PERBEDAAN PRESTASI BELAJAR SISWA
ATAS PENGGUNAAN ALAT PERAGA MATEMATIKA
BERBASIS METODE MONTESSORI
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Disusun oleh :
Yuli Prastiwi
NIM. 101134197
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
i
PERBEDAAN PRESTASI BELAJAR SISWA
ATAS PENGGUNAAN ALAT PERAGA MATEMATIKA
BERBASIS METODE MONTESSORI
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Disusun oleh :
Yuli Prastiwi
NIM. 101134197
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Dengan mengucap syukur atas berkat dan rahmat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayah, skripsi ini kupersembahkan kepada:
Bapak Sukirno dan Ibu Purwaningsih, kedua orang tuaku
yang telah mencurahkan seluruh kemampuannya dan tiada
henti mendoakanku.
Mas Hendra, pendamping hidupku yang hampir setiap waktu
menyemangatiku dan memberikan dukungan baik secara
moril maupun materiil.
Teman-temanku seperjuangan yang telah bahu membahu
untuk mencapai kesuksesan bersama.
Mas, mbak, adik, bapak mertua, ibu mertua, teteh, aa, bulik,
om, simbah, dan seluruh saudara yang telah mendukungku
selama ini.
Almamater Universitas Sanata Dharma tempatku
v
MOTTO
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu
kaum hingga mereka mengubah diri mereka sendiri”
(Q.S. Ar-Ra’d:11)
“Bukan karena mudah maka aku yakin bisa, tetapi aku
yakin bisa maka semua menjadi mudah”
(Anonim)
“Education is the most powerful weapon which you can use
to change the world”
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian dari karya orang lain, kecuali yang telah
disebutkan dalam kutipan dan daftar referensi, sebagaimana layaknya karya
ilmiah.
Yogyakarta, 16 Juni 2014
Peneliti,
vii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Yuli Prastiwi
Nomor Mahasiswa : 101134197
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
PERBEDAAN PRESTASI BELAJAR SISWA ATAS PENGGUNAAN
ALAT PERAGA MATEMATIKA BERBASIS METODE MONTESSORI
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royaltikepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai peneliti.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal: 16 Juni 2014
Yang menyatakan
viii
ABSTRAK
PERBEDAAN PRESTASI BELAJAR SISWA ATAS PENGGUNAAN ALAT PERAGA MATEMATIKA BERBASIS METODE MONTESSORI
Yuli Prastiwi Universitas Sanata Dharma
2014
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya prestasi belajar matematika siswa. Bukti bahwa tingkat prestasi belajar matematika masih rendah adalah data hasil studi TIMSS dan PISA. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan prestasi belajar siswa atas penggunaan alat peraga matematika berbasis metode Montessori. Jenis penelitian ini adalah quasi-experimental dengan desain
non-equivalent control group design. Populasi dan sampel pada penelitian ini adalah siswa kelas II SDN Percobaan 3 Pakem Yogyakarta, siswa kelas IIA sebagai sampel eksperimen dan siswa kelas IIB sebagai sampel kontrol. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan dokumentasi dan observasi dengan instrumen penelitian berupa 15 soal uraian serta lembar observasi. Prosedur analisis data pada penelitian ini terdiri dari menentukan hipotesis, mengorganisasi data, menentukan taraf signifikansi, menguji skor pre-test, menguji prasyarat analisis, menguji hipotesis, menguji besar pengaruh, dan menguji signifikansi selisih. Teknik analisis data menggunakan independent t-test dan paired t-test
dengan bantuan program SPSS.
Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan prestasi belajar siswa atas penggunaan alat peraga matematika berbasis metode Montessori. Hasil analisis data menunjukkan bahwa secara umum kelompok eksperimen (M = 51,48; SE = 0,96) memiliki rata-rata skor post-test yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol (M = 48,80; SE = 0,81). Perbedaan tersebut signifikan t(48) = -2,125, p < 0,05. Kriteria besarnya pengaruh termasuk dalam small effect size
sebesar 8,6%. Kesimpulan dari penelitian ini adalah ada perbedaan prestasi belajar siswa atas penggunaan alat peraga matematika berbasis metode Montessori.
ix
ABSTRACT
THE DIFFERENCE OF STUDENTS LEARNING ACHIEVEMENT OF THE USING MONTESSORI METHOD-BASED MATH VISUAL AID
Yuli Prastiwi Sanata Dharma University
2014
The background of this research was the low level of learning math achievement. The evidence is the result from TIMSS and PISA study. The objective of this research is to find the difference of students learning achievement of the using Montessori method-based math visual aid. This research is quasi-experimental type with non-equivalent control group design. Population and sample of the research were students of SDN Percobaan 3 Pakem in the second grade. The experiment group was class IIA and the control group was IIB. Data collection technique were using documentation and observation with 15 essay questions and observation sheet as the instruments. The procedure of data analysis in this study consists of determining the hypothesis, managing the data, determining significance level, testing pre-test score, testing the analysis terms, testing the hypothesis, testing the effect size, and testing the difference significantly. Data analysis technique uses independent t-test and paired t-test. The process supported by the Statistical Product and Service Solutions (SPSS).
The result of this research shows that student learning achievement has difference by using Montessori method-based math visual aid. The result shows that on average experiment group (M = 51,48; SE = 0,96) has higher mean score of post-test than the control group (M = 48,80; SE = 0,81). This difference was significant t(48) = -2,125, p < 0,05 and has small effect size that is 8,6%. The conclusion of this research is that student learning achievement has difference by using of Montessori method-based math visual aid.
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi yang berjudul “PERBEDAAN PRESTASI BELAJAR SISWA ATAS PENGGUNAAN ALAT PERAGA
MATEMATIKA BERBASIS METODE MONTESSORI” ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata I Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Skripsi ini dapat terselesaikan tidak lepas dari dukungan, bimbingan, dan kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segenap hati peneliti mengucapkan terimakasih kepada:
1. Rohandi, Ph.D., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.
2. G. Ari Nugrahanta, SJ, S.S., BST., M.A., Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
3. E. Catur Rismiati, S.Pd., M.A., Ed.D., Wakil Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, sekaligus pembimbing I yang telah sangat membantu dalam proses pembuatan karya ilmiah ini dengan sepenuh hati.
4. Andri Anugrahana, S.Pd., M.Pd., Dosen pembimbing II yang telah memberikan saran yang membangun dalam pembuatan karya ilmiah ini. 5. Dra. Sudaryatun, M. Pd., Kepala Sekolah SD Negeri Percobaan 3 Pakem
yang telah memberikan dukungan serta izin kepada peneliti untuk mengadakan penelitian di SD Negeri Percobaan 3 Pakem.
6. Listyorini Hadiyanti, S.Sos., Guru kelas IIA SD Negeri Percobaan 3 Pakem yang telah bekerjasama serta memberikan waktu dan tenaganya sebagai guru mitra dalam penelitian ini.
xi
8. Siswa kelas IIA dan IIB SD Negeri Percobaan 3 Pakem, yang bersedia bekerjasama dalam penelitian ini.
9. Bapak Sukirno, Ibu Purwaningsih, Mas Hendra, dan segenap keluarga yang selalu memberikan doa, kasih sayang, dukungan, dan bimbingan kepada peneliti.
10. Teman-teman penelitian kolaboratif eksperimen Montessori (Putri, Bherta, Adit, Deta, Ifa, Ulfah, Wulan) dan teman-teman sensus Montessori (Afi, Okta, Koko, Bayu, Maya, Tina, Melisa, Wina) yang selalu berbagi pengetahuan, semangat, dan saling bahu membahu demi terselesainya karya ilmiah ini.
11. Teman-teman PPL SD Negeri Percobaan 3 Pakem 2014, yang memberikan bantuan selama peneliti melakukan penelitian di sekolah.
12. Teman-teman PGSD Universitas Sanata Dharma kelas B angkatan 2010 yang selalu memberikan inspirasi dalam menyelesaikan karya ilmiah ini. 13. Sekretariat PGSD yang selalu membantu dalam hal administrasi dan segala
keperluan untuk menyelesaikan karya ilmiah ini.
Peneliti menyadari bahwa dalam penulisan karya ilmiah ini masih banyak kekurangan dan kelemahan. Untuk itu, saran dan kritik yang membangun sangat berguna untuk karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pembaca.
