• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

2. Metode Montessori

3. Alat peraga adalah alat yang digunakan untuk memeragakan konsep yang akan dipelajari dalam proses belajar.

4. Prestasi adalah pencapaian berupa hasil yang memuaskan yang dapat berupa nilai berdasarkan patokan tertentu.

5. Belajar adalah perubahan tingkah laku setelah adanya pengalaman.

6. Prestasi belajar adalah pencapaian memuaskan yang dihasilkan dari perubahan tingkah laku setelah adanya pengalaman.

7. Matematika adalah salah satu mata pelajaran inti yang berisi simbol-simbol sebagai perwujudan suatu konsep.

8. Siswa sekolah dasar adalah subjek yang mengalami proses belajar yang sedang berada di jenjang sekolah dasar.

9. Pre-test adalah kegiatan yang dilakukan pada awal pembelajaran untuk mengetahui kemampuan awal yang dimiliki oleh siswa.

10. Post-test adalah kegiatan yang dilakukan di akhir pembelajaran untuk mengetahui kemampuan siswa setelah menerima pembelajaran.

10

BAB II

LANDASAN TEORI

Bab II membahas empat bagian utama yaitu kajian pustaka, penelitian yang relevan, kerangka berpikir, dan hipotesis penelitian. Kajian teori akan membahas beberapa topik yang sesuai dengan judul penelitian. Penelitian yang relevan berisi tentang penelitian-penelitian terdahulu yang memiliki keterkaitan dengan penelitian ini, baik jurnal maupun skripsi. Kerangka berpikir berisi tentang rumusan konsep yang didapat dari berbagai tinjauan teori. Bagian terakhir yaitu hipotesis penelitian, berisi dugaan sementara yang terjadi pada penelitian.

A. Kajian Pustaka

Topik yang akan dibahas pada kajian literatur ini antara lain tahap perkembangan anak sekolah dasar, metode Montessori, alat peraga matematika berbasis metode Montessori, pembelajaran matematika, materi operasi pembagian bilangan dua angka, dan teori tentang prestasi belajar.

1. Tahap Perkembangan Anak Sekolah Dasar

Selama manusia hidup pasti akan melalui tahap-tahap tertentu dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Manusia membutuhkan proses untuk berkembang sehingga semua keterampilan tidak mereka dapatkan secara instan. Tahap perkembangan manusia secara umum akan melewati masa bayi, anak-anak, remaja, dewasa, dan lansia. Topik yang akan dibahas pada bagian ini adalah

perkembangan anak pada usia sekolah dasar. Teori yang akan diuraikan adalah dari dua ahli yaitu menurut Jean Piaget dan Maria Montessori.

a. Tahap Perkembangan Anak

Jean Piaget (1896-1980) mengungkapkan tentang teori perkembangan kognitif. Piaget mengelompokkan tahap-tahap perkembangan kognitif manusia ke dalam 4 tahap (Suparno, 2001: 24). Tahap perkembangan kognitif secara garis besar dapat dilihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1.

Tabel Empat Tahap Perkembangan Kognitif Jean Piaget (Suparno, 2001: 25)

Tahap Umur Ciri pokok perkembangan

Sensorimotor 0-2 tahun  Berdasarkan tindakan

 Langkah demi langkah

Praoperasi 2-7 tahun  Penggunaan simbol/ bahasa tanda

 Konsep intuitif

Operasi konkret 8-11 tahun  Pakai aturan jelas/ logis

 Reversibel dan kekekalan Operasi formal 11 tahun ke atas  Hipotetis

 Abstrak

 Deduktif dan Induktif

 Logis dan Probabilitas

Tahap yang pertama adalah tahap sensorimotor yang berkisar antara usia 0-2 tahun. Tahap ini anak melakukan tindakan berdasarkan inderawinya untuk berinteraksi dengan lingkungan. Kegiatan yang biasanya dilakukan adalah meraba, mendengar, mencium, melihat, dan lain-lain. Tahap yang kedua adalah tahap praoperasi yang berkisar antara umur 2-7 tahun. Tahap ini adalah jembatan antara tahap sensorimotor dengan tahap operasi konkret (Suparno, 2001: 67). Anak pada tahap ini memunculkan penggunaan bahasa simbolis yang berupa gambaran dan ucapan. Perkembangan intelegensi anak sudah semakin maju

