• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

B. Pendidikan Agama Islam

5. Metode Menghafal Al-Qur’an

Metode menurut kamus besar Bahasa Indonesia adalah cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan.60Metode merupakan suatu cara yang sistematis untuk memudahkan pelaksanna kegiatan guna mencapai tujuan terentu.61 Metode yang dimaksud oleh penulis adalah suatu cara yang dipakai oleh para siswa

58 M. Darvis Hude, Mengenal Kerja Memori dalam Menghafal Al Qur’an, (Jakarta: PTIQ, 1996), hlm 35

59

Rita, Pengantar Psikologi… hlm 342-343

60 Djamaludin dan Abdullah Aly, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia,1998), hlm 114

61 DEPDIKBUD RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,1995),hlm 652

untuk dapat menghafalkan Al-Qur’an dengan secara utuh, benar dan tepat dalam melafadzkannya.

Menghafal Al Qur’an tidak sama dengan menghafal teks-teks yang lain, melainkan memerlukan suatu usaha yang intents karena banyaknya materi dan adanya kesamaan antar ayat-ayat serta adanya aturan-aturan dalam membacanya. Untuk itu, diperlukan metode yang dapat membantu para siswa dapat menghafalkan Al-Qur’an.

Adapun metode-metode tersebut yang perlu dilakukan, menurut Ahsin W. Al Hafidz adalah :

1. Metode Wahdah, yaitu menghafal satu persatu terhadap ayat-ayat yang hendak dihafalkan

2. Metode Kitabah, yaitu penghafal terlebih dahulu menulis ayat-ayat yang akan dihafalkan pada secarik kertas yang telah tersedia.

3. Metode Gabungan, yaitu gabungan antara metode wahdah dan metode kitabah, hanya saja pada kitabah lebih berfungsi untuk uji coba terhadap ayat yang telah dihafalkan.

4. Model Jama’, yaitu cara menghafal Al Qur’an yang dilakukan secara kolektif yang dipimpin oleh seorang instruktur.62

Metode Tahfidzul A-Qur’an lainnya juga dikemukakan oleh Abdurrab Nawabuddin, yaitu:

a. Model Juz’i

Cara menghafal secara berangsur-angsur atau sebagian dan menghubungkan antara bagian yang satu dengan bagian yang lainnya

62 Ahsin W, Al-Hafidz, Bimbingan Praktis Menghafal Al Qur’an, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), hlm 22- 24

dalam satu kesatuan materi yang dihafal. Hal ini dapat dikaji dari pernyataan berikut:

Dalam membatasi atau memperingan beban materi yang akan dihafalkan hendaknya dibatasi, umpanya menghafal tujuh baris, sepuluh baris atau satu halaman, atau satu hizb. Apabila telah selesai satu pelajaran, maka berpindahlah ke pelajaran yang lain kemudian pelajaran-pelajaran yang telah dihafal tadi disatukan dalam ikatan yang terpadu dalam surat.

Dari pernyataan tersebut jelas disebutkan bahwa dalam metode ini hal pokok dilakukan adalah menghafal ayat per ayat kemudian apabila siswa sudah hafal maka diperlukan adanya pengulangan dari hafalan ayat pertama dan disatukan dengan ayat yang berikutnya.63

Metode Juz’i tersebut menurut Abdurrab Nawabuddin merupakan suatu metode yang sangat baik untuk dipergunakan dalam proses menghafal Al Qur’an, hal itu dikarenakan adanya beberapa alasan, sebagai berikut:

3. Sebuah riwayat Al Baihaqi dari abu Aliyah berkata Nabi Muhammad SAW mengunakan metode ini dalam mengajar qiro’ah para sahabatnya, begitu juga para sahabat mengajarkannya pada generasi selanjutnya.

