• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

3.2. Metode Penelitian 1 Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi jarum suntik, jarum ose, tabung reaksi, erlenmeyer, gelas ukur, gelas piala, pipet mohr, rak tabung reaksi, eppendorf 1,5 ml, mikroplate, timbangan digital, kertas saring Whatman

no. 42, alumunium foil, perangkat hemasitometer, crytoceal, tabung

mikrohematokrit (pipa kapiler berlapis heparin atau anti koagulan), penggaris, tissue, peralatan bedah, mikroskop binokuler, vorteks, bunsen, sentrifuse, lemari es, inkubator, penangas air, water bath shaker, autoclave, oven, mikropipet, kamera digital dan gelas objek. Alat untuk pengukuran kualitas air meliputi thermometer, pH meter dan DO meter.

Wadah budidaya yang digunakan adalah akuarium yamg berukuran 60x30x35 cm3 sebanyak 12 buah, saringan, peralatan aerasi, selang siphon, kertas plastik hitam, dan tandon air bervolume 1 ton. Tiga perempat bagian atas dan tepi setiap akuarium ditutup dengan plastik hitam, agar kondisi dalam akuarium menyerupai habitat ikan patin. Akuarium diletakkan berjajar dan penempatannya dilakukan secara acak. Sebelum digunakan, akuarium dicuci dengan sabun dan didisinfeksi dengan menggunakan kaporit. Akuarium diisi dengan air sampai ketinggian 20 cm dan dipasang aerasi. Air yang digunakan sebagai media hidup ikan berasal dari air sumur. Sebelumnya air diendapkan lebih dulu dalam tandon berdiameter 1 m selama beberapa hari dan diaerasi.

Bahan uji yang dipakai untuk penelitian ini adalah ekstrak paci-paci yang sebelumnya telah diproses terlebih dulu. Ikan lele dumbo dengan panjang antara 8-10 cm, didapat dari petani ikan di daerah Parung, Bogor. Bakteri Aeromonas

hydrophila virulen berasal dari hasil fasase terhadap ikan lele yang sedang terkena penyakit MAS dan isolat Staphylococcus aureus berasal dari Laboratorium Teknologi Hasil Perikanan, FPIK, IPB. Selama penelitian, ikan lele dumbo diberi pakan dengan pelet ikan apung komersial dengan protein 28 %. Media-media bakteriologis yang digunakan adalah Tripticase Soy Agar (TSA) dan Tripticase Soy Broth (TSB). Bahan-bahan lainnya meliputi larutan Turk`s, larutan Hayem,

Phosphat Buffer Saline (PBS), Na-Sitrat 3,8 %, akuades, alkohol, spirtus, dan metanol. Indeks Fagosit diperiksa dengan metode pewarnaan Giemsa.

3.2.2. Persiapan Wadah dan Ikan Uji

Tahap persiapan wadah dimulai dengan membersihkan peralatan yang akan digunakan selama penelitian, dengan menggunakan sabun dan dedesinfeksi dengan menggunakan kaporit. Akuarium (Gambar 4) dan tandon yang akan digunakan dicuci dengan sabun, setelah itu dibilas dengan air bersih dan ¾ bagian

dalam akuarium dan tandon direndam dengan Kalium Permanganat (KMNO4)

sebanyak 25 µg/l selama 24 jam agar akuarium dan tandon bebas dari organisme patogen. Setelah itu akuarium dan tandon dibilas dan dikeringkan selama 24 jam. Bagian dinding luar setiap akuarium ditutp dengan menggunakan plastik hitam agar kondisi dalam akuarium setidaknya menyerupai habitat alami ikan lele yang menyukai keadaan gelap atau sedikit cahaya. Akuarium sebanyak 12 buah diletakkan berjajar dan penempatan untuk masing-masing perlakuan dilakukan secara random (acak).

Air yang digunakan sebagai media hidup ikan lele dumbo yang akan digunakan selama penelitian berasal dari air PAM. Air sebelumnya diendapkan terlebih dahulu dalam tandon 1 ton dan diaerasi kuat selama 7 hari untuk menghilangkan residu kaporit. Setelah itu akuarium diisi dengan air sampai ketinggian 20 cm dan dipasang aerasi. Setiap akuarium diisi 6 ekor ikan uji.

