoleptik secara hedonik (kesukaan) dan rating oleh panelis bernilai 3 dimana snack dinyatakan telah ditolak oleh panelis.

3.3.2.2. Penentuan kadar air kesetimbangan (Me, Moisture equilibirum)

Pembuatan larutan garam jenuh dilakukan dengan melarutkan sejumlah garam tertentu dalam akuades hingga jenuh atau tidak larut kembali. Garam yang digunakan antara lain MgCl2, K2CO3, NaCl, KCl, KI, dan NaNO2 sehingga

diperoleh RH ruangan yang berbeda-beda. Larutan garam jenuh yang digunakan sebanyak 100 ml dan dimasukkan ke dalam desikator modifikasi toples.

Sampel snack sebanyak 2-5 g dimasukkan dalam cawan alumunium yang telah diketahui beratnya. Cawan berisi sampel tersebut dimasukkan ke dalam desikator kecil yang berisi larutan garam jenuh, dengan posisi dari bawah ke atas berturut-turut yaitu larutan garam, penyangga, dan cawan beserta isinya, serta terdapat jarak antara larutan garam dan penyangga. Desikator disimpan pada suhu ruang (30±2 0C) dan sampel ditimbang secara periodik tiap 24 jam hingga mencapai bobot yang setimbang. Bobot yang setimbang ditandai dengan selisih 3 penimbangan berturut-turut ≤ 2 mg untuk RH di bawah 90 % dan ≤ 10 mg untuk RH di atas 90 %. Sampel yang telah mencapai berat konstan kemudian diukur kadar airnya dengan metode oven (AOAC 1995).

3.3.2.3. Penentuan kurva dan model persamaan sorpsi isotermis

Penentuan kurva sorpsi isotermis dibuat dengan cara memplotkan kadar air kesetimbangan hasil percobaan dengan nilai kelembaban relatif (RH) atau aktifitas air (aw). Labuza (2002) menyatakan aktivitas air suatu bahan pangan

dapat dihitung dengan membandingkan tekanan uap air bahan (P) dengan tekanan uap air murni (P0) pada kondisi sama atau dengan membagi ERH lingkungan

dengan nilai 100 sebagai berikut : aw =

P

P

0 = 100 ERH

(39)

Keterangan :

aw = aktifitas air

P = tekanan parsial uap air bahan (mmHg)

P0 = tekanan parsial uap air murni pada suhu yang sama (mmHg) ERH = kelembaban relatif seimbang

Persamaan sorpsi isotermis yang akan digunakan ditentukan berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya. Model matematika mengenai persamaan sorpsi isotermis sudah banyak dikemukakan oleh para ahli baik secara empiris,

semi empiris, maupun teoritis (Chirife dan Iglesias 1978; Van den Berg dan Bruin 1981). Persamaan-persamaan yang dipilih adalah persamaan sederhana

yang dapat diaplikasikan pada bahan pangan dengan kisaran RH 0 - 95 %. Model persamaan ini digunakan untuk memperoleh kemulusan kurva terbaik. Umumnya merupakan persamaan non linear yang kemudian didistribusikan menjadi persamaan linear sehingga nilai-nilai konstantanya dapat ditentukan melalui metode kuadrat terkecil (Walpole 1990). Salah satu model persamaan yang dipakai (diakui internasional) yaitu GAB (Guggenheim, Anderson, dan de Boer) sebagai berikut : ) 1 )( 1 ( K aw K aw C K aw aw K C Xm Me × × + × − × − × × × =

Adapun beberapa model persamaan yang juga digunakan dalam penentuan kurva sorpsi isotermis fish snack (produk ekstrusi) seperti :

Model persamaan Henderson : 1-aw = exp(-KMen)

Keterangan :

Me = kadar air kesetimbangan K dan n = konstanta

Berikut model persamaan Caurie : Ln Me = ln P1 – P2* aw

Berikut model persamaan Hasley : aw = exp [-P1/(Me)P2]

Berikut model persamaan Oswin : Me = P1[aw/(1-aw)]P2

Berikut model persamaan Chen Clayton : aw = exp[-P1/exp(P2*Me)]

Keterangan :

aw = aktivitas air

(40)

3.3.2.4. Uji ketepatan model (Walpole 1990)

Uji ketepatan persamaan sorpsi isotermis dilakukan untuk mengetahui ketepatan dari beberapa model persamaan sorpsi isotermis yang terpilih sehingga memperoleh kurva sorpsi isotermis dengan menggunakan perhitungan Mean Relative Determination (MRD) (Walpole 1990).

MRD = Mi Mpi Mi n n i

=1 100 Keterangan :

Mi = kadar air percobaan

Mpi = kadar air hasil perhitungan n = jumlah data

Model sorpsi isotermis dengan nilai MRD < 5 maka model sorpsi isotermis tersebut dapat menggambarkan keadaan sebenarnya atau sangat tepat. Model sorpsi isotermis dengan 5 < MRD < 10 maka model tersebut agak tepat menggambarkan keadaan sebenarnya. Model sorpsi isotermis dengan MRD > 10 maka model tersebut tidak tepat menggambarkan kondisi sebenarnya.