4. Metode ini lebih utama atau lebih tepat untuk anak-anak dan orang-orang yang kurang berpengalaman dalam hal menghafal Al Qur’an

63 Abdurrab Nawabuddin, Teknik Menghafal Al Qur’an, (Bandung: Sinar Baru, 1991), hlm 59

5. Metode ini lebih baik untuk menghafal ayat-ayat yang mirip baik dalam struktur maupun dalam kata-kata serta ayat yang diulang-ulang. b. Metode Kulli

Metode menghafal Al-Qur’an dengan cara menghafalkan secara keseluruhan terhadap materi hafalan yang dihafalkannya, tidak dengan cara bertahap atau sebagian-sebagian. Jadi yang terpenting keseluruhan materi hafalan yang akan dihafal tanpa memilah-milahnya, baru kemudian diulang-ulang terus sampai hafal.64

Menurut Omar Muhammad Al-Toumy Al Syabany mengemukakan pendapatnya tentang pengulangan hafalan, yaitu: “Diantara hal-hal yang diusulkan untuk menguatkan ingatan adalah mengulangi berkali-kali apa yang telah dihafal sebelumnya itu terus menerus mengulang dan belajar, mengurangi makan, sembayang waktu malam, dan membaca Al-Qur’an serta menjahui segala macam dosa (maksiat), kesusahan dan kesedihan”.65

Dari beberapa pendapat para ahli, dapat dinilai bahwa metode-metode yang dikemukakan sangat baik untuk saling melengkapi satu sama lain. Pada dasarnya terdapat suatu kesamaan-kesamaan mengenai metode menghafal Al-Qur’an, antara lain adalah dengan metode menghafal.

Dengan menambah materi hafalan itu lebih baik dari pada terus menerus tanpa henti-hentinya dalam suatu waktu sebagimana menurut HM. Arifin, M.Ed sebagai berikut: “Suatu ingatan akan lebih mudah terbentuk bila dilakukan menurut pembagian waktu berulang-ulang. Belajar berulang-ulang

64 Ibid,… hlm 57

65 Omar Muhammad Al-Toumy Al-ASyabany, Falsafah Pendidikan Islam, (Jakarta: Buan Bintang, 1979), hlm 577

akan lebih efektif daripada terus menerus tanpa henti-hentinya dalam suatu waktu”.66

Adapun Teori-teori yang mendukung Metode Penghafalan Al-Qur’an antara lain:

1. Teori Tafidz, yaitu mengahafal materi baru yang belum pernah dihafalkan. Dengan teori ini para santri menghafal sendiri materi-materi sebelum mendengarkan hafalannya pada instruktur.67

2. Teori Takrir, mengulang hafalan yang sudah diperdengarkan kepada instruktur, untuk menjaga agar materi yang sudah dihafal tidak terjadi kelupaan, pada waktu takrir, materi yang diperdengarkan dihadapan instruktur harus selalu seimbang dengan tahfidz yang sudah dikuasainya dan perimbangan antara tahfidz dengan takrir adalah 1:10 (Satu banding sepuluh) artinya, apabila penghafal mempunyai kesanggupan hafalan baru dalam satu hari dua halaman, maka harus diimbangi dengan takrir dua puluh.68

Dengan adanya teori yang menjelaskan tentang metode-metode menghafal tersebut para penghafal dapat memilih dan menentukan metode yang lebih cocok dengan dirinya sendiri serta mengetahui urutan-urutan dalam menghafal secara regular dalam lingkungan formal.

Disamping mengetahui metode yang tepat dalam menghafal. Para penghafal juga harus tetap memperhatikan kaidah-kaidah yang berlaku dalam menghafal Al-Qur’an antara lain yaitu:

a. Ikhlas dalam menghafal

66

HM. Arifin, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama di Lingkungan Sekolah dan

Keluarga Sbagai Pola Pengembangan Metodologi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), hlm 206

67 Muhammad Zein, Problematika Menghafal Al Qur’an, (Jakarta Al Hasan, 1985), hlm 249

68

b. Berupaya membenarkan pengucapan dan bacaan c. Berupaya membuat target hafalan setiap hari

d. Jangan beralih pada hafalan yang baru, sebelum sempurna benar hafalan yang lama,

e. Menggunakan satu mushaf saja f. Memahaminya adalah cara menghafal g. Jangan melewati satu surat sebelum lancer h. Setelah latihan perdengarkan hafalan i. Berupaya menjaga terus hafalannya

j. Memperhatikan ayat-ayat atau lafal yang serupa.

k. Menggunakan batas-batas usia yang baik untuk menghafal.69

Adanya kaidah-kaidah tersebut adalah untuk meningkatkan kualitas hafalan yang akan dicapai oleh para penghafal, sehingga aktifitas merupakan kegiatan pokok.

C. Model Pengembangan Program Takahsus Al-Qur’an Sebagai pendukung

Dokumen terkait