• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN

1.6 Metode Penelitian

Dalam menulis sebuah karya ilmiah dibutuhkan metode penelitian sebagai alat mencapai tujuan yang di maksud. Metode merupakan cara mengungkapkan kebenaran yang objektif. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan studi kepustakaan.

Metode dekskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan suatu keadaan, peristiwa, objek apakah orang, atau segala yang terkait dengan variabel-variabel yang bisa dijelaskan baik dengan angka-angka maupun kata-kata (punaji setyosari,

2010). Sukmadinta menjelaskan penelitian deskrptif adalah bentuk penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena alamiah maupun fenomena buatan (Sukmadinta, 2006: 72).

Penulis menggunakan metode penelitian deskriptif karena pendekatan ini mempunyai tujuan untuk memperoleh jawaban yang terkait dengan pendapat, tanggapan atau presepsi seseorang sehingga pembahasannya harus secara kualitatif atau menggunakan uraian kata-kata.

Menurut M. Nazir (Nazir, 1988: 111) dalam bukunya yang berjudul “Metode Penelitian” mengemukakan bahwa studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dengan mengadakan penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur,catatan-catatan, dan laporan-laporan yang memiliki hubungan dengan masalah yang dipecahkan. Penulis mengambil data kepustakaan yang bersumber dari buku, hasil-hasil penelitian (skripsi), internet, dan sumber-sumber lainya yang dibutuhkan. Tujuan dari studi ini adalah untuk mencari fakta dan mengetahui konsep metode yang digunakan.

Kemudian dari data-data kepustakaan tersebut penulis membaca dan mencari teori yang berhubungan dengan penelitian mengenai analisis cerita novel “Senandung Ombak” berdasarkan pendekatan pragmatik sastra.

Langkah-langkah yang dilakukan penulis dalam menyusun penelitian ini adalah:

1. Membaca novel “Senandung Ombak” Karya Yukio Mishima yang telah diterjemahkan kedalam bahasa indonesia.

2. Mengumpulkan data referensi dan buku-buku yang berhubungan dengan objek penelitian, yaitu tentang kajian pragmatik sastra.

3. Menganalisis dan mendeskripsikan nilai-nilai pragmatik yang terdapat dalam novel “Senandung Ombak” Karya Yukio Mishima yang memberikan cerminan bagi pembaca.

4. Menyusun seluruh data yang telah dianalisi menjadi sebuah laporan berbentuk skrpsi.

BAB II

TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL SENANDUNG OMBAK KARYA YUKIO MISHIMA DAN STUDI PRAGMATIK DAN

SEOMIOTIKA SASTRA

2.1 Defenisi Novel

Novel adalah sebuah karya fiksi prosa yang berbentuk tertulis dan bersifat naratif, biasanya dalam bentuk cerita. Penulis novel disebut novelis. Kata novel berasal dari bahasa Italia novella yang berarti “sebuah kisah, sepotong berita”, dan juga dari bahasa Latin yakni novellus yang diturunkan pula dari kata novies yang berarti baru, dikatakan baru karena jika dibandingkan dengan jenis-jenis sastra lainya seperti puisi dan drama, maka jenis novel ini baru muncul kemudian setelahnya (Tarigan,1984:

164).

Novel adalah kisahan atau cerita yang diemban oleh pelaku-pelaku tertentu dengan peranan, latar serta tahapan dan rangkain cerita tertentu yang bertolak dari hasil imajinasi penggarangnya sehingga menjalin sebuah cerita (Aminuddin, 2000: 66). Pengarang umumnya ingin menampilkan ide serta imajinasinya ke dalam novel. Menurut H.B. Jassin dalam Suroto (1989: 19) novel ialah suatu kejadian yang luar biasa dari kehidupan orang-orang (tokoh cerita) luar biasa karena dalam kejadian ini terlahir suatu konflik atau suatu pertikaian yang mengalihkan perubahan nasib mereka.

Jenis-jenis novel dapat dibedakan berdasarkan isi cerita dan mutu novel. Suharianto dalam Rahmadhani (2013: 13) membagi jenis novel berdasarkan tinjauan isi, gambaran dan maksud pengarang yaitu, sebagai berikut:

1. Novel Berendens, yaitu sebuah novel yang menunjukkan keganjilan-keganjilan dan kepincangan-kepincangan dalam masyarakat. Oleh karena itu novel ini sering disebut novel bertujuan.