3.3.2.5. Penentuan nilai slope (b) kurva sorpsi isotermis (Labuza 1982)

Nilai slope (b) kurva sorpsi isotermis ditentukan pada daerah linear (Arpah 2001). Daerah linear tersebut diambil antara daerah kadar air awal dan kadar air kritis (Labuza 1982). Titik-titik hubungan antara aktifitas air dan kadar air kesetimbangan memiliki persamaan linier y = a + bx. Nilai b persamaan tersebut merupakan slope kurva sorpsi isotermis.

Nilai b ditentukan dari model persamaan terpilih (kemiringan kurva sorpsi isotermis yang diasumsikan linier antara Mi dan Mc) untuk dimasukkan dalam rumus umur simpan Labuza. Nilai b ditentukan pada dua daerah untuk melihat pengaruhnya terhadap umur simpan produk. Daerah tersebut antara lain :

1. b1 atau slope 1 diperoleh dari hasil perbandingan antara selisih kadar air awal dan kadar air kritis dengan selisih antara aktifitas air awal dengan aktifitas air kritis.

2. b2 atau slope 2 diperoleh dari slope garis lurus pada daerah linear yang melewati kadar air awal.

(41)

3.4. Variabel Pendukung Umur Simpan

3.4.1. Penentuan permeabilitas kemasan (ASTM F 1249-2006)

Penentuan permeabilitas kemasan dilakukan dengan menggunakan alat Permatran Mocon W*3/31. Berdasarkan pengukuran dengan alat ini diperoleh nilai WVTR (g/m2/hari/RH) sehingga untuk perhitungan k/x adalah sebagai berikut: k/x = ) )( 1 2 ((P P RH desikator WVTR − Keterangan :

WVTR = laju perpindahan uap air yang melalui kemasan (g/m2/hari/RH) k/x = konstanta permeabilitas uap air kemasan (g/m2.hari.mmHg) P1 = tekanan uap air di dalam kemasan (mmHg)

P2 = tekanan uap air di luar kemasan (mmHg)

Kemasan dipotong sesuai cetakan dan diukur ketebalannya. Kemasan dikondisikan terlebih dahulu selama 24 jam dalam ruang uji. Kemudian kemasan ditempatkan dalam cell pada alat uji. Data mengenai ketebalan kemasan, luas kemasan, suhu pengujian, lama pengujian, kelembaban udara, dan laju alir udara sebagai input pada program komputer. Gas nitrogen kering dialirkan melalui insidechamber (RH 0 %) sedangkan pada outside chamber dialirkan gas nitrogen basah (RH 100 %). Kemasan dalam cell menjadi pembatas antara gas nitrogen kering dengan gas nitrogen basah. Uap air berdifusi menuju daerah bertekanan rendah (inside chamber) akibat adanya perbedaan tekanan. Uap air yang berdifusi melalui kemasan dibawa oleh gas nitrogen kering menuju sensor dan terdeteksi jumlahnya sehingga laju uap air dapat dihitung. Pengujian berakhir setelah kesetimbangan laju uap air tercapai.

3.4.2. Penentuan bobot padatan per kemasan (Ws) dan luas kemasan (A)

Bobot produk awal (Wo) dalam satu kemasan ditimbang dan dikoreksi kadar air awalnya (Mo) yang merupakan berat padatan per kemasan (Ws). Luas kemasan (A) yang digunakan dihitung dengan mengalikan panjang dengan lebar kemasan dalam satuan m2.

Ws = Wo*(% solid/100) % solid = (1- (m0/1 + m0))*100

Gambar

Tabel 1. Syarat mutu makanan ringan ekstrudat (SNI 01-2886-2000)  No. Jenis  uji  Satuan  Persyaratan
Gambar 1.  Kurva sorpsi isotermis secara umum (Anonim 2009)
Gambar 2. Lima tipe kurva sorpsi isotermis (Mathlouthi 2003)
Gambar 3. Desikator kecil (modifikasi toples kaca)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Selain itu, diharapkan pendekatan kadar air kritis termodifikasi dapat digunakan untuk produk biskuit sehingga pendugaan umur simpan biskuit dapat dilakukan dengan cara yang

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh berbagai jenis kemasan dan lama penyimpanan terhadap kerupuk bawang kentang, dan untuk menduga umur simpan kerupuk bawang

Selain itu, diharapkan pendekatan kadar air kritis termodifikasi dapat digunakan untuk produk biskuit sehingga pendugaan umur simpan biskuit dapat dilakukan dengan cara yang

Berdasarkan hasil penelitian, umur simpan fish snack dengan metode kadar air kritis melalui pendekatan kurva sorpsi isotermis berkisar 2,9-4,3 bulan untuk snack TF

Kajian metode penentuan umur simpan produk flat wafer dengan metode akselerasi berdasarkan pendekatan model kadar air kritis.. Fakultas

Kurva sorpsi isotermis dari masing-masing model persamaan dan perbandingannya dengan kurva hasil percobaan pada suhu ruang a... Model

Berdasarkan pendekatan kadar air kritis, maka diketahui bahwa umur simpan produk biskuit yang dikemas dengan menggu- nakan metallized plastic dan disimpan pada

Oleh karena itu, model kadar air kritis termodifikasi dapat digunakan untuk menentukan umur simpan wafer pada range RH 70-80% dengan metode penentuan kadar air kritis berdasarkan