Yogyakarta, 16 Juni 2014
Peneliti,
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vii
ABSTRAK ... viii A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 6
C. Batasan Masalah... 7
D. Rumusan Masalah ... 7
E. Tujuan Penelitian ... 7
F. Manfaat Penelitian... 8
G. Definisi Operasional ... 8
BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Pustaka... 10
1. Tahap Perkembangan Anak Sekolah Dasar ... 10
2. Metode Montessori ... 14
3. Alat Peraga Matematika Berbasis Metode Montessori ... 18
4. Pembelajaran Matematika ... 23
5. Materi Operasi Pembagian Bilangan Dua Angka ... 25
6. Prestasi Belajar ... 26
B. Penelitian yang Relevan ... 32
C. Kerangka Berpikir ... 38
D. Hipotesis ... 39
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 40
B. Desain Penelitian ... 41
C. Waktu dan Tempat Penelitian ... 42
D. Variabel Penelitian dan Data Penelitian ... 44
E. Populasi dan Sampel ... 45
xiii
G. Instrumen Pengumpulan Data ... 48
H. Teknik Pengujian Instrumen ... 51
I. Prosedur Analisis Data ... 66
J. Jadwal penelitian ... 83
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Penelitian ... 85
B. Hasil Penelitian ... 88
C. Pembahasan ... 113
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 117
B. Keterbatasan Penelitian ... 118
C. Saran ... 118
DAFTAR REFERENSI ... 119
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Empat Tahap Perkembangan Kognitif Jean Piaget ... 11
Tabel 3.1 Waktu Pengambilan Data... 42
Tabel 3.2 Kisi-Kisi Soal Pre-test dan Post-test ... 49
Tabel 3.3 Lembar Observasi Proses Pembelajaran di Kelas ... 50
Tabel 3.4 Kriteria Hasil Validasi ... 53
Tabel 3.5 Rangkuman Penilaian Silabus ... 54
Tabel 3.6 Rangkuman Penilaian RPP ... 54
Tabel 3.7 Rangkuman Penilaian Instrumen Tes Pestasi... 55
Tabel 3.8 Rangkuman Hasil Validasi Muka untuk Instrumen Pembelajaran ... 56
Tabel 3.9 Rangkuman Hasil Validasi Muka untuk Instrumen Penelitian ... 58
Tabel 3.10 Kisi-kisi Instrumen Tes Prestasi untuk Uji Validitas Konstruk .. 59
Tabel 3.11 Perbandingan r hitung dengan r tabel ... 61
Tabel 3.12 Rangkuman Hasil Uji Validitas ... 62
Tabel 3.13 Hasil Perhitungan Reliabilitas ... 64
Tabel 3.14 Kualifikasi Koefisien Reliabilitas ... 64
Tabel 3.15 Kriteria Indeks Kesukaran... 65
Tabel 3.16 Rangkuman Perhitungan Indeks Kesukaran Aitem ... 66
Tabel 3.17 Kategori Effect Size ... 80
Tabel 3.18 Jadwal Penelitian ... 83
Tabel 4.2 Kegiatan Pembelajaran Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen... 86
Tabel 4.2 Deskripsi Data Penelitian ... 88
Tabel 4.3 Perbandingan Skor Hasil Pre-test dan Post-test... 89
Tabel 4.4 Hasil Perhitungan Uji Normalitas Skor Pre-test Kelompok Kontrol ... 93
Tabel 4.5 Hasil Perhitungan Uji Normalitas Skor Pre-test Kelompok Eksperimen... 95
Tabel 4.6 Hasil Perhitungan Uji Homogenitas Skor Pre-test ... 97
Tabel 4.7 Hasil Perhitungan Uji Independentt-test Skor Pre-test ... 99
Tabel 4.8 Hasil Perhitungan Uji Normalitas Skor Post-test Kelompok Kontrol ... 100
Tabel 4.9 Hasil Perhitungan Uji Normalitas Skor Post-test Kelompok Eksperimen... 102
Tabel 4.10 Hasil Perhitungan Uji Homogenitas Skor Post-test ... 105
Tabel 4.11 Hasil Perhitungan Uji Independentt-test Skor Post-test ... 107
Tabel 4.12 Hasil Uji Koefisien Determinasi ... 110
Tabel 4.13 Uji Signifikansi Selisih Rata-rata Skor Pre-test dan Post-test Kelompok Kontrol ... 111
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Papan Pembagian Bilangan Dua Angka ... 22
Gambar 2.2 Literature Map ... 37
Gambar 3.1 Desain Penelitian ... 41
Gambar 3.2 Rumus Korelasi Product Moment ... 60
Gambar 3.3 Rumus Cronbach’s Alpha ... 63
Gambar 3.4 Rumus Indeks Kesukaran ... 65
Gambar 3.5 Rumus Kolmogorov-Sminov ... 70
Gambar 3.6 Rumus Lavene’s test ... 72
Gambar 3.7 Rumus Independent t-test ... 79
Gambar 3.8 Rumus Effect Size ... 80
Gambar 3.9 Rumus Koefisien Determinasi ... 81
Gambar 3.10 Rumus Paired t-test ... 81
Gambar 4.1 Grafik Perbandingan Skor Pre-test dan Post-test Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen ... 90
Gambar 4.2 Histogram (kiri) dan P-P Plot (kanan) Skor Pre-test Kelompok Kontrol ... 94
Gambar 4.3 Histogram (kiri) dan P-P Plot (kanan) Skor Pre-test Kelompok Eksperimen ... 96
Gambar 4.4 Histogram (kiri) dan P-P Plot (kanan) Skor Post-test Kelompok Kontrol ... 102
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Penelitian ... 122
Lampiran 2 Contoh Perangkat Pembelajaran Sebelum Uji Instrumen ... 126
Lampiran 3 Contoh Komentar Validitas Isi Perangkat Pembelajaran ... 146
Lampiran 4 Hasil Validasi Muka Instrumen pembelajaran ... 150
Lampiran 5 Contoh Perangkat Pembelajaran Sesudah Uji Instrumen ... 152
Lampiran 6 Contoh Instrumen Penelitian Sebelum Uji Instrumen ... 200
Lampiran 7 Contoh Komentar Validitas Isi Instrumen Penelitian... 211
Lampiran 8 Hasil Uji Validitas Muka Instrumen Penelitian ... 215
Lampiran 9 Instrumen Penelitian untuk Uji Validitas Konstruk ... 220
Lampiran 10 Contoh Pekerjaan Siswa Hasil Validitas Konstruk ... 226
Lampiran 11 Tabulasi Data Mentah Hasil Validitas Konstruk ... 232
Lampiran 12 Hasil Analisis Uji Instrumen Penelitian ... 234
Lampiran 13 Contoh Pekerjaan Siswa Pre-test dan Post-test ... 241
Lampiran 14 Tabulasi Data Mentah Skor Pre-test ... 282
Lampiran 15 Tabulasi Data Mentah Skor Post-test ... 285
Lampiran 16 Hasil Analisis Skor Pre-test (SPSS) ... 288
Lampiran 17 Hasil Analisis Skor Post-test (SPSS) ... 296
Lampiran 18 Hasil Statistik Deskripsi Data Penelitian (SPSS) ... 305
Lampiran 19 Hasil Uji Signifikansi Selisih Rata-rata (SPSS) ... 307
Lampiran 20 Hasil Observasi Pembelajaran ... 310
1
BAB I
PENDAHULUAN
Bab I ini membahas tentang latar belakang masalah, identifikasi masalah,
batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan
definisi operasional.
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting untuk memajukan
negara dan mengejar ketertinggalan dari negara lain (Ali, 2009: ix). Pendidikan
adalah sarana utama bagi suatu negara untuk meningkatkan Sumber Daya
Manusia (SDM) dalam mengikuti perkembangan dunia (Hadiyanto, 2004: 26).
Nelson Mandela mengungkapkan, “Education is the most powerful weapon which
you can use to change the world”. Kalimat tersebut bermakna bahwa pendidikan
adalah senjata paling ampuh yang dapat digunakan untuk mengubah dunia.
Pendapat para ahli yang telah diungkapkan tersebut dapat dipahami bahwa
pendidikan merupakan faktor penting untuk keberlangsungan suatu negara.