2. Novel Psikologi, yaitu novel yang menggambarkan perangai, jiwa seseorang serta perjuangannya.

3. Novel Sejarah, yaitu novel yang menceritakan seseorang dalam suatu masa sejarah. Novel ini melukiskan dan menyelidiki adat istiadat dan perkembangan masyarakat pada masa itu.

4. Novel anak-anak, yaitu novel yang melukiskan kehidupan dunia anak-anak yang dapat dibacakan oleh orang tua untuk pembelajaran kepada anaknya, ada pula yang biasanya hanya dibaca oleh anak-anak saja.

5. Novel Detektif, yaitu novel isinya mengajak pembaca memutar otak guna memikirkan akibat dari beberapa kejadian yang dilukiskan pengarang dalam cerita.

6. Novel Perjuangan, yaitu novel yang melukiskan suasana perjuangaan dan peperangan yang diderita seseorang.

7. Novel Proganda, yaitu novel yang isinya semata-mata untuk kepentingan propaganda terhadap masyarakat tertentu.

Berdasarkan pembagian jenis-jenis novel diatas, dapat dilihat bahwa novel Senandung Ombak Karya Yukio Mishima termasuk dalam novel psikologi dan novel perjuangan. Hal ini karena novel Senandung Ombak Karya Yukio Mishima menggambarkan tentang peranggai, jiwa dan perjuangan seorang gadis yang bernama Hatsue sebagai tokoh utama.

Novel ini bercerita tentang kestiaan Hatsue untuk tetap menjaga cintanya.

Walaupun ayah Hatsue tidak merestui hubungan mereka tetapi Hatsue terus berusaha meyakinkan ayahnya bahwa Shinji pantas untuk menjadi pasangan hidupnya. Dengan perjuangan panjang dan berat akhrirnya hubungan Hatsue dan Shinji mendapat restu dari ayahnya hatsue.

Secara garis besar unsur pembangunan sebuah novel dibagi menjadi dua bagian yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstinsik. Kedua unsur inilah yang sering banyak disebut para kritikus dalam rangka mengkaji atau membicarakan novel atau karya sastra pada umumnya. Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri.

Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagi karya sastra, unsur-unsur yang secara faktual akan dijumpai jika orang membaca karya sastra. Unsur intrinsik sebuah novel adalah unsur-unsur yang turut serta membangun cerita. Kepaduan antar berbagai unsur intrinsik inilah yang membuat sebuah novel berwujud. Atau sebaliknya, jika dilihat dari

membaca sebuah novel. Unsur yang dimaksud adalah : peristiwa, cerita, plot, penokohan, tema, latar, sudut pandang penceritaan, bahasa atau gaya bahasa dan lain-lain (Ramadhani 2013: 18)

Dipihak lain, unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada diluar karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra. Atau secara lebih khusus dapat dikatakan sebagai unsur-unsur yang mempengaruhi bangun cerita sebuah karya sastra, namun tidak ikut menjadi bagian didalamnya. Walau demikian unsur ekstrinsik cukup berpengaruh terhadap totalitas bangun cerita yang dihasilkan. Oleh karena itu, umsur ekstrinsik sebuah novel haruslah tetap dipandang sebagai sesuatu yang penting. Adapun beberapa unsur ekstrinsik novel yaitu : sejarah atau biografi pengarang, situasi dan kondisi, nilai-nilai dalam cerita, dan lain-lain (Nurgiyantoro 1995: 23) 2.2 Resensi Novel “Senandung Ombak” Karya Yukio Mishima

Sebuah karya sastra dibangun atas unsur intrinsik seperti tema, penokohan, alur, plot, dan latar atau setting. Hal ini merupakan struktur formal dalam sebuah novel yang menjadi fokus dalam menganalisis novel

“Senandung Ombak” Karya yukio mishima.

2.2.1 Tema

Menurut scharbach dalam Aminuddin (2000:91) istilah tema berasal dari bahasa latin yang berarti tempat untuk meletakkan suatu perangkat. Disebut demikian karena tema adalah ide yang mendasarai suatu cerita sehingga berperan juga sebagai pangkal tolak pengarang

dalam memaparkan karya fiksi yang diciptakanya. Sebab itulah penyikapan terhadap tema yang diberikan pengarangnya dengan pembaca umumnya terbalik. Seorang pengarang harus memahami tema cerita yang akan dipaparkan sebelum melaksanakan proses kreatif penciptaan, sementara pembaca baru dapat memahami tema bila mereka telah selesai memahami unsur-unsur signifikan yang menjadi media pemapar tema tersebut.