namun bahasa yang digunakan masih bersifat egosentris. Tahap perkembangan kognitif yang ketiga adalah tahap operasi konkret yang berkisar antara 8-11 tahun. Anak pada tahap ini sudah memiliki pemikiran yang logis namun masih terbatas pada benda-benda yang konkret. Anak masih menerapkan logika berpikir pada barang-barang yang konkret, belum bersifat abstrak apalagi hipotetis (Suparno, 2001: 70). Tahap yang keempat adalah tahap operasi formal yang berkisar pada umur 11 tahun ke atas. Usia ini sudah memungkinkan seseorang untuk memiliki pemikiran deduktif, induktif, dan abstraktif.

Teori perkembangan anak yang selanjutnya adalah teori perkembangan anak menurut Maria Montessori (1870-1952). Teori perkembangan anak menurut Montessori ini sedikit berbeda dengan teori Piaget. Jenjang pendidikan pada umumnya berdasar pada asumsi bahwa manusia melalui perkembangan yang linear, namun menurut Montessori perkembangan manusia memiliki keteraturan tersendiri pada tiap tahapnya. Pekembangan anak yang dikemukakan oleh Montessori dibagi menjadi tiga tahap yaitu 0-6 tahun, 6-12 tahun, dan 12-18 tahun (Montessori, 2008 : xii). Setiap fase perkembangan menunjukkan bahwa pada setiap fase akan muncul atau terlahir kembali ke fase perkembangan berikutnya dan akan mencapai puncak dan mengalami penurunan kembali. Lillard (1996: 7) menyebutkan, “It emphasizes the uniformity and regularity of human development in this regard”, yang dalam hal ini menekankan keseragaman dan keteraturan pada perkembangan manusia.

Tahap perkembangan anak menurut Montessori yang pertama adalah antara usia 0-6 tahun. Tahap ini mengharuskan anak untuk bisa mengolah ego dan

sikap-sikapnya karena tahap ini adalah masa awal periode sensitifnya. Anak juga mulai belajar tentang kehidupan sosial, lingkungan alam, mulai berkonsentrasi pada sesuatu yang spesifik, serta menggunakan inderanya untuk melihat, meraba, mendengar, mengecap dan membau. Tahap yang kedua adalah antara rentang usia 6-12 tahun. Tahap ini mengharuskan anak untuk belajar dari sifat-sifat yang konkret sehingga selepas tahap ini sudah bisa berpikir untuk hal-hal yang abstrak.

Lillard (1996: 45) mengatakan, “Montessori called this stage of the child’s

formation the Intellectual Period”. Periode intelektual ini juga beriringan dengan berkembangnya imajinasi, rasa berkelompok, pertumbuhan fisik, serta mental dan moralnya. Tahap yang ketiga yaitu antara usia 12-18 tahun dimana pada tahap ini merupakan masa perkembangan anak yang terakhir. Pertumbuhan dan perubahan fisik tubuh serta kedewasaan terjadi sampai usia 18 tahun. Seseorang setelah melalui usia 18 tahun dapat disebut manusia dewasa sepenuhnya dan sudah berkembang sepenuhnya sehingga sudah tidak ada lagi perubahan yang nyata. b. Tahap Perkembangan Siswa Sekolah Dasar