Pendidikan bisa didapatkan secara formal maupun non-formal. Pendidikan
formal didapatkan siswa melalui pembelajaran di sekolah, mulai dari jenjang
pendidikan dasar hingga jenjang pendidikan tinggi. Pendidikan dasar yang
dimaksud adalah pendidikan Sekolah Dasar (SD) dan pendidikan Sekolah
Menengah Pertama (SMP) (Usman, 2011: 143). Pendidikan SD memiliki
pelajaran tersebut antara lain Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan,
Pendidikan Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu
Pengetahuan Sosial, Seni Budaya, Keterampilan, dan Pendidikan Jasmani.
Matematika adalah salah satu mata pelajaran penting di SD.
Pembelajaran matematika dimaksudkan untuk mengenal, menyikapi, dan
mengapresiasi ilmu pengetahuan dan teknologi, serta menanamkan kebiasaan
berpikir kritis, kreatif, dan mandiri (Depdiknas, 2007). Matematika termasuk
dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi. Susanto (2013:
183) mengatakan bahwa matematika merupakan satu syarat cukup untuk
melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya karena melalui matematika siswa
bisa belajar bernalar secara kritis, kreatif, dan aktif. Kemampuan-kemampuan
yang dihasilkan bila siswa belajar matematika tentunya akan sangat membantu
untuk lebih siap menghadapi era globalisasi di masa yang akan datang.
Indonesia terus berusaha mewujudkan pendidikan matematika yang lebih
baik. Usaha-usaha tersebut sebaiknya harus terus dioptimalkan sebab mutu
pendidikan matematika di Indonesia masih sangat rendah. Data hasil survei
TIMSS (Trends in International Mathematics and Science Study) menunjukkan
bahwa Indonesia berada di urutan ke-38 dari 42 negara dengan skor 386. Skor
tersebut jauh di bawah rata-rata negara yang ikut dalam survei yakni 500 (HSRC
team, 2011). TIMMS ini merupakan studi penelitian pendidikan untuk pencapaian
siswa pada bidang matematika dan ilmu alam.
Hasil studi lain yang lebih memprihatinkan adalah dari PISA (Programme
kemampuan matematika siswa Indonesia menduduki peringkat dua terbawah
yakni peringkat 64 dari 65 negara dengan skor 375 (OECD, 2013). Peringkat
Indonesia pada tahun 2013 tersebut turun dari peringkat tahun 2009 dimana
Indonesia menduduki peringkat 57 dengan skor 371 (OECD, 2009). Perolehan
skor Indonesia memang meningkat 4 poin tetapi peringkat Indonesia turun cukup
drastis bahkan mendekati peringkat paling bawah. Hasil survei yang telah
dijelaskan dapat memberikan gambaran bahwa pendidikan matematika di
Indonesia masih membutuhkan banyak perbaikan.
Perbaikan sangatlah penting mengingat matematika merupakan salah satu
mata pelajaran yang harus dipelajari oleh siswa (Depdiknas, 2007). Teori
konstruktivisme menyebutkan bahwa belajar perlu disituasikan dalam latar yang
nyata (Yulaelawati, 2004: 54). Usia siswa SD yang berkisar antara 7-8 tahun
hingga 12-13 tahun pada umumnya mengalami kesulitan dalam memahami
matematika yang bersifat abstrak (Susanto, 2010: 183-184). Pernyataan tersebut
sejalan dengan teori kognitif Piaget dimana usia siswa sekolah dasar berada pada
tahap operasional kongkret. Tahap operasional konkret ditandai dengan adanya
sistem operasi berdasarkan objek yang nyata atau konkret (Suparno, 2001: 70).
Belajar dalam situasi yang nyata akan sangat membantu siswa SD dalam
memahami pembelajaran yang bersifat abstrak.
Yulaelawati (2004: 115) mengungkapkan bahwa adanya penyajian
contoh-contoh konkret yang divisualisasikan secara menarik dapat membantu peserta
didik memahami konsep matematika khususnya yang bersifat abstrak.
peraga yang dapat memperjelas apa yang disampaikan guru sehingga lebih cepat
dipahami oleh siswa (Heruman, 2008: 1).
Guru tidak cukup hanya memiliki pengetahuan tentang alat peraga
pendidikan, tetapi juga harus memiliki keterampilan memilih dan menggunakan
serta mengusahakan alat peraga itu dengan baik (Usman, 2011: 11). Guru sebagai
pendamping siswa belajar di sekolah memiliki peranan penting dalam mengelola
pembelajaran matematika di kelas. Susanto (2013: 188) menegaskan bahwa
proses pembelajaran matematika sendiri bukan sekedar transfer ilmu dari guru ke
siswa, melainkan suatu proses kegiatan, yaitu terjadi interaksi antara guru dengan
siswa serta antara siswa dengan siswa, dan antara siswa dengan lingkungan.
Kemampuan guru dalam menguasai metode dan pemilihan alat peraga dapat
mempengaruhi kualitas interaksi dalam proses pembelajaran.
Interaksi antara siswa dengan lingkungan dapat dikembangkan dengan
menghadirkan sarana belajar yang berupa alat peraga. Alat peraga merupakan
bagian dari media pembelajaran yang memperlancar proses pembelajaran (Anitah,
2010: 83). Usman (2011: 31) menjelaskan bahwa alat peraga adalah alat yang
digunakan guru ketika mengajar untuk membantu memperjelas materi pelajaran
yang disampaikannya kepada siswa dan mencegah terjadinya verbalisme pada
siswa. Beberapa manfaat alat peraga berdasarkan Encyclopedia of Educational
Research (dalam Susanto, 2013: 46-47) antara lain: (a) meletakkan dasar yang
konkret; (b) memperbesar perhatian; (c) membuat pelajaran lebih mantap; (d)
memberikan pengalaman nyata; (e) menumbuhkan pemikiran yang teratur dan
pembelajaran tentunya akan sangat membantu siswa untuk lebih memahami
konsep abstrak matematika. Pemilihan alat peraga disesuaikan dengan materi
yang akan diajarkan.
Ada banyak alat peraga yang dapat digunakan guru dalam membantu proses
pembelajaran di dalam kelas. Salah satu diantaranya adalah alat peraga berbasis
metode Montessori yang diciptakan dan dikembangkan berdasarkan pedagogi
eksperimental oleh Maria Montessori (1870-1952). Alat peraga Montessori
memiliki ciri-ciri menarik, bergradasi, auto-correction (memiliki pengendali
kesalahan), dan auto-education (mampu digunakan secara otodidak) (Montessori,
2002: 170-176). Penemuan alat peraga Montessori didasarkan pada hasil
eksperimen. Tujuan dari penggunaan alat peraga Montessori adalah untuk
membantu siswa dalam mengembangkan kemampuan matematika yang meliputi
pemahaman perintah, urutan, abstraksi, dan kemampuan untuk mengonstruksi
konsep-konsep baru sebagai pengetahuan yang diperoleh dalam pembelajaran.
Materi pembelajaran matematika Montessori sendiri tidak didesain untuk “mengajarkan matematika” tetapi untuk membantu perkembangan konsep
matematika anak (Lillard, 1980: 137). Desain pembelajaran yang berupa
penanaman konsep tersebut memungkinkan anak untuk memanipilasi dan
mengulang penggunaan material sampai mereka dapat membuat konsep abstrak
berdasarkan hasil kerja sendiri. Pemikiran Montessori ini bisa diterapkan dalam
pembelajaran matematika di sekolah dasar. Materi di sekolah dasar dapat
Uraian penting tentang rendahnya prestasi belajar siswa pada mata pelajaran
matematika serta pentingnya penggunaan alat peraga dalam pembelajaran
matematika menjadi fokus permasalahan pada penelitian ini. Peneliti ingin
melakukan penelitian yang berupaya mengungkapkan perbedaan prestasi belajar
siswa atas penggunaan alat peraga matematika berbasis metode Montessori.
Peneliti mencoba mencari jawaban atas hal tersebut dengan menulis penelitian yang berjudul, “Perbedaan prestasi belajar siswa atas penggunaan alat peraga
matematika berbasis metode Montessori”.
B. Identifikasi Masalah
Matematika merupakan satu syarat cukup untuk melanjutkan pendidikan ke
jenjang berikutnya. Matematika membantu siswa untuk bisa belajar bernalar
secara kritis, kreatif, dan aktif. Kemampuan-kemampuan yang dihasilkan bila
siswa belajar matematika tentunya akan sangat membantu untuk lebih siap
menghadapi era globalisasi. Sulitnya memahami konsep matematika yang abstrak
menyebabkan rendahnya prestasi belajar matematika.