Ikan lele dumbo yang baru datang terlebih dahulu direndam dalam larutan garam 30 ppm selama 5 menit. Perendaman ini bertujuan untuk mengurangi stress serta melepaskan ektoparasit yang menempel pada kulit ikan. Setelah itu, ikan dipindahkan ke akuarium yang sebelumnya telah ditimbang bobot awal serta ukuran panjang ikan. Masa pemeliharaan diawali dengan mengadaptasikan ikan terhadap pakan dan lingkungannya yang baru selama 3 hari. Ikan uji diberi pakan buatan berupa pelet terapung sebanyak 2 kali sehari pada pagi dan sore hari dengan FR 5%. Agar kualitas air tetap terjaga dengan baik maka selama penelitian dilakukan penyiponan dan penggantian air sebanyak 50% dari volume total air setiap pagi.

3.2.3. Pembuatan Rebusan Paci-paci (Leucas lavandulaefolia)

Pada penelitian kali ini bagian tanaman paci-paci (Leucas lavandulaefolia) yang diambil sebagai ekstrak kering adalah daun, batang dan akar. Hal ini dikarenakan setiap bagian dari tanaman paci-paci memiliki khasiat masing-masing yang dapat digunakan sebagai obat herbal. Paci-paci kemudian dicuci dengan air bersih dan dikeringkan. Pengeringan dilakukan dengan tujuan agar untuk mengurangi kadar air bahan sehingga lebih tahan terhadap aktivitas mikroba, mempermudah penentuan dosis dan meningkatkan konsentrasi zat aktif pada bahan obat (Yuliani, 1992 dalam Rahman, 2003). Proses pengeringan memakan waktu yang cukup lama yaitu sekitar 7-10 hari, dilakukan hanya pada jam 08.00- 10.00 WIB. Pengeringan dilakukan dalam udara terbuka (kering udara) diluar pengaruh cahaya matahari langsung untuk menghindari kerusakan bahan aktif yang terdapat dalam tanaman paci-paci (Sirait, 1979; Harbone, 1984 dalam

Sopiana, 2005). Setelah daun, batang dan akar kering kemudian dihaluskan dengan menggunakan blender lalu diayak dengan saringan sampai didapatkan bubuk halus. Ekstrak kering paci-paci disimpan dalam wadah tertutup pada suhu kamar dan tidak terkena matahari langsung.

Proses ekstraksi (Gambar 5) dilakukan dengan melarutkan atau menyeduh beberapa gram ekstrak paci-paci dengan akuades steril sesuai dosis yang diinginkan. Konsentrasi ekstrak paci-paci yang dipakai untuk pencegahan yaitu 4 g/100 ml (Sopiana, 2005) dan konsentrasi ekstrak paci-paci yang digunakan untuk pengobatan yaitu 8 g/100 ml (Abdullah, 2008). Campuran antara ekstrak paci-paci

dengan akuades steril diseduh pada suhu 90 ˚C selama 30 menit dalam penangas

air (Voight, 1984). Kemudian hasil seduhan disaring dengan menggunakan kain katun lalu kertas saring whatman no.42 untuk mendapatkan ekstrak paci-paci berupa cairan yang siap digunakan.

Gambar 5. Proses pembuatan rebusan paci-paci (Leucas lavandulaefolia)

Selanjutnya pada pengujian in vivo, dosis paci-paci yang dipakai yaitu untuk pencegahan yaitu 4 g/100 ml dan untuk pengobatan yaitu 8 g/ 100 ml. Kemudian diambil sebanyak 1 ml bahan untuk masing-masing konsentrasi disemprotkan pada 10 gram pakan, setelah itu ditambahkan binder berupa putih

telur sebanyak 0,3 ml yang berfungsi sebagai pengikat agar tidak mudah leaching

dalam air. Pakan dengan campuran paci-paci dikeringkan dengan cara diangin- anginkan atau dijemur di bawah sinar matahari terbaik yaitu antara jam 08.00- 10.00 pagi. Penambahan rebusan paci-paci pada pakan untuk perlakuan dilakukan setiap hari untuk menjaga kesegaran dan kualitas bahan yang digunakan.

