BAB II KAJIAN PUSTAKA
4. Metode-metode dalam Parenting
Parenting merupakan proses pengasuhan berupa interaksi antara orang
dewasa dengan anak. Orang dewasa adalah penanggung jawab secara penuh dalam proses pengasuhan. Hal ini berkaitan dengan metode-metode yang harus diterapkan oleh orang tua dalam mengasuh anak. Adapun metode-metode yang dilakukan dalam proses parenting untuk membantu perkembangan anak, sebagai berikut:
a. Improving communication
Komunikasi merupakan salah satu cara untuk menjalin sebuah hubungan yang harmonis antara orang tua dan anak. Komunikasi orang tua dan anak harus dibangun atas dasar kasih sayang antara kedua belah pihak. Kebutuhan ini dapat diaplikasikan setiap saat dalam situasi dan kondisi yang efektif. Menurut Mustaqim (2005: 66), menjelaskan bahwa:
Prinsip dalam komunikasi adalah bukan seberapa lama orang tua bersama anak-anak di rumah, melainkan seberapa jauh intensitas tersebut. Selain itu, komunikasi orang tua harus dibangun atas dasar kasih sayang yang dapat diaplikasikan setiap saat dalam situasi dan kondisi yang efektif.
Menurut Steinberg (2005: 243), komunikasi yang dilakukan orang tua dan anak dilakukan dengan adanya komunikasi dua arah, yaitu komunikasi timbal balik antara orang tua dan anak berupa pemahaman dan keterbukaan antara kedua belah pihak dalam sebuah perbincangan.
Perbincangan yang dilakukan memberikan manfaat pada orang tua untuk mengetahui apa yang dilakukan anak baik di rumah maupun di luar rumah. Sehingga, orang tua lebih memahami perilaku anak. Selaras dengan pernyataan diatas, Norton (1977: 15), menjelaskan bahwa:
There are other advantages to knowing what our children do away from home. Sometimes the thing they do and say at home carry over from their life away from home. Knowing the things that happen away from home
can help us understand more completely our child’s
behavior at home.
Adapun situasi dan kondisi yang efektif untuk membangun komunikasi orang tua dan anak, menurut Mustaqim (2005: 67), sebagai berikut: pertama, saat makan bersama merupakan kondisi dimana anak-anak dapat memperoleh keuntungan yang berarti jika mereka makan bersama keluarga. Secara tidak langsung akan
terjalin hubungan kebersamaan dan keakraban antara orang tua dan anak. kedua, saat berlibur bersama merupakan hal yang sangat penting untuk menghilangkan kejenuhan rutinitas kerja dan pekerjaan rumah serta menyuburkan keakraban semua anggota keluarga. Ketiga, saat berkumpul di rumah merupakan kondisi dimana orangtua dan anak bisa berbagi cerita tentang banyak hal yang dialami sehari-hari.
Sedangkan cara berkomunikasi yang efektif dalam proses parenting
adalah mengetahui cara berbicara yang baik terhadap anak, memberikan komentar yang positif terhadap anak, mengevaluasi perilaku anak, dan mengetahui waktu yang tepat berbicara kepada anak (Norton, 1977: 15-26).
Jadi, meningkatkan komunikasi yang baik terhadap anak merupakan tugas orang tua untuk memahami lebih dalam perilaku anak. Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya memberikan komentar yang positif terhadap anak.
b. Helping to solve problems
Problem merupakan hal yang tidak akan lepas dari kehidupan, begitu juga dengan proses pendidikan dan pengajaran anak. Pola asuh orang tua yang salah dapat menyebabkan dampak permasalahan yang dihadapi anak. Adapun permasalahan yang dihadapi oleh anak menurut Crosson & Tower (2007) digolongkan
menjadi empat yaitu: “Child abuse and neglect fall into specific
categories with different symptoms and different etiologies. The four categories most often used are physical abuse, and emotional or
psychological abuse”. Sedangkan menurut Dubois & Krogsrud (2005), kesewenang-wenangan terhadap anak merupakan salah satu pemicu munculnya permasalahan anak. Hal ini dapat dikategorikan dalam empat jenis, yaitu perilaku salah secara fisik, perilaku salah secara emosional, penelantaran anak, dan perilaku salah secara seksual.