Lebih lanjut lagi scharbach menjelaskan bahwa tema is not synonymous whith moral or message... the does relate to meaning and poupose, in the sense. Karena tema adalah kaitan hubungan antara makna dan tujuan pemaparan prosa fiksi oleh pengarangnya, maka untuk memahami tema, seperti telah di singgung diatas, pembaca harus terlebih dahulu memahami unsur-unsur signifikan yang membangun suatu cerita, menyimpulkan makna yang di kandungnya, serta mampu menghubungkan dengan tujuan penciptaan pengarangnya.

Tema adalah sesuatu yang menjadi pokok permasalahan atau sesuatu yang menjadi pemikiriran pengarang (ide cerita) yang ingin disampaikan kepada pembacanya. Tema ini disampaikan pengarang melalui jalinan cerita yang ia buat didalam novel. Selain ide cerita, tema dapat berupa pandangan hidup, hal ini sebagaiman dikemukakan oleh Brook tarigan (1984: 125) bahwa tema adalah pandangan hidup tertentu yang membentuk atau membangun dasar atau gagasan utama dari suatu karya sastra.

Sementara itu, menurut Fananie (2000:84) tema adalah ide, gagasan, pandangaan hidup pengarang yang melatarbelakangi terciptanya karya sastra. Karena karya sastra merupakan refeleksi kehidupan masyarakat, maka tema yang diungkapkan dalam karya sastra sangat beragam. Tema dapat berupa pesan moral, etika, agama, sosial, budaya, teknologi dan tradisi yang terikat erat dengan masalah kehidupan. Tema suatu cerita hanya dapat diketahui atau ditafsirkan setelah kita membaca cerita serta menganalisis. Hal ini dapat dilakukan dengan mengetahui alur cerita serta penokohan dialog-dialognya, hal ini sangat penting karena ketiganya memiliki kerterkaitan satu sama lain dalam sebuah cerita.

Dialog biasanya mendukung penokohan/perwatakan, sedangkan tokoh-tokoh yang tampil dalam cerita tersebut berfungsi untuk mendukung alur dan mengetahui bagaimana jalanya cerita tersebut, dari alur ini lah kita dapat menafsirkan tema cerita tersebut.

Contohnya pada cerita novel “Senandung Ombak” karya yukio mishima, dalam novel ini menceritakan bagaimana perjuangan Hatsue memperjuangkan hubunganya dengan Shinji dan untuk meyakinkan ayah nya bahwa Shinji pantas menjadi pendamping hidupnya, walaupun Shinji orang miskin.

Dari hal yang telah penulis jelaskan di atas tampak tema yang ingin disampaikan oleh pengarang adalah “Sesulit apapun keadaan yang sedang dihadapi, bukanlah menjadi alasan untuk berhenti mewujudkan sebuah mimpi”.

2.2.2 Tokoh

Penokohan atau perwatakan adalah pelukisan mengenai tokoh cerita, baik keadaan lahirnya maupun batinya yang dapat berubah, pandang hidupnya, sikapnya, keyakinannya, adat istiadatnya dan sebagainya. Menurut Jones dalam Nurgiyantoro (1995:165) penokohan adalah pelukisan gambar yang jelas tentang seorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Sedangkan menurut Kosasih dalam Ramadhani (2013:11) penokohan adalah cara pengaarang menggambarkan karakter tokoh-tokoh dalam cerita. Penokohan adalah bagaimana pengarang menampilkan tokoh-tokoh dalam ceritanya dan bagaimana pula perilaku tokoh-tokoh tersebut. Dalam penokohan ada dua hal penting, yaitu pertama berhubungan denga tehnik penyampaian dan yang kedua adalah berhubungan dengan watak atau kepribadian tokoh yang ditambilkan.

Kedua hal ini memiliki hubungan yang sangat erat karena penampilan dan penggambaran sang tokoh harus mendukung watak tokoh tersebut (Aminuddin, 2007:79).