Usia anak sekolah dasar berkisar antara berkisar antara 7-8 tahun hingga 12-13 tahun (Susanto, 2010: 183). Usia 7 tahun sampai 12-13 tahun termasuk dalam tahap operasional konkret menurut Piaget dan termasuk dalam tahap kedua menurut Montessori. Piaget memaparkan bahwa anak usia sekolah dasar memiliki pemikiran operasional konkret karena sudah mampu melakukan aktivitas mental mengenai hubungan-hubungan logis dari berbagai konsep yang difokuskan pada objek ataupun peristiwa konkret (Desmita, 2007: 156). Tahap kedua dalam perkembangan menurut Montessori mengharuskan anak untuk belajar dari

sifat-sifat yang konkret sehingga selepas tahap ini sudah bisa berpikir untuk hal-hal yang abstrak (Lillard, 1996: 45). Kesamaan yang ada dalam kedua tahap dari masing-masing ahli adalah anak pada usia sekolah dasar (usia 7-13 tahun) mulai mampu berpikir logis, mencari penjelasan, dan pengetahuan dari pengalaman-pengalaman konkret yang dialaminya.

2. Metode Montessori

Bagian ini akan mengkaji teori tentang sejarah metode Montessori dan karakteristik metode Montessori, namun terlebih dahulu akan dibahas pengertian metode.

a. Pengertian Metode

Metode diartikan sebagai cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki; cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan (KBBI, 2008). Metode dalam pembelajaran merupakan cara yang digunakan guru untuk membelajarkan siswa di dalam kelas demi tercapainya tujuan pembelajaran. Susanto (2013: 43-44) menjelaskan bahwa metode pembelajaran adalah cara yang digunakan guru dalam mengorganisasikan kelas pada umumnya atau dalam menyajikan bahan pelajaran pada khususnya. Metode diperlukan dalam rangka untuk mencapai tujuan pembelajaran. Metode dapat memudahkan siswa menerima dan memahami materi pelajaran yang diberikan oleh guru.

Metode hendaknya memiliki prinsip-prinsip kegiatan belajar mengajar yaitu: (a) berpusat pada siswa (student centered); (b) belajar dengan melakukan

(learning by doing); (c) mengembangkan kemampuan sosial; (d) mengembangkan keingintahuan dan imajinasi; dan (e) mengembangkan kreativitas dan keterampilan memecahkan masalah (Madjid dalam Susanto, 2013: 44). Metode harus dipilih oleh guru dengan disesuaikan karakter kelasnya. Pemilihan metode yang tepat akan memudahkan guru dalam menyampaikan pembelajaran kepada siswa. Metode sangat penting demi tercapainya tujuan pembelajaran.

b. Sejarah Metode Montessori

Maria Montessori adalah seorang wanita yang lahir di Chiaravalle, Italia, pada tanggal 31 Agustus 1870 (Lillard, 1996: 4). Metode Montessori dikembangkan oleh Maria Montessori. Metode Montessori adalah sebuah metode pedagogi eksperimental. Montessori mengembangkan selama 2 tahun di Casa dei Bambini (Rumah Anak-anak) dan menerapkannya untuk anak-anak usia 3 sampai 6 tahun. Montessori mengembangkan metode ini karena menganggap penerapan ilmu-ilmu ilmiah modern dalam pendidikan hanya membelenggu perkembangan jiwa anak.

Metode eksperimental berdasar pada pengamatan langsung atas aktivitas spontan anak yang merdeka dalam berekspresi. Pendidikan seharusnya berkonsentrasi pada kekuatan dari dalam kejiwaan anak sebagai titik pijak seluruh praksis pendidikan. Rekonstruksi metode pendidikan mendapatkan basis yang hidup dan dinamis, bukan mekanis dan statis. Ilmu pengetahuan ilmiah semestinya digunakan untuk mengerti kejiwaan anak.

Montessori mendapatkan inspirasi untuk mengembangkan metode pendidikannya dari temuan-temuan yang dilakukan oleh Edward Séguin

(1812-1881) dan Jean Marc Gaspard Itard (1775-1838). Mereka berhasil mendidik anak-anak yang memiliki keterbelakangan mental maupun yang memiliki cacat indera semi permanen. Montessori mengungkapkan ada dua aspek yang perlu dipikirkan. Kedua aspek tersebut adalah aspek guru dan murid yang mana tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain (Montessori, 2002: 33).

