BAB II: KAJIAN PUSTAKA
4. Metode Penanaman Nilai-Nilai Pendidikan Agama Islam
Menurut Abdullah Nashih Ulwan (1992:1) seorang pendidik yang
sadar, akan selalu berusaha mencari metode yang lebih efektif dan mencari
pedoman-pedoman pendidikan yang berpengaruh dalam upaya
mempersiapkan anak secara mental, moral saintifikal, spiritual dan sosial
sehingga anak tersebut mampu meraih puncak kesempurnaan, kedewasaan
dan kematangan berpikir.
Dalam menanamkan nilai-nilai pendidikan Islam, sebaiknya
digunakan metode-metode diantaranya:
a. Metode Keteladanan
Dalam proses pendidikan, setiap pendidik harus berusaha menjadi
didik akan mencontoh atau meniru segala sesuatu yang baik di dalam
perkataan dan perbuatan pendidiknya (Nawawi, 1993:215).
Keteladanan dalam pendidikan merupakan bagian dari sejumlah
metode paling ampuh dan efektif dalam mempersiapkan dan
membentuk anak secara moral, spiritual, dan sosial. Sebab seorang
pendidik merupakan contoh ideal dalam pandangan anak, yang
tingkah laku dan sopan santunnya akan di tiru, disadari atau tidak,
bahkan semua keteladanan itu akan melekat pada diri dan
perasaannya, baik dalam bentuk ucapan, perbuatan, yang bersifat
material, indrawi, maupun spiritual. Karenannya keteladanan
merupakan faktor penentu baik buruknya anak didik. Jika seorang
pendidik jujur, dapat dipercaya, berakhlak mulia, pemberani, dan tidak
berbuat maksiat, maka kemungkinan besar anak akan tumbuh dengan
sifat-sifat mulia ini.
Allah SWT mengutus nabi Muhammad saw untuk menjadi
panutan yang baik bagi umat Islam sepanjang sejarah , dan bagi semua
umat manusia, di setiap masa dan tempat. Allah SWT berfirman
dalam Qs.Al-Ahzab: 21, sebagai berikut:
ٌةَنَسَح ٌةَوْسُا ِللها ِلْوُسَر ِفِ ْمُكَل ناَكْدَقَل
Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah saw itu suriteladan yang baik bagimu... (Al-Ahzab: 21).
Dalam sebuah hadits juga di jelaskan bahwa Aisyah r.a pernah
َنآْرُقْلا ُهُقُلُخ َناَك
Artinya: “Akhlak beliau adalah quran.”b. Metode Pembiasaan
Pendidikan dengan membentuk kebiasaan harus dilakukan dan
dilatih secara berulang-ulang. Untuk itu, setiap pendidik terutama
orang tua harus mampu memilih kebiasaan-kebiasaan yang baik
sifatnya dan berlaku di masyarakat. Terdapat dua jenis kebiasaan
yang perlu diteruskan melalui proses pendidikan. Kedua jenis
kebiasaan itu adalah:
1) Kebiasaan yang bersifat otomatis, yang harus dilakukan meskipun
seorang anak tidak mengerti makna atau tujuannya. Misalnya
kebiasaan menyikat gigi pada pagi dan malam hari sebelum tidur,
kebiasaan bangun pagi dan segera menunaikan shalat subuh.
2) Kebiasaan yang dilakukan atas dasar pengertian dan kesadaran
akan manfaat dan tujuannya. Misalnya kebiasaan menunaikan
shalat lima waktu yang dipahami betapa meruginya orang yang
meninggalkan sholat (Nawawi, 1993:219-220).
Diantara masalah-masalah yang diakui dan ditetapkan dalam
syari‟at Islam adalah, bahwa pada awal penciptaannya seorang anak
itu dalam keadaan suci dan bertauhid murni, beragama yang lurus dan
ْنِكلَو ُمِّيَقْلا ُنْيِّدلا َكِلاَذ ،ِللها ِقْلَِلِ َلْيِدْبَ تَلااَهْ يَلَع َساَّنلاَرَطَف ِْتِّلا ِللها َتَرْطِف
َنْوُمَلْعَ يَلاِساَّنلاَرَ ثْكَا
Artinya: ... fitrah Allah yang dengannya Dia ciptakan manusia, tidakada penggantian pada fitrah Allah. Itulah agama yang lurus, tapi kebanyakan manusia tdiak mengetahui (Qs. Ar-Rum:30).
Dari sini dimulailah peran pembiasaan, pengajaran, dan
pendidikan dalam menumbuhkan dann menggiring anak kedalam
tauhd murni, akhlak mulia, keutamaan jiwa, dan untuk melakukan
syari‟at yang hanif (hanif) (Ulwan, 1992:45).
c. Metode Nasihat
Nasihat merupakan cara mendidik yang mengandalkan bahasa,
baik lisan maupun tertulis dalam mewujudkan interaksi antara
pendidik dengan anak didik. Nasehat bersifat penyampaian pesan dari
sumbernya kepada pihak yang memerlukan atau dipandang
memerlukan (Nawawi, 1993:221). Untuk itu, seorang orang tua perlu
memerhatikan perilaku anaknya, apabila terdapat kesalahan yang
dilakukan olehnya, seorang orang tua diharapkan untuk menasehati
anak-anaknya.