Boulton dalam Aminuddin (2000:79) mengungkapkan bahwa cara pengarang menggambarkan atau memunculkan tokohnya itu dapat berbagai macam. Para tokoh yang terdapat dalam suatu cerita memiliki peranan yang berbeda-beda. Abrams dalam Nugriyantoro (19950:165) menjelaskan bahwa tokoh cerita adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif yang ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kencenderungan tertentu seperti diekspresikan dalam ucapan dan apa yang

Menurut Nugriyantoro (1995:176) berdasarkan peranan dan tingkat pentingnya, tokoh terdiri atas tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh utama adalah yang diutamakan pengarang dalam novel yang bersangkutan dan tokoh yang memiliki peranan penting dalam cerita tersebut, ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan baik sebagai pelaku kejadian maupun yang di kenai kejadian. Tokoh tambahan memiliki peranan tidak penting karena kemunculannya hanya melengkapi, melayani dan mendukung pelaku utama. Tokoh tambahan kejadiannya lebih sedikit dibandingkan tokoh utama, yakni hanya ada jika berkaitan dengan tokoh utama secara langsung.

Penokohan dalam novel Senandung Ombak Karya Yukio Mishima sebagai berikut:

1. Hatsue adalah tokoh utama dalam novel Senandung Ombak yang merupakan seorang gadis yang setia, sabar dan penyayang.

2. Shinji yang menjalin hubungan dengan Hatsue. Ia merupakan orang yang pekerja keras, pantang menyerah, setia.

3. Ibu Shinji orang yang sangat mendukung hubungan Hatsue dan Shinji.

4. Ayah Hatsue orangnya pemarah, keras kepala dan orang yang sangat menentang hubungan Hatsue dan Shinji.

2.2.3 Alur atau Plot

Alur atau Plot adalah jalan cerita yang berupa peristiwa-peristiwa yang disusun satu persatu dan saling berkaitan satu sama lain menurut hukum sebab akiba tdari awal sampe akhir cerita. Peristiwa yang satu akan mengakibatkan timbulnya peristiwa yang lain, peristiwa yang lain tersebut akan menjadi sebab bagi timbulnya peristiwa berikutnya dan seterusnya sampai peristiwa itu berakhir (Aminuddin, 2000:83).

Tahapan plot dibentuk oleh satuan-satuan peristiwa, setiap peristiwa selalu diemban oleh pelaku-pelaku dengan perwatakan tertentu, selalu memiliki setting tertentu dan selalu menampilkan suasana tertentu pula. Sebab itu lah dengaan memahami plot, pembaca dapat sekaligus berusaha memahami penokohan/perwatakan maupun setting.

Dalam tahap alur selalu terdapat konflik. Konflik merupakan inti dari sebuah alur. Konflik dapat diartikan sebagai sebuah pertentangan.

Menurut Kosasih dalam Ramadhani (2013:10) bentuk-bentuk pertentangan antara lain:

1. Pertentangan manusia dengan dirinya sendiri, 2. Pertentangan manusia dengan sesamanya.

3. Pertentangan manusia dengan lingkungannya, baik lingkungan ekonomi, sosial, politik dan budaya,

4. Pertentangan manusia dengan Tuhan atau keyakinan,

Bentuk-bentuk konflik inilah yang kemudian diangkat kedalam novel dan menggerakkan alur cerita. Berdasarkan uraian tentang konflik

Karya Yukio Mishima adalah pertentangan manusia dengan sesamanya.

Keinginan Hatsue untuk meyakinkan ayahnya bahwa hubungannya dengan Shinji dianggap hanya sebagai omongan kosong belaka. Tetapi meskipun demikian Hatsue tetap berusaha dan tetap berjuang untuk mewujudkan mimpinya tersebut.

Alur atau Plot dibagi menjadi dua jenis, yaitu:

1. Alur maju adalah alur yang susunannya mulai peristiwa pertama, kedua, ketiga dan seterusnya sampai cerita berakhir.

2. Alur mundur adalah alur yang susunanya dimulai dari peristiwa terakhir, kemudian kembali pada peristiwa awal kemudian akhirnya kembali pada peristiwa akhir sebelumnya.

Dari penjelasan alur (plot) di atas, maka alur yang terdapat pada cerita novel Senandung Ombak Karya Yukio Mishima ini adalah alur maju. Karena dalam cerita novel ini susunanya berurutan hinnga di akhir cerita.

2.2.4 Latar atau Setting

Latar atau setting adalah penggambaran situasi tempat dan waktu serta suasana yang terjadi dalam cerita novel. Latar berfungsi sebagai pendukung alur dan penokohan, memberi nuansa makna terntu serta mampu menciptakan suasana-suasana tertentu yang menggerakkan emosi atau aspek kejiwaan pembacanya. Gambaran situasi yang jelas akan

membantu memperjelas peristiwa yang sedang dikemukakan pengarang (Aminuddin, 2000:68).