Adapun permasalahan anak dapat diselesaikan dengan menerapkan pola asuh yang memberikan dampak positif pada anak dan didasari dengan rasa kasih sayang. Selain itu, orang tua dapat membantu menyelesaikan permasalahan anak dengan mengajak berbicara anak tentang permasalahan yang mereka hadapi. Selama percakapan orang tua harus peduli dan mencoba mencari tahu mengapa anak melakukan perilaku tersebut dan memberinya informasi yang benar (Norton, 1977: 29). Selain itu, sebelum memulai percakapan orang tua harus memperhatikan beberapa hal, yaitu kapan waktu yang tepat untuk berbicara kepada anak, bagaimana orang tua lebih memahami perilaku anak dan orang tua harus menciptakan suasana tanya jawab yang meningkatkan kejujuran anak. Jadi, permasalahan anak dapat diselesaikan dengan cara menerapkan pola asuh yang
sesuai dengan kebutuhan anak dan berbicara kepada anak tentang permasalahan yang dihadapi dengan memperhatikan beberapa hal yang dapat meningkatkan kejujuran anak dalam menjawab setiap pertanyaan yang diberikan orang tua. Sehingga orang tua akan lebih memahami dan tepat dalam memberikan solusi atas permasalahan tersebut.
c. Making punishment effective
Punishment adalah melakukan sesuatu kepada anak yang mengikuti
tingkah lakunya untuk mengurangi kemungkinan perilaku itu akan terulang. Hal ini bisa memberikan efek pada anak di masa depan. Akan tetapi jika anak dengan mudah mengulangi perilakunya meskipun kita memukulnya terakhir kali, pukulan itu tidak sesuai dengan pengertian hukuman yang sebenarnya (Norton, 2010: 46). Adapun jenis hukuman ada 3 macam, yaitu Hukuman fisik (physical
punishment), menghapus hak istimewa (removing privileges), dan
hukuman verbal (verbal punishment).
Hukuman fisik (physical punishment) merupakan bentuk hukuman yang biasa digunakan oleh anak muda. Saat menggunakan hukuman fisik, kita berinteraksi secara fisik dengan anak dan menyebabkan anak itu merasa sakit. Bentuk hukuman fisik yang paling umum adalah memukul, menampar, dan pukulan di pantat.
Menghapus hak istimewa (remove privileges) merupakan bentuk hukuman dengan menghapus hak istimewa anak saat mereka berperilaku tidak tepat atau melanggar aturan.
Sedangkan, hukuman verbal (verbal punishment) merupakan bentuk hukuman berupa tindakan secara lisan yang membawa efek kekerasan, baik secara tersirat maupun tersurat, dan bisa berakibat buruk pada anak secara fisik dan mental.
Hukuman merupakan salah satu cara untuk mengontrol anak agar tetap berperilaku sesuai norma yang ada atau sesuai aturan yang dibuat orang tua. Banyak orang tua yang memberikan hukuman kepada anaknya jika mereka berbuat kesalahan atau melanggar aturan. Tetapi sebagian besar menggunakan cara yang tidak baik, sehingga memberikan dampak negatif terhadap perilaku anak serta hubungannya antara orang tua dan anak. Sedangkan, hukuman yang efektif adalah orang tua menggunakan beberapa strategi dan metode pengajaran yang memberikan dampak positif terhadap perilaku anak. Kapan hukuman itu menjadi efektif dan kapan seharusnya itu digunakan? Hukuman efektif (punishment effective) dapat digunakan dalam situasi tertentu ketika perilaku anak perlu dikurangi dan saat hukuman itu dilakukan berfungsi untuk melengkapi metode pengajaran yang lebih positif.