Nasihat sangat penting berperan dalam menjelakan kepada anak
tentang segala hakikat, menghiasinya dengan moral yang mulia, dan
mengajarinya tentang prinsip-prinsip Islam. Jiwa yang menerima
akal yang bijak, maka nasihat itu akan lebih cepat mendapat respon
dan akan lebih membekas (Ulwan, 1992:65 & 70).
d. Metode Pengawasan
Setiap orang tua perlu mengawasi setiap perilaku anaknya.
Sehingga dengan pengawasan setiap perbuatan yang dilakukan anak
akan terkendali. Apabila anak melakukan suatu kesalahan akan
langsung diketahui orang tua dan akan dibenarkan. Pengawasan perlu
dilakukan sejak kecil.
Pada saat usianya semakin bertambah, pemeliharaan dan
perlindungan akan semakin rumit, karena tidak sekedar fisik dan
material, tetapi juga mengenai psikis, khususnya yang berkenaan
dengan aqidah, akhlak dan syariah. Anak memerlukan perlindungan
agar tidak mendapat pengaruh buruk dari kawan-kawan dan
masyarakat sekitarnya (Nawawi, 1993:239)
Pendidikan dengan pengawasan berupaya mendampingi anak
dalam membentuk akidah dan moral, dan mengawasinya dalam
mempersiapkannya secara psikis dan sosial, dan menannyakan secara
terus-menerus tentang keadaannya, baik dalam hal pendidikan jasmani
maupun dalam hal belajarnya. Dalam hal ini pendidikan termasuk
dasar terkuat dalam mewujudkan manusia yang seimbang, yang dapat
menjalankan kewajiban-kewajibannya dengan baik dalam kehidupan
ini (Ulwan, 1992:128-129).
Menurut Ulwan (1992:160-161) berikut adalah metode yang
diterapkan Islam dalam memberi sanksi terhadap anak, antara lain:
1) Memperlakukan anak dengan penuh kelembutan dan kasih sayang.
Seperti tertera dalam hadits riwayat Bukhari, sebagai berikut:
َشْحَفْلاَو َفْنَعْلاَو َكاَّيِاَو ِقْفِّرلااِب َكْيَلَع
Artinya: “Engkau, wahai pendidik harus bersikap lembut padaanak. Hindari bersikap keras atau kasar”.
َعُمَو ُهَثَعَ ب َمَّلَسَو ِهْيَلَع ُللها َّيََّصَّيِبَّنلا َّنَا ِّيِرَعْشَلاْا ىَسْوُم ِبَِا ْنَع
ِنَمَيْلا َلَِااًدا
اَرِّفَ نُ تَلاَواَمِّلِعَواَرِسَّعُ تَلاَوَرِّسَي:اَمَُلَ َلاَقَ ف
Artinya: “Dari Abu Musa Al-asy’ari bahwa ketika mengutus
Mu’adz bin Jabbal ke Yaman, Nabi berpesan: permudahlah, jangan kau persulit. Ajarilah jangan kau tinggalkan.”
Kedua hadits tersebut menganjurkan kepada setiap pendidik
baik guru maupun orang tua yang akan memberikan sebuah hukuman
kepada anak-anaknya, hendaknya mereka mengutamakan sikap lemah
lembut kepada anak-anaknya dan hindari sikap kekerasan yang akan
menimbulkan pertikaian, serta permudahlah apa yang menjadi
urusannya jangan kau persulit agar mereka juga mudah menyerapnya
dalam hati dan pikirannya dan ajarkan kepada mereka suatu ajaran
yang baik dan yang bisa mendidiknya.
2) Memberi sanksi terhadap anak yang salah
Diantara anak-anak itu kecerdasannya tidak sama, begitu juga
bergaul, ada juga yang berwatak keras. Semua ini kembali kepada
keturunan, lingkungan dan faktor-faktor pertumbuhan dan pendidikan.
Ibnu Khaldun mengatakan: “Barang siapa di perlakukan keras
dan kasar, harga dirnya akan turun, semangatnya akan lemah,
membuatnya malas, dan akan sering berdusta karena takut dimarahi.
Lama-kelamaan kebiasaan jeleknya ini akan menjadi kepribadiannya.
Dan rusaklah arti kemanusiaan yang dimilikinya” (Ulwan. 1992:161
-162).
Selain itu, Rosyadi (2004:216) juga mengungkapkan beberapa metode
yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan Islam, antara lain:
1. Metode hiwar (percakapan Qur‟ani dan Nabawi)
2. Mendidik dengan kiah-kisah Qur‟ani dan Nabawi
3. Mendidik dengan amtsal (perumpamaan) Qur‟ani dan Nabawi
4. Metode keteladanan
5. Metode pembiasaan diri dan pengalaman
6. Mendidik dengan mengambil ibrah (pelajaran) dan mau‟izhah
(peringatan)
7. Mendidik dengan targhib (membuat senang) dan tarhib (membuat