Sebagai salah satu bagian unsur pembangunan karya fiksi, setting selalu memiliki hubungan dengan unsur-unsur signifikan yang lain dalam rangka membangun totalitas makna serta adanya kesatuan (unity) dari keseluruhan isi yang dipaparkan pengarangnya. Setting selalu memiliki hubungan dengan penokohan dan alur untuk mewujudkan suatu tema cerita (Ramadhani, 2013:15).

Menurut Abrams dalam Fananie (2000:99) secara garis besar latar dapat dikategorikan dalam tiga bagian yaitu:

1. Latar Tempat

Latar tempat mengarah pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritkan dalam sebuah cerita. Penngambaran latar tempat ini hendaklah tidak bertentangan dengan realita tempat yang bersangkutan, hingga pembaca (terutama yang mengenal tempat tersebut) menjadi tidak yakin dengan apa yang kita sampaikan. Agar dapat mendiskripsikan suatu tempat secara meyakinkan, pengarang perlu menguasai situasi geografis lokasi yang bersangkutan. Sebab, tentunya tidak ada satupun desa, kota atau daerah yang sama persis dengan daerahnya.

Dalam novel Senandung Ombak lokasi berlangsung cerita bervariasi sesuai dengan peristiwa-peristiwa terjadi disebush

Utajima. Tetapi terdapat juga ditempat lain seperti, pantai Taman, gua ditanjung Benten, rumah, pemandian umum, kuil Yashiro, gunung Higashi dan kuburan.

2. Latar Waktu

Latar waktu mengarah pada saat terjadinya peristiwa, yang meliputi hari, tanggal bulan, tahun, bahkan zaman tertentu yang melatarbelakangi cerita tersebut. Dalam cerita non fiksi, latar waktu merupakan hal yang perlu diperhatikan agar tidak menimbulkan keracunan ceritanya itu sendiri.

Latar waktu dalam Senandung Ombak adalah pada masa zaman Modren. Peristiwa-peristiwa dalam novel berlangsung pada waktu musim panas, musim semi, musim salju, saat senja, saat badai.

3. Latar Sosial

Latar sosial mengarah kepada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat disuatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi maupun non fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berfikir dan bersikap, dan lain sebagainya. Latar sosial juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan, misalnya rendah, menengah atau tinggi.

Dalam novel ini penggarang banyak manampilkan kehidupan sosial para masyarakat nelayan di Utajima Jepang dan terdapat perbedaan status sosial yang cukup lebar antara yang kaya dan yang miskin. Akan tetapi, hal itu tidak menghalangi jalinan cinta antara Hatsue dengan Shinji yang berbeda status sosialnya. Shinji dari keluarga miskin sedangkan Hatsue adalah putri dari Terukichi, seorang saudagar kaya pemilik kapal Utajima-maru.

2.3 Biografi Pengarang

Pengarang novel “Senandung Ombak” adalah Yukio Mishima.

Yukio Mishima adalah nama pena dari penulis sekaligus penyair, dramawan, aktor dan sutrdara jepang bernama Kimitake Hiraoka yang dimana nama itu nama pemberian oleh orang tuanya atau nama aslinya.

Yukio Mishima lahir di Shinjuku, Tokyo, 14 Januari 1925, dia lahir dari kalangan bangsawan. Ayahnya seorang pejabat pemerintahan bernama Azusa Hiraoka, Ibunya bernama Shizue, putri dari Kenzo Hashi, seorang kepala sekolah generasi kelima di Kaisei Academy Tokyo.Ia memiliki adik perempuan bernama Mitsuko yang meninggal pada usia 17 tahun akibat tipus pada tahun 1945, dan seorang adik laki-laki Chiyuki.

Masa kecilnya didominasi oleh neneknya yang bernama Natsu, ia diambil dan dipisahkan dari kedua orang tuanya selama beberapa tahun.

Mishima dikembalikan kepada kedua orang tuanya ketika sudah berusia 12 tahun. Ayahnya seorang tentara yang menyenangi disiplin militer. Pada

membaca karya-karya Oscar Wilde,Rainer Maria Rilke dan sejumlah pengarang klasik jepang. Setelah 6 tahun bersekolah, ia diterima sebagi anggota termuda dewan redaktur perkumpulan sastra disekolah. Ia diundang untuk menulis sebuah cerira pendej prosa untuk majalah sastra Gakushuin dan mengirm cerita berjudul Hanazakari no Mori sehingga membuat guru-guru Mishima begitu terkesan dengan cerita yang ditulisnya. Dikhawatirkan menyebabkan reaksi yang tidak baik dari teman-teman sekelanya, oleh karena itu para guru menciptakan nama pena untuk dirinya dan sekaj itu ia dikenal sebagi Yukio Mishima.