Menurut Cruig yang dikutip oleh Sahlan (2002: 94-95), menjelaskan bahwa. Cara-cara menghukum anak yang efektif, sebagaimana petunjuk berikut:
1) Hindarilah pemakaian teguran, omelan, ancaman, dan hukuman bila secara naluri hal itu dapat dihindari.
2) Apabila sungguh-sungguh perlu menghukum, buatlah hukuman seringan mungkin. Gunakanlah hukuman pertama-tama karena nilai sebaliknya dan bukan karena nilai terapinya yang diduga terkandung di dalamnya.
3) Perhitungkan kemungkinan masa depan dari hubungan dan interaksi orang tua dengan anak kalau hukuman dijatuhkan. Usahakanlah tidak terjebak pada solusi situasi konflik pribadi yang yang abadi yang akan menuntut penerapan hukuman yang lebih keras.
4) Perlembutlah hukuman dengan belas kasihan dan sadarlah bahwa semuanya itu butuh proses, begitu juga dengan proses pendidikan dan pengajaran anak.
d. Using rewards
Rewards dapat di artikan sebagai imbalan atau penghargaan, yaitu
hal-hal yang mengikuti perilaku tertentu dan meningkatkan kemungkinan perilaku itu akan diulangi kembali di masa depan (Norton, 1977: 71).
Imbalan ditentukan dalam hal bagaimana hal itu mempengaruhi perilaku anak, bukan tentang sesuatu yang anak sukai. Ada beberapa poin tentang pengertian reward, antara lain: (1) imbalan adalah hal-hal yang meningkatkan terjadinya suatu perilaku di masa depan, (2) penghargaan datang setelah perilaku itu terjadi atau sudah dilakukan, dan (3) pengahargaan yang diinginkan antara satu orang dan orang lainnya berbeda.
Adapun jenis-jenis reward, Norton membaginya ke-dalam 5 jenis
reawards, sebagai berikut: Pertama,Object rewards adalah hal-hal
yang orang tua berikan kepada anak bahwa ia dapat menyentuh, memanipulasi, makan, memeluk, dan sebagainya. Hal ini merupakan hal-hal fisik yang bisa dimainkan, dimakan, atau dibuang. Misalnya orang tua memberikan hadiah berupa permen jika anaknya mampu untuk membereskan tempat tidurnya sebelum ia pergi ke sekolah. Setelah reward tersebut diaplikasikan memberikan manfaat berupa sesuatu yang membuat perasaan anak menjadi lebih baik dalam jangka waktu tertentu setelah hadiah tersebut diberikan. Sedangkan kerugian yang paling berpengaruh adalah biaya yang mahal. Kedua, imbalan aktivitas (activity
rewards) adalah imbalan atau hadiah dimana seorang anak
mendapatkan hak untuk terlibat dalam beberapa aktivitas yang diinginkan. Misalnya, anak diperbolehkan begadang untuk
menonton acara televisi khusus. Hal ini memberikan manfaat berupa, hal tersebut membuat anak merasa senang untuk melakukannya dan biaya yang murah. Ketiga, imbalan sosial (social
rewards) adalah imbalan berupa pujian, senyuman, dan tepukan di
punggung yang diberikan oleh orang tua untuk anaknya atas apa yang sudah dilakukan. Hal ini memberikan manfaat berupa cara tersebut dapat digunakan kapan saja tanpa adanya biaya yang harus dikeluarkan oleh orang tua. Keempat penghargaan secara pribadi
(personal rewards) adalah penghargaan yang diberikan bukan dari
orang tua tetapi dari diri mereka sendiri. Misalnya, anak akan memuji dirinya sendiri ketika ia mampu melakukan sesuatu, yaitu dengan senyuaman, atau tepuk tangan. Kelima, token rewards
adalah imbalan berupa hal yang dapat ditukar dengan sesuatu yang lain. Misalnya, jika anak dapat melakukan sesuatu yang diinginkan orang tuanya, anak itu akan mendapatkan bintang dan bintang tersebut dapat ditukarkan dengan sesuatu yang lain yang membuat anak tersebut merasa senang.