Guru harus mampu memanfaatkan alat peraga dalam proses pembelajaran
secara maksimal. Alat peraga Montessori merupakan alat bantu yang memiliki
karakteristik yang dapat membantu siswa dalam menjembatani pola pikir
matematika siswa dari yang bersifat abstrak ke yang bersifat konkret. Siswa yang
menggunakan alat peraga matematika berbasis metode Montessori dan yang tidak
C. Batasan Masalah
Fokus penelitian akan terarah apabila peneliti mampu membatasi
permasalahan yang akan diteliti. Penelitian ini terbatas untuk meneliti perbedaan
prestasi belajar siswa atas penggunaan alat peraga matematika berbasis metode
Montessori yakni papan pembagian bilangan dua angka. Alat peraga tersebut
sesuai untuk siswa kelas II sekolah dasar pada materi mata pelajaran matematika
tentang pembagian bilangan sampai dua angka. Standar Kompetensi (SK) yang
akan dicapai yaitu 3. Melakukan perkalian dan pembagian bilangan sampai dua
angka, sedangkan untuk Kompetensi Dasar (KD) yaitu 3.2. Melakukan pembagian
bilangan dua angka. Peneliti memilih materi ini sebab karakteristik alat peraga
papan pembagian bilangan dua angka sesuai dengan kompetensi yang akan
dicapai.
D. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah “Apakah ada perbedaan
prestasi belajar siswa atas penggunaan alat peraga matematika berbasis metode Montessori?”
E. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya perbedaan prestasi belajar
F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi banyak pihak, manfaat
tersebut antara lain:
1. Bagi siswa
Siswa menerima pengalaman baru dan terbantu dalam belajar matematika
sehingga mengatasi kesulitan belajarnya.
2. Bagi guru
Guru memiliki alternatif baru untuk memilih alat peraga yang dapat
digunakan dalam pembelajaran matematika.
3. Bagi sekolah
Sekolah terinspirasi untuk mengembangkan alat peraga dalam pembelajaran
matematika selanjutnya.
4. Bagi peneliti
Penilitian ini dapat menambah pengalaman dalam pembelajaran matematika
dan menjadi modal untuk terjun ke dunia pendidikan di kemudian hari.
G. Definisi Opersional
Definisi operasional pada penelitian ini adalah:
1. Metode adalah cara yang digunakan guru untuk membelajarkan siswa di
dalam kelas demi tercapainya tujuan pembelajaran.
2. Metode Montessori adalah langkah-langkah pembelajaran yang berdasar
pada sisi filosofis batiniah anak dan hakikat anak yang melewati periode
3. Alat peraga adalah alat yang digunakan untuk memeragakan konsep yang
akan dipelajari dalam proses belajar.
4. Prestasi adalah pencapaian berupa hasil yang memuaskan yang dapat berupa
nilai berdasarkan patokan tertentu.
5. Belajar adalah perubahan tingkah laku setelah adanya pengalaman.
6. Prestasi belajar adalah pencapaian memuaskan yang dihasilkan dari
perubahan tingkah laku setelah adanya pengalaman.
7. Matematika adalah salah satu mata pelajaran inti yang berisi simbol-simbol
sebagai perwujudan suatu konsep.
8. Siswa sekolah dasar adalah subjek yang mengalami proses belajar yang
sedang berada di jenjang sekolah dasar.
9. Pre-test adalah kegiatan yang dilakukan pada awal pembelajaran untuk
mengetahui kemampuan awal yang dimiliki oleh siswa.
10. Post-test adalah kegiatan yang dilakukan di akhir pembelajaran untuk
10
BAB II
LANDASAN TEORI
Bab II membahas empat bagian utama yaitu kajian pustaka, penelitian yang
relevan, kerangka berpikir, dan hipotesis penelitian. Kajian teori akan membahas
beberapa topik yang sesuai dengan judul penelitian. Penelitian yang relevan berisi
tentang penelitian-penelitian terdahulu yang memiliki keterkaitan dengan
penelitian ini, baik jurnal maupun skripsi. Kerangka berpikir berisi tentang
rumusan konsep yang didapat dari berbagai tinjauan teori. Bagian terakhir yaitu
hipotesis penelitian, berisi dugaan sementara yang terjadi pada penelitian.
A. Kajian Pustaka
Topik yang akan dibahas pada kajian literatur ini antara lain tahap
perkembangan anak sekolah dasar, metode Montessori, alat peraga matematika
berbasis metode Montessori, pembelajaran matematika, materi operasi pembagian
bilangan dua angka, dan teori tentang prestasi belajar.
1. Tahap Perkembangan Anak Sekolah Dasar
Selama manusia hidup pasti akan melalui tahap-tahap tertentu dalam
pertumbuhan dan perkembangannya. Manusia membutuhkan proses untuk
berkembang sehingga semua keterampilan tidak mereka dapatkan secara instan.
Tahap perkembangan manusia secara umum akan melewati masa bayi, anak-anak,
perkembangan anak pada usia sekolah dasar. Teori yang akan diuraikan adalah
dari dua ahli yaitu menurut Jean Piaget dan Maria Montessori.
a. Tahap Perkembangan Anak
Jean Piaget (1896-1980) mengungkapkan tentang teori perkembangan
kognitif. Piaget mengelompokkan tahap-tahap perkembangan kognitif manusia ke
dalam 4 tahap (Suparno, 2001: 24). Tahap perkembangan kognitif secara garis
besar dapat dilihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.1.
Tabel Empat Tahap Perkembangan Kognitif Jean Piaget (Suparno, 2001: 25)
Tahap Umur Ciri pokok perkembangan
Sensorimotor 0-2 tahun Berdasarkan tindakan
Langkah demi langkah
Praoperasi 2-7 tahun Penggunaan simbol/ bahasa tanda
Konsep intuitif
Operasi konkret 8-11 tahun Pakai aturan jelas/ logis Reversibel dan kekekalan Operasi formal 11 tahun ke atas Hipotetis
Abstrak
Deduktif dan Induktif Logis dan Probabilitas
Tahap yang pertama adalah tahap sensorimotor yang berkisar antara usia 0-2
tahun. Tahap ini anak melakukan tindakan berdasarkan inderawinya untuk
berinteraksi dengan lingkungan. Kegiatan yang biasanya dilakukan adalah
meraba, mendengar, mencium, melihat, dan lain-lain. Tahap yang kedua adalah
tahap praoperasi yang berkisar antara umur 2-7 tahun. Tahap ini adalah jembatan
antara tahap sensorimotor dengan tahap operasi konkret (Suparno, 2001: 67).
Anak pada tahap ini memunculkan penggunaan bahasa simbolis yang berupa
namun bahasa yang digunakan masih bersifat egosentris. Tahap perkembangan
kognitif yang ketiga adalah tahap operasi konkret yang berkisar antara 8-11 tahun.
Anak pada tahap ini sudah memiliki pemikiran yang logis namun masih terbatas
pada benda-benda yang konkret. Anak masih menerapkan logika berpikir pada
barang-barang yang konkret, belum bersifat abstrak apalagi hipotetis (Suparno,
2001: 70). Tahap yang keempat adalah tahap operasi formal yang berkisar pada
umur 11 tahun ke atas. Usia ini sudah memungkinkan seseorang untuk memiliki
pemikiran deduktif, induktif, dan abstraktif.
Teori perkembangan anak yang selanjutnya adalah teori perkembangan anak
menurut Maria Montessori (1870-1952). Teori perkembangan anak menurut
Montessori ini sedikit berbeda dengan teori Piaget. Jenjang pendidikan pada
umumnya berdasar pada asumsi bahwa manusia melalui perkembangan yang
linear, namun menurut Montessori perkembangan manusia memiliki keteraturan
tersendiri pada tiap tahapnya. Pekembangan anak yang dikemukakan oleh
Montessori dibagi menjadi tiga tahap yaitu 0-6 tahun, 6-12 tahun, dan 12-18 tahun
(Montessori, 2008 : xii). Setiap fase perkembangan menunjukkan bahwa pada
setiap fase akan muncul atau terlahir kembali ke fase perkembangan berikutnya
dan akan mencapai puncak dan mengalami penurunan kembali. Lillard (1996: 7)
menyebutkan, “It emphasizes the uniformity and regularity of human development
in this regard”, yang dalam hal ini menekankan keseragaman dan keteraturan
pada perkembangan manusia.