Mishima lulus dari Universitas Tokyo, Ia mendapat gelar Sarjana Hukum dari Universitas Kerajaan di Tokyo pada tahun 1947. Setelah lulus, ia bekerja pada Kementerian Keuangan. Tapi ia hanya beberapa bulan bekerja disana, karena berniat menggunakan seluruh waktunya untuk memupuk bakatnya sebagai seorang sastrawan. Pada usia 33 tahun, ia telah menerbitkan 12 roman, 5 lakon sandiwara, sejumlah esai dan sajak. Senandung Ombak diterbitkan di Jepang dengan judul Shiosai, mendapat hadiah sastra Shinchosa pada tahun 1951. Ia tiga kali dinominsika sebagai penerima Nobel kesustraan dan sudah banyak mendapat penghargaan atas karya-karya satra yng dibuatnya.

Karya-karya Yukio Mishima mendapat perhatian dunia internasinal, dan mendapat penggemar yang cukup banyak di Eropa dan Amerika Serikat. Sebagian besar dari karya-karya terkenalnya sudah diterjemahkan kedalam bahasa Ingris, Ia juga namyak melakukan perjalanan. Pada tahun 1952 ia mengunjungi Yunani negara yang begitu

dikaguminya sejak anak-anak. Unsur-unsur Yunani tampak dalam

“Shiosai atau Senandung Ombak” (“Sound of the waves”) yang diterbitkan tahun 1954, dan isnpirasinya bersal dari legenda Yunani Daphins dan Chole

Pada usia 20 tahun, ia meramalkan sendiri bahwa hidupnya sudah mendekati ajal. Karena kesehatanya terganggu, ia tidak terpanggil mengikuti wajib militer sehingga terlepaslah keinginanya untuk gugur di medan perang pada saat-saat terakhir Perang Dunia II. Mishima menikah dengan Yoko Sugiyama pada 11 juni 1958, Dua anak lahir dari istrinya, Seorang anak perempuan bernama Noriko lahir (2 Juni 1959) dan seorang anak laki-laki bernama Lichiro (lahir 2 Mei 1962)`

Pada tahun 1970, ketika usianya baru 45 tahun dan bakatnya cemerlang sebagai sastrawan sedang memuncak, ia melakukan seppuku. Ia dikenang setelah mati bunuh diri.

2.4 Studi Pragmatik dan Semiotik

Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan prgmatik sastra untuk menganalisis nilai-nilai yang terkandung dalam cerita novel

“Senandung Ombak” karya Yukio Mishim, penulis menggambil beberapa cuplikan yang teks yang memiliki nilai dalam cerita novel tersebut.

Pragmatik sastra adalah cabang penelitian ilmu sastra yang mengarah kepada aspek kegunaan sastra. Penelitian ini muncul atas dasar ketidak

hanya sebagai teks itu saja. Kajian struktural dianngap hanya mampu menjelaskan makna karya sastra dari permukaannya saja. Maksudnya, kajian struktur sering melupakan aspek pembaca sebagai penerimaan makna atau pemberi makna terhadap peranan pembaca dalam menerima, memahami dan menghayati karya sastra, karena pembaca sangat berperan dalam menetukan sebuah karya sastra itu merupakan karya sastra atau tidak dan sebagai sebuah keutuhan komunikasi sastrawan-karya sastra – pembaca, maka hakikatnya karya sastra yang tidak sampai kepada pembaca bukanlah karya sastra, Siswanto dan Roekhan dalam Endraswara (2008:70).

Pendekatan pragmatik satra memandang karya sastra sebagai sarana untuk menyampaikan tujuan kepada pembaca, seperti tujuan pendidikan moral, agama, dan tujuan pendidikan lainya. Dengan kata lain pragmatik sastra bertugas sebagai pengungkapan tujuan yang

Pendekatan pragmatik satra memandang karya sastra sebagai sarana untuk menyampaikan tujuan kepada pembaca, seperti tujuan pendidikan moral, agama, dan tujuan pendidikan lainya. Dengan kata lain pragmatik sastra bertugas sebagai pengungkapan tujuan yang

Dokumen terkait