Selaras dengan pernyataan diatas, Orang tua memberikan rewards
kepada anaknya ketika ia mampu untuk meningkatkan perilakunya dan memberikan nilai manfaat bagi dirinya maupun orang lain.
e. Children learn by observing others
Anak belajar menggunakan berbagai cara, salah satunya dengan mengamati dan menirukan perilaku orang lain terutama perilaku orang tuanya. Hal ini menjadi salah satu cara dalam mengasuh anak yang baik dengan memahami bahwa anak belajar dengan cara mengamati dan menirukan (children learn by observing other). Teori ini disebut juga dengan Teori imitasi, yaitu perilaku terbentuk melalui proses imitasi, mengamati peilaku orang lain termasuk mengamati terhadap efek dari perilaku orang lain. Selain itu, teori ini disebut juga dengan teori model, yaitu pembentukan perilaku yang memerlukan model yang dicontoh atau diikuti (Sriyanti, 2013: 73).
Adapun faktor yang mempengaruhi pembelajaran observasi
(observation learning), sebagai berikut:
Observation learning dipengaruhi oleh dua faktor yaitu model
characteristics dan observer characteristics (Norton, 1977: 132).
Karakteristik model merupakan bentuk karakteristik seorang model yang dapat ditirukan oleh anak. model menjadi penentu baik atau tidaknya perilaku tersebut ditirukan oleh anak, sehingga anak membutuhkan model yang baik.
Menurut Sriyanti (2013: 77), model yang bisa ditiru bisa tampil dalam berbagai bentuk baik di dalam kehidupan anak bahkan selalu
hadir dalam kehidupan nyata. Model tersebut berupa: (1) Model hidup, seperti perilaku orang-orang dalam keluarga. (2) Model simbolik, seperti model yang ditiru dari film atau semisalnya. (3) Instruksi verbal berupa instruksi bukan berupa tingkah laku.
Sedangkan karakteristik, yaitu kompetensi model dan status model. Jika anak merasa bahwa model tersebut berkompeten maka anak akan menirukan, tetapi sebaliknya jika model dirasa tidak berkompeten anak tidak akan menirukan. Misalnya, anak menirukan ayahnya ketika ayahnya bercerita tentang sesuatu lelucon yang bagus kepada teman-temannya dan mereka tertawa. Anak merasa ayahnya kompeten karena telah memberikan sesuatu yang bagus terhadap teman-temannya. Adapun status model merupakan hal yang dapat mempengaruhi orang tersebut menjadi model. Misalnya, anak akan bercita-cita menjadi seorang dokter karena dokter satusnya adalah seorang pahlawan dan memiliki banyak uang. Karakteristik pengamat (observer characteristics) merupakan karakter yang dimiliki oleh pengamat (anak). Anak memiliki beberapa karakter dalam pembelajaran obervasi, yaitu ketergantungan, harga diri, tingkat kompetensi, dan pengalaman menirukan seseorang. Hal ini merupakan karakter terpenting yang dimiliki anak dalam pembelajaran observasi.
Jadi, Model characteristics dan observer characteristics merupakan hal yang dapat mempengaruhi anak dalam menirukan sesuatu, yaitu dilihat dari karakter yang dimiliki oleh objek (model) dan subjek (anak) dalam pembelajaran observasi (observation learning). Adapun hal-hal yang dapat ditirukan oleh anak, yaitu performance
of actions, learning attitude, dan learning emotional behavior. Anak
menirukan bagaiaman berperilaku, belajar bersikap yang baik, dan belajar perilaku yang bersifat emosional.
Jadi dapat disimpulkan bahwa, pembelajaran observasi (observation
learning) adalah anak belajar dengan menirukan (imitasi) model
baik di dalam kehidupan anak maupun di luar itu dengan hal-hal yang dapat dilakukan berupa berperilaku, belajar bersikap yang baik, dan belajar berperilaku yang bersifat emosional.
B. Pendidikan Agama Islam (PAI)