Tahap perkembangan anak menurut Montessori yang pertama adalah antara
sikap-sikapnya karena tahap ini adalah masa awal periode sensitifnya. Anak juga mulai
belajar tentang kehidupan sosial, lingkungan alam, mulai berkonsentrasi pada
sesuatu yang spesifik, serta menggunakan inderanya untuk melihat, meraba,
mendengar, mengecap dan membau. Tahap yang kedua adalah antara rentang usia
6-12 tahun. Tahap ini mengharuskan anak untuk belajar dari sifat-sifat yang
konkret sehingga selepas tahap ini sudah bisa berpikir untuk hal-hal yang abstrak.
Lillard (1996: 45) mengatakan, “Montessori called this stage of the child’s
formation the Intellectual Period”. Periode intelektual ini juga beriringan dengan
berkembangnya imajinasi, rasa berkelompok, pertumbuhan fisik, serta mental dan
moralnya. Tahap yang ketiga yaitu antara usia 12-18 tahun dimana pada tahap ini
merupakan masa perkembangan anak yang terakhir. Pertumbuhan dan perubahan
fisik tubuh serta kedewasaan terjadi sampai usia 18 tahun. Seseorang setelah
melalui usia 18 tahun dapat disebut manusia dewasa sepenuhnya dan sudah
berkembang sepenuhnya sehingga sudah tidak ada lagi perubahan yang nyata.
b. Tahap Perkembangan Siswa Sekolah Dasar
Usia anak sekolah dasar berkisar antara berkisar antara 7-8 tahun hingga
12-13 tahun (Susanto, 2010: 183). Usia 7 tahun sampai 12-13 tahun termasuk dalam
tahap operasional konkret menurut Piaget dan termasuk dalam tahap kedua
menurut Montessori. Piaget memaparkan bahwa anak usia sekolah dasar memiliki
pemikiran operasional konkret karena sudah mampu melakukan aktivitas mental
mengenai hubungan-hubungan logis dari berbagai konsep yang difokuskan pada
objek ataupun peristiwa konkret (Desmita, 2007: 156). Tahap kedua dalam
sifat-sifat yang konkret sehingga selepas tahap ini sudah bisa berpikir untuk hal-hal
yang abstrak (Lillard, 1996: 45). Kesamaan yang ada dalam kedua tahap dari
masing-masing ahli adalah anak pada usia sekolah dasar (usia 7-13 tahun) mulai
mampu berpikir logis, mencari penjelasan, dan pengetahuan dari
pengalaman-pengalaman konkret yang dialaminya.
2. Metode Montessori
Bagian ini akan mengkaji teori tentang sejarah metode Montessori dan
karakteristik metode Montessori, namun terlebih dahulu akan dibahas pengertian
metode.
a. Pengertian Metode
Metode diartikan sebagai cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan
suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki; cara kerja yang
bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan
yang ditentukan (KBBI, 2008). Metode dalam pembelajaran merupakan cara yang
digunakan guru untuk membelajarkan siswa di dalam kelas demi tercapainya
tujuan pembelajaran. Susanto (2013: 43-44) menjelaskan bahwa metode
pembelajaran adalah cara yang digunakan guru dalam mengorganisasikan kelas
pada umumnya atau dalam menyajikan bahan pelajaran pada khususnya. Metode
diperlukan dalam rangka untuk mencapai tujuan pembelajaran. Metode dapat
memudahkan siswa menerima dan memahami materi pelajaran yang diberikan
oleh guru.
Metode hendaknya memiliki prinsip-prinsip kegiatan belajar mengajar
(learning by doing); (c) mengembangkan kemampuan sosial; (d) mengembangkan
keingintahuan dan imajinasi; dan (e) mengembangkan kreativitas dan
keterampilan memecahkan masalah (Madjid dalam Susanto, 2013: 44). Metode
harus dipilih oleh guru dengan disesuaikan karakter kelasnya. Pemilihan metode
yang tepat akan memudahkan guru dalam menyampaikan pembelajaran kepada
siswa. Metode sangat penting demi tercapainya tujuan pembelajaran.
b. Sejarah Metode Montessori
Maria Montessori adalah seorang wanita yang lahir di Chiaravalle, Italia,
pada tanggal 31 Agustus 1870 (Lillard, 1996: 4). Metode Montessori
dikembangkan oleh Maria Montessori. Metode Montessori adalah sebuah metode
pedagogi eksperimental. Montessori mengembangkan selama 2 tahun di Casa dei
Bambini (Rumah Anak-anak) dan menerapkannya untuk anak-anak usia 3 sampai
6 tahun. Montessori mengembangkan metode ini karena menganggap penerapan
ilmu-ilmu ilmiah modern dalam pendidikan hanya membelenggu perkembangan
jiwa anak.
Metode eksperimental berdasar pada pengamatan langsung atas aktivitas
spontan anak yang merdeka dalam berekspresi. Pendidikan seharusnya
berkonsentrasi pada kekuatan dari dalam kejiwaan anak sebagai titik pijak seluruh
praksis pendidikan. Rekonstruksi metode pendidikan mendapatkan basis yang
hidup dan dinamis, bukan mekanis dan statis. Ilmu pengetahuan ilmiah
semestinya digunakan untuk mengerti kejiwaan anak.
Montessori mendapatkan inspirasi untuk mengembangkan metode
(1812-1881) dan Jean Marc Gaspard Itard (1775-1838). Mereka berhasil mendidik
anak-anak yang memiliki keterbelakangan mental maupun yang memiliki cacat indera
semi permanen. Montessori mengungkapkan ada dua aspek yang perlu dipikirkan.
Kedua aspek tersebut adalah aspek guru dan murid yang mana tidak dapat
dipisahkan satu dengan yang lain (Montessori, 2002: 33).
Pembaruan sekolah semestinya bersamaan dengan persiapan guru. Guru
semestinya diberi kemungkinan untuk membuat pengamatan dan eksperimen di
sekolah. Guru merupakan pengamat yang mesti terbiasa dengan metode
eksperimental. Masing-masing murid sebagai individu mesti diberi ruang
kemerdekaan untuk beraktivitas secara spontan, sehingga mereka dapat
mengekspresikan diri sesuai dengan alam kejiwaan dan kemampuan
masing-masing.
Montessori menjelaskan bahwa metodenya adalah metode yang
mengembangkan kebebasan berkarakter dengan cara yang mengagumkan dan luar
biasa (Montessori, 2002: 33). Anak belajar dengan terstruktur, berfokus pada
suatu proyek tertentu, dan memiliki kebebasan untuk memilih kapan dan hal apa
saja yang ingin mereka pelajari (Lillard, 2005: 328). Penerapan metode
Montessori juga berkaitan dengan alat peraga. Alat peraga yang menjadi salah
satu ciri pembelajaran Montessori dirancang dan dibuat sendiri oleh Montessori
sesuai dengan pengamatannya dan mengacu pada hasil penemuan Itard dan
Seguin (Magini, 2013: 46-50). Bantuan alat peraga yang dibuat secara eksplisit
c. Karakteristik Metode Montessori
Lillard (2005: 29) mengungkapkan ada 8 prinsip yang menjadi karakteristik
dalam pembelajaran menggunakan metode Montessori. Pertama, gerak (motorik)
dan kognitif berhubungan sangat erat, gerak dapat berpengaruh pada proses
berpikir dan belajar. Konsep pertama ini menjadi alasan alat peraga Montessori
berdasarkan pada gerak motorik anak. Semua alat dapat dieksplorasi siswa
menggunakan inderanya. Kedua, belajar menjadi baik akan terdukung bila
seseorang memiliki kontrol indera dalam kehidupan. Panca indera manusia sangat
penting sebab dengan indera tersebut manusia akan menerima informasi baru.
Ketiga, anak akan dapat belajar lebih baik jika mereka tertarik dengan apa yang
sedang mereka pelajari. Keempat, pemberian penghargaan ekstrinsik untuk
sebuah kegiatan, seperti uang untuk membaca atau nilai tinggi untuk sebuah tes,
merupakan motivasi yang berdampak negatif untuk mendorong aktivitas tersebut.
Karakteristik ini menjadi alasan di kelas-kelas Montessori tidak pernah dijumpai
reward dan punishment. Jika mereka tidak berhasil, penghargaan tersebut
nantinya akan berupa kebalikannya yakni kekecewaan. Kelima, pengacakan
secara kolaboratif dapat membuat keadaan sangat kondusif untuk belajar.