3.2.3. Penyediaan Suspensi Bakteri Aeromonas hydrophilla

Biakan bakteri Aeromonas hydrophila yang telah diinkubasi selama 18-24

jam dengan suhu kamar dalam media TSA miring pada tabung reaksi, diambil menggunakan jarum ose sampai memenuhi lingkaran jarum ose, lalu diambil sebanyak 1-2 ose dan dilarutkan dalam 25 ml media TSB. Setelah itu bakteri

diinkubasi dalam wáter bath shaker selama 18-24 jam. Kemudian untuk

mendapatkan konsentrasi biakan murni bakteri A. hydrophila yang akan

diinjeksikan pada ikan, maka terlebih dahulu dilakukan pencucian media TSB

Pencucian ini dilakukan untuk memisahkan bakteri dengan media. Selanjutnya untuk memperoleh dosis 105 cfu/ml maka dilakukan pengenceran berseri dengan menggunakan eppendorf dan mikropipet secara aseptik.

3.2.4. Uji In Vivo

Pengujian in vivo dilakukan untuk melihat pengaruh pemberian paci-paci lewat pakan terhadap respon kekebalan tubuh ikan lele setelah diinfeksi A. hydrophila, sehingga dari pengujian ini dapat dilihat potensi paci-paci sebagai imunostimulan. Penelitian ini terdiri dari 4 perlakuan dengan 3 kali ulangan sebagai berikut :

1. Kontrol Negatif (KN)

Pada hari ke-8 dilakukan penyuntikan PBS pada masing-masing ikan sebanyak 0,1 ml secara ntramuscular.

Pakan Pakan Hari ke-

0 7 8 10 12 16 PBS

Pengamatan pasca penyuntikan Gambar 6. Uji in vivo kontrol negatif

2. Kontrol Positif (KP)

Pada hari ke-8 dilakukan penyuntikan A.hydrophila (105 cfu/ml) pada masing-masing ikan sebanyak 0,1 ml secara intramuskular.

Pakan Pakan Hari ke-

0 7 8 10 12 16 A.h (105 cfu/ml)

Pengamatan pasca penyuntikan Gambar 7. Uji in vivo kontrol positif

3. Pencegahan (PC)

Pada hari ke-0 hingga hari ke-7 mulai diberikan pakan yang telah dicampur ekstrak paci-paci (4 g/100 ml) sebanyak 1 ml/10 g pakan setiap hari. Pada hari ke-8 dilakukan penyuntikan A.hydrophila (105 cfu/ml) pada masing- masing ikan sebanyak 0,1 ml secara intramuskular.

Pakan + paci-paci 4 g/100 ml (Abdullah, 2008) Pakan Hari ke-

0 7 8 10 12 16 A.h (105 cfu/ml)

Pengamatan pasca penyuntikan Gambar 8. Uji in vivo perlakuan pengobatan

4. Pengobatan (PO)

Pada hari ke-8 dilakukan penyuntikan A.hydrophila (105 cfu/ml) pada masing-masing ikan sebanyak 0,1 ml secara intramuskular. Setelah terlihat gejala klinis pada ikan, selanjutnya pada hari ke-9 langsung diberikan pakan yang telah dicampur ekstrak paci-paci (8 g/100 ml) sebanyak 1 ml/10 g pakan setiap hari. Pakan Pakan + paci-paci 8 g/100 ml (Abdullah, 2008) Hari ke-

0 7 8 9 10 12 16 A.h (105 cfu/ml)

Pengamatan pasca penyuntikan Gambar 9. Uji in vivo perlakuan pencegahan

Tiap-tiap akuarium diisi 6 ekor ikan uji. Pemberian pakan dilakukan pada pagi hari dan sore hari. Konsentrasi bakteri yang disuntikkan ditentukan berdasarkan hasil uji LD-50 penelitian sebelumnya yaitu 105 cfu/ml dan dihitung dengan teknik pengenceran berseri (Abdullah, 2008). Pengamatan dilakukan selama 1 minggu pasca infeksi dengan parameter yang diamati meliputi pengamatan gambaran darah ikan dan data pendukung dilakukan juga pengamatan gejala klinis, respon nafsu makan ikan, pengukuran laju pertumbuhan melalui pengukuran bobot rata-rata tubuh ikan dan pengukuran kualitas air.

3.3. Parameter Yang Diamati

Dokumen terkait