Pembaruan sekolah semestinya bersamaan dengan persiapan guru. Guru semestinya diberi kemungkinan untuk membuat pengamatan dan eksperimen di sekolah. Guru merupakan pengamat yang mesti terbiasa dengan metode eksperimental. Masing-masing murid sebagai individu mesti diberi ruang kemerdekaan untuk beraktivitas secara spontan, sehingga mereka dapat mengekspresikan diri sesuai dengan alam kejiwaan dan kemampuan masing-masing.

Montessori menjelaskan bahwa metodenya adalah metode yang mengembangkan kebebasan berkarakter dengan cara yang mengagumkan dan luar biasa (Montessori, 2002: 33). Anak belajar dengan terstruktur, berfokus pada suatu proyek tertentu, dan memiliki kebebasan untuk memilih kapan dan hal apa saja yang ingin mereka pelajari (Lillard, 2005: 328). Penerapan metode Montessori juga berkaitan dengan alat peraga. Alat peraga yang menjadi salah satu ciri pembelajaran Montessori dirancang dan dibuat sendiri oleh Montessori sesuai dengan pengamatannya dan mengacu pada hasil penemuan Itard dan Seguin (Magini, 2013: 46-50). Bantuan alat peraga yang dibuat secara eksplisit juga dapat memberikan makna bagi anak-anak.

c. Karakteristik Metode Montessori

Lillard (2005: 29) mengungkapkan ada 8 prinsip yang menjadi karakteristik dalam pembelajaran menggunakan metode Montessori. Pertama, gerak (motorik) dan kognitif berhubungan sangat erat, gerak dapat berpengaruh pada proses berpikir dan belajar. Konsep pertama ini menjadi alasan alat peraga Montessori berdasarkan pada gerak motorik anak. Semua alat dapat dieksplorasi siswa menggunakan inderanya. Kedua, belajar menjadi baik akan terdukung bila seseorang memiliki kontrol indera dalam kehidupan. Panca indera manusia sangat penting sebab dengan indera tersebut manusia akan menerima informasi baru. Ketiga, anak akan dapat belajar lebih baik jika mereka tertarik dengan apa yang sedang mereka pelajari. Keempat, pemberian penghargaan ekstrinsik untuk sebuah kegiatan, seperti uang untuk membaca atau nilai tinggi untuk sebuah tes, merupakan motivasi yang berdampak negatif untuk mendorong aktivitas tersebut. Karakteristik ini menjadi alasan di kelas-kelas Montessori tidak pernah dijumpai reward dan punishment. Jika mereka tidak berhasil, penghargaan tersebut nantinya akan berupa kebalikannya yakni kekecewaan. Kelima, pengacakan secara kolaboratif dapat membuat keadaan sangat kondusif untuk belajar. Keenam, situasi belajar dalam konteks bermakna akan lebih mendalam dan lebih kaya daripada belajar dalam konteks abstrak. Ketujuh, bentuk interaksi khusus orang dewasa akan terasosiasi oleh anak dan dapat dilihat pada out-put anak. Kedelapan, lingkungan sangat bermanfaat bagi anak. Lingkungan yang telah dikondisikan sedemikian rupa akan mendorong anak untuk belajar dengan mandiri.

Karakteristik yang telah dikemukaan dapat menjadi gambaran kelas Montessori. Delapan prinsip yang telah dikemukakan menyinggung alat peraga dan lingkungan. Alat peraga atau yang biasa disebut material dalam kelas Montessori menjadi salah satu karakteristik pembelajaran Montessori. Alat peraga diproduksi sendiri oleh Montessori dengan berdasar pada penemuan Itard dan Seguin (Hainstock, 1997: 13). Lillard (2005: 128) juga mengungkapkan bahwa metode pembelajaran Montessori didasari pada keinginan siswa sehingga Montessori ingin memberikan peluang kebebasan belajar bagi siswa. Adanya kesempatan bagi siswa untuk belajar mandiri melalui penggunaan alat peraga menjadi karakteristik pembelajaran Montessori. Guru berperan sebagai pendamping maupun fasilitator belajar.

Dokumen terkait