Keenam, situasi belajar dalam konteks bermakna akan lebih mendalam dan lebih
kaya daripada belajar dalam konteks abstrak. Ketujuh, bentuk interaksi khusus
orang dewasa akan terasosiasi oleh anak dan dapat dilihat pada out-put anak.
Kedelapan, lingkungan sangat bermanfaat bagi anak. Lingkungan yang telah
dikondisikan sedemikian rupa akan mendorong anak untuk belajar dengan
Karakteristik yang telah dikemukaan dapat menjadi gambaran kelas
Montessori. Delapan prinsip yang telah dikemukakan menyinggung alat peraga
dan lingkungan. Alat peraga atau yang biasa disebut material dalam kelas
Montessori menjadi salah satu karakteristik pembelajaran Montessori. Alat peraga
diproduksi sendiri oleh Montessori dengan berdasar pada penemuan Itard dan
Seguin (Hainstock, 1997: 13). Lillard (2005: 128) juga mengungkapkan bahwa
metode pembelajaran Montessori didasari pada keinginan siswa sehingga
Montessori ingin memberikan peluang kebebasan belajar bagi siswa. Adanya
kesempatan bagi siswa untuk belajar mandiri melalui penggunaan alat peraga
menjadi karakteristik pembelajaran Montessori. Guru berperan sebagai
pendamping maupun fasilitator belajar.
3. Alat Peraga Matematika Berbasis Metode Montessori
Alat peraga merupakan karakteristik pembelajaran Montessori. Alat peraga
dalam kelas Montessori beraneka ragam dan masing-masing memiliki tujuan
tersendiri. Bagian ini akan membahas tentang alat peraga matematika yang
menjadi fokus pada penelitian ini.
a. Pengertian Alat Peraga Matematika
Alat peraga adalah alat-alat yang dapat digunakan guru ketika mengajar
untuk membantu memperjelas materi pelajaran yang disampaikan kepada siswa
sehingga verbalisme pada diri siswa dapat dicegah (Usman, 2011: 31). Alat
peraga merupakan salah satu bagian dari media pembelajaran yang memperlancar
proses pembelajaran (Anitah, 2010: 83). Media pembelajaran adalah segala
sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat siswa
sehingga terjadi proses belajar (Sadiman, Rahardjo, Anung, dan Raharjito 2009:
7). Kesimpulan yang dapat ditarik ialah alat peraga matematika merupakan alat
yang digunakan untuk memperjelas materi pelajaran matematika sehingga siswa
mudah dalam memahami materi karena dapat merangsang pikiran, perasaan,
perhatian, dan minat siswa dalam belajar.
Pembelajaran dengan menggunakan alat peraga matematika mendapat
beberapa keuntungan (Suherman, 2003: 243). Keuntungan pertama yang didapat
dalam penggunaan alat peraga matematika ialah kegiatan belajar mengajar lebih
termotivasi. Siswa yang memiliki motivasi belajar akan cenderung senang untuk
belajar. Keuntungan kedua adalah konsep abstrak matematika tersaji dalam
bentuk konkret. Bentuk konkret yang ditemui siswa membantu siswa untuk
memahami materi baru yang diterima. Keuntungan lainnya adalah alat peraga
matematika merangsang siswa untuk berpikir, merangsang siswa menjadi aktif,
merangsang siswa untuk memecahkan masalahnya sendiri. Rangsangan yang
ditimbulkan alat peraga tersebut dapat membuat siswa lebih mendalami materi
yang dipelajari.
b. Alat Peraga Matematika Berbasis Metode Montessori
Alat peraga Montessori adalah material pembelajaran siswa yang dirancang
secara menarik, bergradasi, memiliki pengendali kesalahan (auto-correction), dan
memungkinkan siswa untuk belajar secara mandiri tanpa banyak intervensi dari
guru (auto-education) (Lillard, 1997: 11). Alat peraga matematika Montessori
1997:137). Tujuan dari penggunaan alat peraga matematika bukan didesain untuk
mengajar matematika, tetapi untuk membantu siswa dalam mengembangkan
kemampuan matematiknya yang meliputi pemahaman perintah, urutan, abstraksi,
dan memiliki kemampuan untuk mengkonstruksi konsep-konsep baru (Lillard,
1997:137).
Alat peraga Montessori memiliki cirri-ciri menarik, bergradasi,
auto-correction, dan auto-education (Montessori, 2002: 170-176). Keempat ciri
tersebut adalah ciri alat peraga Montessori sesuai dengan konteks asli di kelas
Montessori. Satu ciri yang dapat ditambahkan supaya sesuai dengan keadaannya
nyata di kelas sekolah dasar pada umumnya adalah ciri kontekstual.
Karakteristik alat peraga Montessori yang pertama ialah menarik. Alat-alat
peraga Montessori harus dibuat menarik bagi anak agar secara spontan
anak-anak ingin menyentuh, meraba, memegang, merasakan, dan menggunakannya
untuk belajar. Tampilan fisik alat peraga harus mengkombinasikan warna yang
cerah dan lembut. Kemenarikan alat peraga pada pembelajaran sensorial menjadi
basis bagi perkembangan anak (Montessori, 2002: 174). Anak akan menggunakan
inderanya untuk belajar.
Alat peraga Montessori juga memiliki karakteristik bergradasi (Montessori,
2002: 173). Alat peraga Montessori harus memiliki gradasi rangsangan yang
rasional terkait warna, bentuk, dan usia anak sehingga bukan hanya sekedar alat
peraga yang dapat melibatkan penggunaan panca indera, tetapi juga alat peraga
yang bisa digunakan untuk berbagai usia perkembangan anak dengan tingkat
berupa gradasi warna, bentuk, dan ukuran. Ciri gradasi juga terkandung dalam
penggunaan alat peraga matematika. Contoh gradasinya yakni dimulai dengan
abstraksi yang mudah sampai berkelanjutan ke arah yang semakin kompleks
sesuai dengan perkembangan usia anak.
Karakteristik yang ketiga yaitu auto-corection. Alat peraga Montessori
harus memiliki pengendali kesalahan pada alat peraga itu sendiri agar anak dapat
mengetahui sendiri apakah aktivitas yang dilakukannya itu benar atau salah tanpa
perlu diberi tahu orang lain yang lebih dewasa atau guru (Montessori, 2002: 171).
Seluruh lingkungan pembelajaran juga diciptakan sedemikian rupa sehingga anak
akan mengetahui sendiri jika tindakannya tidak tepat (Montessori, 2002: 83).
Alat peraga Montessori harus dibuat agar memungkinkan anak semakin
mandiri dalam belajar dan mengembangkan diri dan meminimalisir campur
tangan orang dewasa. Karakteristik tersebut dinamakan auto-education.
Keberhasilan pendidikan didasarkan pada lingkungan yang dikondisikan dengan
berbagai alat peraga didaktik, dan bukan pertama-tama didasarkan pada kelihaian
guru dalam mendidik anak (Montessori, 2002: 172).
c. Alat Peraga Matematika Berbasis Metode Montessori Papan Pembagian
Bilangan Dua Angka
Alat peraga matematika berbasis metode Montessori papan pembagian
bilangan dua angka merupakan pengembangan dari alat peraga metode
Montessori stamp game (Nienhuis, 2013: 135). Papan papan pembagian bilangan
angka untuk kelas II semester 2. Gambar 2.1 adalah gambar alat peraga papan
pembagian bilangan dua angka.
Gambar 2.1 Alat Peraga Papan Pembagian Bilangan Dua Angka
Gambar 2.1 adalah alat peraga papan pembagian bilangan dua angka. Alat
peraga papan pembagian bilangan dua angka terdiri dari kotak tempat balok dan
papan pembagian. Kotak tempat balok berisi balok satuan yang berwara biru
muda, balok puluhan yang berwarna ungu, balok ratusan yang berwarna oranye,
balok ribuan yang berwarna biru tua, pion pembagi, dan kartu soal.
Papan pembagian berbentuk persegi panjang dengan lubang sesuai dengan
ukuran balok dan pion pembagi. Papan pembagian berfungsi sebagai tempat
membagi. Balok satuan, balok puluhan, balok ratusan, balok ribuan berfungsi
untuk menginterpretasikan bilangan yang akan dibagi. Pion pembagi berfungsi
untuk membagi bilangan dan dapat diinterpretasikan sebagai pembagi. Kartu soal
berfungsi untuk melatih siswa menghitung menggunakan papan pembagian
bilangan dua angka. Bagian belakang kartu soal adalah jawaban dari soal yang
ada. Jawaban disertakan agar memudahkan siswa untuk mengecek jawaban benar
Papan pembagian bilangan dua angka digunakan untuk mengajarkan materi
pembagian bilangan sampai dua angka. Pembelajaran materi pembagian bilangan
sampai dua angka melalui empat tahapan. Tahapan pertama yaitu melakukan
pembagian bilangan yang habis dibagi bilangan satu angka. Tahapan kedua yaitu
melakukan pembagian bilangan dengan bilangan itu sendiri. Tahapan ketiga yaitu
melakukan pembagian dengan bilangan 1. Tahapan keempat yaitu melakukan
pembagian bilangan dua angka dengan bilangan satu angka.
Alat peraga papan pembagian bilangan dua angka dapat digunakan melalui
beberapa langkah (lampiran 5.2). Hal pertama yang dilakukan siswa dan guru
yaitu mengambil kartu soal dan membacanya. Siswa dan guru mengambil pion
sesuai dengan jumlah bilangan pembagi, mengambil 1 balok puluhan dan 5 balok
satuan, mengambil balok sesuai dengan jumlah bilangan yang dibagi, balok
dimasukkan ke dalam lubang papan pembagi sesuai dengan batas pion pembagi
sampai habis. Siswa dan guru menghitung deretan balok masing-masing pion,
setelah selesai dapat dilakukan pengecekan jawaban di balik kartu soal.
4. Pembelajaran Matematika
Bagian ini akan menjelaskan tentang pengertian matematika, pembelajaran
matematika, dan tujuan pembelajaran matematika.
a. Pengertian Matematika dan Pembelajaran Matematika
Matematika termasuk ke dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan
dan teknologi yang dimaksudkan untuk mengenal, menyikapi, dan mengapresiasi
ilmu pengetahuan dan teknologi, serta menanamkan kebiasaan berpikir kritis,
bahwa belajar matematika merupakan satu syarat cukup untuk melanjutkan
pendidikan ke jenjang berikutnya karena kita akan belajar bernalar secara kritis,
kreatif, dan aktif. Matematika merupakan ide-ide abstrak yang berisi
simbol-simbol, maka konsep-konsep matematika harus dipahami terlebih dahulu sebelum
memanipulasi simbol-simbol itu (Susanto, 2013: 183).
Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang dapat meningkatkan
kemampuan berpikir dan berargumentasi, memberikan kontribusi dalam
pemecahamn masalah sehari-hari dan dalam dunia kerja, serta memberikan
dukungan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Susanto, 2013:
185). Pembelajaran matematika merupakan komunikasi dua arah, mengajar
dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh
siswa. Pembelajaran di dalamnya mengandung makna belajar dan mengajar, atau
merupakan kegiatan belajar mengajar. Pembelajaran matematika adalah suatu
proses belajar mengajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan
kreativitas berpikir siswa yang dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi
pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan/ yang baik terhadap
materi matematika (Susanto, 2013: 186).
b. Tujuan Pembelajaran Matematika
Tujuan matematika pada pendidikan sekolah dasar adalah mengupayakan
siswa agar dapat menggunakan matematika pada kehidupannya (Susanto, 2013:
189). Standar isi kurikulum KTSP menuangkan tujuan pembelajaran matematika
ialah mengupayakan siswa untuk dapat memahami konsep matematika (Badan
yang lain adalah mengasah kemampuan siswa untuk memecahkan masalah.
Kemampuan pemecahan masalah dinilai penting karena pada umumnya hal-hal
yang menuntut untuk diselesaikan siswa adalah sebuah permasalahan yang harus
dipecahkan. Matematika juga bertujuan membuat siswa mampu menerapkan
pengetahuan matematikanya dalam kehidupan sehari-hari. Permasalahan
matematika akan banyak muncul pada kehidupan sehari-hari, misalnya jual beli
dan pengukuran terhadap suatu benda.
Ekawati (2011: 10) memaparkan pendidikan matematika mempunyai dua
tujuan, yaitu pertama bersifat formal, menekankan pada penalaran nalar serta
pembentukan kepribadian. Tujuan kedua bersifat material, sifat ini penekanannya
pada penerapan matematika serta keterampilan matematika. Tujuan umum
matematika lebih menitikberatkan pada penalaran dan penanaman sikap
(Suherman, 2003: 58). Penalaran dan sikap menjadi fokus karena kedua aspek
tersebut karena dengan penalaran dan sikap yang benar akan membantu siswa
dalam memahami konsep matematika sehingga mampu mengerjakan semua jenis
soal matematika. Mengacu pada teori mengenai tujuan matematika yang telah
terpapar dapat dikatakan bahwa inti dari tujuan pembelajaran matematika adalah
siswa mampu menguasai konsep metematika dengan menggunakan penalaran dan
penanaman sikap untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
5. Materi Operasi Pembagian Bilangan Dua Angka
Materi pembagian mulai diperkenalkan di kelas dua sekolah dasar. Siswa
pada kelas bawah baru diajarkan untuk memahami konsep bahwa pembagian
kompetensi sesuai dengan KTSP yakni 3. Melakukan perkalian dan pembagian
bilangan sampai dua angka, sedangkan untuk Kompetensi Dasar (KD) yaitu 3.2.
Melakukan pembagian bilangan dua angka.
Pembagian untuk kelas dua baru mencakup sampai dengan bilangan dua
angka. Pembagian paling tinggi yakni sampai bilangan 99 dan hanya dibagi
dengan bilangan satu angka saja. Sebagai contoh yakni operasi pembagian 81 : 9.
Fokus pembelajaran di kelas dua ini memperkenalkan operasi pembagian,
menanamkan konsep pembagian, serta melatih anak melakukan pembagian
bilangan sampai dua angka.
Indikator yang akan dicapai untuk materi pembelajaran ini yaitu: (1)
menyelesaikan operasi pembagian bilangan sampai habis bilangan satu angka; (2)
menyelesaikan pembagian bilangan dengan bilangan itu sendiri; (3) pembagian
bilangan dengan bilangan satu; dan (4) pembagian bilangan dua angka dengan
bilangan satu angka. Sesuai dengan materi yang akan dipelajari, alat peraga yang
digunakan adalah papan pembagian bilangan dua angka.
6. Prestasi Belajar
Bagian ini akan memaparkan tentang teori belajar, pengertian belajar,
pengertian prestasi belajar, dan faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar.
a. Teori Belajar
Teori belajar telah banyak dikemukakan oleh para ahli. Teori-teori tersebut
mengalami perkembangan seiring perkembangan zaman. Berikut ini beberapa
1) Teori Behaviorisme
Teori belajar behaviorisme menjelaskan belajar itu adalah perubahan
perilaku yang dapat diamati, diukur dan dinilai secara konkret (Yulaelawati,
2004). Perubahan terjadi melalui rangsangan (stimulan) yang menimbulkan
hubungan perilaku reaktif (respon) berdasarkan hukum-hukum mekanistik.
Stimulan tidak lain adalah lingkungan belajar anak, baik yang internal maupun
eksternal yang menjadi penyebab belajar, sedangkan respon adalah akibat atau
dampak, berupa reaksi fisik terhadap stimulan. Belajar berarti penguatan ikatan,
asosiasi, sifat dan kecenderungan perilaku S-R (Stimulus-Respon). Beberapa ahli
yang mengembangakan teori ini antara lain E. L Thorndike, Ivan Pavlov, B.F
Skinner, J.B Watson, Clark Hull, dan Edwin Guthire.
2) Teori Kognitivisme
Jean Piaget, Jerome Brunner, Robert M. Gagne, dan David P. Ausubel
adalah beberapa ahli yang menganut teori kognitivisme. Teori ini mengemukakan
bahwa perilaku seseorang selalu didasarkan oleh aspek kognitif. Teori belajar ini
lebih mementingkan proses belajar daripada prestasi maupun hasil belajarnya.
Proses belajar lebih penting karena didasari bahwa perilaku seseorang itu selalu
ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan
dengan tujuan belajarnya (Suyono & Hariyanto, 2011:75).
3) Teori Konstruktivisme
Teori konstruktivisme menjelaskan bahwa belajar adalah kegiatan aktif
dimana siswa sebagai pembelajar membangun pengetahuannya sendiri.
secara mental maupun psikis untuk membangun struktur pengetahuannya
berdasarkan kematangan kognitif yang dimiliki. Hal utama dalam teori ini adalah
peran aktif siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan secara bermakna,
pentingnya membuat kaitan antara gagasan dalam pengkonstruksian secara
bermakna, dan mengaitkan antara gagasan dengan informasi baru yang diterima
(Suyono dan Hariyanto, 2011: 108).
Teori-teori yang telah diungkapkan oleh para ahli menjadi dasar teori baru
sekarang. Para ahli baru menggunakan teori untuk menjadi landasan
pengembangan model, metode, dan strategi belajar. Teori belajar telah
berkembang secara pesat dengan tetap mengacu pada teori-teori terdahulu.
b. Pengertian Belajar
Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai
hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto,
2010: 2). Syah (2008: 63) mendefinisikan bahwa belajar adalah suatu kegiatan
berproses dan merupakan unsur fundamental dalam penyelenggaran setiap jenis
dan jenjang pendidikan. Kedua definisi tersebut menunjukkan bahwa proses
belajar lebih diutamakan karena di dalam proseslah siswa akan mendapatkan
pengalaman-pengalaman belajar. Proses belajar dapat dialami siswa baik secara
langsung maupun tidak langsung, baik ketika siswa berada di sekolah, di
lingkungan rumah, maupun di masyarakat. Suyono dan Hariyanto (2011: 9)
mengungkapkan belajar adalah suatu proses untuk memperoleh pengetahuan,
kepribadian. Proses belajar membantu siswa dari yang tidak tahu menjadi tahu,
dari yang bisa menjadi tidak bisa, dan dari yang tidak mengerti menjadi mengerti.
Gagne (dalam Basleman dan Syamsu, 2011: 8) menyebutkan bahwa belajar
adalah suatu perubahan disposisi (watak) atau kapabilitas (kemampuan) manusia
yang berlangsung selama jangka waktu dan tidak sekadar menganggapnya proses
pertumbuhan. Hasil dari proses belajar dapat dilihat melalui pembandingan
tingkah laku atau watak individu sebelum berada dalam situasi belajar dan tingkah
laku setelah diberikan perlakuan. Jika ada perbedaan tingkah laku maka jelas
bahwa individu tersebut telah mengalami proses belajar. Winkel (2004: 59)
menyatakan bahwa belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis yang
berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan
sejumlah perubahan-perubahan dalam pengetahuan-pemahaman, keterampilan
dan nilai-sikap, sedangkan perubahan itu bersifat secara relatif konstan dan
berbekas.
Kajian mengenai pengertian belajar menurut ahli memberi pemahaman
bahwa belajar adalah sebuah proses yang berisi tahapan-tahapan perubahan
seluruh tingkah laku individu. Proses belajar dapat dikatakan terjadi apabila
terdapat perbedaan antara sebelum belajar dan sesudah belajar. Perubahan tersebut
merupakan hasil dari pengalaman dan interaksinya selama proses belajar
berlangsung. Belajar adalah proses yang berlangsung secara aktif dan integratif
dengan menggunakan berbagai bentuk perbuatan untuk mencapai tujuan yang
c. Pengertian Prestasi Belajar
Prestasi belajar merupakan salah satu bukti yang menunjukkan kemampuan
atau keberhasilan seseorang untuk melakukan proses belajar sesuai dengan bobot
atau nilai yang berhasil diraihnya (Winkel dalam Sunarto, 2009: 48).
Purwodarminto (2008: 110) menjelaskan bahwa prestasi belajar adalah suatu
penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan melalui mata
pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau nilai yang diberikan oleh
guru. Prestasi belajar adalah hasil yang dicapai setelah siswa melakukan kegiatan
belajar sehingga ada perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman,
keterampilan dan sikap siswa.
Prestasi belajar adalah hasil usaha belajar yang pada umumnya berkenaan
dengan pengetahuan (Arifin, 2009: 12). Sudjana (2005: 3) mengatakan prestasi
ialah hasil belajar yang dicapai oleh siswa dengan kriteria tertentu sehingga untuk
mengetahui tingkat prestasi belajar maka perlu dilakukan evaluasi belajar. Prestasi
belajar sesungguhnya adalah hasil belajar, namun pada umumnya hanya mengarah
pada aspek kognitif saja. Pengukuran prestasi belajar dapat melalui evaluasi
belajar yang berupa tes. Tingkat keberhasilan dalam mempelajari materi dapat
dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh dari hasil tes (Susanto, 2013: 5).
Peneliti menyimpulkan bahwa prestasi belajar adalah suatu hasil yang diperoleh
siswa dengan kriteria tertentu setelah melakukan proses pembelajaran dan untuk
d. Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Prestasi belajar adalah hasil belajar yang mengarah pada aspek kognitif saja
sehingga dapat dikatakan faktor yang yang mempengaruhi hasil belajar sama
dengan faktor yang mempengaruhi prestasi belajar. Teori Gestalt (dalam Susanto,
2013: 12) menyatakan bahwa belajar merupakan suatu proses perkembangan yang
bisa dipengaruhi oleh faktor diri siswa sendiri dan faktor lingkungan. Pendapat
tersebut dapat menjadi dasar bahwa hasil belajar juga dipengaruhi oleh dua hal
yakni siswa sendiri dan lingkungannya. Susanto (2013: 12) menarik kesimpulan
bahwa faktor dari diri siswa sendiri antara lain kemampuan berpikir siswa atau
tingkat intelektualnya, motivasi, minat, dan kesiapan siswa, sedangkan faktor
lingkungan antara lain sarana dan prasarana, kompetensi guru, kreativitas guru,
sumber belajar, metode, serta dukungan eksternal.
Faktor dari diri siswa sendiri dapat disebut sebagi faktor internal. Terdapat
beberapa faktor yang dapat dikatakan hampir sepenuhnya tergantung pada siswa
yaitu kecerdasan anak, kesiapan anak, dan bakat anak (Susanto, 2013:14). Faktor
pertama adalah kecerdasan. Kecerdasan akan mempengaruhi cepat lambatnya
penerimaan informasi ke anak. Potensi ini dibawa sejak lahir sehingga faktor
genektiklah yang berperan. Faktor yang kedua adalah kematangan. Susanto (2013:
15) mengatakan bahwa kesiapan anak atau kematangan adalah tingkat
perkembangan di mana individu atau organ-organ sudah berfungsi sebagaimana
mestinya. Kematangan erat hubungannya dengan minat dan kebutuhan anak.
Faktor yang ketiga adalah bakat anak. Bakat merupakan kemampuan potensial
Jika bakat tersebut diasah dengan baik maka bakat tersebut berpotensi mencapai
prestasi yang baik.
Faktor eksternal dapat berasal dari keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Sekolah sebagai tempat belajar tentu memiliki peran yang cukup besar. Wasliman
(dalam Susanto 2013:13) mengatakan bahwa sekolah merupakan salah satu faktor
yang ikut menentukan hasil belajar siswa. Jika kualitas pengajaran di sekolah
baik, maka semakin tinggi pula hasil belajar siswa. Berkaitan dengan pengajaran,
guru adalah komponen yang sangat penting. Guru juga merupakan faktor
eksternal yang dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Pribadi dan sikap guru
yang kreatif dan penuh inovatif akan berpengaruh pada siswa (Susanto, 2013: 17).
Salah satu peran guru yang cukup penting adalah merencanakan media dan
sumber belajar. Pemanfaatan media dalam proses pembelajaran akan membantu
siswa untuk memvisualisasikan hal-hal abstrak, mengasah rasa, merangsang
kreativitas, menemukan pengetahuan, memaknai konsep dan lain-lain (Murwani
dalam Susanto, 2013:46)
Faktor yang telah disebutkan di atas baru sebagian kecil saja. Masih banyak
faktor internal dan eksternal lain yang dapat mempengaruhi hasil dan prestasi
belajar. Faktor lain tersebut antara lain kondisi fisik siswa, kebiasaan belajar,
sikap belajar, perhatian, minat dan motivasi, suasana pengajaran, dan lain-lain.
B. Penelitian yang Relevan
Sebuah penelitian akan saling terkait dengan penelitian lain yang sudah